Skripsi ini berjudul EFEKTIVITAS CERITA BERGAMBAR SEBAGAI MEDIA UNTUK MENGENALKAN KITAB SUCI KEPADA ANAK DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK (PIA) DI PAROKI PENYELENGGARAAN ILAHI LUBUK LINGGAU, SUMATERA SELATAN. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta yang ada di paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau di mana mereka telah berusaha untuk mengenalkan Kitab Suci kepada anak sejak kecil lewat cerita bergambar. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bahwa cerita bergambar itu dapat menjadi sarana yang efektif dalam mengenalkan Kitab Suci pada anak.
Efektivitas adalah keseimbangan Produksi dan Kemampuan Produksi. Dalam skripsi ini Produksi ialah hasil yang diinginkan, yaitu anak mengenal Kitab Suci dan Kemampuan Produksi, yaitu menghasilkan/memiliki aset fisik, aset keuangan dan aset manusia. Cergam sendiri merupakan sebuah cerita yang ditampilkan dengan menggunakan gambar untuk memperjelas jalan cerita yang disajikan. Mengenal Kitab Suci adalah suatu proses di mana Kabar Gembira yang berasal dari Tuhan ini dapat dimengerti oleh anak sehingga nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya sungguh-sungguh terekspresikan dalam kehidupan nyata.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi dari penelitian ini adalah anak-anak PIA di Paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau yang aktif mengikuti pendampingan iman setiap minggunya sebanyak 75 responden. Instrumen yang digunakan ialah skala sikap yang dikembangkan dalam 27 pernyataan mengenai efektivitas cerita bergambar. Dari 75 responden, hanya ada 63 responden yang dapat ditemui. Hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 63 orang dengan nilai kritis 0,166 dari 27 pernyataan diperoleh sebanyak 19 item valid. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,726, yang berarti reliabilitas instrumen tinggi.
Hasil penelitian kuesioner menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari aspek Produksi (P) dari mengenal Kitab Suci ialah 25,6825, nilai rata-rata KP dari aset fisik, aset keuangan dan aset manusia sebesar 42,095 maka keseimbangan � =25,6825
42,095 = 0,6. Ini menunjukkan bahwa penggunaan
This thesis entitles THE EFFECTIVENESS ILLUSTRATED STORY AS A MEDIA TO INTRODUCE BIBLE FOR THE CHILDREN TO CATECHESIS FOR CHILDREN (PIA) IN PROVIDENTIA PARISH LUBUK LINGGAU, SOUTH SUMATRA. The writer chose this title based on the fact that there are in the Providentia Parish Lubuk Linggau has attempted to introduce the Scriptures to children since childhood through picture story. This thesis aims to find out that the picture story can be an effective means of introducing Bible to children.
Effectiveness is the balance of Production and Capability Production. In this thesis Production of the desired result namely the child knowing the Scriptures and Capability Production, which produces/has the physical assets, financial assets and human assets. Comic is a story that is displayed using images to clarify the way story is presented. The Bible is a process in which the Good News from God can be understood by the child.
This research applied descriptive quantitative. The population of this research were children PIA in the Providentia Parish in Lubuk Linggau who were in the active catechessis followed by 75 respondents each week. Instruments used attitutede scale was developed in the 27 statements about the effectiveness of a illustrated story. Of the 75 respondents, only 63 respondents were availabel. The results of the validity test was at significance level of 5% , N 63 with the critical 0.166 of 27 statements obtained were 19 valid items. While the results of test reliability coefficient alpha was of 0.726, which means high reliability of the instrument.
The result of the questionnaire showed that the average value of the aspect Production (P) of knowing the Scriptures was 25,6825, the average value of KP physical assets, financial assets and human assets by 42,095, then the equilibrium � =25,6825
42,095 = 0,6. This suggests that the use illustrated
EFEKTIVITAS CERITA BERGAMBAR
SEBAGAI MEDIA UNTUK MENGENALKAN KITAB SUCI KEPADA ANAK DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK (PIA)
DI PAROKI PENYELENGGARAAN ILAHI LUBUK LINGGAU SUMATERA SELATAN
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh :
Valentina Wuri Widawati
Oleh:
Valentina Wuri Widawati
NIM: 081124013
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada kedua orangtuaku Bapak Oktavianus
Sukarjiman, S.Pd dan Ibu Theresia Ngadiyem. Kepada saudara saudari ku mas
Budi, mbak Christ, mas Koko, mas Win’s, & mas Narno (†). Kepada keluarga
Bpk. Agustinus Suseno. Kepada adik-adik PIA paroki Penyelengggaraan Ilahi
Lubuk Linggau, seluruh dosen IPPAK-USD dan teman-teman angkatan 2008
yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk berkembang selama
menjalankan tugas perutusan studi di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan Dan Ilmu
v
MOTTO
“Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka
sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah”
(Mrk 10:14)
“Tetapi hendaklah kamu pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja, sebab
jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri ”.
(Yak. 1:22)
“Inilah jalan Tuhan yang telah disiapkan untuk-ku”.
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul EFEKTIVITAS CERITA BERGAMBAR SEBAGAI MEDIA UNTUK MENGENALKAN KITAB SUCI KEPADA ANAK DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK (PIA) DI PAROKI PENYELENGGARAAN ILAHI LUBUK LINGGAU, SUMATERA SELATAN. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta yang ada di paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau di mana mereka telah berusaha untuk mengenalkan Kitab Suci kepada anak sejak kecil lewat cerita bergambar. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bahwa cerita bergambar itu dapat menjadi sarana yang efektif dalam mengenalkan Kitab Suci pada anak.
Efektivitas adalah keseimbangan Produksi dan Kemampuan Produksi. Dalam skripsi ini Produksi ialah hasil yang diinginkan, yaitu anak mengenal Kitab Suci dan Kemampuan Produksi, yaitu menghasilkan/memiliki aset fisik, aset keuangan dan aset manusia. Cergam sendiri merupakan sebuah cerita yang ditampilkan dengan menggunakan gambar untuk memperjelas jalan cerita yang disajikan. Mengenal Kitab Suci adalah suatu proses di mana Kabar Gembira yang berasal dari Tuhan ini dapat dimengerti oleh anak sehingga nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya sungguh-sungguh terekspresikan dalam kehidupan nyata.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi dari penelitian ini adalah anak-anak PIA di Paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau yang aktif mengikuti pendampingan iman setiap minggunya sebanyak 75 responden. Instrumen yang digunakan ialah skala sikap yang dikembangkan dalam 27 pernyataan mengenai efektivitas cerita bergambar. Dari 75 responden, hanya ada 63 responden yang dapat ditemui. Hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 63 orang dengan nilai kritis 0,166 dari 27 pernyataan diperoleh sebanyak 19 item valid. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,726, yang berarti reliabilitas instrumen tinggi.
Hasil penelitian kuesioner menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari aspek Produksi (P) dari mengenal Kitab Suci ialah 25,6825, nilai rata-rata KP dari aset fisik, aset keuangan dan aset manusia sebesar 42,095 maka keseimbangan
ix ABSTRACT
This thesis entitles THE EFFECTIVENESS ILLUSTRATED STORY AS A MEDIA TO INTRODUCE BIBLE FOR THE CHILDREN TO CATECHESIS FOR CHILDREN (PIA) IN PROVIDENTIA PARISH LUBUK LINGGAU, SOUTH SUMATRA. The writer chose this title based on the fact that there are in the Providentia Parish Lubuk Linggau has attempted to introduce the Scriptures to children since childhood through picture story. This thesis aims to find out that the picture story can be an effective means of introducing Bible to children.
Effectiveness is the balance of Production and Capability Production. In this thesis Production of the desired result namely the child knowing the Scriptures and Capability Production, which produces/has the physical assets, financial assets and human assets.Comic is a story that is displayed using images to clarify the way story is presented. The Bible is a process in which the Good News from God can be understood by the child.
This research applied descriptive quantitative. The population of this research were children PIA in the Providentia Parish in Lubuk Linggau who were in the active catechessis followed by 75 respondents each week. Instruments used attitutede scale was developed in the 27 statements about the effectiveness of a illustrated story. Of the 75 respondents, only 63 respondents were availabel. The results of the validity test was at significance level of 5% , N 63 with the critical 0.166 of 27 statements obtained were 19 valid items. While the results of test reliability coefficient alpha was of 0.726, which means high reliability of the instrument.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena
telah membimbing, menerangi dan mencerahkan penulis dengan Roh Kudus-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul EFEKTIVITAS CERITA BERGAMBAR SEBAGAI MEDIA UNTUK MENGENALKAN KITAB SUCI KEPADA ANAK DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK (PIA) DI PAROKI PENYELENGGARAAN ILAHI LUBUK LINGGAU, SUMATERA SELATAN.Skripsi ini bertujuan untuk memberikan inspirasi bagi pendamping PIA agar semakin kreatif dan juga termotivasi untuk
mengembangkan dan juga mendidik anak-anak semakin mengenal Yesus dan
memahami Kitab Suci, sehingga dalam kehidupan mereka sehari-hari dapat
mencontoh teladan yang diajarkan dalam Kitab Suci. Di samping itu skripsi ini
sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Program Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik. Penulis
menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat keterlibatan
berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung yang dengan setia
mendampingi, memberi motivasi, membimbing dan memberi kritikan yang
membangun. Oleh sebab itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan
xi
1. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung. ,SJ., M.Ed., selaku Kaprodi IPPAK yang
telah memberikan semangat dan dukungan kepada saya dalam penulisan
skripsi ini.
2. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku dosen utama dan sekaligus dosen
pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta
memberikan motivasi, saran dan kritik yang membangun selama proses
penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Y.I. Iswarahadi, S.J., M.A. selaku dosen pembimbing kedua yang telah
bersedia membimbing dengan penuh kesabaran dan memberikan petunjuk
berupa saran-saran dan kritikan demi kemajuan penulis, perhatian, dorongan
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Y. H. Bintang Nusantara, SFK, M. Hum. selaku dosen penguji yang telah
meluangkan waktunya untuk penulis, serta memberikan pengarahan dan
masukan dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran.
5. Segenap dosen, staf Sekretariat, perpustakaan dan seluruh karyawan Prodi
IPPAK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma
atas kerjasama yang baik dan juga dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Romo Freddy Bambang Soetarno, Pr dan Romo Yustinus Suwartono, Pr.
Selaku Pastor Paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau yang telah
xii
7. Para pendamping PIA: Sr. Agnetta, Ibu Asih, Ibu Marmi, dll yang telah
membantu penulis dalam hal memperoleh data-data tentang anak-anak PIA
kepada penulis sehingga sangat membantu melengkapi penulisan skripsi ini.
8. Seluruh anak-anak PIA di Paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau yang
telah berpartisipasi, mendukung, dan membantu dalam penulisan skripsi ini,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
9. Kedua orangtuaku dan seluruh keluargaku di Lubuk Linggau serta seluruh
kelurga yang di Yogyakarta, terimakasih atas doa, semangat, dukungan, dan
dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi.
10. Keluarga Agustinus Suseno di Lubuk Linggau, terimakasih atas doa,
semangat, dukungan, perhatian, dan dorongan untuk segera menyelesaikan
studi di Prodi IPPAK.
11. Al’ndut terimakasih atas penghiburan yang polos dan menggemaskan darimu.
Serta kepada Kristin, Cici, Erin dan Wilin sebagai teman kostku yang
tercinta, terimakasih atas dukungan, doa dan kegilaan kalian semua selama di
kost.
12. Patrik, Asep, Suryo, Bian, Antok, Goy, Tuti, Happy, Berna, Deslita, Beni dan
Hesti terimakasih atas cinta, doa, semangat, persahabatan, suka duka
bersama, motivasi dan bantuannya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
13. Teman-teman angkatan 2008, terimakasih atas doa, dukungan dan
pengalamannya selama ini.
14. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini namun tidak dapat
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xix
DAFTAR TABEL ... xxi
DAFTAR GAMBAR ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penulisan ... 11
F. Manfaat Penulisan ... 11
G. Metode Penulisan ... 12
H. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15
A.Perkembangan Anak usia Pendampingan Iman Anak (PIA) ... 16
1. Perkembangan Anak PIA ... 16
a. Perkembangan Kognitif Anak PIA ... 16
b. Perkembangan Emosi Anak PIA ... 18
xv
d. Perkembangan Moral ... 21
B.Pendampingan Iman Anak (PIA) ... 22
1. Pengertian PIA ... 22
2. Tujuan PIA ... 23
3. Pendamping PIA ... 23
4. Suasana PIA ... 25
a. Gembira ... 25
b. Bebas ... 25
c. Bermain ... 25
d. Mendalam ... 26
e. Beriman ... 26
f. Menjemaat ... 26
5. Peserta PIA ... 27
6. Pelaksanaan PIA ... 28
7. Kerjasama PIA ... 29
a. Orangtua ... 29
b. Sekolah ... 30
c. Masyarakat ... 30
d. Jemaat Beriman ... 30
8. Bahan PIA ... 30
a. Kitab Suci ... 31
b. Liturgi Gereja ... 31
c. Ajaran Gereja ... 31
d. Hidup Mengereja ... 32
e. Hidup Memasyarakat ... 32
9. Buku Pegangan PIA ... 33
a. Aku Berharga Di Hadapan Tuhan ... 33
b. Aku Berharga Bagi Jemaat ... 34
c. Aku Berharga Bagi Masyarakat dan Dunia ... 34
10. Evaluasi PIA ... 34
xvi
b. Fungsi Evaluasi ... 35
c. Tujuan Evaluasi ... 35
d. Alat Evaluasi ... 36
C.Pengenalan Kitab Suci ... 37
a. Pengertian Kitab Suci ... 37
b. Mengenalkan Kitab Suci pada anak ... 38
c. Tujuan Mengenalakan Kitab Suci pada anak ... 39
d. Kitab Suci dalam kehidupan anak ... 40
e. Metode Mengenalkan Kitab Suci kepada anak ... 42
f. Sarana Mengenalkan Kitab Suci kepada anak ... 44
D.Cerita Bergambar (Cergam) ... 45
1. Pengertian Cerita Bergambar ... 45
2. Unsur-unsur Cergam ... 47
3. Prinsip Cergam ... 48
4. Pembuatan Cergam ... 49
5. Unsur Visual dalam Cergam ... 50
6. Macam-macam Bentuk Ballon ... 50
7. Kelemahan dan Kelebihan cergam ... 51
E. Efektivitas ... 52
F. Kerangka Pikir ... 56
G.Fokus Penelitian ... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 57
A.Jenis Penelitian ... 57
B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 58
C.Populasi ... 58
D.Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 58
1. Variabel Penelitian ... 58
2. Definisi Konseptual Variabel ... 59
3. Definisi Operasional Variabel ... 59
4. Teknik Pengumpulan Data ... 60
xvii
6. Pengembangan Instrumen ... 62
a. Kisi-kisi ... 62
b. Uji Coba Terpakai... 65
1) Validitas ... 66
2) Reliabilitas ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70
A.Hasil Penelitian ... 70
1. Data Aspek Produksi (P): Mengenal Kitab Suci ... 71
2. Deskripsi Keseluruhan Kemampuan Produksi (KP) ... 73
a. Aset Fisik ... 73
1) Angket ... 73
2) Hasil Observasi ... 75
b. Aset Keuangan ... 76
c. Aset Manusia ... 78
3. Deskripsi Penggunaan Cerita Bergambar ... 80
4. Analisis Data Efektivitas ... 82
B.Pembahasan Hasil Penelitian Efektivitas Cerita Bergambar Berdasarkan Setiap Aspek Variabel ... 82
1. Aspek Produksi (P): Mengenal Kitab Suci ... 82
2. Aspek Kemampuan Produksi (KP): Aset fisik, keuangan, manusia ... 84
a. Aset Fisik ... 84
b. Aset Keuangan ... 88
c. Aset Manusia ... 89
3. Aspek Penggunaan Cerita Bergambar (Cergam) ... 90
C.Refleksi Kateketis ... 91
1. Pengertian dan Tujuan Katekese ... 91
a. Katekese sebagai Pendidikan Iman ... 92
b. Katekese sebagai Komunikasi Iman ... 93
c. Peran Peserta ... 94
d. Peran Pendamping ... 94
xviii
2. Ciri-ciri Komunikasi dalam Katekese ... 95
a. Bebas ... 95
b. Dinamis ... 96
c. Terbuka ... 96
d. Terencana ... 96
3. Proses dalam Katekese ... 97
4. Aspek Kateketis dalam Pendampingan Iman Anak (PIA) ... 97
a. Aspek Komunikasi Iman dalam PIA ... 98
b. Peran Pendamping PIA ... 99
c. Peran Peserta PIA ... 99
d. Bahan ... 100
5. Keterbatasan Penelitian ... 102
BAB V PENUTUP ... 103
A.Kesimpulan ... 103
B.Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 107
LAMPIRAN ... 109
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... (1)
Lampiran 2 Lembar Observasi ... (6)
Lampiran 3 Hasil Studi Dokumen ... (8)
Lampiran 4 Daftar Nama Anak Kelompok Sekolah Minggu ... (9)
Lampiran 5 Daftar Nama Anak Kelompok SEKAMI ... (10)
Lampiran 6 Nilai Hasil Menjawab Soal Test ... (11)
Lampiran 7 Surat Permohonan Ijin Penelitian ... (14)
Lampiran 8 Contoh Cergam Yesus Dibaptis ... (15)
xix
DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci
Kel : Keluaran
Kej : Kejadian
Luk : Lukas
Mat : Matius
Mrk : Markus
Sam : Samuel
Tes : Tesalonika
Ul : Ulangan
Yun : Yunus
Yoh : Yohanes
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
Cergam : Cerita Bergambar
CT : Catechesi Tradendae
KHK : Kitab Hukum Kanonik
C. Singkatan Lain
Bdk. : Bandingkan/Buka dokumen
CD : Compact Disk
Cergam : Cerita bergambar
dll : dan lain-lain
dst : dan seterusnya
E : Efektivitas
KP : Kemampuan Produksi
Komkat : Komisi kateketik
KWI : Konferensi Wali Gereja
MUDIKA : Muda Mudi Katolik
PAP : Penilaian Acuan Patokan
xx PG : Play Group
PIA : Pendampingan Iman Anak
P : Produksi
PUSKAT : Pusat Kateketik
SAV :Studio Audio Visual
SEKAMI : Serikat Anak Misioner
St : Santo/Santa
TK : Taman kanak-kanak
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi populasi ... 58
Tabel 2 Skor Alternatif Jawaban Variabel Efektivitas Cerita Bergambar ... 62
Tabel 3 Instrumen Efektivitas Cerita Bergambar ... 62
Tabel 4 Panduan Studi Dokumen ... 63
Tabel 5 Instrumen Panduan Observasi ... 63
Tabel 6 Soal Tidak Valid ... 66
Tabel 7 Rumus Reliabilitas ... 67
Tabel 8 Reliability Statistics... 68
Tabel 9 Kriteria Kategori ... 69
Tabel 10 Deskriptif Data Mengenal Kitab Suci ... 71
Tabel 11 Deskripsi Aspek Produksi (P): Mengenal Kitab Suci ... 72
Tabel 12 Deskriptif Data Aset Fisik ... 73
Tabel 13 Deskripsi Aset Fisik ... 74
Tabel 14 Deskriptif Aset Keuangan ... 76
Tabel 15 Deskripsi Aset Keuangan ... 77
Tabel 16 Deskriptif Data Motivasi Pendamping ... 78
Tabel 17 Deskripisi Motivasi Pendamping ... 79
Tabel 18 Deskriptif Keseringan Penggunaan Cerita Bergambar ... 80
Tabel 19 Deskripsi Aspek Pengguaan Cergam ... 81
xxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Frekuensi Produksi (P) Mengenal Kitab Suci ... 72
Gambar 2 Frekuensi Aset Fisik ... 74
Gambar 3 Frekuensi Aset Keuangan ... 77
Gambar 4 Frekuensi Aspek Motivasi Pendamping ... 79
Gambar 5 Frekuensi Penggunaan Cergam ... 81
Gambar 6 Foto Halaman, pagar, & Kamar Kecil... 85
Gambar 7 Foto Tempat Kegiatan PIA ... 86
Gambar 8 Foto Ruang belajar TK sering digunakan untuk pertemuan PIA ... 87
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengenalkan Kitab Suci kepada anak-anak bukanlah sesuatu yang mudah
untuk dilakukan. Sebelum mengenalkan Kitab Suci pada anak, orangtua dan juga
para pendamping harus sudah mengenal dengan sungguh-sungguh bagaimana
dunia anak-anak itu. Dunia anak-anak adalah dunia yang penuh dengan
kegembiraan, permainan, dan juga kebebasan. Semua hal itu sudah melekat pada
diri anak-anak, sehingga di mana mereka berkumpul dan bermain di situlah
suasana kegembiraan muncul karena mereka dapat dengan bebas melakukan
sesuatu yang mereka inginkan bersama dengan teman-teman mereka. Anak-anak
zaman sekarang ini mengalami kehidupan yang sangat berbeda dengan anak-anak
zaman dahulu, mulai dari cara merasakan, cara berfikir, cara menanggapi
keadaan, cara bertindak, dan seterusnya. Sekarang ini anak-anak makin terbiasa
dengan alat-alat elektronik canggih, permainan yang bermacam-macam, bahan
bacaan dan buku-buku bergambar tak terhitung jumlahnya.
Dengan keadaan dunia anak yang sedemikian rupa, maka orang tua harus
mampu mengenalkan Kitab Suci kepada anak-anak sejak usia dini. Usia dini
justru menjadi umur emas dalam proses pendidikan seseorang. Usia 0-6 tahun
adalah masa di mana seorang anak membutuhkan didikan yang tepat untuk
mencapai kematangan pribadinya. Para psikolog yakin, apabila pada usia dini
mengaktualisasikan diri, pada masa-masa selanjutnya tinggal memodifikasi
struktur dan fungsi kepribadiannya, sehingga terbentuk kepribadian yang
diharapkan. Menurut Maria Montessori (1870-1952), bahwa selagi anak masih
dalam kandungan pendidikan sudah harus dimulai. Model pembelajaran dalam
umur 0-6 tahun sangat menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Sebab
perkembangan anak pada tahun-tahun awal memasuki periode sensitif/peka untuk
belajar atau berlatih sesuatu.
Sebenarnya Kitab Suci memang ditulis bukan untuk anak-anak, tetapi
harus diwartakan kepada anak-anak. Orang dewasa dan para ahli Kitab Suci
sendiri juga masih merasa sulit untuk memahami isi Kitab Suci, apalagi anak-anak
mereka belum dapat dibiarkan sendirian untuk membaca dan memanfaatkan isi
Kitab Suci bagi hidup mereka, sehingga dibutuhkan orang lain yang dapat
membantu mereka untuk memahami pesan yang terkandung di dalam Kitab Suci
tersebut. Oleh sebab itu untuk bisa mengenalkan isi Kitab Suci dengan baik
kepada anak-anak isi Kitab Suci perlu disajikan dalam bentuk cerita yang mudah
ditangkap maknanya oleh anak-anak sehingga ajaran-ajaran tentang keselamatan
dari Tuhan yang terkandung di dalamnya dapat dipahami maknanya oleh anak
dengan mudah.
Hal ini perlu dilakukan oleh para orangtua, karena pendidik yang paling
utama dan terutama adalah orangtua mereka. Pengajaran Kitab Suci dan
pewarisan kekayaan iman harus dilakukan kapan pun selama kesempatan itu ada.
Orang tua harus menyesuaikannya dengan pendidikan yang menjadikan
bina iman anak-anak. Hubungan orangtua dan anak terjalin suatu ikatan batin
yang menjadi kodrat kehidupan keluarga. Jadi, orangtua wajib menyediakan
waktu, biaya, sarana, tenaga dan perhatian serius untuk mendidik anak-anak. Oleh
karena itu, bila orangtua menyangi anak mereka tidak akan setengah hati dan tidak
merasa rugi dalam mendidik anaknya.
Di paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau, ada beberapa orangtua
yang jarang sekali bisa meluangkan waktu untuk anak-anak. Hampir setiap hari
orangtua mereka bekerja tanpa kenal waktu dan juga tanpa memikirkan
perkembangan anak mereka. Orangtua hanya memikirkan profesinya karena
tuntutan ekonomi yang semakin hari semakin mahal. Mereka hanya memberikan
perhatian pada anak-anak berupa materi, sehingga dengan adanya materi yang
diberikan orangtua semua kebutuhan dan keinginan anak sudah tersedia dan dapat
dibeli sendiri oleh anak-anak. Selama kedua orangtua bekerja biasanya anak-anak
dititipkan pada tempat penitipan anak, pada nenek atau saudara, bahkan ada pula
yang menitipkannya pada seorang pengasuh.
Sekarang ini pengenalan Kitab Suci dilakukan melalui metode cerita yang
kemudian dikembangkan dalam buku-buku cerita bergambar. Bahkan
Gereja-gereja Kristen sudah terlebih dahulu melakukan banyak usaha dalam
mengupayakan agar Kitab Suci dimengerti dan dicintai anak dengan mudah dan
juga menarik. Upaya mereka adalah membuat Kitab Suci khusus untuk anak-anak
dalam bahasa yang sudah disederhanakan dengan bahasa anak. Mereka juga
kesatuan sebagai buku Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru maupun sesuai
buku-buku atau tokoh-tokoh Kitab Suci.
Karya Kepausan Indonesia juga pernah menerbitkan Kitab Suci untuk
anak-anak dengan variasi dan gambar-gambar yang menarik. Beberapa penerbit
Katolik di Indonesia, misalnya Kanisius telah menerbitkan banyak cerita Kitab
Suci atau tokoh-tokoh Kitab Suci untuk anak-anak. Meskipun begitu, di Indonesia
penyebarannya belum merata dan kadang belum dikenal baik itu oleh orang tua,
pendamping, maupun oleh anak sendiri. Cara yang paling mudah untuk
mengenalkan anak pada Kitab Suci ialah melalui cerita bergambar. Dengan
adanya cerita bergambar ini anak akan mendapatkan informasi baru, mereka lebih
mengenal dunia, diperkaya oleh nilai-nilai baru, semakin dilengkapi
pengetahuannya dan juga pemahamannya tentang Sabda Tuhan.
Iswarahadi dalam bukunya Media Dan Pewartaan Iman (2010: 107),
mengatakan untuk mendukung pewartaan iman Studio Audio Visual (SAV)
Puskat Yogyakarta, menyiapkan program-program berupa cerita bergambar,
selain itu SAV PUSKAT juga membuat program berupa kaset suara dan program
video. Tema-temanya diangkat dari cerita Kitab Suci, cerita rakyat dan cerita
kehidupan. SAV Puskat mengemas cerita-cerita Kitab Suci, cerita santo-santa,
perumpamaan moderen, atau kisah-kisah pendek. Program-program ini sebagian
besar didesain dengan cara lokal dalam bentuk drama dan cerita boneka.
Program-program ini dikemas sedemikian rupa, anak-anak pun bisa menikmatinya,
mempelajari dan memanfaatkannya sehingga ada harapan bagi anak-anak untuk
Tujuan dari mengenalkan Kitab Suci kepada anak sejak usia dini yaitu
dapat membuat anak-anak untuk belajar mengenal dan mengetahui Allah serta
dapat membantu mereka untuk percaya dan mencintai Allah. Melalui cerita suci
anak-anak akan melihat, mengenal, mencintai, dan mewartakan Allah dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Pewartaan Kitab Suci melalui cerita bergambar,
anak-anak akan berkobar-kobar dan terpesona akan Allah yang hidup. Hal ini
akan membekas di hati mereka seumur hidupnya. Melalui cerita tentang Tuhan
anak akan mulai menjadi pewarta Kabar Gembira cilik kepada orangtuanya,
kepada teman seusianya dan juga kepada semua orang yang mereka jumpai (Linda
Wahyudi, 2008:19-20).
Pengajaran Kitab Suci kepada anak sejak usia dini dapat menumbuhkan
harapan masa depan yang cerah bagi Gereja dalam hal pewarisan iman. Dalam
Kitab Ulangan 6:7, dikatakan: “Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu,
apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila
engkau bangun.”
Namun dengan tersedianya sarana yang mendukung ini tidak semua anak
bisa memanfaatkanya dengan baik. Hanya anak-anak yang mampu sajalah yang
dapat menggunakan dan juga membeli semua media yang tersedia itu. Walaupun
semua sarana tersedia dengan baik tetapi tidak ada orangtua, pendidik dan orang
dewasa lainnya yang bisa memanfaatkan sarana tersebut hal itu sama saja dengan
kesia-siaan. Oleh sebab itu dibutuhkan orangtua dan juga para anggota keluarga
Paroki Penyelenggaraan Ilahi, Lubuk Linggau, Sumatera Selatan adalah
salah satu paroki yang sudah berusaha untuk mengenalkan Kitab Suci pada anak
sejak usia dini lewat Pendampingan Iman Anak (PIA). Dalam melaksanakan tugas
pelayanan Gereja, paroki ini juga sudah berusaha untuk melibatkan umatnya agar
ikut mengambil bagian dalam tugas-tugas pelayanan Gereja setempat. Salah satu
tugasnya adalah dengan menjadi pendamping PIA Paroki. Untuk menjadi
pendamping PIA dibutuhkan seseorang yang benar-benar mencintai anak-anak,
memiliki keterampilan khusus dalam hal mendampingi anak-anak, dan juga mau
dengan sepenuh hati tanpa ada paksaan untuk mau meluangkan waktu demi
anak-anak yang didampingi. Sekarang ini pendamping yang demikian jarang sekali
ditemukan, menurut sharing dari Ibu Asih yaitu salah satu pendamping PIA di
paroki Penyelenggaraan Ilahi, para pendamping PIA yang ada saat ini adalah
sukarelawan, walaupun di antara mereka memang ada yang berprofesi sebagai
guru Play Group (PG) dan Taman Kanak-kanak (TK), dibantu dengan beberapa
MUDIKA dan juga seorang suster. Mereka mempunyai latar belakang
pendidikan, pengalaman dan kemampuan yang berbeda-beda, tetapi mereka tetap
bersemangat untuk menjadi pendamping PIA, mereka juga berusaha untuk saling
belajar demi meningkatkan kemampuannya melalui pengalaman, bertanya kepada
ahlinya, dan membaca berbagai macam buku tentang pendampiangan iman anak.
Dengan demikian mereka dapat membantu paroki dalam mendidik anak-anak
sejak usia dini untuk bisa mengenal Kristus lewat Kitab Suci dan juga menjadikan
Paroki menyediakan tempat yang cukup memadai untuk kegiatan PIA
berlangsung. Penulis melihat bahwa kegiatan PIA ini biasanya berlangsung di
ruang sekolah TK yang kebetulan satu kompleks dengan Gereja. Pertemuan PIA
di Paroki ini diadakan secara rutin setiap hari minggu setelah perayaan Ekaristi
Minggu pagi selama satu jam lebih lima belas menit. Jumlah anak PIA di Paroki
ini ada 75 anak, mereka rata-rata berasal dari latar belakang keluarga kelas
menengah ke atas. Jumlah pendamping PIA di paroki ini ada 16 orang MUDIKA,
2 orang ibu-ibu yang memang berprofesi sebagai guru dan 1 orang Suster. Para
Pendamping mudika ini sudah terjadwal setiap minggunya, mereka berperan
sebagai tim “animasi”. Mengapa disebut tim “animasi”? Menurut sharing dari
salah satu pendamping PIA yang bernama Fitri, tim “animasi” merupakan tim
penghibur dan juga membantu jalannya proses pertemuan PIA berlangsung. Tim
“animasi” ini bertugas mengajak anak-anak untuk mengadakan acara gerak dan
lagu, permainan, mewarnai serta membantu mengatur anak-anak agar tertib ketika
pendamping lainnya mengajar. Mereka mengelompokkan anak-anak berdasarkan
tingkatan usia sekolah dan masing-masing kelompok ditempatkan pada ruang
tersendiri bersama dengan pendampingnya.
Paroki juga memberi dukungan dalam hal pemenuhan sarana dan juga
prasarana yang dapat digunakan pada saat pertemuan PIA seperti tersedianya
buku-buku cerita, Kitab Suci bergambar, Compact Disk (CD) kisah-kisah
santo-santa, boneka tangan, kaset lagu-lagu rohani, dan tape recorder. Pihak paroki
mengusahakan dana untuk kelompok PIA ketika mereka akan berziarah atau pun
paroki, karena anak-anak PIA setiap minggunya sudah mengumpulkan kolekte.
Kemudian hasil dari pengumpulan kolekte tersebut dapat mereka gunakan untuk
keperluan anak-anak PIA pergi berziarah pada saat bulan Maria, paroki juga
menyediakan transportasi bagi anak-anak. Transportasi ini biasanya berasal dari
para orangtua yang mampu secara sukarela menawarkan mobilnya untuk
digunakan anak-anak pergi berziarah.
Materi yang biasa digunakan untuk PIA di Paroki Penyelenggaraan Ilahi
yaitu disesuaikan dengan tema bacaan pada hari Minggu tersebut. Terkadang para
pendamping juga menggunakan materi yang ada di buku Biarlah anak-anak
datang Kepada-Ku, Temu Minggu Terbitan Kanisius dan buku Aku Sahabat
Yesus. Metode yang digunakan setiap minggunya berbeda-beda yaitu pada
Minggu pertama bercerita, Minggu kedua menggunakan Kitab Suci, Minggu
ketiga dan keempat mewarnai. Metode yang sering digunakan dalam kelompok
PIA usia TK sampai kelas 2 SD adalah metode cerita dengan menggunakan
boneka tangan sehingga dapat menarik perhatian mereka, sedangkan untuk anak
Sekolah Minggu dan Sekami pendamping menggunakan metode cerita
menggunakan gambar.
Kegiatan PIA ini dapat berjalan dengan baik tidak hanya ada dukungan
dari pihak paroki dan juga para pendamping saja, melainkan berkat adanya
dukungan dari orangtua anak-anak. Bentuk perhatian dan dukungan orangtua yang
konkret atas kegiatan PIA adalah orangtua merelakan anak-anaknya untuk
mengikuti kegiatan PIA, baik di lingkungan, stasi, maupun paroki. Orangtua juga,
untuk terlibat menjadi pendamping. Orangtua harus mendukung pengadaan sarana
atau kegitan lain yang menunjang terlaksananya kegitan PIA secara optimal dan
menarik. Namun ada juga beberapa orangtua yang memang acuh tak acuh dengan
kegiatan PIA, atau bersikap biasa-biasa dengan kegiatan ini. Mereka melihat
bahwa kegiatan PIA ini hanya merepotkan. Misalnya jika anaknya mengikuti
kegitan ini akan semakin bertambah banyak biaya yang mereka keluarkan, tidak
ada yang antar-jemput anak-anak mereka karena kesibukan orangtua dalam
mencari uang, selain itu ada juga orangtua yang takut nanti anaknya tidak bisa
istirahat karena sudah sekolah dari hari Senin-Sabtu, dan lain sebagainya.
Dengan adanya usaha dari paroki Penyelenggaraan Ilahi untuk
mengenalkan Kitab Suci pada anak-anak yang diaplikasikan dalam proses
kegiatan PIA setiap minggunya, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut
mengenai, “Efektivitas Cerita Bergambar Sebagai Media Untuk Mengenalkan
Kitab Suci Kepada Anak Dalam Pendampingan Iman Anak (PIA) Di Paroki
Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau, Sumatera Selatan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah anak-anak sudah mengenal Kitab Suci?
2. Apakah media Kitab Suci untuk anak-anak sudah banyak tersedia?
3. Metode apa yang biasa dipakai oleh pendamping PIA untuk mengenalkan
4. Apakah metode yang dipakai tersebut menarik bagi anak-anak?
5. Bagaimanakah memilih cerita yang baik untuk anak-anak dalam PIA?
6. Bagaimana efektivitas cerita bergambar mampu mengenalkan Kitab Suci
pada anak dalam PIA?
7. Siapa saja yang berperan dalam mengenalkan Kitab Suci pada anak?
8. Bagaimana orang tua mengenalkan Kitab Suci pada anak?
9. Apakah sarana dan prasarana yang tersedia sudah cukup untuk mendukung
proses pelaksanaan PIA?
10. Apakah Paroki mendukung pengenalan Kitab Suci pada anak dalam PIA?
11. Hal konkret apa yang paroki tunjukkan dalam mendukung pengenalan Kitab
Suci pada anak dalam PIA?
C. Pembatasan Masalah
Dari judul Efektivitas Cerita Bergambar Sebagai Media Untuk
Mengenalkan Kitab Suci Kepada Anak Dalam Pendampingan Iman Anak (PIA)
Di Paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, maka
penulisan skripsi ini dibatasi pada efektivitas dari penggunaan media cergam
sebagai sarana untuk mengenalkan Kitab Suci pada anak-anak.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan di atas maka rumusan masalahnya adalah
“Bagaimanakah efektivitas cerita bergambar sebagai media untuk mengenalkan
E. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah mengetahui sejauhmana cerita bergambar menjadi sarana yang efektif
dalam mengenalkan Kitab Suci pada anak.
F. Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini memiliki manfaat antara lain:
1. Bagi pendamping PIA: memberikan sumbangan untuk membantu para
pendamping PIA dalam meningkatkan metode yang dapat dipakai dalam
mendampingi anak. Pendamping juga dapat menarik simpati anak untuk bisa
menerima dan juga mendekatkan anak dengan Kitab Suci.
2. Bagi orangtua: memberikan inspirasi baru untuk bisa semakin mengembangkan
keterampilan bercerita yang sudah dimiliki agar semakin mendekatkan
keluarga, sehingga hubungan yang harmonis dapat terjalin disini.
3. Bagi anak: dapat membantu mereka dalam mengenali dan menyadari bahwa
dirinya sebagai pemilik kerajaan Allah. Selain itu anak dapat menjadi
pewarta-pewarta kecil Kerajaan Allah di tengah dunia zaman sekarang.
4. Bagi penulis: sebagai seorang guru agama dan juga katekis penulis semakin
memiliki keterampilan dalam penggunaan sarana media cergam dalam proses
belajar mengajar dan juga dalam berkatekese, sehingga suasana yang tercipta
tidak lagi membosankan melainkan adanya relasi yang timbal balik antara umat
G. Metode Penulisan
Skripsi ini berjudul “Efektivitas Cerita Bergambar Sebagai Media untuk
Mengenalkan Kitab Suci Kepada Anak Dalam Pendampingan Iman Anak (PIA)
Di Paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk Linggau, Sumatera Selatan”. Dalam
penulisan ini metode yang akan digunakan adalah metode analisis deskriptif. Data
yang dibutuhkan dikumpulkan dengan menggunakan angket berskala yang
jawabannya bersifat tertutup. Selain itu penulis juga mengembangkannya dengan
bantuan buku-buku pendukung.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan skripsi ini,
penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
BAB II berisi Kajian Pustaka yang akan diuraikan dalam lima bagian yaitu
bagaian pertama mengenai perkembangan anak yang meliputi: perkembangan
anak PIA, perkembangan kognitif, perkembangan emosi, perkembangan spiritual,
perkembangan moral. Bagian kedua mengenai pendampingan iman anak:
pengertian PIA, tujuan PIA, pendampingan PIA, suasana PIA, peserta PIA,
PIA. Bagian ketiga yaitu pengenalan Kitab Suci: pengertian Kitab Suci,
mengenalkan Kitab Suci pada anak, tujuan mengenalkan Kitab Suci, Kitab Suci
dalam kehidupan anak, metode mengenalkan Kitab Suci, dan sarana mengenalkan
Kitab Suci. Bagian keempat yaitu cerita bergambar (cergam): pengertian cerita
bergambar, unsur cergam, prinsip cergam, pembuatan cergam, unsur visual dalam
cergam, macam-macam bentuk balloon, kelemahan dan kelebihan cergam. Serta
bagian kelima penulis membahas tentang efektivitas, kerangka pikir dan fokus
penelitian.
BAB III menjelaskan mengenai metodologi penelitian yang meliputi;
jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi. Teknik dan instrumen
pengumpulan data meliputi: variabel penelitian, definisi konseptual variabel, dan
definisi operasional variabel. Teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,
pengembangan instrumen. Teknik pengolahan data meliputi: uji terpakai, uji
validitas, uji reliabilitas, dan deskripsi data.
BAB IV penulis akan menyajikan Pembahasan Hasil Penelitian yang
meliputi hasil penelitian berdasarkan angket, berdasarkan hasil observasi, dan
berdasarkan hasil penelitian dari setiap aspek variabelnya serta refleksi kateketis.
BAB V Kesimpulan dan Saran: penulis akan menyampaikan kesimpulan
penulis sendiri dan bagi para pendamping PIA di Paroki Penyelenggaraan Ilahi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Berkaitan dengan judul yang penulis pilih yakni “Efektivitas Cerita
Bergambar Sebagai Media Untuk Mengenalkan Kitab Suci Kepada Anak Dalam
Pendampingan Iman Anak (PIA) Di Paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuk
Linggau, Sumatera Selatan”, maka penulis akan membahasnya menjadi lima
bagian yang meliputi: bagian pertama akan membahas perkembangan anak usia
PIA yang terdiri dari: perkembangan anak PIA, perkembangan kognitif,
perkembangan emosi, perkembangan spiritual, dan perkembangan moral.
Kemudian pada bagian kedua penulis akan membahas Pendampingan Iman Anak
(PIA) yang meliputi: pengertian PIA, tujuan PIA, pendamping PIA, suasana PIA,
peserta PIA, pelaksanaan PIA, kerjasama PIA, bahan PIA, buku pegangan PIA,
dan evaluasi PIA. Pada bagian ketiga penulis akan membahas Kitab Suci yang
meliputi: pengertian Kitab Suci, mengenalkan Kitab Suci pada anak, tujuan
mengenalkan Kitab Suci pada anak, Kitab Suci dalam kehidupan anak, metode
yang dipakai dalam mengenalkan Kitab Suci pada anak dan sarana yang dipakai
dalam mengenalkan Kitab Suci pada anak. Pada bagian yang keempat penulis
membahas cerita bergambar (cergam) yang meliputi: pengertian cerita bergambar,
unsur-unsur cergam, prinsip cergam, unsur visual dalam cergam, macam-macam
bentuk balon, kelemahan dan kelebihan cergam. Sedangkan pada bagian kelima
penulis akan membahas tentang efektivitas. Pada bab ini juga akan diuraikan
A. Perkembangan Anak Usia Pendampingan Iman Anak (PIA) 1. Perkembangan Anak PIA
Perkembangan ditentukan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan,
yang secara bersamaan bekerja dalam bentuk proses maturation/penyempurnaan
dan proses learning/proses belajar. Prinsip ini mengingatkan bahwa peran
orangtua amatlah besar dalam perkembangan seorang anak. Perkembangan anak
PIA menurut usianya adalah anak-anak seusia 4-12 tahun, atau seusia anak TK
sampai dengan kelas V SD. Untuk memudahkannya dalam mendampingi
sebaiknya dibentuk kelompok sesuai dengan usia mereka, karena hal ini akan
lebih memudahkan pendamping dalam menyampaikan materi dan juga
menggunakan metode pendampingan yang sesuai dengan usia mereka. Berikut ini
aspek-aspek perkembangan yang ada pada diri anak PIA:
a. Perkembangan Kognitif Anak PIA
Piaget dalam Hurlock (1989: 39) membagi tahap perkembangan kognitif
anak usia 4-12 tahun menjadi tiga, yaitu:
1) Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun)
Tahap ini merupakan tahap pemikiran yang lebih simbolis tetapi tidak
melibatkan pemikiran operasional dan lebih bersifat egosentris dan intuitif
ketimbang logis. Tahap ini dibagi atas dua sub-tahapan yaitu:
a) Fase fungsi simbolis yang terjadi kira-kira antara usia 2-4 tahun. Dalam
tahap ini anak belajar menggunakan dan merepresentasikan obyek yang
tak hadir dengan gambaran dan kata-kata tetapi pemikirannya masih
kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain sedangkan
animisme adalah kepercayaan bahwa obyek tak bernyawa adalah hidup
dan bisa bergerak.
b) Fase pemikiran intuitif yang terjadi antara usia 4-7 tahun. Piaget menyebut
tahap ini sebagai tahap yang intuitif karena anak-anak merasa yakin
tentang pemahaman mereka mengenai suatu hal tetapi tanpa menggunakan
pemikiran rasional. Pada tahap ini anak juga mulai banyak mengajukan
pertanyaan dan ingin tahu semua jawaban dari pertanyaan tersebut.
2) Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun)
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis
dengan bantuan benda konkret. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif
tetapi hanya dalam situasi yang konkret seperti menggunakan media-media
pembelajaran dan alat-alat peraga untuk anak.
3) Tahap operasional formal (usia 11-12 tahun)
Pada tahap ini anak mampu mempertimbangkan semua kemungkinan
dalam memecahkan masalah dan mampu menalar atas dasar hipotesis dan dalil.
Pemikiran anak menjadi lebih luwes dan konkret, mereka mampu mengabungkan
b. Perkembangan Emosi Anak PIA
Elizabeth B. Hurlock (1990:86) menggolongkan perkembangan emosi
manusia menjadi beberapa tahapan seperti berikut:
1) Usia anak 4-6 tahun
Anak yang berusia empat tahun menyenangi kejutan-kejutan dan juga
peristiwa roman. Mereka memerlukan keamanan dengan mengetahui bahwa ada
suatu struktur dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang berusia empat tahun juga
sudah mulai menunjukkan selera humor. Pada usia lima sampai enam tahun anak
mulai matang dan mulai menyadari akibat-akibat dari emosinya. Ekspresi emosi
anak dapat berubah secara drastis dan cepat. Contohnya: baru saja anak menangis
tetapi setelah beberapa menit kemudian anak bisa gembira lagi karena
mendapatkan hiburan dari orang yang mengendalikan emosinya.
2) Usia anak 6-12 tahun
Anak-anak yang berusia tujuh dan delapan tahun mulai mencoba kembali
untuk memperoleh kendali yang lebih baik lagi dari tanggapan emosional mereka.
Mereka mulai menyadari kondisi di dunia dan lebih menaruh perhatian terhadap
cerita-cerita baru yang mereka lihat di televisi atau yang mereka dengar dari
bahan diskusi orang-orang dewasa. Anak yang berusia tujuh dan delapan tahun
mulai menunjukkan ketekunan di dalam usaha yang mereka lakukan untuk
mencapai tujuan mereka. Ini sering menyebabkan orangtua mereka menjadi kesal
dimana ketika anak meminta orangtua untuk melakukan suatu hal secara berulang
kali. Pada usia ini anak-anak mengembangkan sikap empati yang lebih
melukai orang lain, baik secara fisik ataupun emosional. Mereka mencoba untuk
menimbulkan rasa nyaman terhadap keluarga atau teman tanpa diminta untuk
melakukannya.
3) Usia anak 12 tahun
Berikut ini adalah beberapa perkembangan emosi anak yang berusia 12
tahun menurut Hurlock:
a) Anak usia 12 tahun cenderung bersikap pemurung. Hal ini disebabkan
karena perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan
seksual dan sebagiannya lagi karena kebingungannya dalam menghadapi
orang dewasa. Hal ini dapat memicu terjadinya suasana hati yang depresi.
Suasana hati seperti ini lebih banyak dialami oleh anak perempuan.
b) Ada kalanya mereka juga bersikap kasar dalam menutupi kekurangannya,
agar mereka terlihat lebih percaya diri.
c) Ledakan-ledakan kemarahan sering terjadi sebagai akibat dari kombinasi
ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis dan kelelahan karena
bekerja yang terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat ataupun tidur
yang kurang cukup.
d) Cenderung berperilaku tidak toleran terhadap orang lain dengan
membenarkan pendapatnya sendiri.
e) Mengamati orangtua dan guru secara lebih objektif dan mungkin marah
apabila tertipu dengan gaya guru yang bersifat sok tahu (Hurlock 1990:
c. Perkembangan Spiritual
Menurut J. Fowler ada dua tahap perkembangan iman pada anak usia 4-12
tahun, yaitu:
1) Tahap kepercayaan intiutif-proyektif (Usia 4-6 tahun).
Pada tahap ini daya imajinasi dan dunia gambaran sangat berkembang,
walaupun anak belum memiliki kemampuan operasi logis yang mantap. Daya
imajinasi dan gambaran-gambaran tersebut dapat dirangsang oleh cerita, gerak,
isyarat, upacara, simbol-simbol dan kata-kata. Kemampuan untuk membedakan
perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain sangat terbatas. Pada usia ini anak
diberikan cerita-cerita teladan dalam Alkitab, cerita-cerita yang menggugah hati
dan merangsang pertumbuhan iman. Namun harus diingat bahwa pada tahap ini
anak belum bisa membedakan perspektif dirinya sendiri dan persfektif orang lain.
Jadi, cerita-cerita yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan anak, sehingga
imajinasi anak benar-benar mengarah pada kebenaran tentang Tuhan.
2) Tahap kepercayaan mitis harafiah (Usia 7-12 tahun).
Di sini imajinasi dan gambaran masih berpengaruh kuat, namun mulai
muncul operasi-operasi logis yang melampaui tingkat perasaan dan imajinasi
sebelumnya. Anak mulai membedakan perspektif diri sendiri dan perspektif orang
lain, serta memperluas perspektifnya dengan mengambil alih perspektif orang
lain. Melalui cerita-cerita Alkitab yang ajaib dapat mendorong perkembangan
iman anak. Dengan cerita-cerita tersebut anak percaya adanya kuasa Tuhan.
Walaupun cerita-cerita tersebut masih ditafsirkan secara harafiah, cerita ini sangat
dalam agama mereka, agar anak tidak salah mengerti tentang simbol-simbol
tersebut.
d. Perkembangan Moral
Kohlberg dalam Hurlock (1989: 80) menguraikan mengenai tahapan
perkembangan moral anak, yaitu:
1) Tahap Moralitas Prakonvensional (Usia 0-9 tahun)
Pada tahap ini perilaku anak tunduk pada kendali eksternal. Anak
berorientasi pada kepatuhan dan hukuman dan moralitas suatu tindakan dinilai
atas dasar akibat fisiknya. Anak hanya mengetahui hal yang baik dan yang buruk
melalui hasil dari tindakan tersebut. Dengan demikian jika anak berbuat baik
orangtua harus memujinya, dan jika anak berbuat yang tidak baik orangtua wajib
untuk menasihatinya. Nasihat yang dimaksud ialah nasihat yang membangun ke
arah perkembangan moral yang baik, tanpa harus menghukumnya secara fisik.
2) Tahap Moralitas Konvensional (Usia 9-15 tahun)
Dalam tahap ini, anak menyesuaikan diri dengan peraturan untuk
mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik
dengan mereka. Pada fase kedua dalam tahap ini, anak yakin bahwa bila
kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok,
mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari kecaman dan
ketidak setujuan sosial. Orangtua hendaknya membimbing dan menasihati anak
B. Pendampingan Iman Anak (PIA) 1. Pengertian PIA
Pendampingan Iman Anak sering juga disebut dengan Sekolah Minggu.
Hal ini sudah lama dilaksanakan di dalam lingkungan Gereja Protestan. Sekolah
Minggu adalah sarana penginjilan yang terbesar bagi gereja, karena masa
anak-anak adalah waktu yang terbaik untuk bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus
(Ralph, 1978: 114).
Istilah Sekolah Minggu juga berasal dari lingkungan Gereja Protestan,
kegiatan ini merupakan sebuah wadah untuk memperkenalkan Injil, khususnya
kepada mereka yang ingin mendalaminya lebih dalam. Banyak orang menilai
bahwa istilah “sekolah” memberi kesan adanya pertemuan yang formal, sehingga
memunculkan gagasan-gagasan dan asosiasi yang berhubungan dengan sekolah
formal pada umumnya seperti ada ujian, raport, dll. Penggunaan istilah “sekolah”
juga dapat memberi kesan membosankan karena anak sudah bersekolah dari Senin
sampai Sabtu, dan pada hari Minggu masih sekolah lagi. Dari sinilah muncul
istilah Pendampingan Iman Anak atau disingkat PIA.
Menurut Suhardiyanto (2008: 1) pengertian Pendampingan Iman Anak
(PIA) adalah segala kegiatan apa pun, dalam lingkup mana pun yang dilakukan
demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam
2. Tujuan PIA
Menurut Goretti dalam kumpulan catatan PIA (1999: 17), tujuan PIA
adalah ingin membantu orangtua Kristiani dalam usaha mendampingi anak-anak
yang sedang berkembang menuju ke masa remaja, baik di dalam iman dan di
dalam kepribadian.
Dalam diktat mata kuliah PIA Suhardiyanto mengatakan (2008: 5) tujuan
utama PIA adalah anak-anak peserta PIA memiliki sikap dan wawasan iman
Kristiani serta bangga atasnya, serta mampu pula mengungkapkan dan
mewujudkan imannya sesuai dengan usia mereka.
3. Pendamping PIA
Seorang pendamping PIA perlu memenuhi beberapa persyaratan umum
sebagai berikut:
a. Telah dibaptis, seorang pendamping iman anak harus sudah dibaptis.
Persyaratan dibaptis kiranya belum cukup, masih ada persyaratan tambahan
yang cukup penting, yaitu pendamping harus berusaha meningkatkan kualitas
penghayatan hidupnya sebagai orang yang mengimani Kristus.
b. Menyadari sebagai utusan Tuhan, seorang pendamping adalah seorang
utusan. Pendamping diutus mewartakan Kabar Gembira, sehingga terlebih
dahulu sudah memiliki Firman Allah dalam dirinya. Dengan demikian,
seorang pendamping iman anak mestinya sudah cukup akrab dengan Kitab
c. Menyadari kebutuhan Rohani anak, kebutuhan rohani merupakan kebutuhan
yang tidak tampak, namun kebutuhan tersebut sungguh ada dalam diri anak.
Seorang pendamping iman anak perlu berusaha mengenali kebutuhan rohani
anak.
d. Menyerahkan diri kepada Tuhan, pendamping iman anak mestinya bisa
menyelaraskan kehidupan doa dan perilaku hariannya. Hal ini penting karena
anak-nak masih memerlukan sebuah keteladanan hidup.
e. Tubuh sehat, tubuh adalah Bait Allah. Oleh karena itu, seorang pendamping
iman anak bisa menunjukkan bagaimana merawat dan menggunakan Bait
Allah tersebut. Perawatan yang sederhana pun mampu membuahkan tubuh
yang sehat dan bersih. Seorang pendamping juga harus menjaga tubuhnya
agar tidak dirusak oleh minuman keras dan narkoba.
f. Pernah mengikuti kursus Pendampingan Iman Anak. Hal ini disebabkan
seorang pendamping iman anak sudah sepantasnya memiliki pengetahuan
yang memadai berkaitan dengan pemahamannya terhadap Kitab Suci maupun
ilmu-ilmu yang diperlukan untuk memperlancar tugasnya sebagai seorang
pendamping iman anak.
g. Mencintai anak-anak, seorang pendamping iman anak mestinya juga seorang
yang dari lubuk hatinya yang terdalam memiliki dorongan untuk mencintai
anak-anak sehingga para pendamping tersebut dapat dengan mudah diterima
4. Suasana PIA
Pendamping perlu memperhatikan ciri suasana PIA jika ingin menjadikan
kelompok PIA sebagai wadah bagi pertumbuhan dan penyadaran iman yang telah
dimiliki anak, ciri suasananya yaitu:
a. Gembira
Suasana gembira melekat pada sifat anak-anak, dimana mereka berkumpul
di situlah kegembiraan muncul. Oleh sebab itu pendamping perlu berusaha sekuat
tenaga supaya kebosanan tidak muncul. Menyanyi bersama, bermain
bersama-sama, mendengarkan cerita, berdoa berbersama-sama, itu semua menyenangkan dan
menggembirakan. Dengan demikian warta gembira Yesus Kristus juga akan
dirasakan oleh mereka sebagai hal yang menggembirakan.
b. Bebas
Pendamping kelompok PIA ingin membantu anak-anak menyadari iman
yang telah mereka miliki, maka suasana yang membebaskan perlu dimiliki oleh
kelompok ini. Unsur keterpaksaan perlu dibuang jauh-jauh. Dalam PIA tidak
perlu lagi adanya absen karena akan membuat mereka mengikuti kegitan ini
dengan terpaksa. Pengikat kelompok PIA adalah suasana yang menyenangkan,
pendamping yang selalu ceria, simpati, dll sehingga suasana kebebasan dapat
dirasakan oleh anak-anak.
c. Bermain
Kehidupan anak tidak dapat dipisahkan dari bermain. Bagi
anak-anak bermain merupakan aktivitas yang mendatangkan rasa puas. Dengan
dengan orang lain, menambah wawasan, perasaan, kehendak, dll. Kegiatan
bermain ini dapat dipikirkan, direfleksikan, dan dikaitkan dengan pendampingan.
Dengan refleksi, anak dapat lebih melihat arti, maksud dan tujuan permainan bagi
dirinya sendiri dan juga bagi teman-temannya, sehingga dapat membantu anak
dalam membentuk sikap dan pribadinya.
d. Mendalam
Pendamping perlu memilih kegiatan PIA yang pada akhirnya nanti dapat
dilihat bersama secara mendalam. Setelah kegiatan selesai dilaksanakan,
pendamping bersama anak-anak melihat kembali perasaan-perasaan yang muncul
selama melakukan kegiatan. Pendamping dapat membuat pertanyaan sederhana
untuk membantu anak-anak dalam mengungkapkan perasaan-perasaan yang
mereka alami.
e. Beriman
Kehidupan kristiani berarti kehidupan yang berpola pribadi Yesus Kristus.
Dengan memperkenalkan pribadi Yesus, anak diharapkan dapat semakin
membentuk hidupnya seperti yang dicita-citakan oleh Yesus. Pikiran, perasaan,
kehendak, wawasan, dan perilaku anak-anak perlu semakin mendekatkan pada
pribadi Yesus. Misalnya perhatian Yesus secara khusus kepada orang-orang yang
menderita, tersingkir, dan miskin, perlu makin menjadi perhatian anak-anak.
Beriman berarti makin mengikuti Yesus secara penuh.
f. Menjemaat
Belajar hidup berteman, belajar saling memahami, belajar saling bekerja
inilah yang dapat melatih anak-anak di dalam hidup menjemaat, hidup bersama
orang-orang lain dalam iman. Mereka mengalami bahwa hidup beriman
bersama-sama menyenangkan dan mengembirakan, sehingga pengalaman ini dapat
menumbuhkan benih keterlibatan mereka dengan umat di lingkungan, paroki, dan
masyarakat sekitar (Goretti, 1999:18).
5. Peserta PIA
Dalam buku Psikologi Perkembangan, diberikan dua kategori dengan
batasan usia yang jelas, yaitu: awal masa kanak-kanak usia 2-6 tahun, dan akhir
masa kanak-kanak usia 6-10 atau 12 tahun (Elizabeth 1990: 14).
Ada juga yang membedakan anak-anak menjadi tiga kategori, yaitu:
Kelompok anak-anak usia 5-8 tahun (TK-2 SD), kelompok anak-anak usia 9-11
tahun (kelas 3-4 SD), dan kelompok anak-anak usia 12-13 tahun (kelas 5-6 SD).
Kategori ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan diri anak-anak itu sendiri,
baik itu yang menyangkut fisik, psikis, minat, penertian, perilaku, agama, dsb.
Karena setiap anak memiliki kekhasannya sendiri. Dengan demikian,
pengelompokan anak-anak usia 2-6 tahun dan usia 6-10 tahun yang mau
mengikuti kegiatan PIA. Biasanya setelah mereka menerima Komuni Pertama,
anak-anak tidak mau terlibat lagi dalam kegiatan ini karena mereka akan memilih
6. Pelaksanaan PIA
Pertemuan PIA pada umumnya terjadi seminggu sekali dengan lama
pertemuan sekitar satu jam sampai dua jam, namun lamanya pertemuan bisa
disesuaikan dengan keadaan dan kemungkinan. Kegiatan dapat diawali dengan
permainan, bernyanyi bersama, dll. Kegiatan ini dapat dikatakan “santai-santai
mendalam”, yang berarti dalam suasana menyenangkan, menarik, tidak terlalu
serius, tetapi selalu ada inti yang mendalam dalam rangka pendampingan iman
(katekese).
Setiap pertemuan sebaiknya menggunakan pendekatan dan cara yang
berbeda, misalnya: Ceritera, menyayi, dramatisasi, diskusi, bermain, belajar
mendengarkan orang lain, belajar bekerjasama, belajar berkomunikasi, belajar
kreativitas, belajar melihat kekuatan dan kelemahan dalam dirinya, belajar kagum
atas ciptaan Tuhan, belajar berdoa, dsb. Jika ada kemungkinan anak-anak dapat
diajak untuk melihat video singkat tentang kisah-kisah Kitab Suci kemudian
setelah menonton video tersebut dibahas secara bersama-sama. Pendamping juga
bisa mengajak anak-anak untuk bercerita dengan menggunakan cergam (ceritera
bergambar). Pendamping harus membawakan cerita tersebut dengan menarik.
Selain membuat pertemuan yang menarik, pendamping PIA juga dapat
mengajak anak-anak PIA rekreasi bersama, mengunjungi kelompok PIA di paroki
lain, membuat paduan suara anak-anak untuk tugas di gereja, belajar membaca
Kitab Suci untuk ibadat sabda dalam rangka Perayaan Ekaristi, mengadakan
mengumpulkan dana yang dapat disumbangkan kepada seorang anak yang sakit,
pengemis dan orang-orang tidak mampu lainnya.
Melaksanakan PIA secara teratur setiap tahunnya bukan hal yang mudah,
banyak hambatan yang muncul seperti liburan sekolah, kesibukan pendamping,
kegiatan paroki lainnya, dst. Untuk memudahkan jalannya pertemuan ini,
kemudian mereka membuat program tahunan sehingga kelompok PIA bisa
mendapatkan waktu dan perhatian khusus dari paroki untuk bisa melaksanakan
pertemuan katekese seperti adven, prapaskah, bulan Kitab Suci, rosario, dll.
Dengan demikian anak-anak dapat semakin memperdalam iman mereka.
7. Kerjasama PIA
Pendamping PIA diharapkan mengembangkan sikap dan semangat untuk
bekerjasama dengan berbagai pihak. Diharapkan mereka mau dan mampu
bekerjasama, berjuang bersama dengan pihak lain dalam upayanya untuk
mewartakan Kabar Gembira. Kerja sama yang perlu dibangun dan dilakukan
pendamping PIA yaitu:
a. Orangtua
Di dalam keluarga, iman merupakan unsur hidup. Namun hal ini sering
diabaikan karena orangtua banyak disibukan dengan keperluan tuntutan hidup
sehari-hari. Orangtua harus menaruh perhatian dan dukungannya dalam kegiatan
PIA. Orangtua merelakan anak-anaknya untuk mengikuti kegiatan PIA baik di
b. Sekolah
Tujuan utama sekolah adalah belajar dan menambah ilmu pengetahuan.
Iman merupakan suatu segi hidup di sekolah untuk membantu orangtua dalam hal
pendidikan iman. Orangtua dapat meminta bantuan kepada sekolah untuk
memperhatikan iman anak-anak supaya mereka tidak terlantar. Di sekolah katolik
misalnya suasana iman katolik dimasukkan ke dalam suasana belajar mengajar.
c. Masyarakat
Keanekaragaman orang, keyakinan, kebudayaan, agama, status sosial,
suku, umur, hidup bersama-sama di dalam masyarakat. Di situ pula orang mencari
nafkah dan bekerja, mewujudkan diri dan mengejar cita-cita, mengalami suka dan
duka, membuat keputusan, dan bekerjasama. Di dalam masyarakat seseorang
dapat mewujudkan buah imannya, karena iman merupakan suatu segi hidup dalam
masyarakat.
d. Jemaat Beriman
Tujuan PIA ini ialah untuk mengungkapkan iman, baik secara pribadi
maupun secara bersama-sama. Iman adalah pusat, dasar dan daya hidup. Iman ini
diungkapkan di dalam perayaan ibadat, diwartakan di dalam sikap, tindakan dan
perilaku.
8. Bahan PIA
Kegiatan PIA sebagai tempat untuk mengembangkan kepribadian dan
iman bagi anak-anak. Bahan yang dipikirkan dan yang ingin disampaikan ini
keutuhan materi yang disampaikan. Bahan hendaknya dikemas secara sederhana
dan disesuaikan dengan pikiran anak-anak sehingga mudah dipahami. Menurut
Prasetya, 2008:37-41, bahan yang biasa digunakan dalam pertemuan PIA yaitu:
a. Kitab Suci
Pengenalan Kitab Suci dapat dilakukan dengan cara pengenalan secara
sederhana, baik isi maupun nilai-nilai, tokoh-tokoh, kisah atau peristiwa, dan
ajaran. Dalam mengenalkan anak-anak pada Kitab Suci, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu dari tahap perkembangan anak, dimana mereka baru
memasuki tahap pengertian spontan/secara langsung sehingga Kitab Suci yang
akan dikenalkan harus dikemas dalam bentuk cerita yang diperagakan secara
sederhana, kreatif baik melalui permainan dan cergam.
b. Liturgi Gereja
Pengenalan tentang Liturgi Gereja sangatlah penting dan tidak dapat
diabaikan. Melalui pengenalan liturgi inilah mereka mengetahui tradisi suci, sikap
doa, maupun identitasnya sebagai orang Katolik. Dalam hal ini anak-anak
dikenalkan secara sederhana susunan perayaan Ekaristi, benda-benda yang
dipakai, warna liturgi, tahun liturgi, hari-hari besar Katolik, dan petugas liturgi.
Hendaknya kegiatan ini dilangsungkan secara konkret antara lain dengan gerak,
sikap, alat peraga, dll.
c. Ajaran Gereja
Anak-anak hendaknya mulai dikenalkan dengan ajaran Gereja, seperti:
Allah, Yesus, karya keselamatan, cinta kasih. Ajaran ini bukan bersifat teologis,
kehidupan sehari-hari. Pengenalan itu bisa dibuat dengan menggunakan buku
cerita, kaset, maupun film. Secara tidak langsung anak-anak tidak hanya
memahami secara teoritis, tetapi sudah sampai pada perwujudan nyata yang
disesuaikan dengan perkembangan diri dan dunia anak. Dengan demikian
anak-anak didampingi dan dididik untuk berlatih tidak hanya memikirkan dirinya
sendiri melainkan mau memikirkan kepentingan orang lain yang ada di
sekitarnya.
d. Hidup Menggereja
Anak-anak diajak untuk memasuki lingkungan yang lebih luas, dimana
mereka diajak untuk membuka diri dan hati untuk menerima orang lain khususnya
yang ada disekitar Gereja. Anak-anak diajak untuk menyadari dirinya sebagai
anggota Gereja, baik di tingkat paroki, lingkungan, maupun stasi dan mau terlibat
dengan aneka kegiatan yang ada, misalnya kegiatan PIA, putra-putri altar, anggota
koor, dan lektor.
e. Hidup memasyarakat
Pengertian masyarakat dalam diri anak-anak adalah teman-teman
sebayanya. Anak-anak didampingi untuk mengenal dan bergaul de