• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku cyberbullying pada dewasa awal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku cyberbullying pada dewasa awal."

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN

KECENDERUNGAN PERILAKU CYBERBULLYING PADA DEWASA AWAL

Yunika Ayu Agrippina

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku cyberbullying pada dewasa awal. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku cyberbullying, yaitu semakin tinggi kematangan emosi yang dimiliki oleh individu maka akan semakin rendah kecenderungan perilaku cyberbullyingnya, begitupun sebaliknya. Untuk membuktikan hipotesis tersebut maka analisis hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho pada SPSS 21.00.Subjek dalam penelitian ini adalah dewasa awal dengan rentang usia 18-25 tahun dan telah memiliki akses terhadap internet selama satu tahun, dengan jumlah subjek laki-laki sebanyak 81 orang dan subjek perempuan sebanyak 69 orang. Dalam penelitian ini digunakan dua skala, variabel kematangan emosi diukur dengan menggunakan skala Kematangan Emosi yang disusun berdasar pada teori Kematangan Emosi Katkovsky dan Gorlow dan variabel kecenderungan perilaku cyberbullying diukur menggunakan skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Willard. Koefisien reliabilitas dari skala Kematangan Emosi sebesar 0,859, sedangkan reliabilitas skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying sebesar 0, 924. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien korelasi (r) antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku cyberbullying pada dewasa awal sebesar -0,110 dengan nilai signifikansi (p) = 0,075 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berkorelasi.

(2)

CORRELATIONBETWEENEMOTIONALMATURITYAND CYBERBULLYINGBEHAVIORTENDENCYINEARLYADULTHOOD

Yunika Ayu Agrippina

ABSTRACT

This research aimed to examine the relationship between emotional maturity and cyberbullying behavior tendency in early adulthood. This research hypothesis was there is negative correlation between emotional maturity and cyberbullying behavior tendency, which is when a person has a higher emotional maturity, then he also has a lower cyberbullying behavior tendency, and vice versa. The data analysis that used to examine the hypothesis was Spearman Rho using SPSS 21.00. The subjects were 81 man and 69 women in early adulthood (18-25 y.o). All of them have been using the internet at least during one year. This research used two scales, which are Emotional Maturity Scale that reflecting Katkovsky and Gorlow Maturity Emotional theory and Cyberbullying Behavior Tendency Scale that reflecting Willard Cyberbullying Behavior Tendency theory. The coefficient alpha of the scales was good .859 from Emotional Maturity Scale and .924 from Cyberbullying Behavior Tendency Scale. The result showed that there is insignificance (p<0.05) negative correlation (r = -0.110) between emotional maturity and cyberbullying behavior tendency. The conclusion of the research was there is no correlation between emotional maturity and cyberbullying behavior tendency.

(3)

i

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DAN

KECENDERUNGAN PERILAKU CYBERBULLYING PADA

DEWASA AWAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Yunika Ayu Agrippina

119114047

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

Motto

He gives strength to the weary and increases the power of the weak.

(Isaiah 40:29)

The secret of getting ahead is getting started

( Mark Twain)

It does not matter how slowly you go as long as you do not stop

(Confucius)

but those who hope in the LORD will renew their strength. They will soar on

wings like eagles; they will run and not grow weary, they will walk and not be

faint.

(7)

v

Ku persembahkan usaha dan karya ini untuk

Tuhan Yesus yang menyertai dan memampukan ku menghadapi semua Orangtua yang senantiasa mendukung dan mendoakanku

Keluarga ku

Sahabat-teman sepermainan-teman suka dan duka Dan

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, April 2016

Peneliti

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN

KECENDERUNGAN PERILAKU CYBERBULLYING PADA DEWASA AWAL

Yunika Ayu Agrippina

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku cyberbullying pada dewasa awal. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku cyberbullying, yaitu semakin tinggi kematangan emosi yang dimiliki oleh individu maka akan semakin rendah kecenderungan perilaku cyberbullyingnya, begitupun sebaliknya. Untuk membuktikan hipotesis tersebut maka analisis hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho pada SPSS 21.00.Subjek dalam penelitian ini adalah dewasa awal dengan rentang usia 18-25 tahun dan telah memiliki akses terhadap internet selama satu tahun, dengan jumlah subjek laki-laki sebanyak 81 orang dan subjek perempuan sebanyak 69 orang. Dalam penelitian ini digunakan dua skala, variabel kematangan emosi diukur dengan menggunakan skala Kematangan Emosi yang disusun berdasar pada teori Kematangan Emosi Katkovsky dan Gorlow dan variabel kecenderungan perilaku cyberbullying diukur menggunakan skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Willard. Koefisien reliabilitas dari skala Kematangan Emosi sebesar 0,859, sedangkan reliabilitas skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying sebesar 0, 924. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien korelasi (r) antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku cyberbullying pada dewasa awal sebesar -0,110 dengan nilai signifikansi (p) = 0,075 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berkorelasi.

(10)

viii

CORRELATIONBETWEENEMOTIONALMATURITYAND

CYBERBULLYINGBEHAVIORTENDENCYINEARLYADULTHOOD

Yunika Ayu Agrippina

ABSTRACT

This research aimed to examine the relationship between emotional maturity and cyberbullying behavior tendency in early adulthood. This research hypothesis was there is negative correlation between emotional maturity and cyberbullying behavior tendency, which is when a person has a higher emotional maturity, then he also has a lower cyberbullying behavior tendency, and vice versa. The data analysis that used to examine the hypothesis was Spearman Rho using SPSS 21.00. The subjects were 81 man and 69 women in early adulthood (18-25 y.o). All of them have been using the internet at least during one year. This research used two scales, which are Emotional Maturity Scale that reflecting Katkovsky and Gorlow Maturity Emotional theory and Cyberbullying Behavior Tendency Scale that reflecting Willard Cyberbullying Behavior Tendency theory. The coefficient alpha of the scales was good .859 from Emotional Maturity Scale and .924 from Cyberbullying Behavior Tendency Scale. The result showed that there is insignificance (p<0.05) negative correlation (r = -0.110) between emotional maturity and cyberbullying behavior tendency. The conclusion of the research was there is no correlation between emotional maturity and cyberbullying behavior tendency.

(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Yunika Ayu Agrippina

Nomor Mahasiswa : 119114047

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan antara Kematangan Emosi dan Kecenderungan Perilaku Cyberbullying pada Dewasa Awal

Beserta perangkat diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 20 April 2016

Yang menyatakan,

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa karena berkat kasih karunia dan berkatNya lah penulis dapat sampai pada tahap pengerjaan skripsi dan mampu meyelesaikannya. Selama pengerjaan skripsi ini tentunya banyak pihak yang memberikan dukungan dan bantuan, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing penulis.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Bapak Y. Heri Widodo, M. Psi., selaku Dosen Pembimbing Akademik dari semester 1 hingga 4.

4. Bapak Prof. Dr. Agutinus Supratiknya, selaku Dosen Pembimbing Akademik dari semester 5 hingga 10.

5. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M. Psi atau yang akrab disapa Pak Tius selaku dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang mau direpotkan penulis untuk berdiskusi dan memberikan masukan dalam proses penulisan skripsi.

6. Ibu Sylvia Carolina MYM., M. Si. dan Ibu Debri Pristinella, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan pada skripsi ini. 7. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik, membagikan ilmu

pengetahuan dan pengalamannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

8. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma ( Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Donny dan Pak Gik) serta teman-teman student staff atas kebaikan dan kesabarannya memberikan informasi yang berkaitan dengan studi penulis.

(13)

xi

10.Mbah No yang tak pernah lupa memberikan dukungan dana dan doa sebagai salah satu bentuk penyemangat untuk cucunya ini.

11.Sahabat-sahabatku selama menempuh studi, yang tidak hanya mencerahkan namun kadang kala juga menyuramkan kehidupanku. Vc. Veny S., Mt.Ghea K., Mbokde Melati Ayu, Ratna Wulandari, Acil Arum Riry, Lala, Mamsit, Mega, Kaknop, Kaka Jojo.

12.Teman-teman seperantauan, yang hanya ketika bersama mereka lah aku bisa ngobrol menggunakan bahasa Banjar dengan leluasa. Rista Dewi Liani, Herna Melani, Didin, Arvin, Fitri, Fery, Gagah, serta adek sepupuku Elika Thea K. Terimakasih juga karena kalian sudah mau membantu menyebarkan skala penelitianku.

13.Sahabat diskusi di kala penat dan kegalauan skripsi memuncak, Agnes Wijaya, mbak Yovi, Mbak Cha dan kakak pembimbing akademik Nunuk Putri.

14.Sahabat penyemangat yang sudah mendahului aku dalam prosesi geser toga, Ni Kadek Tri S., S. Si dan Adelina Sihite, S. Kg. Terimakasih untuk setiap sesi obrolan larut malamnya.

15.Teman-teman dekat yang juga senantiasa mendukung meskipun terpencar di mana-mana tapi selama ada aplikasi instan messenger, everything’s gonna be

ok ya. Rini, Inunk, Ega, Algar, Qie.

16.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan, Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki karya penulis ini. Terimakasih

Yogyakarta, 15 April 2016 Penulis

(14)

xii

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... Error! Bookmark not defined. MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan ... 10

(15)

xiii

1. Manfaat Teoretis... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. KEMATANGAN EMOSI... 11

1. Pengertian Kematangan Emosi ... 11

2. Aspek-aspek Kematangan Emosi ... 13

B. CYBERBULLYING ... 14

1. Pengertian Cyberbullying ... 14

2. Bentuk-Bentuk Cyberbullying ... 16

3. Faktor-faktor Cyberbullying ... 17

4. Media Cyberbullying ... 19

C. DEWASA AWAL ... 21

1. Pengertian Dewasa Awal ... 21

2. Perkembangan Dewasa Awal ... 22

D. Dinamika Hubungan Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Perilaku Cyberbullying pada Dewasa Awal ... 24

E. Kerangka Penelitian ... 29

F. Hipotesis ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

(16)

xiv

C. Definisi Operasional ... 31

1. Kematangan Emosi ... 31

2. Perilaku Cyberbullying ... 32

D. Subjek Penelitian ... 33

E. Metode Pengumpulan Data ... 33

1. Skala Kematangan Emosi... 34

2. Skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying ... 36

F. Uji Skala ... 38

1. Validitas Alat Tes ... 38

2. Seleksi Item ... 39

3. Reliabilitas... 45

G. Metode Analisis Data ... 45

1. Uji Asumsi ... 45

2. Uji Hipotesis ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Pelaksanaan Penelitian ... 48

B. Data Demografi Subjek ... 48

C. Deskripsi Data Penelitian ... 49

D. Hasil Analisis Data ... 55

1. Uji Asumsi Penelitian ... 55

(17)

xv

E. Analisis Tambahan ... 62

F. Pembahasan ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Keterbatasan Penelitian... 69

C. Saran ... 70

1. Bagi Subjek Penelitian ... 70

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pemberian Skor pada Skala Kematangan Emosi ...35

Tabel 2.Blueprint Skala Kematangan Emosi sebelum uji coba ...36

Tabel 3.Tabel Pemberian Skor pada skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying. ...37

Tabel 4.Blueprint Skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying sebelum uji coba ...38

Tabel 5.Blueprint Skala Kematangan Emosi setelah uji coba...41

Tabel 6.Blueprint Skala Kematangan Emosi setelah pengguguran Manual..42

Tabel 7.Blueprint Skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying setelah uji coba ...43

Tabel 8.Blueprint Skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying setelah pengguguran manual ...44

Tabel 9.Deskripsi Jenis Kelamin Subjek ...49

Tabel 10.Tabel Hasil Pengukuran Deskriptif Variabel ...50

Tabel 11.Hasil Penghitungan Uji T ...51

Tabel 12.Norma Kategorisasi ...52

Tabel 13.Norma Kategorisasi Kematangan Emosi ...53

Tabel 14.Norma Kategorisasi Kecenderungan Perilaku Cyberbullying ...54

Tabel 15. Tabel Hasil Uji Normalitas Variabel ...55

Tabel16. Tabel Hasil Uji Linearitas Variabel ...58

Tabel 17. Tabel Hasil Uji Korelasi ...61

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Histogram Kematangan Emosi ... 56 Gambar 2.Histogram Kecenderungan Perilaku Cyberbullying ... 57 Gambar 3.Scatterrplot Kematangan Emosi dan Kecenderungan Perilaku

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Skala Uji Coba...78

Lampiran 2.Hasil Reliabilitas dan Seleksi Item...94

Lampiran 3.Skala Final...98

Lampiran 4. Statistik Deskriptif...113

Lampiran 5.Hasil Uji Normalitas...114

Lampiran 6.Hasil Uji Linearitas...115

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu kebutuhan individu terkait dengan fungsinya sebagai makhluk sosial adalah membina, memelihara hubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, individu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Devito, 2011). Menurut Devito (2011) sifat komunikasi terbagi dalam dua jenis yaitu komunikasi secara langsung dan tidak langsung. Komunikasi langsung merupakan komunikasi yang dilakukan dengan saling bertatap muka dalam suatu aktivitas komunikasi tanpa menggunakan perantara media. Sebaliknya komunikasi secara tidak langsung merupakan komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan perantara media seperti email, handphone, dan jejaring sosial.

(22)

Berdasarkan hasil statistik dari hasil kerja sama antara Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dengan Pusat Kajian Komunikasi (PusKaKom) Universitas Indonesia pada tahun 2014, menunjukkan bahwa 88,1 juta orang Indonesia menggunakan internet. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh APJII terdapat tiga alasan utama orang Indonesia menggunakan internet. Ketiga alasan tersebut adalah untuk mengakses sarana sosial/komunikasi, sumber informasi harian, dan mengikuti perkembangan zaman. Ketiga alasan utama tersebut dipraktikkan melalui empat kegiatan utama yaitu menggunakan jejaring sosial, mencari informasi, berkirim pesan secara online melalui aplikasi pesan instan, dan mencari berita terbaru (APJII, 2015).Facebook, Twitter, Myspace,

Path, Instagram merupakan sebagian bentuk aplikasi yang digunakan dalam

berkomunikasi secara online.

(23)

Tapscot (2009) mengemukakan bahwa salah satu karakteristik yang membedakan dunia maya dengan dunia nyata adalah sesorang dapat berinteraksi dengan orang lain melalui teknologi dan internet tanpa terbatas jarak dan waktu.

Dalam menggunakan situs jejaring sosial, pengguna dapat saling membalas komentar dan menanggapi status atau berita yang disebarkan oleh pengguna lainnya. Interaksi yang terjalin melalui situs jejaring sosial memberikan banyak kesempatan positif, termasuk kesempatan untuk menjalin persahabatan, kesempatan dalam pembentukan identitas, kesempatan untuk mencari informasi, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam hal politik (Boyd 2007; Ellison, Steinfield, & Lampe, 2011; Yun & Chang, 2011 dalam Wegge, Vandebosch, Eggermont, & Walrave, 2014). Akan tetapi, jejaring sosial juga memberikan pengalaman negatif seperti pelecehan dan bullying dalam bentuk elektronik (Kite, Gable, & Filippelli, 2010; Livingstone, 2008; Ybarra & Mitchell, 2008 dalam Wegge dkk). Pengguna dapat dengan mudah mengomentari status yang dibuat oleh pengguna lain, baik dengan komentar yang positif atau negatif. Pengguna juga dapat dengan mudah menuliskan status yang berisi kata-kata kasar, vulgar, atau rasisme, atau bahkan mengancam atau memfitnah orang lain melalui akun jejaring sosial yang dimiliki (Bennett, 2013).

Secara umum, bullying atau pelecehan diakui sebagai sub bagian dari agresi yang didefinisikan sebagai “salah satu jenis spesifik dari perilaku agresi yang

(24)

Shaw T, Hearn L, et al, 2009). Hal tersebut dapat berupa tindakan secara fisik maupun psikologis (Olweus D, 1980).

Cyberbullying adalah istilah yang digunakan pada saat seseorang mendapat

perlakuan tidak menyenangkan seperti dihina, diancam, dipermalukan, disiksa, atau menjadi target bulan-bulanan oleh orang lain menggunakan teknologi Internet maupun teknologi mobile (diakses dari www.cyberbullying.org).

Cyberbullying dapat dikategorikan bullying verbal karena pelaku melakukan

tindakan bullying secara tidak langsung seperti mengejek, menghina, mengolok-olok, mencela, menggosip, menyebarkan rumor, bahkan mengancam dengan menggunakan media elektronik. Adapun jenis dari cyberbullying menurut Willard (2007) yaitu flaming (pesan dengan amarah), harassment (gangguan), denigration (pencemaran nama baik), impersonation (peniruan), outing (penyebaran), trickery (tipu daya), exclusion (pengucilan), dan cyberstalking (merendahkan).

Penelitian yang dilakukan oleh Price dan Dalgeish (2009) menyatakan bahwa bentuk cyberbullying yang banyak terjadi yaitu called name (pemberian nama negatif), abusive comments (komentar kasar), rumour spread (menyebarkan rumor atau desas desus), threatened physical harm (mengancam yang membahayakan fisik), ignored atau exclude (pengabaian dan pengucilan), opinion

slammed (pendapat yang merendahkan), online impersonation (peniruan secara

online), sent upsetting image (mengirim gambar yang mengganggu), dan image of

(25)

Langos (dalam Francisco, Simão, Ferreira & Martins, 2014) menemukan bahwa dampak emosional dari perilaku cyberbullying adalah adanya kekhawatiran, stres, takut, kesedihan, kemarahan atau hinaan, dan dapat meluas ke bentuk yang lebih parah, seperti cedera psikologis berkepanjangan yang dapat membahayakan jiwa individu. Dampak dari cyberbullying untuk para korban tidak terhenti pada tahap depresi saja melainkan sudah sampai pada tindakan yang lebih ekstrim yaitu bunuh diri. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Hinduja dan Patchin mengungkapkan fakta bahwa terdapat pertumbuhan tingkat bunuh diri pada anak dan remaja usia 10 sampai 19 tahun pada tahun-tahun terakhir (dalam Rahayu, 2012).

(26)

masyarakat yang berbalik melakukan cyberbully terhadap mahasiswa tersebut, tetapi ada juga yang melaporkannya kepada pihak yang berwajib.

Cyberbullying bisa menjadi lebih berbahaya daripada bullying tradisional

karena beberapa alasan. Alasan pertama adalah perilaku cyberbullying dapat dimulai dengan cara yang mudah, selain itu adanya faktor anonimitas dari Internet bisa menghilangkan banyak hambatan yang ditemui dalam aksi bullying tradisional. Alasan kedua adalah perilaku cyberbullying sulit untuk dihentikan. Kata-kata dan gambar-gambar yang dikirimkan secara online bisa tersebar ke seluruh dunia kapanpun juga dan kadang-kadang sulit untuk dihapus.Penelitian yang dilakukan Hinduja & Patchin mengungkapkan bahwa 20% responden dilaporkan pernah berpikir secara serius untuk bunuh diri. Semua bentuk bullying secara signifikan berkaitan dengan meningkatnya keinginan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang dicoba dilakukan oleh korban cyberbullying jumlahnya hampir dua kali lebih banyak daripada remaja yang tidak pernah mengalami cyberbullying.

Meskipun sering diasumsikan bahwa cyberbullying hanya terjadi sampai pada tingkat usia Sekolah Menengah Atas, namun adanya laporan bahwa perilaku

cyberbullying pada usia universitas juga mengalami peningkatan. Penelitian yang

dilakukan oleh MacDonald dan Roberts-Pittman (2010) yang melibatkan 439 partisipan menemukan hasil bahwa sebanyak 38% mahasiswa mengetahui bahwa mahasiswa lain pernah mengalami cyberbully, 21,9% mahasiswa mengalami

cyberbully, dan 8,6% mahasiswa melakukan cyberbully pada mahasiswa lain.

(27)

Universitas Selcuk Turki melakukan cyberbullying setidaknya satu kali terhadap mahasiswa lain dan 55,355% mahasiswa menjadi korban cyberbullying setidaknya satu kali.

Penemuan tersebut konsisten dengan literatur yang berkembang sebelumnya yang menunjukkan bahwa orang dewasa melakukan bully terhadap orang dewasa lainnya di lingkungan kerjanya (Cooper , Einarsen , Howel , & Zapf , 2003 ; Vega & Comer ; 2005 dalam Brewer, B., et al, 2012) termasuk bullying pada situasi akademik (Chapell, Hasselman, Kitchin, Lomon, MacIver, & Sarullo, 2006; Halbur, 2005; Simpson & Cohen, 2004; Westhues, 2006 dalam Brewer, B., et al, 2012).

Karakteristik pelaku bully secara tatap muka memiliki kesamaan dengan karakteristik pelaku cyberbullying (Campfield, 2008). Menurut Benitez & Justicia (2006) pelaku bullying cenderung memiliki sikap empati yang rendah, impulsif, dominan, dan tidak bersahabat. Karakteristik kepribadian dari pelaku dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi cyberbullying (Maulida, 2011).

(28)

Perilaku yang tergolong ke dalam cyberbullying yaitu menyebarkan informasi kurang menyenangkan tentang orang lain, memberikan komentar yang mengolok-olok dan tidak sopan, serta memberikan pernyataan ancaman. Hal tersebut dilakukan melalui e-mail, chat room, situs jejaring sosial seperti facebook, twitter,

instagram, dan melalui pesan singkat. Individu yang menjadi pelaku

cyberbullying merupakan seseorang yang senang mendominasi orang lain,

padahal ketika individu mampu menerima kenyataan bahwa tiap orang memiliki perbedaan maka ia akan mampu menghargai kekurangan serta kelebihan individu lain. Perbedaan yang dimiliki oleh orang lain akan dihargai sebagai keberagaman bukan sebagai bahan untuk menjatuhkan orang tersebut. Ketika individu memiliki kematangan emosi yang baik, ia dapat menerima perbedaan yang dimiliki oleh tiap individu serta beradaptasi dengan karakteristik individu lain maupun dengan situasi apapun. Sebaliknya ketika kematangan emosi pada diri individu masih belum baik maka ia akan mudah untuk memberikan ejekan ataupun olokan kepada orang lain yang ia anggap berbeda dengan dirinya.

(29)

cenderung memiliki sikap empati yang rendah dan impulsive menunjukkan bahwa individu tersebut masih belum mencapai tahap kematangan emosi.

Kematangan emosi seharusnya sudah dicapai pada periode dewasa awal. Semakin bertambah usia individu, maka emosinya diharapkan akan lebih matang dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya (Hurlock, 1994). Mahasiswa sebagai kelompok individu yang berada dalam tahap perkembangan dewasa awal semestinya sudah mencapai tahap kematangan emosi yang baik. Ketika individu memiliki kematangan emosi yang tinggi maka kecenderungan untuk melakukan perilaku cyberbullying akan rendah. Namun pada kenyataannya beberapa kasus

cyberbullying yang terjadi tidak jarang dilakukan oleh individu yang berada dalam

usia dewasa awal.

Adanya kesenjangan teori dengan fenomena yang ada saat ini membuat penulis terdorong untuk meneliti lebih jauh mengenai hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderungan perilaku cyberbullying pada mahasiswa. Selama ini penelitian tentang cyberbullying lebih banyak dilakukan oleh peneliti dari luar, penelitian di Indonesia sendiri masih belum cukup banyak dilakukan. Hal tersebut dapat dikarenakan perilaku cyberbullying merupakan sebuah fenomena yang relatif baru (Hines, 2011).

B. RUMUSAN MASALAH

(30)

C. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderungan perilaku cyberbullying pada dewasa awal.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoretis

Memberikan tambahan informasi kajian teori-teori psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan Remaja dan Psikologi Sosial mengenai hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderungan perilaku cyberbullying pada dewasa awal.

2. Manfaat Praktis

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEMATANGAN EMOSI

1. Pengertian Kematangan Emosi

Osho (2008) menyatakan bahwa emosi terbentuk melalui perkembangan yang dipengaruhi oleh pengalaman dan dalam perkembangan emosi menuju tingkat yang konstan, yaitu adanya integrasi dan organisasi dari semua aspek emosi.Emosi merupakan perasaan yang kuat dan disadari beserta ekspresinya baik ekspresi yang positif maupun negatif. Emosi yang positif antara lain: cinta, harapan, simpati, loyal, dan perasaan optimis, sedangkan emosi yang negatif antara lain: takut, benci, marah, iri dan dendam.

(32)

bersangkutan tidak lagi menampilkan emosi seperti pada masa kanak-kanak. Seseorang yang telah mencapai kematangan emosi dapat mengendalikan emosinya. Emosi yang terkendali dan terarah akan sangat mempengaruhi tingkah laku individu (Gunarsa, 2008). Hal tersebut menyebabkan orang mampu berpikir secara lebih baik, dan melihat persoalan secara objektif (Walgito, 2004).

Individu yang telah mencapai kematangan emosi dapat diidentifikasikan sebagai individu yang dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak anak atau orang yang tidak matang emosinya (Hurlock, 1994).

Menurut Katvosky dan Gorlow (1976) kematangan emosi adalah keadaan dimana kepribadian individu secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat secara intrafisik maupun interpersonal.

(33)

2. Aspek-aspek Kematangan Emosi

Katkovsky dan Gorlow (1976), mengemukakan tujuh aspek-aspek Kematangan emosi, yaitu:

a. Kemandirian

Kemampuan memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadapkeputusan yang diambilnya.

b. Kemampuan menerima kenyataan

Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak sama dengan orang lain,mempunyai kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi yang berbeda dengan orang lain.

c. Kemampuan beradaptasi

Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu menerima beragam karakteristik orang serta menghadapi situasi apapun.

d. Kemampuan merespon dengan tepat

Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk merespon terhadapkebutuhan emosi orang lain.

e. Kapasitas untuk seimbang

(34)

f. .Kemampuan berempati

Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi oranglain dan memahami apa yang mereka pikirkan atau rasakan.

g. Kemampuan menguasai amarah

Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membuatnya marah, maka ia dapat mengendalikan perasaan marahnya.

B. CYBERBULLYING

1. Pengertian Cyberbullying

Bullying telah terjadi sebelum munculnya cyberbullying. Dahulu

bullying dilakukan secara langsung antara pelaku dan korbannya, namun

(35)

melecehkan korbannya (Mason, 2008) Jenis bullying terbaru yang dihadapi pada era perkembangan zaman saat ini adalah Cyberbullying.

Peter Smith dan rekannya (2008) mendefinisikan cyberbullying sebagai perilaku agresif yang disengaja dan dilakukan secara individual maupun berkelompok dengan menggunakan media komunikasi elektronik. Perilaku tersebut dilakukan secara berulang dan dari waktu ke waktu terhadap korbannya. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Feinberg dan Robey (2008), cyberbullying meliputi pengiriman teks atau gambar yang berbahaya dan kejam dengan menggunakan internet (misalnya, instant messaging, e-mail, chatting, dan situs jejaring sosial) atau perangkat komunikasi digital lainnya, seperti ponsel. Tidak seperti

bullying , para pelaku cyberbullying tidak selalu memiliki tampilan fisik

yang kuat dan besar dan biasanya tidak diketahui identitasnya (Kiriakidis & Kavoura, 2010). Kebanyakan dari pelaku cyberbullying sulit untuk diidentifikasi identitasnya dan oleh karena itu pelaku merasa leluasa dalam melakukan cyberbullying karena yakin bahwa perilaku yang dilakukan tidak akan menimbulkan hukuman ataupun konsekuensi buruk bagi pelaku (Kiriakidis & Kavoura, 2010).

[image:35.595.87.516.197.620.2]
(36)

melalui e-mail, aplikasi pesan instan (instan messaging), akun jejaring sosial, chat rooms, dan pesan digital atau gambar yang dikirimkan melalui komputer, telepon selular, atau alat komunikasi lainnya.

2. Bentuk-Bentuk Cyberbullying

Kowalski (2012) mengemukakan berbagai bentuk perilaku yang dikategorikan sebagai cyberbullying, yaitu :

a. Flaming: perdebatan, diskusi secara online melalui pesan elektronik

yang menggunakan bahasa vulgar dan ofensif.

b. Harasment/Pelecehan: pengulangan pengiriman pesan ofensif, tidak

menyenangkan dan menghina.

c. Denigration/Pencemaran nama baik: untuk menghina atau mencemarkan nama baik seseorang secara online untuk mengirim rumor, gosip atau kebohongan, biasanya ofensif dan kejam, untuk merusak citra atau reputasi seseorang atau hubungannya dengan orang lain.

d. Impersonation/Peniruan: mendapatkan informasi pribadi atau penampilan seseorang (nick, password, dll), dengan tujuan untuk menyamar sebagai orang lain dan membuat orang itu terlihat buruk, melakukan tindakan tidak pantas, merusak reputasinya atau untuk merusak hubungannya dengan orang lain.

e. Exclusion: Mengucilkan seseorang dalam sebuah grup online atau

(37)

f. Outing dan Trickering: untuk menyebarkan rahasia seseorang,

informasi atau foto secara online.

g. Cyberstalking: pengiriman pesan berulang yang menyertakan ancaman

atau sangat mengintimidasi.

2. Faktor-faktor Cyberbullying

Maulida (2011) mengemukakan 5 hal yang dapat menjadi faktor penyebab individu melakukan cyberbullying, yaitu :

a. Bullying Tradisional

Maulida (2011) mengungkapkan bahwa peristiwa bullying yang dialami di dunia nyata memiliki pengaruh besar pada kecenderungan individu untuk menjadi pelaku cyberbullying. Bullying tradisional merupakan bentuk kekerasan yang bertujuan untuk membahayakan atau membuat orang lain menderita atau merasa tidak nyaman secara fisik maupun emosional (Dracic, 2009). Bullying biasanya melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang. Seperti menendang, memukul, mengejek, menuduh, dan mengucilkan seseorang.

Penelitian yang dilakukan oleh Riebel,dkk. (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan antara bullying dalam kehidupan nyata dan dalam dunia maya.

b. Karakteristik Kepribadian

(38)

memiliki kepribadian yang dominan dan senang melakukan kekerasan, cenderung temperamental, impulsive, mudah frustasi, sulit untuk mengikuti aturan dan menunjukkan sedikit rasa empati atau belas kasihan kepada mereka yang menjadi korban bully.

c. Persepsi terhadap korban

Maulida (2011) menyebutkan persepsi dan atraksi seseorang terhadap individu tertentu dapat mempengaruhi sikap mereka terhadap individu tersebut.Siswa yang kurang disenangi siswa lain atau memiliki kelemahan cenderung menjadi korban bully.

d. Strain

Agnes (dalam Maulida, 2011) memaparkan strain adalah suatu kondisi psikis yang ditimbulkan dari hubungan negatif dengan orang lain yang menghasilkan efek negatif yang mengarah pada kenakalan e. Peran interaksi orangtua dan anak

(39)

3. Media Cyberbullying

Beragam teknologi komunikasi yang ada saat ini dapat dipergunakan sebagai media untuk melakukan cyberbully terhadap individu lain. Beberapa jenis media yang seringkali dipergunakan adalah :

a. Instan Messaging (IM), merupakan komunikasi real-time (saat itu juga)

melalui internet antar individu yang berada dalam daftar kontak aplikasi tersebut. Cyberbullying melalui IM dapat dilakukan dengan berbagai bentuk perilaku, pelaku mungkin mengirimkan pesan yang mengancam kepada orang lain, selain itu pelaku dapat menggunakan nama target

cyberbullying sebagai username kemudian mengirimkan pesan tidak

menyenangkan kepada orang lain, seolah-olah pesan tersebut dikirimkan oleh target.

b. Electronic mail (E-mail), merupakan salah satu komunikasi digital yang

sering dimanfaatkan. Alasan penggunaan e-mail sebagai media

cyberbullying adalah satu e-mail yang dikirimkan pelaku dapat

dikirimkan kepada banyak orang dalam waktu yang bersamaan, pelaku dapat mengirimkn email yang berisi gambar atau informasi yang memalukan tentang korban.

c. SMS/ Pesan teks, meskipun tidak termasuk jenis komunikasi yang

(40)

mengirimkan ratusan bahan ribuan pesan teks bernada ancaman atau kemarahan kepada korban.

d. Situs Jejaring Sosial, merupakan media online yang berfungsi atau bermanfaat untuk memfasilitasi penggunanya dalam melakukan hubungan serta interaksi sosial dengan pengguna lainnya. Para pngguna didorong untuk memajang profil diri yang berisi identitas, foto, ketertarikan/minat, bahkan catatan harian. Beberapa contoh dari situs jejaring sosial adalah facebook, twitter, instagram, tumblr, dan lain-lain. Melalui situs jejaring sosial, perilaku cyberbullying yang dapat dilakukan adalah mengirimkan komentar bernada kasar atau offensif, menggunakan identitas orang lain untuk membuat sebuah halaman profil, mengirimkan dan menyebarkan postingan yang mempermalukam orang lain.

e. Blog, bentuk aplikasi web yang berbentuk tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah halaman web. Tulisan-tulisan ini seringkali dimuat dalam urutan terbalik (isi terbaru dahulu sebelum diikuti isi yang lebih lama), meskipun tidak selamanya demikian. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh semua pengguna Internet sesuai dengan topik dan tujuan dari si pengguna blog tersebut.

f. Web sites adalah kumpulan-kumpulan halaman yang menampilkan

(41)

satu rangkaian yang saling berkaitan dimana masing-masing dihubungkan dengan jaringan halaman.

C. DEWASA AWAL 1. Pengertian Dewasa Awal

Istilah adult berasal dari kata kerja Latin yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan (Hurlock, 1990).Santrock (2012) mengemukakan bahwa masa dewasa awal disebut juga sebagai masa beranjak dewasa (emerging adulthood) yaitu masa transisi antara remaja ke dewasa.Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1990).Masa dewasa awal terjadi pada individu yang berusia 18-25 tahun.

Terdapat dua kriteria yang menunjukkan bahwa individu telah memasuki masa dewasa awal yaitu mandiri secara ekonomi dan mandiri dalam membuat keputusan.Pencapaian individu dalam hal kemandirian ekonomi ditandai dengan adanya pekerjaan tetap yang dijalani individu.Hal tersebut didukung karena dalam masa dewasa awal biasanya individu telah menyelesaikan sekolah, baik tingkat Sekolah Menengah Atas maupun Perguruan Tinggi.

(42)

dapat ditunjukkan dengan bertanggungjawab secara sepenuhnya terhadap diri individu. Individu dewasa awal dapat mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan serta mengembangkan pengendalian emosi di dalam dirinya (Santrock, 2012)

2. Perkembangan Dewasa Awal

a. Perkembangan Fisik Dewasa Awal

Pada masa dewasa awal ini individu tidak hanya mengalami peningkatan dari performa fisik, namun di sisi lain sebagian individu juga mengalami penurunan dalam performa fisiknya. Ketika beranjak dewasa banyak individu mengembangkan gaya hidup yang kurang baik seperti makan tidak teratur, menjadi perokok sedang atau berat, minum alkohol sesekali atau menjadi peminum berat, tidak berolahraga dan kurang tidur di malam hari. Gaya hidup yang kurang baik berakibat pada kondisi kesehatan yang buruk (Cousineau, Goldstein, & Franco, 2005 dalam Santrock, 2012).

b. Perkembangan Kognitif Dewasa Awal

Individu dewasa awal memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan ketika masa remaja.Piaget (Santrock, 2012) berpendapat bahwa tahap pemikiran formal-operasional merupakan ciri dari individu dewasa.

(43)

hipotesis.Individu menyadari bahwa jawaban atas permasalahan perlu bersifat realistis dan praktis Ketika memasuki masa dewasa awal, individu menyadari bahwa setiap orang memiliki pandangan yang berbeda dan beragam.Individu mulai memahami bahwa dirinya tidak dapat menggunakan satu jawaban atas permasalahan pada semua keadaan.

c. Perkembangan SosioEmosi Dewasa Awal

Pada masa dewasa awal, individu memiliki suasana hati yang tidak berubah-ubah, cenderung lebih mampu bertanggung jawab, dan lebih jarang terlibat dalam tindakan-tindakan berisiko.

Menurut Erikson (Santrock, 2012) masa dewasa awal merupakan masa tahapan keintiman vs isolasi. Keintiman merupakan suatu proses dimana individu berusaha menemukan diri dan meleburkan diri sendiri di dalam diri orang lain. Dalam prosesnya, komitmen dengan orang lain dibutuhkan dalam keintiman. Ketika seseorang gagal mengembangkan relasi yang intim di masa dewasa awal maka ia akan mengalami isolasi. Ketidakmampuan mengembangkan relasi yang bermakna dengan orang lain dapat menyebabkan terlukanya pribadi individu. Hal tersebut dapat mengarahkan individu untuk mengabaikan atau menyerang orang lain yang dianggap menimbulkan frustasi.

(44)

berkurang. Pada masa ini individu dewasa awal rentan mengalami keterasingan sosial.

D. Dinamika Hubungan Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Perilaku Cyberbullying pada Dewasa Awal

Kematangan emosi merupakan tahapan tercapainya kedewasaan perkembangan emosional individu ketika individu mampu mengendalikan emosi secara terarah dan mampu melihat persoalan secara objektif sehingga perilaku yang ditunjukkan tidak merugikan bagi diri individu tersebut serta orang lain. Individu yang telah mencapai kematangan emosi yang baik dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak beraksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak (Hurlock, 1994). Oleh sebab itu individu yang seringkali diidentikkan dengan kondisi kematangan emosi yang baik adalah individu yang berada pada masa dewasa awal

(45)

menyalurkan agresi terhadap orang lain. Salah satu jenis perilaku agresi yang dilakukan secara online adalah cyberbullying.

Perilaku cyberbullying dapat dilakukan oleh individu dengan usia peralihan dari masa remaja ke masa dewasa. Salah satu kelompok individu yang sedang berada pada tahap dewasa awal adalah mahasiswa. Kiriakidis dan Kavora (2010) menemukan bahwa perilaku cyberbullying mengalami peningkatan berdasarkan usia, dan mahasiswa adalah kelompok yang mempergunakan internet dan media sosial lebih sering, yaitu berupa e-mail,

instan messaging, dan chats. Sehingga mahasiswa memiliki kemungkinan

yang lebih besar untuk melakukan dan mengalami perilaku cyberbullying (Palfrey & Gasser, 2008).

Salah satu faktor yang dianggap mempengaruhi cyberbullying adalah karakteristik kepribadian seseorang (Maulida, 2011). Camodeca & Goosens (2005) dalam Kowalski (2012) memaparkan karakteristik dari pelaku

cyberbullying. Individu yang melakukan cyberbullying adalah individu yang

senang mendominasi orang lain (dominan), senang melakukan kekerasan, cenderung temperamental, impulsif, mudah frustasi, sulit untuk mengikuti aturan dan menunjukkan sedikit rasa empati atau belas kasihan kepada mereka yang menjadi korban bully.

(46)

Francisco, Simão, Ferreira, & Martins, 2014), selain itu anonimitas dapat menyamarkan identitas dari pelaku sehingga pelaku merasa tidak perlu bertanggung jawab atas dampak yang diterima oleh korban dan menganggap bahwa korban pun tidak akan mengetahui pelaku. Jika individu telah mencapai kematangan emosi yang baik, ia mampu mempertanggungjawabkan keputusan maupun tindakan yang ia ambil. Tidak hanya bersembunyi di balik layar computer yang mana identitasnya bisa disembunyikan maupun disamarkan.

Perilaku yang tergolong ke dalam cyberbullying yaitu menyebarkan informasi kurang menyenangkan tentang orang lain, memberikan komentar yang mengolok-olok dan tidak sopan, serta memberikan pernyataan ancaman. Hal tersebut dilakukan melalui e-mail, chat room, situs jejaring sosial seperti

facebook, twitter, instagram, dan melalui pesan singkat. Individu yang

(47)

individu masih belum baik maka ia akan mudah untuk memberikan ejekan ataupun olokan kepada orang lain yang ia anggap berbeda dengan dirinya.

Individu yang telah matang emosinya akan peka terhadap ekspresi perasaan yang ditunjukkan oleh orang lain, selain itu ia mampu berempati atau menempatkan diri pada posisi orang lain sehingga ia mengerti perasaan atau pikiran yang dimiliki oleh orang lain. Bertolak belakang dengan pelaku

cyberbullying, pelaku dikarakteristikkan sebagai seseorang yang memiliki

rasa empati yang kurang. Beberapa individu menganggap cyberbullying sebagai sebuah hiburan, yaitu hanya sebagai sebuah permainan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain (N. Willard, 2007). Para pelaku bermaksud iseng sehingga mereka lebih cenderung menggunakan teknologi daripada melakukannya secara langsung. Hanya untuk bersenang-senang saja dijadikan alasan oleh orang-orang yang melakukan bullying (P.K. Smith, L. Talamelli, H. Cowie, P. Naylor, & P. Chauhan, 2004).

Rahayu (2008) mengungkapkan bahwa individu yang belum stabil dan kurang matang emosinya dapat lebih mudah muncul perilaku agresinya daripada yang telah matang emosinya.Hal tersebut dapat disebabkan individu tersebut masih belum mampu mengontrol emosi serta responnya terhadap stimulus negatif.Individu yang pada tahap dewasa awal seharusnya dapat mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan serta mengembangkan pengendalian emosi di dalam dirinya (Santrock, 2012).

(48)

perilaku cyberbullying, mampu mengendalikan emosinya, pandai membaca perasaan orang lain, serta dapat memelihara hubungan baik dengan lingkungannya, (Rahayu, 2008). Sehingga jika seseorang sudah memiliki kematangan emosi yang baik maka kecenderungan ia untuk bertindak

(49)

E. Kerangka Penelitian

Dewasa Awal

Kematangan Emosi Tinggi

 Bertanggung jawab atas

tindakannya

 Menerima perbedaan dan

keberagaman karakteristik individu

 Beradaptasi dengan karakteristik

individu lain dan fleksibel dalam menghadapi situasi

 Peka terhadap kebutuhan emosi

individu lain

 Kemampuan berempati terhadap

kondisi individu lain

 Mampu menguasai amarah

Kematangan Emosi rendah

 Kurang mampu bertanggung jawab

atas tindakannya

 Sulit menerima realitas bahwa tiap

individu berbeda dan memiliki karakteristik yang beragam

 Kurang mampu beradaptasi dengan

karakteristik individu lain dan tidak fleksibel dalam menghadapi situasi

 Tidak peka terhadap kebutuhan

emosi individu lain

 Kurang mampu berempati terhadap

kondisi individu lain

 Kurang mampu menguasai amarah

Kecenderungan Perilaku Cyberbullying Tinggi Kecenderungan Perilaku

(50)

F. Hipotesis

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional.Jenis penelitian ini menggunakan data yang berbentuk angka yang dapat dianalisis dengan menggunakan teknik perhitungan statistic dan memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel (Siregar, 2013) yaitu kematangan emosi dan kecenderungan perilaku cyberbullying pada dewasa awal.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Bebas : Kematangan Emosi

Variable Tergantung : Kecenderungan Perilaku Cyberbullying

C. Definisi Operasional 1. Kematangan Emosi

(52)

Kematangan emosi diungkapkan dengan skala kematangan emosi yang terdiri dari 6 aspek yang dikemukakan oleh Katvosky dan Gorlow (1976) yaitu kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, kapasitas untuk seimbang, kemampuan berempati, dan kemampuan menguasai amarah. Semakin besar skor yang didapat maka kematangan emosi akan tinggi, begitu pula sebaliknya.

2. Kecenderungan Perilaku Cyberbullying

Perilaku Cyberbullying merupakan perilaku mengirimkan atau melakukan postingan dengan materi yang menyakitkan dan mengganggu kepada dan/ tentang orang lain. Perilaku ini dilakukan secara berulang dan disengaja melalui perantara internet dan teknologi digital lain, seperti melalui e-mail, aplikasi pesan instan (instan

messaging), akun jejaring sosial, chat rooms, dan pesan digital atau

[image:52.595.87.513.197.616.2]
(53)

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah individu yang berada dalam rentang usia dewasa awal yaitu 18-25 tahun (Arnett dalam Santrock Santrock,2006) dan telah menggunakan internet ataupun alat komunikasi seperti telepon seluler selama satu tahun. Kriteria pengguna internet ataupun telepon seluler terpenuhi ketika subjek ditanya terlebih dahulu sebelum skala diberikan. Untuk mempermudah peneliti dalam pengambilan data maka peneliti memilih mahasiswa sebagai kelompok individu yang tergolong dalam usia ini.

Karena jumlah populasi tidak diketahui maka teknik pengumpulan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling.Tipe dari nonprobability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

accidental sampling. Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel

berdasarkan faktor kebetulan, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan memenuhi karakteristik usia serta penggunaan internet dan telepon seluler yang digunakan pada penelitian, maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (partisipan) (Neuman, 2000).

E. Metode Pengumpulan Data

(54)

penelitian ini adalah skala Kematangan emosi dan skala kecenderungan perilaku cyberbullying yang disusun oleh peneliti mengacu pada landasan teori yang ada. Skala tersebut berisi pernyataan-pernyataan yang menggambarkan aspek dari kematangan emosi dan perilaku cyberbullying.

Jenis skala pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah skala Likert, yaitu skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu objek atau fenomena tertentu (Siregar, 2013). Pernyataan yang diberikan pada kedua skala tersebut terdiri dari pernyataan favourable dan unfavourable. Pernyataan favourable adalah pernyataan yang jika disetujui oleh subjek menunjukkan sikap positif terhadap objek terkait.Sebaliknya, pernyataan unfavourable adalah pernyataan yang jika disetujui oleh subjek menunjukkan sikap negatif terhadap objek terkait.

1. Skala Kematangan Emosi

Skala Kematangan Emosi disusun oleh peneliti yang mengacu pada tujuh aspek yang dikemukakan oleh Katvosky dan Gorlow (1976), yaitu kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, kapasitas untuk seimbang, kemampuan berempati, kemampuan menguasai amarah.

(55)

kesetujuan-ketidaksetujuan subjek dalam sebuah kontinum yang terdiri atas empat alternatif jawaban.Penggunaan jumlah genap alternative pilihan jawaban dimaksudkan agar tidak tersedia kesempatan kepada subjek memberikan jawaban netral.Subjek diberikan pilihan untuk memilih antara jawaban favourable dan unfavourable (Supratiknya, 2014).

Alternatif pilihan jawaban pada skala pengukuran ini yaitu : SS : Sangat Setuju

S : Setuju TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

[image:55.595.87.516.217.677.2]

Kriteria pemberian skor untuk tiap-tiap item pernyataan dan spesifikasiskala kematangan emosi dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :

Tabel 1

Tabel Pemberian Skor pada Skala

Item Favorable Item Unfavorable

SS 4 SS 1

S 3 S 2

TS 2 TS 3

(56)
[image:56.595.86.514.195.597.2]

Tabel 2

Blue Print skala Kematangan Emosi (sebelum uji coba dan seleksi aitem) No Aspek Kematangan Emosi Nomor Item

Favorable

Nomor Item Unfavorable

Jumlah Item 1 Kemandirian 6, 25, 29, 54 12, 16, 21, 30 8 2 Kemampuan Menerima

Realitas

10, 18, 40, 56 7, 9, 23, 55 8

3 Kemampuan Beradaptasi 5, 26, 42, 50 2, 11, 32, 53 8 4 Kemampuan Merespon

dengan Tepat

20, 28, 38, 44 37, 39, 49, 52 8

5 Kapasitas untuk Seimbang 15, 36, 47, 51 3, 13, 24, 33 8 6 Kemampuan Berempati 8, 17, 31, 48 22, 27, 35, 41 8 7 Kemampuan Menguasai

Amarah

1, 4, 19, 34 14, 43, 45, 46 8

Total 56

2. Skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying

Skala kecenderungan perilaku cyberbullying dibuat berdasarkan metode skala Likert (Azwar, 2010).Jumlah aitem dalam skala kecenderungan perilaku

cyberbullying terdiri dari 49 aitem yang terdiri dari aitem favourable.Tiap aitem

(57)

menimbulkan kecenderungan menjawab ketengah (central tendency effect) terutama bagi yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawabannya.Alternatif pilihan jawaban pada skala pengukuran ini yaitu :

SR : Sering

KD : Kadang-kadang JR : Jarang

TP : Tidak Pernah

[image:57.595.84.512.196.625.2]

Kriteria pemberian skor untuk tiap-tiap item pernyataan dan spesifikasiskala kematangan emosi dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :

Tabel 3.

Tabel Pemberian Skor pada Skala Item Favorable

SR 4

KD 3

JR 2

(58)
[image:58.595.86.517.201.643.2]

Tabel 4

Blue Print Skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying (sebelum uji coba dan seleksi item)

No Komponen Sebaran Item Jumlah

1 Flaming 1, 2, 7, 12, 20, 30,

42

7

2 Harassment 8, 9, 11, 14, 22,

24, 31

7

3 Denigration 5, 21, 32, 34, 36,

38, 45

7

4 Impersonation 6, 15, 33, 35, 37,

39, 49

7

5 Outing dan Trickery 3, 4, 10, 16, 26,

27, 43

7

6 Exclusion 13, 17, 18, 23, 29,

41, 44

7

7 Cyberstalking 19, 25, 28, 40, 46,

47, 48

7

Total 49

F. Uji Skala 1. Validitas Alat Tes

(59)

tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.

Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan proses pengujian isi alat ukur melalui professional

judgement (Azwar, 2011). Professional judgement yang diperoleh dalam

penelitian ini dilakukan oleh dosen pembimbing.

2. Seleksi Item

Prosedur seleksi item dilakukan dengan cara menguji karakteristik masing-masing aitem yang menjadi bagian dari skala yang digunakan. Apabila item dalam skala yang sedang disusun tidak menunjukkan kualitas yang baik, maka aitem harus disingkirkan atau direvisi terlebih dahulu agar dapat tetap menjadi bagian dalam skala.Pengujian keselarasan fungsi aitem dengan fungsi tes dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor tiap aitem dengan distribusi skor total skala.Komputasi koefisien korelasi akan menghasilkan koefisien korelasi

aitem-total (rix

)

atau indeks daya beda aitem (Azwar, 2011).

Kriteria pemilihan aitem berdasar korelasi item total, yaitu memiliki daya beda yang lebih atau sama dengan 0,30 (Rix ≥ 0,30).

(60)

belum mencukupi jumlah yang diinginkan, dapat mempertimbangkan untuk menurunkan batas kriteria koefisien aitem total menjadi ≥0,25.

Uji daya beda item dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20 dengan mengukur morelasi antara skor item dengan skor total respon uji coba. Hasil seleksi aitem yang merupakan hasil uji coba skala dapat dilihat sebagai berikut :

a. Skala Kematangan Emosi

Kriteria seleksi item pada skala ini direncanakan akan menggunakan batasan ≥0,30, namun karena item yang lolos tidak

mencukupi jumlah yang diinginkan maka kriteria batasan diturunkan menjadi ≥0,25. Berdasarkan uji coba yang dilakukan peneliti mendapatkan

(61)
[image:61.595.86.512.194.580.2]

Tabel 5.

Blueprint Skala Kematangan Emosi setelah diujicobakan No Aspek Kematangan

Emosi

Nomor Item Favorable

Nomor Item Unfavorable

Jumlah Item

1 Kemandirian 6, 29, 54 12, 16, 21 6

2 Kemampuan Menerima Realitas

18, 40 7, 9, 55 5

3 Kemampuan Beradaptasi 5, 26, 42 2, 32, 53 6 4 Kemampuan Merespon

dengan Tepat

38 37, 39 3

5 Kapasitas untuk

Seimbang

47 3, 13, 24, 33 5

6 Kemampuan Berempati - 22, 27, 35 3

7 Kemampuan Menguasai Amarah

1, 19, 34 14, 45, 46 6

Total 34

(62)

Tabel 6.

Blueprint Skala Kematangan Emosi setelah pengguguran manual.

No Aspek Kematangan Emosi

Nomor Item Favorable

Nomor Item Unfavorable

Jumlah Item

1 Kemandirian 6, 29, 54 12, 16 5

2 Kemampuan Menerima Realitas

18, 40 7, 9, 55 5

3 Kemampuan Beradaptasi 5, 26, 42 2, 32 5 4 Kemampuan Merespon

dengan Tepat

38, 28, 44 37, 39 5

5 Kapasitas untuk

Seimbang

47 3, 13, 24, 33 5

6 Kemampuan Berempati 31, 48 22, 27, 35 5 7 Kemampuan Menguasai

Amarah

19, 34 14, 45, 46 5

Total 16 19 35

(63)

b. Skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying

[image:63.595.84.519.223.619.2]

Kriteria seleksi item pada skala ini menggunakan batasan ≥0,30, Berdasarkan uji coba yang dilakukan peneliti mendapatkan 41 item dari 49 item yang telah diseleksi. Koefiesien item total sebelum seleksi item memiliki kisaran rix = 0, 038 sampai 0, 785. Setelah dilakukan seleksi item, kisaran koefisien item total menjadi rix = 0, 380 sampai 0, 785. Item-item yang lolos dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7.

Blueprint Skala kecenderungan perilaku cyberbullying

No Komponen Sebaran Item Favorable Jumlah

1 Flaming 1,2, 12, 20, 30, 42 6

2 Harassment 8, 9, 11, 14, 24, 31 6

3 Denigration 5, 21, 32, 34, 36, 38, 45 7

4 Impersonation 15, 33, 37 3

5 Outing dan Trickery 3, 4,10, 26, 27, 43 6 6 Exclusion 13, 17, 18, 23, 29, 41,

44

7

7 Cyberstalking 19, 25, 28, 40, 46, 47, 48

7

Total 43

(64)
[image:64.595.84.514.201.621.2]

Tabel 8.

Blueprint Skala Kecenderungan Perilaku Cyberbullying setelah pengguguran

manual

No Komponen Sebaran Item Favorable Jumlah

1 Flaming 2, 12, 30, 42 4

2 Harassment 8, 11, 24, 31 4

3 Denigration 21, 34, 38, 45 4

4 Impersonation 15, 33, 37, 39 4

5 Outing dan Trickery 3, 4, 26, 43 4

6 Exclusion 17, 18, 23, 44 4

7 Cyberstalking 19, 25, 40, 47 4

Total 28

(65)

3. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya (Suryabrata, 2002).Pada penelitian ini, peneliti menggunakan estimasi reliabilitas konsistensi internal yang mana estimasi reliabilitasnya cukup didasarkan pada satu kali pengadministrasian tes. Reliabilitas tes diestimasi dengan metode yang didasarkan pada kovarians item (Crocker & Algina dalam Supratiknya, 2014).

Metode berbasis kovarians item yang dipakai untuk mengukur tingkat reliabilitas skala pada penelitian ini menggunakan teknik koefisien alpha

croncbach yang diperhitungkan menggunakan program SPSS versi 20. Kriteria

suatu instrument penelitian dikatakan reliable dengan menggunakan teknik ini jika memiliki koefisien reliabilitas >0,6 (Siregar, 2013).

Berdasarkan perhitungan SPSS versi 21 diperoleh hasil reliabilitas skala kematangan emosi sebesar 0,859 dan 0, 924 untuk skala kecenderungan perilaku cy berbullying.

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal. Pengujian asumsi normalitas pada penelitian ini menggunakan teknik

(66)

Data tergolong normal apabila memenuhi syarat p > 0.05.Data dengan nilai p < 0.05 menunjukkan bahwa data tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dengan data normal.Sebaliknya, apabila data memiliki nilai p > 0.05 menunjukkan bahwa data tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan data yang normal.Hal ini berarti sebaran datanya normal.

b. Uji Linearitas

(67)

2. Uji Hipotesis

(68)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Proses pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 8 Desember sampai dengan 17 Desember 2015. Peneliti menyebarkan skala secara acak dan menitipkan skala kepada teman. Skala diberikan pada mahasiswa dengan rentang usia 18-24 tahun di kawasan kampus 3 Universitas Sanata Dharma, Universitas Atmajaya Yogyakarta dan Universitas Respati Yogyakarta. Jumlah skala yang disebar sebanyak 195 eksemplar.Skala yang kembali berjumlah 184 eksemplar, namun skala yang lengkap berjumlah 173 skala. Skala yang gugur sebanyak 11 skala dikarenakan usia subjek yang tidak memenuhi kriteria (dibawah 18 tahun), subjek tidak mengisi usia dan melewatkan beberapa butir pernyataan.

B. Data Demografi Subjek Deskripsi Subjek Penelitian

(69)
[image:69.595.86.518.195.620.2]

perizinan penyebaran skala. Berikut deskripsi data penelitian berdasarkan jenis kelamin:

Tabel 9

Deskripsi Jenis Kelamin Subjek

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 81 subjek

Perempuan 69 subjek

Total

173 subjek

C. Deskripsi Data Penelitian

(70)
[image:70.595.84.514.195.664.2]

Tabel 10

Hasil pengukuran deskriptif variabel

Pengukuran Teoretis Empiris

Min Max Mean SD Min Max Mean SD Kematangan

Emosi

35 140 87,5 17,5 67 120 96,27 8,83

Kecenderungan Perilaku

Cyberbullying

28 112 70 14 28 66 36,90 6,33

Berdasarkan hasil pengukuran deskriptif, mean empiris variabel kematangan emosi sebesar 96,27. Sedangkan mean teoretis variabel Kematangan Emosi sebesar 87,5. Hasil perbandingan antara mean teoretis dan mean empiris terlihat bahwa mean empiris lebih besar dari mean teoritik (96,27>87,5). Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata subjek yang terlibat dalam penelitian memiliki kematangan emosi yang cenderung tinggi.

Mean empiris dari variabel Kecenderungan Perilaku Cyberbullying sebesar 36,90, sedangkan mean teoretis variabel Kecenderungan Perilaku

Cyberbullying sebesar 70. Berdasarkan perbandingan mean teoretis

(71)
[image:71.595.86.515.215.625.2]

penelitian cenderung memiliki kematangan emosi yang tinggi, sehingga kecenderungan untuk melakukan perilaku cyberbullying rendah. Hasil ini juga didukung dengan hasil uji T yang dilkukan peneliti untuk membandingkan mean empiris dan teoritis pada seluruh variabel.

Tabel 11

Penghitungan Uji T

N Sig. (2-tailed) Mean Difference

Kematangan Emosi 173 0,000 96,266

Kecenderungan Perilaku

Cyberbullying

173 0,000 36,896

Berdasarkan data yang ada, hasil uji T menunjukkan ada perbedaan signifikan antara mean empiris dan mean teoretis. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,005, yaitu 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa secara signifikan subejk memiliki kematangan emosi yang tinggi (96,27>87,5) dan secara signifikan subjek memiliki kecenderungan perilaku cyberbullying yang rendah (36,90< 70),

(72)
[image:72.595.83.518.172.626.2]

Tabel 12

Norma kategorisasi

Skor Kategorisasi

X ( Sangat Rendah

< X Rendah

< X Sedang

< X ( Tinggi

X>( Sangat Tinggi

Keterangan:

: Mean teoretis

: Standar deviasi teoretis

(73)
[image:73.595.83.518.193.617.2]

Tabel 13

Norma Kategorisasi Kematangan Emosi

Skala Rentang Skor Kategorisasi Jumlah Persentase Kematangan

Emosi

X 61 Sangat

Rendah

0 0 %

61 < X 79 Rendah 9 5, 3 %

79 < X 96 Sedang 66 38,1 %

96 < X 114 Tinggi 93 53,8 % X >114 Sangat Tinggi 5 2, 8 %

Total 173 100%

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa tidak ada subjek yang memiliki kematangan emosi yang sangat rendah, sebanyak 5,3% atau 9 subjek memiliki kematangan emosi yang rendah, sebanyak 38,1% atau 66 subjek memiliki kematangan emosi sedang, sebanyak 53,8% atau 93 subjek memiliki kematangan emosi yang tinggi, sebanyak 2,8% atau 5 subjek memiliki kematangan emosi yang sangat tinggi.

(74)
[image:74.595.85.517.167.628.2]

Tabel 14

Norma kategorisasi kecenderungan perilaku cyberbullying

Skala Rentang Skor Kategorisasi Jumlah Persentase

X 49 Sangat Rendah 158 91,4 %

49 < X 63 Rendah 14 8,1 %

63 < X Sedang 1 0,5 %

77 < X Tinggi 0 0 %

X >91 Sangat Tinggi 0 0 %

Total 173 100%

(75)

D. Hasil Analisis Data 1. Uji Asumsi Penelitian

a. Uji Normalitas

[image:75.595.85.512.165.625.2]

Uji normalitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010).Uji normalitas dilakukan dengan teknik Kolmogorov-Smirnov menggunakan program IBM SPSS versi 21. Data tergolong memiliki sebaran normal jika memenuhi syarat p > 0,05 atau jika p < 0,05 sebaran dianggap tidak normal. Berikut adalah hasil dari uji normalitas :

Tabel 15

Hasil Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Kematangan Emosi .093 173 .001

Kecenderungan

Perilaku Cyberbullying

.140 173 .000

Berdasarkan hasil uji normalitas di atas dapat disimpulkan bahwa uji normalitas menghasilkan probabilitas (p) data kematangan emosi pada dewasa awal sebesar 0,001.Sementara variabel k

Gambar

Gambar 3.Scatterrplot Kematangan Emosi dan Kecenderungan Perilaku
gambar yang berbahaya dan kejam dengan menggunakan internet
gambar yang dikirimkan melalui komputer, telepon selular, atau alat
Tabel 1 Tabel Pemberian Skor pada Skala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor kematangan emosi sangat penting untuk menentukan sikap dan perilaku remaja dalam menghadapi pergaulan yang penuh dengan persaingan, dengan melakukan hal-hal yang

Saya sengaja mempermalukan orang yang tidak saya sukai dengan memberi komentar negatif pada status-statusnya. Saya mengganggu orang yang tidak saya sukai dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis tentang adanya hubungan negatif antara kematangan emosi dengan kecenderungan

Individu pada usia dewasa awal dengan kematangan emosi yang baik akan lebih menggunakan akal sehat dan tidak cepat termakan rayuan dari lingkungan sekitar maupun diri sendiri..

Jika dikaitkan dengan penelitian yang telah dilakukan tidak adanya hubungan antara kematangan emosi dan perilaku agresi di media sosial pada siswa di SMK X di

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis tentang adanya hubungan negatif antara kematangan emosi dengan kecenderungan

Hasil analisis data dalam penelitian ini dengan hipotesis mayor terdapat hubungan antara kontrol diri dan iklim sekolah terhadap perilaku cyberbullying diterima

Jika dikaitkan dengan penelitian yang telah dilakukan tidak adanya hubungan antara kematangan emosi dan perilaku agresi di media sosial pada siswa di SMK X di