• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009028 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009028 Full text"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Aqib (2002) mengatakan bahwa guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber dalam kegiatan belajar mengajar.

Sudarsyahasep (dalam Kompas, 12 Mei 2013) mengatakan bahwa, tugas guru selain mengajar dan mendidik, guru juga memiliki kewajiban dalam mempersiapkan hal-hal yang bersifat administratif, semisal membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus, buku penilaian, program evaluasi, melakukan analisis hasil evaluasi, membuat daftar nilai, grafik absen, membuat buku mutasi siswa, melakukan tes atau mendata penerimaan siswa baru, membuat catatan prestasi dan hasil belajar siswa, dll. Pekerjaan guru sangatlah tidak mudah selain mengerjakan pekerjaan yang ada dirumah, mereka juga mengerjakan pekerjaan yang menumpuk yang ada disekolah, terkadang banyak waktu yang terkuras hanya untuk memikirkan permasalahan tanggung jawab di sekolah. Terkadang waktu yang sudah diberikan masih kurang sehingga terpaksa guru membawa pekerjaan dan diselesaikan dirumah.

(2)

sumber energi dalam tubuh. Ketegangan emosional akan menjadi sindrom burnout (Rahman, 2007).

Burnout adalah suatu kondisi dari stress kerja yang di akibatkan oleh banyaknya pekerjaan (Schultz, 2005). Burnout merupakan kondisi emosional dimana seorang merasa lelah dan jenuh secara fisik maupun mental, sebagai akibat dari meningkatnya tuntutan pekerjaan (Rahman, 2007). Greenberg (2002) mengatakan bahwa burnout dapat terjadi pada siapa saja, biasanya terjadi pada para pekerja professional seperti petugas sistem, polisi, guru, psikolog, perawat.Hal ini terjadi dikarenakan individu menghadapi banyak berbagai persoalan dalam pekerjaan dan tuntutan yang berhubungan dengan relasi manusia seperti klien atau siswa, tingkat dalam mencapai suatu keberhasilan kerja sangatlah rendah karena kurangnya serta kurangnya penghargaan yang adekuat terhadap kinerja (Rahman, 2007).

Guru yang mengalami burnout akan mengalami kelelahan psikologis, dan dampak yang negatif pada perilaku guru, sikap guru dalam mengatasi masalah, dan akan berakibat dalam minat bekerja guru, kinerja yang dimiliki guru akan menurun juga. Selain hal tersebut akan memicu guru untuk melakukan sikap-sikap anarkis. Jika perilaku guru negatif maka akan memicu anak didik untuk melakukan tindakan yang serupa, karena guru merupakan teladan bagi anak didiknya dan menjadi wakil dari orang tua (Daradjat, 1980).

(3)

tidak variatif. Sementara itu Baron dan Greenberg (dalam Rahman, 2007) membagi faktor-faktor yang memengaruhi burnout menjadi dua yaitu: Faktor eksternal berupa kondisi sekolah kerja, yang meliputi lingkungan kerja yang kurang baik, kurangnya kesempatan untuk promosi, adanya prosedur atau aturan yang kaku yang membuat orang merasa terjebak dalam sistem yang tidak adil, gaya kepemimpinan yang diterapkan supervisor yang kurang memperhatikan kesejahteraan karyawan, dan tuntutan pekerjaan, dan faktor internal adalah kondisi yang berasal dari diri individu, meliputi jenis kelamin, usia, harga diri, tingkat pendidikan, masa kerja dan karakteristik kepribadian serta kemampuan penanggulangan terhadap stress (coping with stress).

(4)

Arikunto (1990) mengemukan bahwa, Iklim sekolah dibedakan ke dalam dua macam yakni iklim sekolah yang kondusif (positif) dan iklim sekolah yang tidak kondusif (tidak baik/negatif). Iklim sekolah yang kondusif adalah suatu keadaan iklim dimana terdapat suasana yang mendukung guru untuk meningkatkan prestasi, adanya suasana kekeluargaan, dan kebebasan dalam berpendapat, serta relasi yang harmonis dengan rekan sekerja, dan terdapat tali persaudaraan. Sedangkan iklim sekolah yang tidak baik adalah suatu iklim yang terjadi dalam sekolah yang mana dalam bekerja terdapat ketidakselarasan dalam bertindak, kurangnya interaksi antar anggota, ketidak jelasan kebijakan sekolah, kurangnya individu dalam berpendapat.

Iklim yang kondusif akan menimbulkan seorang guru betah atau berlama-lama untuk bekerja, merasa nyaman dalam bekerja, motivasi kerja semakin meningkat, keinginan guru untuk berprestasi semakin tinggi (Mulyasa, 2011). Apabila keadaan lingkungan yang kurang kondusif membuat seorang guru merasa cemas, menurunnya motivasi yang dimiliki, stress yang berkepanjangan dan burnout.

(5)
(6)

membuat dan tidak memerhatikan guru di dalam kelas sehingga guru menjadi marah. Menurut wawancara pada hari Sabtu, tanggal 20 Juli 2013 dengan salah satu siswa di sekolah ini diungkapkan bahwa guru perempuan lebih mudah emosi atau marah dibandingkan guru pria. Hipotesa dalam penelitian ini adalah:

H0: Tidak ada hubungan negatif signifikan antara iklim organisasi sekolah dengan burnout pada guru SMP N 2 Sukolilo.

H1: Adanya hubungan yang negatif signifiksn antara iklim organisasi sekolah dengan burnout pada guru SMP N 2 Sukolilo.

Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi untuk melihat hubungan antara iklim sekolah dengan burnout pada guru SMP N 2 Sukolilo.

Partisipan

Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang, yaitu guru SMP Negeri 2 Sukolilo, Pati.

Prosedur sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini teknik sampling jenuh yaitu jumlah populasi di jadikan sampel dalam pengambilan data.

Pengukuran

(7)

0,848 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Kemudian item yang gugur berjumlah 10 item, yaitu nomor 5, 11, 15, 20, 21, 26, 27, 28, 36, 37. Penentuan-penentuan uji lolos diskriminasi item menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala

pengukuran dapat dikatakan lolos apabila ≥0,30. Pada pengujian kedua

(lampiran C) didapatkan perubahan koefisien reliabilitas sebesar 0,918 dengan jumlah item tidak ada yang gugur. Nilai korelasi item total bergerak antara 0,374-0,688.

Hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama dari Burnout dengan 22 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,850 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Jumlah item gugur adalah 6 item yaitu nomor 4, 5, 11, 14, 18, 19. Penentuan-penentuan uji lolos diskriminasi item menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan lolos

apabila ≥0,30. Selanjutnya pada putaran kedua untuk mengukur

reliabilitas pengukuran dan daya diskriminan setelah mengeluarkan item gugur.Pada putaran kedua, hasil pengujian reliabilitas skala mengalami perubahan menjadi 0,893 dengan minimal indeks daya diskriminan item sebesar 0,30

Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket atau skala psikologi

Desain penelitian

(8)

Prosedur penelitian

Setelah semua data yang diperoleh terkumpul, peneliti mulai melakukan analisis data. Analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment untuk menghitung korelasinya. Setelah itu digunakan uji normalitas menggunakan kolmonogrov-smirnof dan linearilitas menggunakan anova.

Hasil

Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Iklim Sekolah

Descriptive Statistics

N

Minimu m

Maximu

m Mean

Std. Deviation Iklim sekolah 30 103 140 114.50 9.284 Valid N

(listwise) 30

Dari data di atas tampak skor empirik yang diperoleh pada skala iklim sekolah paling rendah adalah 103 dan skor paling tinggi adalah 140, rata-ratanya adalah 114,50 dengan standar deviasi 9.284

Kategorisasi Pengukuran Skala Iklim Sekolah

No Interval Kategori Mean N Persentase

1 117,6 ≤ x ≤ 140 Sangat Tinggi

(9)

Rendah

Jumlah 30 100%

SD = 9,248 Min = 103 Max = 140

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa semua guru yang berjumlah 8 orang memiliki skor iklim sekolah yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 26,67%, 22 guru memiliki skor iklim sekolah yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 73,33%, dan tidak ada guru yang memiliki iklim sekolah pada kategori sedang, rendah, dan sangat rendah dengan persentase 0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 114,50 dapat dikatakan bahwa rata-rata iklim sekolah guru berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 103 sampai dengan skor maksimum sebesar 140 dengan standard deviasi 9,248.

Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Skala Burnout

Descriptive Statistics

N

Minimu m

Maximu

m Mean

Std. Deviatio

n

Burnout 30 16 58 33.67 7.189

Valid N (listwise) 30

(10)

Kategorisasi Pengukuran Skala Burnout

No Interval Kategori Mean N Persentase 1 67,2 ≤ x ≤ 80 Sangat

Tinggi

0 0%

2 54,4 ≤ x < 67,2 Tinggi 1 3,33%

3 41,6 ≤ x < 54,4 Sedang 1 3,33%

4 28,8 ≤ x < 41,6 Rendah 33,67 21 70% 5 16 ≤ x < 28,8 Sangat

Rendah

7 23,34%

Jumlah 30 100%

SD = 7,189 Min = 16 Max = 58

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dapat dilihat bahwa tidak yang guru memiliki skor burnout yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 0 %, 1 guru memiliki skor burnout yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 3,33%, 1 guru memiliki skor burnout yang berada pada kategori sedang dengan persentase 3,33%, 21 guru memiliki skor burnout yang berada pada kategori rendah dengan persentase 70%, dan 7 guru yang memiliki skor burnout yang berada pada kategori sangat rendah dengan persentase 23,34%. Berdasarkan rata-rata sebesar 33,67, dapat dikatakan bahwa rata-rata burnout yang dialami oleh guru berada pada kategori rendah. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 16 sampai dengan skor maksimum sebesar 58 dengan standard deviasi 7,189.

Uji Normalitas

(11)

melakukan analisis dengan teknik korelasi Pearson Product Moment. Pengujian uji normalitas dilakukan dengan melihat hasil uji Kolmogorov-Smirnov.

Uji Normalitas Iklim Sekolah Dengan Burnout

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test iklim

sekolah Burnout

N 30 30

Normal Parametersa

Mean 114.50 33.67

Std. Deviation 9.284 7.189 Most Extreme

Differences

Absolute .186 .188

Positive .186 .188

Negative -.108 -.130

Kolmogorov-Smirnov Z 1.021 1.030

Asymp. Sig. (2-tailed) .248 .239

(12)

b. Uji Linearitas

Uji linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berhubungan dengan variabel terikat atau tidak. Untuk perhitungannya, uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 17.0 for windows yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Hasil Uji Linearitas Iklim Sekolah Dengan Burnout

ANOVA Table Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. bur

nou t * ikli m sek ola h

Between Groups

(Combined) 1332.500 17 78.382 5.661 .002 Linearity

687.626 1 687.626 49.65 8 .000 Deviation

from Linearity 644.874 16 40.305 2.911 .034 Within Groups 166.167 12 13.847

Total 1498.667 29

(13)

Hasil Uji Korelasi antara Iklim Sekolah Dengan Burnout

Correlations

iklim sekolah Burnout iklim sekolah Pearson

Correlation 1 -.677

**

Sig. (1-tailed) .000

N 30 30

burnout Pearson

Correlation -.677

**

1 Sig. (1-tailed) .000

N 30 30

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara iklim sekolah dengan burnout sebesar -0,677 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti antara iklim sekolah dengan burnout ada hubungan negatif yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi iklim sekolah, maka akan semakin rendah burnout yang dialami oleh para guru. Besarnya variasi burnoutdenganiklim sekolah dapat menjelaskan bahwa iklim sekolah memberikan kontribusi terhadap burnout sebesar 46% (diperoleh dari r²) dan sisanya sebesar 54% yangdipengaruhi oleh faktor lain diluar iklim sekolah yang dapat berpengaruh terhadap burnout.

(14)

memiliki r sebesar -0,677 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti kedua variabel yaitu iklim sekolah dengan burnout ada hubungan negatif yang signifikan.

Hasil penelitian ini mendukung yang diutarakan oleh Lavian, (2012) bahwa penelitian yang dilakukan antara iklim organisasi sekolah/iklim sekolah dengan burnout ke beberapa sekolah antara lain sekolah regular, sekolah berpusat pada sumber daya lokal dan sekolah khusus. Dinyatakan bahwa guru yang mengajar di sekolah di sekolah yang regular dan khusus dinyatakan bahwa ada hubungan antara iklim sekolah dengan burnout pada guru sedangkan di sekolah sumber daya manusia lokal dinyatakan bahwa terdapat korelasi yang negatif signifikan, hal ini terjadi karena iklim sekolah yang dikategorikan kondusif sehingga guru untuk mengalami burnout sangat sedikit.

(15)

kemudian di tunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan perilaku individu (Amimo, 2012).

Dari uraian di atas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin kondusifnya iklim sekolah maka akan semakin rendah burnout yang terjadipada guru. Hal ini terlihat dari hasil kajian penelitian di atas, bahwa antara iklim sekolah dengan burnout pada guru memiliki hubungan yang negatif signifikan.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa iklim sekolah sebesar 73,33% yang berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru-guru di SMP Negeri 2 sukolilo memiliki hubungan atau relasi yang baik dengan rekan kerja, para siswa dan kepala sekolah. Selain itu, iklim sekolah yang berada di SMP tersebut tergolong kondusif, sehingga kemungkinan bagi guru untuk mengalami burnout sangat sedikit.

(16)

Berdasarkan dari ciri-ciri diatas hamper sama dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, dimana disekolah SMP N 2 Sukolilo didapati bahwa setiap pagi 20 menit sebelum bel berbunyi beberapa guru sudah berada di gerbang dan para murid yang berdatangan memberi salam dan mencium tangan guru. Selain itu untuk lingkungan sekolah di SMP N 2 Sukolilo tergolong asri dikarenakan di dalam lingkungan sekolah ditanami beberapa pohon dan bunga. Guru-guru juga sering bercerita mengenai permasalahan yang mereka hadapi terkait dengan masalah siswa.

Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya burnout guru, iklim sekolah merupakan salah satu faktor pendukung dari semua faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya burnout pada guru, hal ini diungkapkan oleh Baron & Greenberg (dalam Rahman, 2007). Kemudian menurut Farber (1991) dikatakan bahwa dukungan sosial, sikap keacuhan siswa dan lingkungan sekolah atau kondisi sekolah memiliki pengaruh terhadap burnout pada guru.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa iklim sekolahmemberikan kontribusi terhadap burnout guru, sehingga nampak jelas bahwa iklim sekolah yang kurang kondusif mempunyai hubungan positif dengan burnout guru, sedangkan iklim sekolah yang kondusif memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan burnout pada guru.

(17)

1. Ada hubungan negatif yang signifikan antara iklim sekolah dengan burnout pada guru SMP Negeri 2 Sukolilo. Artinya semakin tinggi atau kondusifnya iklim sekolah, tingkat burnout pada guru semakin rendah. Hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi antara iklim sekolah dengan burnout pada guru SMP Negeri 2 Sukolilo adalah sebesar -0,677 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.

2. Besarnya sumbangan efektif iklim sekolah sebesar 54%. Hal ini menunjukkan bahwa ada 46% faktor-faktor lain di luar iklim sekolah yang memengaruhi burnout pada guru. 3. Sebagian besar subjek (73,33%) memiliki tingkat iklim

sekolah yang berada pada kategori tinggi, dan sebagian besar subjek (70%) memiliki tingkat burnout yang berada pada kategori rendah.

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi Pihak Sekolah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negafitif signifikan antara iklim sekolah dengan burnout pada guru, diharapkan agar para guru dan pihak sekolah lainnya untuk selalu mencoba merubah kondisi atau iklim sekolah ketingkat yang sangat tinggi. 2. Bagi Kepala Sekolah

(18)

anggota organisasi, memberikan dukungan terhadap motivasi kerja guru, meningkatkan perbaikan sistem yang dilakukan disekolah dan selalu menjaga lingkungan sekolah.

3. Bagi peneliti selanjutnya.

(19)

22

research reveals conventional prevention and spiritual healing.Education

Research Journal 2(11), 338-344. Retrieved from:

http://resjournals.com/ERJ/Pdf/2012/Nov/Amimo.pdf (Diunduh tanggal 1 september 2013)

Aqib, Z. (2002). Profesional guru dalam pembelajaran. Surabaya: Insan Cendekia.

Arikunto, S. (1990). Manajemen pengjaran secara manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta

Farber, B.A. (1991). Crisis in education: stress and burnout the American teachers. San fransisco: Jossey Bass

Grayson, J.L & Alvarez, H.K. (2007). School climate factors relating to teacher burnout: A mediator model. Department of psychology, Teaching and Teacher Education 24 (2008),1349–1363. USA: Ohio university Athens.

Retrieved from

http://prinedlead.wikispaces.com/file/view/school+climate+factors+relati ng+to+teacher+burnout.pdf(Diunduh pada tanggal 2 Oktober 2013).

Greenberg, J.S. (2002). Comprehensive stress management ed.8. San fransisco: Mc Graw Hill.

Kumar, K & Singh, J. (2013). A study of burnout among face to face and distance mode femaleteachers in relation to their organizational climate. International Multidisciplinary e-Journal, Vol-II, Issue-I, ISSN 2277 4262, 38-44. Retrieved from http://www.shreeprakashan.com/Documents/2013128181239851.5. %20Jaspal%20Singh..pdf (Diunduh pada tanggal 2 oktober 2013) Lavian, R.H. (2012). The impact of organizational climate on burnout among

homeroom teachers and special education teachers (full classes/individual pupils) in mainstream schools. Teachers and Teaching: theory and

practice Volume 18, Issue 2,233-247. Retrived from

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13540602.2012.632272#.U 2ddENhd7Uk (Diunduh pada tanggal 6 Mei 2014).

Maslach, C., & Jackson.S.E, (1981). The measurement of experienced burnout.

(20)

Menanti guru kreatif, Sudaryahasep. Kompasnasia 12 Mei 2013, diunduh pada

tanggal 17 juli 2013, dari

http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/12/menanti-guru-kreatif--555140.html.

Mulyasa, E. (2011). Manajemen pendidikan karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Rahman, U. (2007). Mengenal burnout pada guru. Lentera pendidikan, edisi X, no. 2, 216-227. Diunduh pada tanggal 6 Oktober 2013, dari

http://ejurnal.uin-alauddin.ac.id/artikel/07%20Mengenal%20Bournout%20Pada%20Guru% 20-%20Ulfiani%20Rahman.pdf.

Sagala, S. (2009). Memahami organisasi pendidikan. Bandung: Alphabeta

Schultz. (2005). Psychology and work today. University of South Florida.

Simamora, H. (1995). Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.

Widiastuti. D.Z., & Astuti, K. (2008). Hubungan antara kepribadian hardiness

pada burnout pada guru sekolah dasar. Yogyakarta: Fakultas psikologi universitas mercu buana, 1-15. Diunduh pada tanggal 6 Oktober 2013,

dari

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

Berkenaan dengan hal tersebut diatas, diharapkan agar Saudara dapat hadir tepat waktu dengan membawa dokumen asli dan 1 (satu) rangkap fotocopy untuk setiap data yang

Lingkungan internal yang menjadi kekuatan KRB adalah (1) pusat konservasi ex-situ , (2) panorama arsitektur lanskap yang bernuansa alami, (3) KRB memiliki aksesbilitas tinggi

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Pengaruh Suhu dan Lama Perendaman Benih Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Awal Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica (LENN)).. Universitas