Hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh pada individu menikah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU BERSELINGKUH PADA INDIVIDU MENIKAH. SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi. Disusun oleh : Redita Eriningtyas NIM : 139114113. PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN MOTTO. “Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari padaNYA-LAH harapanku” Mazmur 62:5. “The moment you feel like giving up remember why you held on for so long” (Unknown). iv.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN. Dipersembahkan untuk : Bapak dan Ibu, Saudaraku, Para sahabatku, Teman-teman seperjuanganku, Dan semua yang tak bisa kusebutkan satu persatu. v.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU BERSELINGKUH PADA INDIVIDU MENIKAH. Redita Eriningtyas ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh pada individu menikah. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh pada individu menikah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis korelasi one tailed yang dikalkulasi dengan program SPSS for Windows 23. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 180 orang yang sudah menikah. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan convience sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kematangan emosi dan skala kecenderungan perilaku berselingkuh. Skala kematangan emosi memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,874. dan skala kecenderungan perilaku berselingkuh sebesar 0,951. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi Spearman’s Rho karena sebaran data bersifat tidak normal. Penelitian ini menghasilkan nilai korelasi r = -0,435 dan nilai signifikansi p = 0,00 < 0,05. Hasil ini menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh. Hal itu berarti bahwa semakin tinggi tingkat kematangan emosi, maka semakin rendah kecenderungan perilaku berselingkuh pada individu menikah. Kata kunci : kematangan emosi, kecenderungan perilaku berselingkuh, individu menikah. vii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. CORRELATION BETWEEN EMOTIONAL MATURITY AND TENDENCY TO INFIDELITY BEHAVIOR IN MARRIED PEOPLE. Redita Eriningtyas ABSTRACT The aimed of this research was to know the correlation between emotional maturity and the tendency to infidelity behavior in married people. The hypothesis was a negative correlation between emotional maturity and the tendency of infidelity behavior in marriage people. The type of this research was quantitative using correlation as analysis method which calculated by SPSS for Windows 23. There were 180 subjects who currently marred. Sampling technique were purposive sampling purposive sampling and convience sampling. Data instrument be used were the scale of emotional maturity and the tendency of infidelity behavior. The reliability coefficient of emotional maturity scale was 0,874 and the reliability coefficient of the tendency to infidelity behavior was 0,951. The technique of analysis data being used was Spearman’s Rho correlation test because data on variables were not normal. The result showed that the value of Spearman’s Rho correlation test was r = -0,435 with significance level p = 0,00 < 0,05. The result indicate a negative correlation between emotional maturity and the tendency to infidelity behavior in married people. It was means that the higher level of emotional maturity, the lower tendency to infidelity behavior in married people. Keywords : emotional maturity, tendency to infidelity behavior, married people. viii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat, penyertaan serta mukjizat-Nya yang nyata sehingga saya dapat menyelesaikan studi hingga akhir melalui karya tulis ini dengan baik. Melalui pertolongan dan kuasa-Nya saya diberikan kekuatan untuk menghadapi berbagai proses hingga akhirnya mampu menyelesaikan semuanya dengan baik. Selama penulisan skripsi ini, saya mendapatkan banyak dukungan secara langsung maupun tidak langsung. Terimakasih pula saya ucapkan kepada kedua orangtuaku, bapak dan ibu yang selalu mendukung, mendoakan, serta mengusahakan yang terbaik bagi anaknya. Terimakasih kepada Rena yang sudah membantu peneliti mencari tempat penelitian. Terimakasih kepada Gabriel Selo Prayudi, sosok yang selalu memberikan dukungan, nasehat serta tempat berkeluh kesah selama proses studi dan sosok yang mampu menerima berbagai kelemahan peneliti. Selama proses studi dan penulisan skripsi ini, peneliti juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si, selaku Kepala Program Studi Psikologi Unversitas Sanata Dharma. 3. Ibu Maria Laksmi Anantasari, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas segala waktu, nasihat, masukan, serta dukungan yang ibu berikan demi kelancaran berproses selama ini.. x.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan serta mengenalkan ilmu pengetahuan mengenai psikologi, dan semua karyawan Fakultas Psikologi. 5. Para sahabat GBR: Icha, Nesa, Onas, Elsa, Dani, Rika, Dhea, dan Thea yang selalu menyemangati, menjadi tempat untuk beristirahat sejenak dari aktivitas perskripsian. 6. Teman-teman dekat perkulihaan Ninta, Elis dan Anggi yang selalu mendukung peneliti untuk berkembang, berproses, serta belajar melalui pengalaman-pengalaman kalian bagi. 7. Teman-teman seperjuangan Bundadari : Nana, Nia, Vivi, Dhani, Praswin, Tom, dan Aristhon yang selalu menjadi tempat sharing dan belajar demi terselesaikannya skripsi ini. Sukses untuk kalian semuaa!!! 8. Semua pihak yang telah mendukung dalam penelitian ini. Terimakasih banyak atas bantuan dengan caranya masing-masing. Tanpa bentuan anda semua, skripsi ini tidak akan selesai.. xi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………..….…i PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………………………………………….. …....ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………………...iii HALAMAN MOTTO ………………………………………………………………….…...iv HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………………………v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………………………...vi ABSTRAK …………………………………………………………………………….…..vii ABSTRACK …………………………………………………………………………. ….viii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………………. …...ix KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….. ……x DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….…..xii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………..….xv DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………….….xvi DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………… …xvii BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………….……1 A. Latar Belakang …………………………………………………………. ……1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. .…..9 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………. ……9 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………………9 1. Manfaat teoretis …………………………………………………….. ……9 2. Manfaat praktis ……………………………………………………… ……9. BAB II. LANDASAN TEORI ……………………………………………………… …..10 A. Kematangan Emosi …………………………………………………….. …..10 1. Definisi kematangan emosi …………………………………………. …..10 2. Aspek kematangan emosi …………………………………………… …..13 3. Dampak yang memengaruhi kematangan emosi ………………......... …..14 B. Kecenderungan Perilaku Berselingkuh ………………………………… …..15 1. Pengertian kecenderungan perilaku berselingkuh ………………….. …..15 2. Indikator perilaku berselingkuh ……………………………………... …..17 3. Faktor terjadinya perilaku berselingkuh ………………………….… …..19. xii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. C. Individu Menikah ………………………………………………………. …..23 D. Karakteristik Dewasa Awal..…………………………………………… …..25 E. Karakteristik Dewasa Madya ………………………………………….. …..26 F. Dinamika Hubungan …………………………………………………….…..28 G. Skema Penelitian ….……………………………………………………. …..33 H. Hipotesis Penelitian ……………………………………………………. …..34 BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………………. …..35 A. Jenis Penelitian ……………………………………………………………..35 B. Identifikasi Variabel …………………………………………………….…..35 1. Variabel bebas …………………………………………………….. …..35 2. Variabel tergantung ……………………………………………….. …..35 C. Definisi Operasional ………………………………………………………..36 1. Kematangan emosi ………………………………………………….…..36 2. Kecenderungan perilaku berselingkuh ……………………………. …..36 D. Subjek Penelitian ……………………………………………………….…..37 E. Prosedur Penelitian ……………………………………………………. …..38 F. Metode Pengumpulan Data …………………………………………… …..39 1. Skala kematangan emosi ………………………………………….. …..40 2. Skala kecenderungan perilaku berselingkuh ……………………… …..42 G. Mutu Alat Ukur ……………………………………………………….. …..42 1. Validitas …………………………………………………………….…..41 2. Seleksi item ……………………………………………………………..43 3. Reliabilitas ………………………………………………………….…..47 H. Metode Analisis Data …………………………………………………. …..48 1. Uji asumsi …………………………………………………………. …..48 2. Uji hipotesis ……………………………………………………….. …..49 BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………………………………..50 A. Pelaksanaan Penelitian ………………………………………………… …..50 B. Deskripsi Subjek Penelitian …………………………………………… …..50 C. Deskripsi Data Penelitian …………………………………………………..52 D. Analisis Data ………………………………………………………….. …..55. xiii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 1. Uji asumsi …………………………………………………………. …..55 2. Uji hipotesis ……………………………………………………….. …..57 E. Analisis Tambahan ……………………………………………………. …..58 F. Pembahasan …………………………………………………………… …..60 G. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………….. …..68 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………..70 A. Kesimpulan ……………………………………………………………. …..70 B. Saran ………………………………………………………………………..70 1. Bagi subjek penelitian …………………………………………….. …..70 2. Bagi penelitian selanjutnya ……………………………………….. …..71. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..72 LAMPIRAN …………………………………………………………………………..…..82. xiv.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR TABEL. Tabel 1.. Pemberian Skor Nilai Skala Likert ……………………………………... 40. Tabel 2.. Distribusi Aitem Skala Kematangan Emosi Sebelum Uji Coba ………... 41. Tabel 3.. Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Berselingkuh Sebelum Uji Coba ………………………………………………………………… 42. Tabel 4.. Bluprint Skala Kematangan Emosi Setelah Uji Coba …………………... 44. Tabel 5.. Bluprint Skala Kecenderungan Perilaku Berselingkuh Setelah Uji Coba……………………………………………………………………... 46. Tabel 6.. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek ……………………………………….... 50. Tabel 7.. Deskripsi Tingkat Pendidikan Subjek …………………………………... 51. Tabel 8.. Deskripsi Domisili Subjek …………………………………………….... 51. Tabel 9.. Deskripsi Usia Subjek …………………………………………………... 52. Tabel 10. Deskripsi Data Empiris dan Data Teoretis ……………………………… 53 Tabel 11. Kategorisasi Kematangan Emosi dan Kecenderungan Perilaku Berselingkuh ……………………………………………………………. 54 Tabel 12. Hasil Uji Normalitas ……………………………………………………. 55 Tabel 13. Hasil Uji Linearitas ……………………………………………………... 56 Tabel 14. Hasil Uji Korelasi Spearman’s Rho Kematangan Emosi dan Kecenderungan Perilaku Berselingkuh …………………………………. 57 Tabel 15. Hasil Uji Beda Kecenderungan Perilaku Berselingkuh Berdasarkan Rentang Usia ………………………………………………………......... 58 Table 16. Hasil Uji Beda Kecenderungan Perilaku Berselingkuh Berdasarkan Jenis Kelamin …………………………………………………………… 59. xv.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1.. Skala Uji Coba Penelitian ……………………………………………. 83. Lampiran 2.. Reliabilitas Skala …………………………………………………..... Lampiran 3.. Skala Penelitian ……………………………………………………… 114. Lampiran 4.. Hasil Uji Beda Mean ………………………………………………… 135. Lampiran 5.. Hasil Uji Normalitas ………………………………………………… 137. Lampiran 6.. Hasil Uji Linearitas …………………………………………………... 139. Lampiran 7.. Hasil Uji Hipotesis …………………………………………………... 141. Lampiran 8.. Hasil Uji Beda Kecenderungan Perilaku Berselingkuh Berdasarkan 143 Jenis Kelamin ……………………………………………………….... Lampiran 9.. Hasil Uji Beda Kecenderungan Perilaku Berselingkuh Berdasarkan 145 Rentang Usia …………………………………………………………. xvi. 106.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR GAMBAR. Gambar 1.. Kerangka Konseptual ………………………………………………. xvii. 33.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN A.. Latar Belakang Masalah Setiap. individu. yang. sudah. menikah. mendambakan. agar. perkawinannya dapat terus terjalin harmonis dan mencapai kebahagiaan (Nugroho,. 2016).. Pada. dasarnya,. perkawinan. merupakan. proses. penyesuaian diri dari masing-masing individu karena terdiri dari dua orang yang memiliki banyak perbedaan dari segi kepribadian, sifat dan latar belakang keluarga (Annisa dan Handayani, 2012). Oleh karenanya, dalam perkawinan sangat dimungkinkan terjadi banyak konflik yang dapat menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Individu yang telah menikah berharap agar tidak mengalami hambatan dalam proses penyesuaian perkawinan termasuk pertengkaran ketika menghadapi konflik. Akan tetapi, pada kenyataannya masalah perkawinan selalu saja terjadi. Permasalahan perkawinan terkait komunikasi, perhatian, perbedaan menghambat. pemikiran, proses. sampai. dengan. penyesuaian. dan. kesenjangan. seksual. dapat. membawa. individu. pada. perselingkuhan (Siahaan, 2016). Apabila hal tersebut tidak teratasi, maka berdampak pada ketidakharmonisan rumah tangga dan akhirnya berujung dengan perceraian (Wijayanti, 2016). Fenomena perselingkuhan menjadi salah satu pendorong terjadinya perceraian (Handayani, 2016). Soewadi, (Kepala BP4 Provinsi DIY) mengemukakan bahwa kasus perceraian di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. sejak beberapa tahun terakhir ini naik dari 10% pada tahun 2008 menjadi 13% tahun 2009 (Republika, 2011). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak pasangan suami istri melakukan perselingkuhan. Data dari pengadilan agama Bekasi menujukkan bahwa angka perceraian yang disebabkan oleh kasus perselingkuhan pada tahun 2017 naik tajam dibandingkan tahun 2016 yakni sebanyak 1,862 kasus (Viva, 2017). Direktur Women Crisis Center (WCC) Rifka Annisa Yogyakarta, Suharti juga mengungkapkan bahwa kasus perselingkuhan di DIY tergolong tinggi yaitu dalam satu tahun kasus perselingkuhan mencapai 252 kasus. Kasus tersebut dihitung sejak tahun 2010 berjumlah 85 kasus, pada tahun 2011 ada 83 kasus dan hingga November 2012 ada 84 kasus perselingkuhan yang dilaporkan (Tempo, 2012). Perselingkuhan merupakan segala bentuk tindakan hubungan terlarang yang dilakukan oleh seseorang yang sudah menikah secara sah baik secara agama dan hukum negara, terhadap orang lain yang bukan pasangan resminya (Ragil, 2006). Five, Weeks, dan Gambescia (dalam Schonian, 2013) menyatakan bahwa perselingkuhan adalah tindakan penghianatan terhadap komitmen pasangan dimana individu memberi atau menerima kedekatan emosional maupun seksual dari seseorang di luar hubungan resmi tanpa diketahui dan disetujui oleh pasangan resminya. Suciptawati dan Susilawati (dalam Jannah, 2013) menemukan bahwa faktor dominan penyebab munculnya perselingkuhan adalah kemampuan penguasaan diri yang kurang baik dan ingin mencari selingan, kurangnya. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. komunikasi, serta perhatian pasangan terutama untuk kebutuhan batin. Rusbult (dalam Shackelfold & Buss, 1997) mengatakan bahwa tanda-tanda perselingkuhan adalah kurangnya komitmen dalam hubungan. Mark, Jenssen, dan Milhausen (2011) juga menemukan bahwa individu yang mengalami ketidakpuasan seksual dalam perkawinan berpengaruh pada kecenderungan perselingkuhan. Perselingkuhan memberikan dampak negatif yang dapat merugikan suami-istri. Timbulnya perselingkuhan dapat mengakibatkan hal-hal negatif seperti rasa marah, menurunnya kepercayaan diri dan harga diri yang terluka, serta hilangnya kepercayaan pada pasangan (Charny & Parnass dalam Zare, 2011). Cano dan O’Leary (2000) menemukan bahwa perselingkuhan. menimbulkan. depresi. dan. kecemasan.. Selain. itu,. perselingkuhan dapat memicu kasus perceraian hingga kasus pembunuhan dan mutilasi (Takariawan, 2015). Debbie Layton-Tholl pada tahun 1998 mengadakan penelitian dan menemukan beberapa alasan yang selalu diungkapkan ketika pasangan terlibat perselingkuhan diantaranya adanya kekosongan emosional dalam kehidupan pasangan, sulitnya menolak godaan, kebutuhan untuk mencari variasi dalam kehidupan seksual serta marah terhadap pasangan (dalam Psychoshare, 10 Juli 2014, Alasan dan Penyebab Selingkuh). Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Omarzu (2012) yang menyatakan bahwa alasan individu berselingkuh yakni, keinginan berhubungan seksual dengan orang lain, jatuh cinta dengan orang lain, serta. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. rasa penasaran dan keinginan mendapatkan pengalaman baru. Almira (2011) mengatakan bahwa motivasi munculnya perselingkuhan dapat berasal dari masalah ekonomi, kurangnya kontrol sosial serta permasalahan mengenai ketidakpuasan kepada pasangan maupun hubungan. Wedge (2016), penulis dan terapis keluarga juga menemukan alasan sebagian besar pria berselingkuh bukan disebabkan faktor ketidakpuasan seksual akan tetapi, disebabkan karena kurangnya kedekatan emosional. Neuman (2008) seorang terapis dalam surveynya tahun 2008 menunjukkan bahwa sebanyak 48%. dari pria. yang melakukan. perselingkuhan. mengungkapkan alasan mereka berselingkuh yaitu adanya ketidakpuasan emosional dengan pasangan mereka, sedangkan hanya sebesar 8% pria yang mengungkapkan bahwa ketidakpuasan seksualah yang mendorong mereka berselingkuh. Neuman (2008) memaparkan bahwa ada dua alasan ketidakpuasan secara emosional yakni kurangnya apresiasi dari pasangan serta individu yang berselingkuh sudah tidak memiliki kedekatan emosional dengan pasangan. Pada kenyataannya, beberapa perselingkuhan banyak terjadi di usia sekitar empat puluh tahun ke atas atau masyarakat seringkali mengaitkannya dengan istilah puber kedua (Papalia, Old, dan Feldman, 2008). Hasil penelitian Wright (2008) menemukan bahwa pria terlibat perselingkuhan pada usia 55 tahun, sedangkan wanita pada usia 45 tahun. Hawari (2002) menemukan bahwa faktor yang mendorong terjadi perselingkuhan biasanya didasari oleh faktor adanya peluang, kelalaian dan kemapanan, sedangkan. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. pada wanita ditemukan adanya kemandirian ekonomi dan stabilitas intelektual mendorong kecenderungan berselingkuh. Psikiater bernama Terruwe menjelaskan bahwa kehidupan percintaan antara suami dan istri mencakup berbagai hal, meliputi tingkat emosinya. Rasa cinta yang tumbuh kepada pasangan adalah cinta yang emosional sehingga. keduanya. seharusnya. dapat. mencintai. pasangannya. dan. mengungkapkan cintanya dengan seluruh emosinya (Goleman, 2003; Yuwana & Maramis, 1990). Hal ini memunculkan reaksi emosional yang dapat memengaruhi kelanjutan hubungan perkawinan (Sabini & Green, 2004). Oleh karenanya, dalam sebuah perkawinan diharapkan membutuhkan sebuah pencapaian dalam berbagai tingkat emosionalnya (Satiadarma, 2001). Dalam perkawinan, tingkah laku dan ungkapan individu terhadap pasangan yang didasari oleh emosi yang kurang tepat dapat memunculkan permasalahan, termasuk konflik. Hasil penelitian Purdiningsih (2008) menemukan bahwa adanya konflik yang berlarut-larut dalam keluarga mendorong individu mencari penyelesaian dengan pihak di luar rumah misalnya, berselingkuh. Oleh karena itu, individu diharapkan mampu mengendalikan, mengarahkan emosinya dengan tepat kepada pasangannya ketika terjadi konflik. Kemampuan dalam mengelola, mengendalikan serta mengontrol emosi dengan baik disebut dengan kematangan emosi (Walgito, 2004). Pada hakikatnya, kematangan emosi merupakan suatu proses dimana individu berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat baik secara. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. interpersonal maupun intrafisik (Singh, Kaur, & Dureja, 2012). Kematangan emosi didefinisikan sebagai keadaan individu mencapai tingkat kedewasaan dalam perkembangan emosionalnya (Chaplin, 2006). Kematangan emosi merupakan salah satu hal yang penting dalam perkawinan (Walgito, 2000). Penelitian Sari (2008) menemukan bahwa salah satu faktor yang mendorong individu memiliki perilaku setia dalam kehidupan berumah tangga yakni kematangan emosi. Bila masing-masing individu memiliki kematangan emosi yang baik, maka keduanya cenderung mampu. menerima. perbedaan. pasangannya. sehingga. meminimalisir. terjadinya permasalahan sejak awal pernikahan (Adhim, 2002). Burney (dalam Anderson, 2006) menjelaskan bahwa karakteristik individu yang matang secara emosi cenderung mampu mengendalikan kemarahannya sehingga dapat mencari pemecahan masalah yang positif. Selanjutnya, Meichati (1983) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki emosi yang matang cenderung tidak mudah terganggu oleh rangsangan yang bersifat emosional baik dari dalam maupun luar dirinya, termasuk ingin mencari kedekatan emosional dengan orang lain selain pasangannya. Hal inilah yang menjadi dasar untuk melakukan penelitian dengan menghubungkan kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh pada individu menikah. Beberapa peneliti telah melakukan penelitiannya dalam menganalisis kematangan emosi. Khairani dan Putri (2009) menemukan bahwa ada perbedaan kematangan emosi antara pria dan wanita yang menikah muda di. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. mana kematangan emosi pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian yang dilakukan Annisa dan Handayani (2012) juga menunjukan bahwa kematangan emosi dan konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan sebesar 36,3% terhadap penyesuaian diri. Dapat dikatakan bahwa. matangnya. emosi. mendorong. seseorang. untuk. melakukan. penyesuaian diri terhadap pasangannya sehingga masing-masing pribadi dapat menerima kelebihan maupun kekurangan dari pasanganya sehingga mempersempit peluang kecenderungan berselingkuh. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian bertema perselingkuhan sebagai topik utamanya. Berkaitan dengan variabel perselingkuhan, penelitian Pratiwi (2008) mengaitkan komunikasi dan perselingkuhan, penelitian Nusya (2003) mengaitkan kecenderungan berselingkuh dan kepuasan seksual serta penelitian Suryandani (2008) mengaitkannya dengan kondisi keluarga. Sedangkan, ada pula penelitian yang mengaitkan variabel lain, seperti penelitian yang dilakukan Iswara (2015) menunjukan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara empati dengan pemaafan terhadap pasangan yang selingkuh. Masika (2002) telah mengaitkan. dukungan sosial dengan perselingkuhan. Selanjutnya,. penelitian yang dilakukan Prins, Buunk, dan Vanyperen (1993) menunjukan bahwa ketidakpuasan hubungan meningkatkan keinginan untuk melakukan perselingkuhan. Variabel lain yang dikaitkan juga dengan perselingkuhan yaitu adanya kesempatan (Blumstein & Schwartz, 1983; Greeley, 1994; Maykovich, 1976; Traeen & Stigum, 1998 dalam Atkins, et al., 2001).. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. Selain itu, Pusrikasari (2010) pun telah mengaitkan kontribusi sikap, norma subyektif, dan perceived behavioral control dengan intensi berselingkuh. Mengacu pada beberapa temuan yang telah dilakukan, peneliti melihat penelitian yang mengaitkan perselingkuhan dengan aspek karakteristik individual seperti kematangan emosi belum pernah ditemukan. Berangkat dari ulasan mengenai kematangan emosi yang telah diulas dimuka kiranya dipandang sebagai faktor yang cukup penting terhadap kecenderungan perilaku perselingkuhan. Selain itu, adanya kesenjangan diantara teori dengan fenomena yang terjadi saat ini serta keprihatinan terhadap dampak dari masalah perselingkuhan membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku selingkuh terutama pada individu menikah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti kecenderungan perselingkuhan pada individu menikah. Penelitian ini menggunakan uji korelasi serta sampel penelitian yaitu individu menikah dengan rentang usia dewasa muda dan madya yang berada di Yogyakarta. Usaha suami maupun istri untuk menurunkan kecenderungan perilaku berselingkuh cukup sulit karena individu harus mampu menguasai dorongan-dorongan dalam dirinya. Tercapainya emosi yang matang tentunya memberikan dampak yang besar terkait dengan kecenderungan perilaku berselingkuh terutama bagi individu yang sudah menikah. Dugaan sementara ini masih perlu dibuktikan secara empiris, oleh karenanya penting. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9. sekali bahwa penelitian mengenai kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh dilakukan. B.. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh pada individu menikah ?. C.. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh pada individu menikah.. D.. Manfaat Penelitian 1.. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan memberikan informasi pengetahuan dalam ilmu Psikologi, terutama dalam Psikologi Perkembangan terkait dengan kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh pada individu menikah.. 2.. Manfaat praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan berkontribusi memberi refleksi dan masukan bagi suami istri dan para calon suami istri mengenai pentingnya kematangan emosi dalam kehidupan rumah tangga terkait timbulnya kecenderungan perilaku berselingkuh.. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi 1.. Pengertian kematangan emosi Emosi adalah suatu perasaan yang disadari dan diikuti dengan perubahan fisiologis beserta ekspresi emosi yang tampak baik secara positif maupun negatif (Khairani, 2013; Sarte, 2016). Emosi yang bersifat positif berupa cinta, berharap, teguh, simpati, optimis, sedangkan emosi yang bersifat negatif dapat berupa takut, benci, marah, iri, dan dendam. Emosi akan mucul apabila individu mengalami hambatan dalam mencapai tujuan atau saat telah mencapai tujuan. Hal ini selaras dengan pernyataan Meichati (1983) bahwa timbulnya emosi tertentu tidak berlangsung secara tiba-tiba akan tetapi, karena adanya stimulus yang merangsang. Hal ini menunjukkan bahwa emosi individu juga dapat ditimbulkan oleh suatu situasi tertentu dan memengaruhi perilaku individu. Kartono (1995) mendefinisikan kematangan emosi sebagai suatu keadaan atau kondisi individu yang telah mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosionalnya, oleh karena itu pola emosional seperti pada masa anak-anak tidak lagi ditampilkan oleh individu bersangkutan. Wolman (dalam Puspitasari, 2002) mendefinisikan kematangan emosi sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan munculnya perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa sehingga tidak lagi berperilaku seperti anak-anak. Definisi tersebut senada dengan pernyataan yang dikemukakan. 10.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11. oleh Anderson (dalam Mappiare, 1983) yang mengungkapkan bahwa individu yang dewasa belum tentu dapat dikatakan sebagai orang yang matang akan tetapi, apabila individu telah mencapai emosi yang matang hal ini berarti individu tersebut dapat dikatakan bahwa dirinya sudah dewasa. Jersild (1957) mendefinisikan kematangan emosi adalah keadaan dimana individu memiliki respon emosi yang sudah stabil dengan tidak mudah berubah dari reaksi emosi satu ke reaksi emosi lainnya. Emosi yang dapat dikendalikan secara tepat akan berpengaruh terhadap perilaku yang dimunculkan individu (Gunarsa, 2008). Dengan begitu, emosi yang terkendali tersebut juga dapat mendorong individu mampu untuk berpikir lebih baik lagi dan melihat permasalahan secara objektif (Walgito, 2004). Menurut Chaplin (2006) kematangan emosi merupakan suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional dan individu tersebut tidak lagi menampilkan pola emosional seperti anak-anak. Individu yang sudah memiliki kematangan emosi akan menghadapi masalah dengan bereaksi secara stabil sehingga individu dapat mengambil. keputusan. atau berperilaku. yang didasari oleh suatu. pertimbangan. Menurut Chamberlain (Pastey & Aminbhavi, 2006) individu yang matang emosi merupakan individu yang kehidupan emosionalnya terkendali dengan baik. Hurlock (1990) menambahkan, individu juga bereaksi lebih stabil dengan tidak mudah berubah dari suasana hati satu ke suasana hati yang lain, Goleman (2003) menjelaskan bahwa emosi yang matang 11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. terbentuk karena adanya keterampilan emosi secara sadar, kemampuan mengidentifikasi,. mengekspresikan. dan. mengelola. perasaan,. serta. kemampuan mengendalikan dorongan hati. Pratama (2016) memberikan penjelasannya terhadap konstruk psikologis yang serupa dengan kematangan emosi yakni kecerdasan emosi dan regulasi emosi. menurutnya, yang membedakan kematangan emosi dengan kedua konstruk tersebut yakni kematangan emosi dapat dipandang sebagai kualitas kepribadian individu yang berkembang dari faktor bawaan dan lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, Khanal dan rai (2017) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi merupakan subkonstruk dari kecerdasan sosial di mana membantu individu untuk mengidentifikasikan emosinya dan orang lain, emosi ini harus dirasakan secara akurat dan dikelola dengan baik. Pengelolaan emosi adalah kemampuan untuk mengatur emosi. sehingga mengelola emosi atau regulasi emosi adalah. bagian penting dari kecerdasan emosi. Dengan demikian, ketiga konstruk tersebut berbeda di mana untuk menjadi orang yang matang, individu harus cerdas emosional. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi merupakan suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari aspek emosional yang stabil dimana individu mampu mengelola dorongan emosinya secara tepat dan terarah, mengambil keputusan secara objektif serta tidak lagi menampilan. 12.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13. pola emosional seperti anak-anak dengan tidak mudah terganggu oleh stimulus baik dari luar maupun dalam dirinya. 2. Aspek kematangan emosi Berdasarkan dari beberapa pendapat kematangan emosi memiliki beberapa aspek (Walgito, 2004; Khairani, 2013) meliputi: a.. Kontrol emosi Kontrol emosi adalah kemampuan untuk mengelola, merespon, mengendalikan, dan mengekspresikan emosinya secara tepat. Ciri individu memiliki kontrol emosi yaitu individu memiliki emosi yang stabil, tidak bersifat impulsif, hanya merespon stimulus yang tertuju pada dirinya, mampu melakuan kontrol terhadap emosinya, serta dapat mengekspresikan emosi ke arah yang lebih positif (Walgito, 2004; Khairani, 2013).. b.. Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan adalah kemampuan untuk mengambil keputusan objektif dan penuh pertimbangan yang matang sehingga dapat melaksanakan sesuai dengan keputusan yang telah dibuat. Ciri individu memilki kemampuan pengambilan keputusan yang baik antara lain, mampu mengambil keputusan secara objektif, mampu mencari solusi atas masalah dengan cara yang kreatif, serta keputusan yang diambil dapat diterima dengan baik oleh orang lain (Walgito, 2004; Khairani, 2013). Selain itu, individu yang memiliki banyak informasi terkait masalah yang dihadapinya akan menghasilkan keputusan yang semakin baik (Hastuti et al. dalam Muladsih, 2011). 13.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14. c.. Tanggung jawab Tanggung jawab adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara bijak serta menerima konsekuensi dari perilakunya. Ciri individu mampu bertanggungjawab antara lain, dalam melaksanakan tanggung jawabnya individu tidak mudah frustrasi, menghadapi persoalan dengan penuh pengertian serta melakukan tanggung jawabnya dengan baik (Walgito, 2004; Khairani, 2013).. d.. Penerimaan diri dan orang lain Penerimaan diri adalah kemampuan untuk menerima dengan baik dirinya dan orang lain dalam menghadapi berbagai situasi. Ciri individu mampu menerima diri dan orang lain antara lain, mau mengakui kesalahannya, dapat menerima konsekuensi dari perilakunya, serta individu dapat diterima baik oleh orang lain (Walgito, 2004; Khairani, 2013). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi terdiri dari. empat aspek yaitu, kontrol emosi, pengambilan keputusan, bertanggung jawab, dan penerimaan diri dan orang lain. 3. Dampak Kematangan Emosi Dari beberapa pendapat ahli, ada beberapa hal yang akan dialami oleh individu yang matang emosinya antara lain : a. Memiliki pemikiran yang rasional Individu yang emosinya matang mengambil sebuah keputusan tidak hanya berdasarkan pemikiran emosional saja melainkan dapat berpikir secara rasional (Hurlock, 1999). 14.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15. b. Memiliki penerimaan diri secara sosial Individu yang matang emosinya akan dapat diterima oleh mesyarakat karena individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya (Hurlock, 1999). c. Mampu menerima perbedaan Individu yang memiliki kematangan emosi mendorong individu untuk cenderung menerima perbedaan satu dengan lainnya sehingga dapat meminimalisir timbulnya permasalahan (Adhim, 2002). d. Mampu mengontrol amarah Individu yang matang emosinya cenderung dapat mengendalikan ekspresi emosinya dengan stabil (Pawar, 2016). Selain itu, individu mampu mengendalikan emosinya dan menunjukkan kontrol emosinya dengan baik sehingga memiliki kapasitas perilaku yang dapat mengelola kemarahannya dalam menghadapi suatu permasalahan (Burney, dalam Anderson 2006).. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dampak kematangan emosi antara lain, memiliki pemikiran yang rasional, memiliki penerimaan diri secara sosial, mampu menerima perbedaan, serta mampu mengontrol kemarahan. B. Kecenderungan Perilaku Berselingkuh 1.. Pengertian kecenderungan berselingkuh Menurut Chaplin (2006) kecenderungan berasal dari kata tendency yang artinya satu set untuk bertingkah laku dengan satu cara tertentu yang muncul kerena ada keinginan dan kesukaan hati untuk melakukan sesuatu sehingga dapat menimbulkan dasar kegemaran akan sesuatu hal. Badudu 15.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16. dan Zain (1996) mengartikan kecenderungan sebagai sebuah kecondongan atau keinginan yang berasal dari kata dasar cenderung yang berarti condong. Kartono (1992) juga menjelaskan bahwa kecenderungan adalah hasrat atau kemauan reaktif yang dapat terjadi berulang-ulang dimana individu memiliki tujuan pada objek konkrit yang berdampak pada kemungkinan munculnya suatu perilaku. Fishbein dan Aljen (2005) menjelaskan dalam Theory of planned behavior bahwa indikasi kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perilaku merupakan hasil dari intensi melakukan suatu perilaku karena intensi merupakan anteseden langsung dari perilaku tersebut. Blow dan Hartnett (McAnulty & Brineman, 2007) mendefinisikan perselingkuhan sebagai sebuah tindakan seksual dan/atau emosional yang dilakukan oleh salah satu atau kedua individu yang sudah terikat dalam hubungan berkomitmen terhadap orang lain di luar pasangan utamanya dan hal ini dianggap melanggar kepercayaan pasangan aslinya dan/atau norma di masyarakat. Individu yang melanggar komitmen perkawinan tersebut faktanya akan memunculkan kecemburuan seksual dan persaingan (Drigotas, Safstrom, & Gentilia, 1999). Brenot (2005) juga mendefinisikan bahwa perselingkuhan dalam pernikahan adalah apabila salah satu pasangan memegang teguh komitmen pernikahan yang monogami namun, salah satu pihak yang lain secara diamdiam melanggarnya. Pittman (2005) mendefinisikan perselingkuhan dalam pernikahan sebagai tindakan pengkhianatan terhadap janji pernikahan 16.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17. dengan melakukan hubungan seksual dan keterlibatan relasi emosional yang romantis terhadap orang diluar pernikahannya. Blow dan Harnett (2005) menunjukan sejumlah bentuk perselingkuhan seperti, bertindak curang, hubungan intim, oral sex, berciuman, bercumbu, dan memiliki hubungan emosional lebih dari relasi pertemanan. Dari. beberapa. definisi. di. atas. dapat. disimpulkan. bahwa. perselingkuhan dalam pernikahan adalah bentuk penghianatan terhadap pasangan resminya yang berujung pada aktivitas seksual dan/atau emosional yang dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan pasangan resminya. Dengan demikian, kecenderungan perilaku berselingkuh dalam pernikahan adalah keinginan atau dorongan dalam diri individu untuk melakukan penghianatan oleh mereka yang sudah terikat pada pernikahan terhadap pasangan resminya dengan melakukan aktivitas seksual dan/atau emosional yang dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan pasangan resminya. 2. Indikator Perilaku Berselingkuh Hastuti, Djalali, dan Ellyawati (dalam Utami, 2007) membagi indikator perilaku berselingkuh menjadi dua bentuk, antara lain: a. Perilaku Seksual Bentuk perselingkuhan seksual berupa bersentuhan, berciuman, bercumbu,. dan. berhubungan. intim.. Shackelford. dan. Buss. (1997). mendefinisikan perselingkuhan seksual sebagai kegiatan seksual dengan orang lain bukan pasangan jangka panjangnya. Whitty (2008) juga menambahkan bahwa perselingkuhan seksual merupakan adanya keterlibatan 17.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18. individu untuk melakukan aktivitas seks dengan orang lain di luar pasangan resminya. Roscoe, Cavanaugh, dan Kennedy (dalam Whitty, 2008) mengidentifikasi. bahwa. berciuman,. bercumbu,. bersentuhan,. saling. memegang alat kelamin, serta berhubungan intim merupakan bentuk perselingkuhan seksual. Dengan demikian, disimpulkan bahwa bentuk kecenderungan perselingkuhan seksual adalah berciuman, bercumbu, bersentuhan, dan berhubungan intim, b. Perilaku Non Seksual/Emosional Bentuk perilaku perselingkuhan ini meliputi keinginan untuk memberi dan diberi perhatian, keinginan untuk menjalin kedekatan emosional yang mendalam, serta keinginan untuk berbagi rasa. Shackelford dan Buss (1997) menjelaskan bahwa perselingkuhan emosional terjadi saat salah satu pasangan menyalurkan sumber emosi untuk berhubungan dengan orang lain yang bukan pasangan resminya dengan melibatkan unsur emosional seperti cinta romantis, waktu, dan perhatian. Shackelford, LeBlanc, dan Drass (2000) mengungkapkan bahwa bentuk perselingkuhan emosional adalah tindakan untuk berhubungan romantis dengan saling memberikan waktu dan perhatiannya kepada pihak ketiga. Satiadarma (2001) mengatakan bahwa bila suami membagi perhatiannya dengan istrinya maka, bobot perhatian kepada istri akan berkurang karena tersita oleh adanya perhatian kepada individu lainnya. Hawari (2002) juga menambahkan bahwa contoh keinginan untuk saling 18.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19. memberi waktu dan perhatian pada pihak ketiga dalam pernikahan yaitu ingin saling memberi dukungan kepada teman lawan jenis, ingin dipuji, serta pergi makan berdua dengan suasana romantis. Moller dan Vossler (2014) juga mengungkapkan bahwa bentuk perselingkuhan. emosional. yakni. adanya. perasaan. jatuh. cinta. dan. menanamkan rasa romantis sehingga berujung pada kedekatan emosional yang mendalam dengan orang lain diluar perkawinan. Kedekatan emosional yang mendalam dengan lawan jenis di luar perkawinan biasanya diwujudkan dengan keinginan memiliki teman curhat yang lama kelamaan dapat bergeser menjadi teman kencan. Hawari (2002) menjelaskan bahwa teman curhat merupakan sarana individu untuk berbagi rasa di mana terdapat interaksi psikologis antara pria dan wanita yang lama kelamaan dapat muncul rasa empati, simpati dan berlanjut pada rasa sayang di kemudian hari sehingga individu terlibat dalam perselingkuhan. Dapat disimpulkan indikator perselingkuhan emosional berupa keinginan untuk saling memberi waktu dan perhatian pada pihak ketiga, keinginan menjalin kedekatan emosional mendalam dengan lawan jenis di luar pernikahan, dan keinginan untuk berbagi rasa dengan lawan jenis di luar pasangan resminya. 3. Faktor terjadinya perilaku berselingkuh Suatu tindakan perselingkuhan pasti terdapat beberapa hal yang menjadi penyebabnya.. Berikut. beberapa. faktor. timbulnya. diungkapkan dari berbagai sumber, antara lain : 19. perselingkuhan. yang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20. a.. Faktor demografis Salah satu faktor demografis yang sering dipelajari adalah jenis kelamin. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Smith (2006) menunjukkan bahwa angka hubungan diluar pernikahan pada suami dua kali lebih tinggi dibandingkan pada istri. Hawari (2001) juga menjelaskan bahwa klien wanita lebih banyak mengeluhkan suaminya berselingkuh saat menjalani konseling perkawinan. Hal ini menujukkan bahwa perselingkuhan masih didominasi oleh kaum pria. Blow dan Hartnett (2005) menambahkan bahwa tingkat pendidikan individu juga memiliki pengaruh munculnya perselingkuhan bagi pria maupun wanita. Selain itu, aspek religiusitas juga menentukan individu untuk berperilaku sesuai dengan norma dan nilai-nilai di lingkungannya sehingga, memungkinkan individu lebih kecil melakukan perselingkuhan (Atkins, Baucom, & Jacobson, 2001).. b.. Faktor internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang yang muncul dari dalam diri individu. Satiadarma (2001) menjelaskan bahwa faktor yang memengaruhi wanita melakukan selingkuh karena rasa kepercayaan diri untuk menikmati perhatian dari pria lain, ingin mencari kedekatan emosional yang mereka harapkan akibat perasaan kesepian dalam hubungannya dengan suami. Sedangkan, alasan bagi pria melakukan selingkuh yaitu untuk variasi hubungan seksual.. 20.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21. Selain itu, karakteristik individu seperti kepribadian, ketidakmatangan pikiran dan emosi, serta sumber-sumber konflik yakni adanya keluhan mengenai pasangan yang memiliki hubungan dengan orang lain, kecanduan alkohol, cemburu, posesif, dan penghinaan terhadap pasangan dalam rumah tangga memicu tindakan perselingkuhan (Buss dan Shackelford, 1997; Walgito, 2000). Kehidupan perkawinan dapat berjalan baik apabila pasangan suami istri memiliki kematangan emosi dan pikiran agar suami istri melihat permasalahan dalam rumah tangga secara objektif antara emosi dan pikiran jika tidak maka dapat menyebabkan individu tidak setia (Walgito, 2000). Weis dan Jurich (dalam Blow & Harnett, 2005) menemukan bahwa sikap permisif terhadap perselingkuhan memiliki hubungan yang signifikan dengan kecenderungan untuk terlibat dalam perselingkuhan. Layton (Kristiyaningrum,. 2013). mengungkapkan. faktor. penyebab. individu. berselingkuh yaitu permasalahan pribadi di masa lalu, munculnya dorongan untuk mencari variasi hubungan seksual, perasaan sulit menolak godaan, serta rasa marah terhadap pasangan. c.. Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang muncul akibat pengaruh oleh hal-hal di luar diri individu. Atkins, Baucom, dan Jacobson, (2001) dalam penelitian yang mereka lakukan menunjukan bahwa perselingkuhan terjadi dikarenakan faktor besar kecilnya pemenuhan kebutuhan materi yang diperoleh dari penghasilan individu. Dalam penelitian mereka menunjukkan 21.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22. bahwa individu yang memiliki pemenuhan materi lebih besar berpengaruh lebih besar terhadap munculnya perilaku perselingkuhan. Hal ini bukan semata-mata hanya karena uang akan tetapi, dapat disebabkan faktor level stress, jabatan, serta kesempatan di tempat kerja. Atkins, Baucom, dan Jacobson (2001) juga mengemukakan bahwa faktor lainnya yaitu ketika individu mengalami ketidakpuasan dalam perkawinannya, munculnya perhatian dari orang lain memungkinkan dapat memberikan kenyamanan sehingga berujung pada perselingkuhan Oleh karenanya, individu akan menikmati godaan tersebut ketika mereka tidak dapat membina hubungan interpersonal yang baik dengan istrinya (Satiadarma, 2001). Meskipun terdapat beberapa studi yang gagal menemukan hubungan yang signifikan, kebanyakan penelitian menujukkan bahwa kualitas relasi yang buruk antara suami dan istri menimbulkan perasaan marah dan benci dengan satu sama lain sehingga kehidupan rumah tangga tidak harmonis (Brown dalam Treas & Giesen, 2000). Selain itu, rendahnya kepuasan relasi dikaitkan dengan perselingkuhan (Choi et al.; Spanier & Margolis dalam Mark, Jenssen, & Milhausen, 2011). Adanya ketidakpuasan relasi menyebabkan individu tidak mendapatkan kasih sayang dalam bentuk perhatian, penghargaan, dukungan, dan romantisme dari pasangannya (Utami, 2007). Hal serupa juga dapat terjadi bila individu mengalami ketidakpuasan seksual, akibatnya timbul kejenuhan ketika berhubungan seksual dengan 22.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23. pasangannya dan mendorong individu untuk menginginkan variasi dalam hubungan seksualnya. Thompson (1983) menemukan bahwa menurunnya frekuensi dan kualitas hubungan seksual akan berasosiasi dengan kecenderungan untuk berselingkuh. Dari faktor-faktor perselingkuhan yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan perselingkuhan, yaitu faktor demografis, faktor internal dan eksternal. Faktor demografis berupa jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan religiusitas. Faktor internal berupa karakteristik kepribadian individu, rasa kepercayaan diri, kematangan emosi, dan sikap permisif terhadap perselingkuhan sedangkan faktor eksternal berupa adanya kesempatan untuk bertemu dengan pasangan selingkuh, jumlah penghasilan, ketidakpuasan seksual serta ketidakpuasan dalam hubungan. C. Individu Menikah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) Individu merupakan pribadi atau orang yang terpisah dari yang lain. Manusia sebagai mahkluk individu terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Seseorang dapat dikatakan sebagai individu apabila kedua unsur tersebut menyatu menjadi sebuah satu kesatuan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa individu adalah pribadi yang memiliki kesatuan unsur jasmani dan rohani. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa dalam fase kehidupan yang pada umumnya akan dialami oleh sebagian besar individu. Definisi pernikahan menurut Undang-Undang Pernikahan Bab 1, Pasal 1 Tahun 1974 merupakan “sebuah ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri yang bertujuan 23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24. untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”. Selain itu, hukum perkawinan nasional yang berlaku di Indonesia adalah asas monogami. Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UndangUndang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bahwa pada azaznya dalam suatu seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, begitupun sebaliknya. Brenot (2005) menyebutkan bahwa pernikahan yang monogami merupakan nilai pokok suatu perkawinan. Anjani (2006) mengartikan bahwa pernikahan merupakan sebuah ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berbeda baik dari keluarga, sifat, kebiasaan, dan budaya. Horbny (dalam Walgito, 2004) mendefinisikan pernikahan sebagai bersatunya dua pribadi dalam ikatan hukum sebagai sepasang suami istri. Meskipun terdapat perbedaan pribadi satu dengan lainnya, hal tersebut akan bersatu dan berjalan dengan harmonis apabila pasangan suami istri dapat menyesuaikan dirinya satu sama lain. Hastuti, Djalali dan Ellyawati (Utami, 2007) mengatakan bahwa pernikahan yang harmonis akan terjadi apabila kebutuhan meliputi adanya kebutuhan akan kedewasaan, seks, kebebasan, dan keadilan dalam rumah tangganya tercapai sehingga terdapat hubungan yang seimbang dan saling memuaskan. Dari beberapa definisi pernikahan diatas, dapat disimpulkan bahwa individu dalam suatu ikatan pernikahan merupakan pribadi pria dan wanita yang bersatu secara sah dan didasari oleh adanya ikatan hukum dan agama.. 24.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25. D. Karakteristik masa dewasa awal Early adulthood atau masa dewasa awal merupakan teori yang dikemukakan oleh Hurlock (1990) untuk menunjukkan tahap perkembangan pada masa dewasa muda yang difokuskan pada usia 18 sampai dengan 40 tahun. Hurlock (1990) mengatakan bahwa pada masa dewasa awal, individu dihadapkan pada beban tanggungjawab yang lebih berat di mana individu mengembangkan dan mempunyai peran, sikap serta minat yang baru. Pada masa dewasa, individu diharapkan dapat menjalankan peran kedewasaan yang melekat padanya. Hurlock (1990) menjelaskan beberapa tugas perkembangan pada masa dewasa awal, diantaranya masa mencari keintiman emosional untuk mendapatkan pasangan hidup, membina kehidupan berkeluarga, dan meniti karir dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi dalam rumah tangga. Ciri individu pada dewasa awal yakni berada pada usia reproduktif. Pada masa ini individu berada dalam puncak kesiapan secara fisik dan siap untuk bereproduksi. Berk (2006) menjelaskan bahwa pasangan yang berada pada periode ini lebih puas dalam hal percintaan, seks, kehidupan keluarga dan pencapaian tujuan dibandingkan periode lainnya. Hal ini disebabkan karena individu memilki taraf kesehatan yang prima dalam melakukan berbagai hal. Untuk memenuhi tahap perkembangannya, individu dewasa akan mulai menjalin relasi pernikahan dengan pasangan yang dianggap cocok setelah proses pencarian pasangan hidup. Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan atau pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan 25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26. Ketuhahan Yang Maha Esa. Mengacu pada definisi tersebut, sebuah pernikahan akan sah apabila didasarkan oleh ikatan hukum dan agama serta memiliki tujuan yakni diharapkan mencapai kebahagian bersama antara suami dan istri. Terkait dengan perkembangan emosi, Khairani (2013) mengatakan bahwa masa dewasa awal merupakan masa di mana individu mengalami ketegangan emosional. Ketegangan emosional ini berupa rasa kekhawatiran terhadap berbagai persoalan yang dihadapinya. Mappiare (1983) menjelaskan bahwa periode ini adalah periode usia timbulnya masalah. Tekait dengan masalah-masalah yang dihadapi tersebut, individu harus mampu melakukan penyesuaian diri. Individu yang mampu menyesesuaikan dirinya perlu memiliki sifat yang menunjukkan kematangan emosi. Dari berbagai pemaparan yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu pada dewasa muda adalah individu yang memiliki tugas untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang dialami dengan cara hidup baru, mulai menjalin relasi pernikahan, serta mengalami periode ketegangan emosional. E. Karakteristik masa dewasa madya Middle adulthood atau dewasa madya merupakan merupakan teori yang dikemukakan oleh Hurlock (1990) untuk menunjukkan tahap perkembangan pada masa dewasa madya yang difokuskan pada usia 41 sampai dengan 60 tahun. Pada periode ini ditandai dengan pria mengalami perubahan keperkasaan dan wanita wanita mengalami masalah kesuburan. Khairani (2013) menjelaskan bahwa periode ini adalah masa yang sangat ditakuti dan menyebabkan stres karena 26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27. individu merasa takut pada stereotip masyarakat tentang usia setengah baya yang menganggap bahwa kemunduran fisik menghambat produktifitas. Periode dewasa madya merupakan usia yang membahayakan dan masa kejenuhan. Papalia, Old, dan Feldman (2008) menyatakan individu pada rentang empatpuluh tahunan akan mengalami krisis paruh baya yang disebut dengan istilah puber kedua. Jacques (dalam papalia et al. 2008) yang menemukan istilah tersebut. menjelaskan. bahwa. periode. ini. individu. menyadari. akan. ketidakmampuannya memenuhi kepuasan sebagaimana yang mereka perkirakan. Hurlock (1990) juga menjelaskan bahwa periode ini individu mengalami kesusasahan fisik akibat bekerja, pelampiasan kekerasan sebelum memasuki usia lanjut, kecemasan serta kurangnya memperhatikan kehidupan. Hal yang terlihat mencolok yakni kehidupan seksual dewasa madya mulai hilang kesegarannya sehingga sering terjadi penyelewengan dalam perkawinan. Hal ini diperburuk bila kondisi individu merasakan kebosanan terhadap kegiatan rutin baik pekerjaan maupun perkawinannya. Penelitian Buss & Shackelford (1997) menemukan bahwa ketidakpuasan hubungan seksual mendorong terjadinya perselingkuhan. Wiederman (1997) juga mengatakan bahwa semakin besar kesempatan individu berselingkuh terkait dengan bertambahnya usia individu. Meskipun demikian, periode dewasa madya menjadi masa evaluasi diri terhadap apa yang telah dicapai. Individu diharapkan mampu menyeimbangkan pekerjaan dan tanggungjawab ditengah perubahan fisik maupun psikologis. Menurut Kartono (1992), individu pada dewasa madya sudah memiliki bentuk dan sifat yang relatif stabil dibandingkan periode sebelumnya. Adanya kestabilan diri 27.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28. pada individu dewasa mendorong adanya kestabilan juga dalam memilih pekerjaan, bidang studi, relasi sosial termasuk relasi pernikahan. Sejalan dengan hal tersebut, Benokratis (1996) menjelaskan bahwa semakin bertambahnya usia individu maka semakin baik pula individu tersebut memiliki pengendalian diri dan emosi yang matang. Dengan demikian, karakteristik individu pada dewasa madya adalah individu yang memiliki kematangan emosi dan pengendalian diri yang lebih baik dibandingkan periode sebelumnya serta mengalami kestabilan di berbagai aspek kehidupan yang diikuti dengan kemunduran secara fisik. Penelitian ini memiliki batasan usia individu menikah yakni individu pada dewasa muda dan dewasa madya. F. Dinamika Hubungan Kematangan Emosi dan Kecenderungan Perilaku Berselingkuh pada Individu Menikah Perkawinan merupakan tahap dalam kehidupan manusia. Kehidupan perkawinan dapat berjalan langgeng, apabila pasangan suami istri telah mencapai kematangan baik secara fisik maupun psikologis. Dalam membina kehidupan berumah tangga hendaknya keduanya memiliki emosi yang matang. Hal ini dikarenakan pasangan suami istri dapat lebih stabil dalam mengendalikan emosinya, mampu bertanggungjawab serta dapat bersikap mandiri (Walgito, 2004). Dengan demikian, penting sekali bahwa kehidupan perkawinan memerlukan kematangan emosi. Kematangan emosi tercapai apabila individu telah dewasa secara emosional. Hal ini tampak ketika individu dapat mengendalikan emosi, 28.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29. menghadapi permasalahan dan mengambil keputusan secara objektif. Individu yang telah matang emosinya juga tidak akan bersikap kekanak-kanakan (Chaplin, 2006). Perkembangan emosi akan semakin matang ketika individu memasuki masa dewasa. Pada masa dewasa, individu tidak lagi dianggap sebagai seorang remaja dan diharapkan memiliki emosi yang matang serta tentunya akan lebih optimal ketika masa dewasa madya. Hal ini dikarenakan individu pada masa dewasa madya mencirikan adanya bentuk dan sifat yang relatif stabil terhadap perkembangan emosinya (Hurlock, 1990; Kartono, 1992). Adanya kestabilan diri ini menggiring kestabilan terhadap pekerjaan, bidang studi, relasi sosial, termasuk relasi perkawinan. Dalam. perkawinan,. setiap. pasangan. suami. istri. berharap. agar. pernikahannya dapat mencapai kebahagiaan. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali timbul masalah dalam perkawinan. Permasalahan yang sering timbul disebabkan adanya kesenjangan-kesenjangan komunikasi, gaya hidup hingga kesenjangan seksual (Hastuti & dkk, dalam Utami, 2007). Berbagai kesenjangan yang menumpuk ini membuka kesempatan munculnya kecenderungan berselingkuh pada pasangan yang sudah menikah. Terdapat. berbagai. faktor. yang. mendorong. terjadinya. keinginan. berselingkuh, di antaranya ketidakpuasan hubungan (Neuman, 2008), adanya kesempatan (Atkins et al., 2001), dan ketidakpuasan seksual (Mark, Jenssen, & Millahusen, 2011). Selain itu, Buss dan Shackelford (1997) juga menemukan bahwa timbunya keinginan berselingkuh pada pasangan yang sudah menikah 29.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30. disebabkan oleh karakteristik kepribadian individu. Dalam penelitiannya memaparkan bahwa individu yang berselingkuh adalah individu yang cenderung memiliki kepribadian Conscientiousness rendah yakni kurang bertanggung jawab, terburu-buru, mengambil keputusan tanpa pertimbangan serta individu yang juga memiliki kepribadian Psikotisme yakni agresif, impulsif, dingin dan egosentris. Individu yang memilki kepribadian tersebut hampir serupa dengan individu yang belum matang emosinya. Individu yang matang emosi memiliki empat aspek antara lain, kontrol emosi, tanggung jawab, penerimaan diri, serta pengambilan keputusan. Aspek pertama dari kematangan emosi yang tinggi ditandai dengan individu mampu mengelola emosinya agar tidak impulsif dalam menghadapi masalah misalnya, konflik dalam rumah tangganya. Walgito (2004) menjelaskan bahwa individu yang memiliki kematangan emosi tinggi dapat mengekspresikan dan memiliki kontrol emosi secara tepat kemungkinan lebih besar untuk diterima oleh pasangannya. Sedangkan, individu yang memiliki kematangan emosi rendah cenderung bersikap impusif dan tidak stabil. Terkait dengan hubungan perkawinan, apabila muncul stimulus yang mengganggu keharmonisan hubungan maka pasangan emosi yang matang emosinya akan berusaha mengendalikan emosi sehingga dapat berpikir secara objektif dan penuh pertimbangan sebelum bertindak agar tidak memunculkan permasalahan baru dengan pasangannya, sedangkan individu yang tidak matang emosinya memilih untuk langsung merespon stimulus tersebut dengan amarah dan impulsif. Tidak jarang juga. 30.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31. menyertakan tindakan agresi yang mengakibatkan pasangan merasa tidak dihargai lalu akhirnya muncul keinginan untuk berselingkuh. Selain itu, ketidakpuasan dalam hubungan perkawinan juga menjadi faktor munculnya keinginan berselingkuh. Hal ini diperkuat karena adanya dorongandorongan seksual maupun emosional individu yang tidak terpenuhi oleh pasangannya. Penyaluran dorongan seksual dan emosional tersebut dibutuhkan agar individu mendapat kepuasan akan tetapi, terkadang individu menikah yang tidak memiliki kematangan emosi akan melakukan penyaluran dorongan tersebut secara tidak tepat akibat dari ketidakpuasan hubungan perkawinanya sehingga kecenderungan untuk berselingkuh lebih tinggi. Aspek kedua dari kematangan emosi adalah bertanggung jawab. Goleman (2003) menjelaskan bahwa pada dasarnya emosi merupakan dorongan untuk bertindak yang memunculkan dorongan baik seksual maupun emosional. Emosi yang mengakibatkan dorongan-dorongan tersebut perlu dikontrol oleh pasangan suami istri, artinya suami istri memerlukan kematangan emosi dalam menanggapi berbagai dorongan emosional maupun seksualnya. Pasangan yang telah mencapai kematangan emosi lebih tinggi akan mampu bertanggungjawab dalam bertindak dan memikirkan konsekuensinya apabila berselingkuh sehingga hal ini mempersempit. peluang. individu. memiliki. kecenderungan. berselingkuh. sedangkan, individu dengan kematangan emosi yang rendah menolak untuk mengingat komitmen yang telah diucapkan di pernikahan sehingga ia mudah untuk langsung menyalurkan dorongan emosional maupun seksualnya yang tidak. 31.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32. terpenuhi kepada pihak ketiga di luar perkawinannya. Hal ini membuka peluang individu memilki kecenderungan untuk berselingkuh. Selanjutnya, aspek ketiga yakni penerimaan diri mencirikan individu matang emosinya. Individu akan menerima dirinya dan orang lain dengan baik dan secara objektif (Walgito, 2004). Artinya, pasangan suami istri mau menerima segala kondisi baik kelebihan kekurangan pasangannya tanpa menuntut diri dan pasangan menjadi sempurna. Pasangan suami istri akan saling mencintai dengan tulus sehingga sedikit alasan individu yang matang emosinya untuk melakukan perselingkuhan. Sebaliknya, individu yang belum matang emosinya masih berusaha keras menjadikan dirinya atau pasangan untuk sempurna dan cenderung berkeinginan mendapatkan seseorang yang dapat memuaskan dirinya sehingga kecenderungan berselingkuh akan lebih tinggi. Aspek keempat yang menandakan individu memiliki kematangan emosi yakni pengambilan keputusan. Individu yang memiliki kematangan emosi akan mengambil keputusan dengan berpikir kritis dan objektif (Walgito, 2004). Terkait dengan kehidupan perkawinan, individu yang matang emosinya akan melibatkan pasangannya dalam pengambilan keputusan. apabila terjadi masalah, dengan melibatkan pasangan maka permasalah tersebut cepat terselesaikan. Selain itu, bila muncul ketidakpuasan hubungan maka pasangan tidak mencari pemenuhan kebutuhan dengan pihak lain diluar perkawinannya melainkan memutuskan untuk mencari solusi. Hal ini dilakukan sebagai usaha mewujudkan tujuan pernikahan yang harmonis. Sebaliknya, individu yang tidak matang emosinya cenderung akan mengambil keputusan dengan ceroboh dan tanpa memikirikan kembali tujuan 32.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33. awal perkawinannya. Hal ini meningkatkan kecenderungan untuk berselingkuh dan menyebabkan terjadinya penyelewengan dalam perkawinan Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa ada hubungan antara kecenderungan perilaku berselingkuh dan kematangan emosi pada individu menikah. G. SKEMA PENELITIAN Perkawinan Permalahan Perkawinan Kematangan Emosi Tinggi. Kematangan Emosi Rendah. 1. Memiliki kontrol emosi yang baik (Stabil dan tidak Impulsif). 2. Mampu mengambil keputusan dengan baik (objektif dan penuh pertimbangan yang matang). 3. Mampu memiliki tanggungjawab yang baik. 4. Memiliki penerimaan diri dan orang lain dengan baik.. 1. Memiliki kontrol emosi yang tidak baik (tidak stabil dan cenderung impulsif). 2. Mampu memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang tidak baik. 3. Memiliki tanggungjawab yang tidak baik. 4. Memiliki penerimaan diri dan orang lain yang tidak baik.. Kecenderungan Perilaku Berselingkuh Rendah. Kecenderungan Perilaku Berselingkuh Tinggi. Gambar 1. Kerangka konseptual hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh. 33.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34. H. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kematangan emosi dan kecenderungan perilaku berselingkuh pada individu menikah di mana semakin tinggi kematangan emosi maka kecenderungan perilaku berselingkuh semakin rendah, begitu sebaliknya.. 34.