BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa 2.1.1. Pengertian Prokrastinasi
Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai prokrastinasi.
Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin yaitu procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus”
yang berarti keputusan hari esok atau jika digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya. Prokrastinasi berarti tindakan mengganti
tugas berkepentingan tinggi dengan tugas berkepentingan rendah sehingga tugas penting pun tertunda (Wikipedia).
Menurut Ferrari (1995) kata prokrastinasi sebenarnya sudah ada sejak
lama, bahkan dalam salinan khotbah Pendeta Walker pada abad ke-17 yang terdapat di Universitas Ottawa Canada, menggambarkan tentang hubungan antara
penghindaran atau penudaan tugas, keinginan atau kemauan, dan dosa. Kata prokrastinasi dituliskan oleh Pendeta Walker sebagai “sin”, salah satu dosa serta
kejahatan manusia. Manusia akan kehilangan kesempatan dan menyia-nyiakan
karunia Tuhan karena melakukan penundaan. Menurut Solomon & Rothblum (1984) prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai
menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam menghadiri
pertemuan-pertemuan.
Menurut Watson (Rizvi, 1997) penyebab prokrastinasi berkaitan dengan
takut gagal, tidak suka pada tugas yang diberikan, menentang dan melawan kontrol, mempunyai sifat ketergantungan dan kesulitan dalam membuat keputusan. Sehubungan dengan pembangunan Indonesia dewasa ini yang
menuntut adanya inovasi dan produktivitas, istilah prokrastinasi akan menjadi istilah yang berkonotasi negatif, yang menurut Ferrari dkk, (Rizvi, 1997) bahwa
pada negara dengan teknologi sudah digunakan, ketepatan waktu menjadi hal yang sangat penting, sehingga prokrastinasi dapat dianggap sebagai suatu
masalah. Menurut Ferrari (Rizvi,1997) prokrastinasi akademik banyak berakibat negatif, dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia. Tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila diselesaikan hasilnya menjadi
tidak maksimal. Penundaan juga bisa mengakibatkan seseorang kehilangan kesempatan dan peluang yang datang.
Ferrari (1995) menyimpulkan pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai batasan tertentu:
1. Prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaan yaitu bahwa setiap
perbuatan untuk menunda dalam mengerjakan suatu tugas disebut sebagai prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan
penundaan yang dilakukan
dilakukan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang
dalam menghadapi tugas, biasanya disertai adanya keyakinan-keyakinan yang irasional.
3. Prokrastinasi sbagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja akan tetapi prokrastinasi merupakan suatu trait yang melibatkan
komponen-komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian, dari berbagai pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah perilaku yang tidak efisien dalam
menggunakan waktu dan cenderung untuk tidak segera memulai suatu pekerjaan. Prokrastinasi juga bisa dikatakan sebagai penghindaran tugas dan cenderung untuk menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan.
2.1.2. Jenis-jenis Tugas pada Prokrastinasi
Prokrastinasi dapat dilakukan pada beberapa jenis pekerjaan. Peterson (Priska, 2008) mengatakan bahwa seseorang dapat melakukan prokrastinasi hanya pada hal-hal tertentu saja atau pada semua hal, sedangkan jenisjenis tugas yang
sering ditunda oleh prokrastinator yaitu pada tugas pembuatan keputusan, tugas-tugas rumah tangga, aktivitas akademik, pekerjaan kantor dan lainnya. Peterson
a. Prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas
formal yang berhubungan dengan tugas akademik, misalnya tugas sekolah atau tugas kursus,
b .Prokrastinasi non-akademik adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas non-formal atau tugas yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya tugas rumah tangga, tugas sosial, tugas kantor dan lain sebagainya.
Menurut Green (Tuckman, 2007) jenis tugas yang menjadi objek prokrastinasi akademik adalah tugas yang berhubungan dengan kinerja akademik.
Perilaku-perilaku yang mencirikan penundaan dalam tugas akademik dipilah dari perilaku lainnya dan dikelompokkan menjadi unsur prokrastinasi akademik.
Solomon dan Rothblum (1984) menyebutkan 6 area akademik untuk melihat jenis-jenis tugas yang sering diprokrastinasi oleh pelajar, yaitu:
1) Tugas menulis (mengarang)
Meliputi penundaan pelaksanaan kewajiban menulis makalah, laporan, serta tugas mengarang lainnya.
2) Belajar untuk menghadapi ujian
Mencakup penundaan belajar untuk menghadapi ujian tengah semester, ujian akhir semester dan kuis-kuis lainnya.
3) Membaca
Menunda membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan tugas akademik
4) Kinerja tugas akademik
Penundaan mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas administratif. Seperti menyalin catatan sekolah, mendaftarkan diri dalam presensi kehadiran, daftar
peserta praktikum, dan lain-lainnya. 5) Menghadiri pertemuan
Penundaan atau keterlambatan menghadiri jam pelajaran, praktikum dan
pertemuan-pertemuan lainnya.
6) Kinerja akademik secara keseluruhan.
Menunda kewajiban mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik lainnya secara keseluruhan.
2.1.3. Faktor penyebab prokrastinasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi dapat dikategorikan menjadi dua
macam menurut Ferrari & Olivete (Priska, 2008) yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor tersebut meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis dari individu. Orang dengan motivasi rendah cenderung akan melakukan prokrastinasi dibandingkan dengan orang yang motivasinya tinggi. Berbagai hasil penelitian juga menemukan aspek lain pada diri individu yang turut mempengaruhi seseorang untuk mempunyai suatu kecenderungan perilaku prokrastinasi yaitu rendahnya kontrol diri.
2. Faktor eksternal
yang kronis pada subjek penelitian anak wanita. Dan ibu yang memiliki kecenderungan melakukan procrastination menghasilkan anak wanita yang memiliki kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi pula.
Faktor lain yang mempengaruhi prokrastinasi dilihat dari teori perkembangan prokrastinasi menurut Ferrari (1995) adalah sebagai berikut :
a. Psikodinamik
Penganut psikodinamik beranggapan bahwa pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi perkembangan proses kognitif seseorang ketika dewasa, terutama trauma. Seseorang yang pernah mengalami trauma akan suatu tugas tertentu, misalnya gagal menyelesaikan tugas sekolahnya, akan cenderung melakukan prokrastinasi ketika seseorang tersebut dihadapkan lagi pada suatu tugas yang sama. Seseorang tersebut akan teringat kepada pengalaman kegagalan maupun perasaan tidak menyenangkan yang pernah dialami dimasa lalu, sehingga ia menunda mengerjakan tugasnya, yang dipersepsikan akan mendatangkan perasaan seperti masa lalu.
b. Behavioristik
Penganut psikologi behavioristik beranggapan bahwa perilaku prokrastinasi akademik muncul akibat proses pembelajaran. Seseorang melakukan prokrastinasi akademik karena dia pernah mendapatkan reinforcement atas perilaku tersebut. Seseorang yang pernah merasakan sukses dalam melakukan tugas kuliahnya dengan melakukan penundaan, cenderung akan melakukan lagi perbuatannya. Sukses yang pernah ia rasakan akan dijadikan reward untuk mengulangi perilaku yang sama dimasa yang akan datang.
c. Kondisi lingkungan
Perilaku prokrastinasi akademik juga bisa muncul pada kondisi lingkungan tertentu. Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bisa menjadi reinforcement bagi munculnya perilaku prokrastinasi. Kondisi yang rendah dalam pengawasan akan mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik, karena tidak adanya pengawasan akan mendorong seseorang untuk berperilaku tidak tepat waktu.
d. Cognitivebehavioral
sehingga akan mendatangkan penilaian yang negatif akan kemampuannya. Akibatnya seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas yang dihadapinya.
2.1.4. Ciri-Ciri Prokrastinasi
Ferrari, dkk (1995) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu dan dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu :
1. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi.
Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapi harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika ia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.
2. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.
Orang yang melakukan prokrastinasi memperlakukan waktu yang lebih lama dari pada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokrastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya.
3. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.
Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seseorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana-rencana yang telah dia tentukan sendiri.
4. Melakukan aktifitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.
Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktifitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan,seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, ngobrol, jalan-jalan, sehingga menyita waktu yang ia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri prokrastinasi akademik adalah
rencana dan kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan
daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.
2.2 Motivasi Berprestasi 2.2.1. Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan dorongan untuk berbuat yang berasal dari dalam diri
manusia. Motivasi dalam suatu perbuatan memegang peran sangat penting. Kuat lemahnya upaya yang dikerahkan seseorang dalam mengerjakan sesuatu sangat
ditentukan oleh motivasinya (McClelland dalam Franken, 1982). Pemahaman terhadap motivasi individu berkaitan erat dengan pemahaman temtang motif, yaitu
kebutuhan, keinginan, tekanan, dorongan dan desakan hati yang membangkitkan dan mempertahankan gairah individu untuk mengerjakan sesuatu (Nasrudin, 2010).
McClelland (Nasrudin, 2010) mengemukakan tiga macam kebutuhan manusia yaitu need of achievement ( motivasi berprestasi), need of affiliation
(motivasi bersahabat) dan need of power (motivasi berkuasa) a. Kebutuhan akan prestasi (n-Ach)
Menurut McClelland (Nasrudin, 2010), kebutuhan akan prestasi
merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow
Ciri-ciri individu yang menunjukkan orientasi tinggi menurut McClelland
(Franken, 1982) antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka,
keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. b. Kebutuhan untuk berafiliasi (n-aff)
Kebutuhan akan Afiliasi menurut McClelland (Nasrudin, 2010) adalah
hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan
penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu ini umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
c. Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah dorongan untuk mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Orang yang bermotivasi kekuasaan ingin
menimbulkan dampak pada organisasi dan mau memikul resiko untuk melekukan hal itu. McClelland (Franken, 1982) menyatakan bahwa kebutuhan
akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
2.2.2. Pengertian Motivasi Berprestasi
Konsep motivasi berprestasi dirumuskan pertama kali oleh Henry
sulit dengan secepat dan sebaikmungkin (Alwisol, 2011). Sedangkan Mc. Clelland
(Nasrudin, 2010) memberi batasan motivasi berprestasi sebagai usaha untuk mencapai sukses dan bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi dengan suatu
ukuran keunggulan. Ukuran keunggulan itu dapat berupa prestasinya sendiri sebelumnya atau prestasi orang lain.
Selanjutnya Atkinson (Franken, 1982) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih sukses dan tendensi untuk menghindari kegagalan. Jika motif untuk sukses lebih besar daripada motif untuk menghindari kegagalan, diasumsikan, orang tersebut akan berusaha untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan motif untuk menghindari kegagalan lebih besar daripada motif untuk berhasil, diasumsikan, orang akan memilih tujuan yang meminimalkan kemungkinan kegagalan. Dengan kata lain, takut gagal atau menghindari kegagalan dapat mengubah tujuan seseorang pilih.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Menurut Murray (Alwisol, 2011) ada empat faktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu:
a. Orang tua dan lingkungan budaya memberikan tekanan yang cukup kuat (menganggap penting) dalam hal berprestasi yang tinggi.
b. Anak diajar untuk percaya kepada diri sendiri dan berusaha memantapkan tujuan menjadi orang yang berprestasi tinggi.
c. Pekerjaan kedua orang tua mungkin berpengaruh. Ayah yang pekerjaannya melibatkan pengambilan keputusan dan inisiatif dapat mendorong anak mengembangkan motivasi berprestasi.
d. Kelas sosial dan pertumbuhan ekonomi (nasional) yang tinggi dapat mempengaruhi motivasi berprestasi (n-Ach)
2.2.4. Karakteristik Motivasi Berprestasi
McClelland (Franken, 1982) menyebutkan bahwa seseorang rang memiliki motivasi berprestasi tinggi ia akan menunjukkan ciri-ciri yaitu ulet, suka bekerja
Menurut Murray (Alwisol, 2011) ciri orang yang memiliki motivasi berprestasi (n-Ach) tinggi adalah lebih kompetitif, lebih bertanggung jawab terhadap keberhasilan diri, senang menetapkan tujuan yang menantang tapi cukup realistik, memilih tugas yang tingkatnya cukupan, yang tidak pasti apakah bisa diselesaikan atau tidak, senang dengan kerja interprener yang beresiko tapi cocok dengan kemampuannya, menolak kerja rutin, serta bangga dengan pencapaian dan mampu menunda untuk memperoleh kepuasan yang lebih besar, konsep diri positif, berprestasi di sekolah.
McClelland (1987) menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi
berprestasi yang tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Memiliki tugas yang moderat
Memiliki tugas yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Membagi tugas menjadi beberapa bagian sehingga muda dikerjakan.
2. Membutuhkan umpan balik
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi lebih menyukai bekerja dalam situasi dimana mereka dapat memperoleh umpan balik yang konkret tentang
apa yang sudah mereka lakukan karena jika tidak, mereka tidak dapat mengetahui apakah mereka sudah melakukan sesuatu dengan baik
dibandingkan dengan yang lain. Umpan balik ini selanjutnya digunakan untuk memperbaiki prestasinya.
3. memperhitungkan keberhasilan
Orang dengan tipe seperti ini lebih mementingkan pencapaian tugas yang dibebankan kepadanya tanpa memperhitungkan secara berlebihan imbalan
Hal-hal yang bersifat materiil hanya merupakan efek sampingan dari prestasi yang
dicapainya.
4. Menyatu dengan tugas.
Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menerima tugas sebagai bagian dari dirinya, tugas-tugas yang dilimpahkan kepadanya tidak dianggap sebagai beban tetapi dipandang sebagai suatu hal yang wajar. Orang-orang
seperti ini biasanya tidak suka menunda pekerjaan, bersahabat, realistik, dan mengutamakan kemampuan individual.
Selain itu menurut Mc Clelland (Mutia, 2010) orang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi mempunyai ciri:
1. Mempunyai tanggung jawab pribadi
Seorang yang mempunyai motivasi berprestasi akan melakukan tugas atau bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Siswa/seorang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya akan puas dengan hasil pekerjaannya karena merupakan hasil usahanya sendiri. Contoh : Mengerjakan tugasnya sendiri, tidak mencontek.
2. Berusaha bekerja kreatif
Siswa yang bermovasi tinggi, gigih dan giat mencari cara yang kreatif untuk menyelesaikan tugas.
3. Berusaha mencapai cita-cita
Siswa/ seorang yang mempunyai cita-cita akan belajar dengan baik dan memiliki motivasi yang tinggi. Contoh : rajin mengerjakan tugas , belajar dengan keras, tekun, tidak mengulur waktu untuk belajar.
4. Melakukan kegiatan sebaik-baiknya
Melakukan kegiatan belajar sebaik mungkin dan tidak ada yang dilupakan. Contohnya dengan membuat kegiatan belajar, mengerjakan soal-soal latihan, belajar kelompok.
5. Mengadakan antisipasi
2.3 Kajian Penelitian yang Berhubungan
Perilaku prokrastinasi muncul akibat proses pembelajaran seseorang karena pernah mendapatkan reinforcement atas perilaku tersebut dan yang pernah
merasakan sukses dalam melakukan tugas kuliahnya dengan melakukan penundaan, cenderung akan mengulanginya. Sukses itu akan dijadikan reward untuk mengulangi perilaku yang sama dimasa yang akan datang. (Ferrari 1995).
Menurut Schouwenberg dan Groenewoud (Delta,2007) menemukan bahwa mahasiswa yang melakukan perilaku prokrastinasi akademis tetap memiliki
motivasi dengan memotong reward masa depannya. Mereka menunda mendapatkan reward karena ingin memperoleh manfaat yang lebih luas
dibandingkan mahasiswa yang tepat waktu.
Menurut McClelland (1987), motivasi berprestasi merupakan motivasi yang berhubungan dengan pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar
keunggulan dan akan mempengaruhi individu dalam usaha memperoleh pencapaian keberhasilan termasuk dalam bidang pendidikan. McClelland (1987)
juga mengungkapkan bahwa kondisi tersebut akan menentukan individu dalam menyelesaikan setiap tugas akademik, sehingga individu yang memiliki motivasi berprestasi akan cenderung untuk tidak melakukan bahkan menghindari sikap
menunda.
Berdasarkan hasil data analisis Adzani (2012) dalam penelitiannya yang
signifikasi 0,000 kurang dari 0,05 ( p < 0,05) maka Ho ditolak, artinya ada
hubungan yang signifikan antara prokrastinasi akademik dengan motivasi berprestasi. Arah hubungannya adalah positif artinya semakin tinggi motivasi
berprestasi maka semakin tinggi prokrastinasi sebaliknya semakin rendah motivasi berprestasi maka semakin rendah pula prokrastinasi akademik.
Menurut Ferrari (Delta, 2007) mahasiswa mungkin memiliki keinginan
untuk melakukan suatu aktivitas akademis sesuai harapannya atau waktu yang telah ditentukan, namun pada akhirnya kehilangan motivasi untuk melakukannya
sehingga mahasiswa tersebut terjebak dalam perilaku menunda pekerjaan secara akademis atau disebut dengan prokrastinasi.
Sebagai mahasiswa tentulah banyak sekali tugas akademik yang harus dikerjakan, maka dari itu mahasiswa perlu motivasi untuk berprestasi serta kepercayaan diri supaya dalam melaksanakan tugas tersebut tanpa harus
menunda-nunda waktu untuk mengerjakan. (Khamidah, 2009). Selanjutnya dalam penelitian Khamidah (2009) hasilnya menunjukkan bahwa motivasi berprestasi
mempunyai hubungan negatif dengan prokrastinasi akademik, apabila motivasi berprestasi pada mahasiswa tinggi, maka mereka akan jarang melakukan penundaan mengejakan tugas begitu juga sebaliknya yang dibuktikan dengan
korelasi sederhana antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik, didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) dan koefisien korelasi (rx1y) = -0,666, yang
berarti mempunyai hubungan kuat dan berarah negatif (-).
2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian teori yang sudah diuraikan, maka dapat diajukan hipotesis sebagai jawaban sementara untuk masalah
penelitian yaitu: