vii
HUBUNGAN ANTARA INTIMACY, PASSION, COMMITMENT DAN FREKUENSI MENGAKSES SITUS PORNO
Masadjie Abisuryo ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intimacy, passion, commitment dan frekuensi mengakses situs porno. Subjek penelitian ini adalah 38 mahasiswa laki-laki dengan rentang usia antara 18-24 tahun yang sedang berpacaran. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara segitiga cinta Sternberg dalam hal ini melalui 3 komponen nya yakni intimacy, passion, dan commitment dengan kecenderungan mengakses situs porno. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam penelitian ini. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan skala adaptasi segitiga cinta Sternberg dan skala frekuensi mengakses situs porno. Reliabilitas skala segitiga cinta Sternberg ini 0,90. Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji linearitas. Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal dan tidak memiliki hubungan linear antara teori segitiga cinta sternberg dengan kecenderungan mengakses situs porno. Data dalam penelitian ini menggunakan korelasi spearman dengan program SPSS for windows versi 16.0 dan diperoleh passion dengan nilai -0,235 memiliki probabilitas 0,078 (p>0,05), komponen intimacy dengan nilai -0,015 memiliki probabilitas 0,465 (p>0,05), dan yang terakhir komponen
commitment dengan nilai -0,068 memiliki probabilitas 0,342 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan hipotesis ditolak.
viii
THE CORRELATION BETWEEN INTIMACY, PASSION, COMMITMENT AND FREQUENCY OF ACCESS PORN SITES
Masadjie Abisuryo ABSTRACT
This research aimed to find out the correlation between intimacy, passion, commitment and frequency of access porn sites. The subjects in this research consisted of 38 male college student who has 18-24 years old and in the relationship. The hypothesis in this research there was a negative correlation between Sternberg’s triangular love, in this case through the 3 components which
are intimacy, passion, and commitment with the tendency of access porn sites. In this research, researcher used purposive sampling. The data in this research were obtained by using the adaptation of Sternberg’s triangular love scale and the
tendency of access porn sites scale. The reliability of Sternberg’s triangular scale
is 0,90. The assumption test that used in this research were normality and linearity. The result of assumption test is the distribution of the data are not normal and doesn’t have a linear relationship between theory of Sternberg’s
triangular love with the tendency of access porn sites on male collage student. The data on this research use spearman correlation on SPSS for windows 16.0 version and the results are passion got -0,235 and the probability is 0,078 (p>0,05),, the intimacy got 0,015 and the probability is 0,465 (p>0,05), and the last is commitment that got -0,068 and the probability is 0,342 (p>0,05). The meaning of the results are the hypothesis got rejected
HUBUNGAN ANTARA INTIMACY, PASSION, COMMITMENT
DAN FREKUENSI MENGAKSES SITUS PORNO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Masadjie Abisuryo 109114146
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
HUBUNGAN ANTARA INTIMACY, PASSION, COMMITMENT
DAN FREKUENSI MENGAKSES SITUS PORNO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Masadjie Abisuryo 109114146
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
KOSONG ADALAH ISI.... ISI ADALAH KOSONG!
-TONG SAM CONG-
Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil!!
-Lukas 1: 37-
IF YOU HAVE TIME TO THINK OF A BEAUTIFUL END
THEN LIVE BEAUTIFULLY UNTIL THE END
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus penolong ku.
Terima kasih atas karyaMu di dalam hidupku.
Terima kasih untuk penyertaanMu yang tiada habisnya.
Tidak ada yang dapat menggantikan betapa berharganya diriMu dalam setiap langkahku, ketika jatuh dan jauh dariMu, Kau tetap setia di sampingku.
Lewat karya ini lah kupersembahkan untukMu.
Orang tua yang kucintai
Terima kasih untuk semua dukungan yang kalian berikan. Terima kasih atas segala doa dan kepercayaan selama ini.
Terima kasih karena telah bersabar menunggu meski waktu begitu lama. Karya ini kupercaya dapat memberikan salah satu kebahagiaan untuk kalian. Sekali lagi terima kasih
Teman-teman yang terbaik
Terima kasih karena bantuan selama ini
vii
HUBUNGAN ANTARA INTIMACY, PASSION, COMMITMENT DAN FREKUENSI MENGAKSES SITUS PORNO
Masadjie Abisuryo ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intimacy, passion, commitment dan frekuensi mengakses situs porno. Subjek penelitian ini adalah 38 mahasiswa laki-laki dengan rentang usia antara 18-24 tahun yang sedang berpacaran. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara segitiga cinta Sternberg dalam hal ini melalui 3 komponen nya yakni intimacy, passion, dan commitment dengan kecenderungan mengakses situs porno. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam penelitian ini. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan skala adaptasi segitiga cinta Sternberg dan skala frekuensi mengakses situs porno. Reliabilitas skala segitiga cinta Sternberg ini 0,90. Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji linearitas. Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal dan tidak memiliki hubungan linear antara teori segitiga cinta sternberg dengan kecenderungan mengakses situs porno. Data dalam penelitian ini menggunakan korelasi spearman dengan program SPSS for windows versi 16.0 dan diperoleh passion dengan nilai -0,235 memiliki probabilitas 0,078 (p>0,05), komponen intimacy dengan nilai -0,015 memiliki probabilitas 0,465 (p>0,05), dan yang terakhir komponen
commitment dengan nilai -0,068 memiliki probabilitas 0,342 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan hipotesis ditolak.
viii
THE CORRELATION BETWEEN INTIMACY, PASSION, COMMITMENT AND FREQUENCY OF ACCESS PORN SITES
Masadjie Abisuryo ABSTRACT
This research aimed to find out the correlation between intimacy, passion, commitment and frequency of access porn sites. The subjects in this research consisted of 38 male college student who has 18-24 years old and in the relationship. The hypothesis in this research there was a negative correlation between Sternberg’s triangular love, in this case through the 3 components which
are intimacy, passion, and commitment with the tendency of access porn sites. In this research, researcher used purposive sampling. The data in this research were obtained by using the adaptation of Sternberg’s triangular love scale and the
tendency of access porn sites scale. The reliability of Sternberg’s triangular scale
is 0,90. The assumption test that used in this research were normality and linearity. The result of assumption test is the distribution of the data are not normal and doesn’t have a linear relationship between theory of Sternberg’s
triangular love with the tendency of access porn sites on male collage student. The data on this research use spearman correlation on SPSS for windows 16.0 version and the results are passion got -0,235 and the probability is 0,078 (p>0,05),, the intimacy got 0,015 and the probability is 0,465 (p>0,05), and the last is commitment that got -0,068 and the probability is 0,342 (p>0,05). The meaning of the results are the hypothesis got rejected
x
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya ucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yesus atas segala
kebaikan, kasih, berkat, bimbingan, pertolongan, dan segala hal yang telah
diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik
yang berjudul “Hubungan Antara intimacy, passion, commitment dan frekuensi
mengakses situs porno” sebagai salah satu syarat kelulusan di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis sadar bahwa selama mengerjakan penyusunan skripsi ini memang
memakan waktu yang sangat lama, karena disebabkan tidak terlepas nya banyak
halangan yang berasal dari luar maupun dari dalam diri penulis sendiri. Akan
tetapi, karena doa dan dukungan dari berbagai pihak, penulis mampu untuk tetap
terus melanjutkan skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Tidak ada yang lebih dahulu dan nomer satu kecuali Tuhan Yesus, Dia
yang selalu ada disetiap langkah kehidupan yang saya pijaki. Begitu
banyak kebaikan yang Ia berikan terlebih cintaNya. TanpaNya mungkin
akan terasa lebih berat menyelesaikan ini semua. Terima kasih! Terima
kasih! Tuhan.
2. Mbak P. Henrietta PDADS., MA. Selaku Dosen Pembimbing Akademik.
xi
meski baru di pertengahan kuliah berjalan menjadi Dosen Pembimbing
Akademik saya. Sekali lagi terima kasih.
3. Bapak Dr, T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih
karena bapak telah membantu dan menemani saya dalam perjalanan
mengerjakan skripsi ini, meski saya lebih lama dari yang lain tapi terima
kasih karena sekarang karena berkat bantuan bapak saya pun dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Minta Istono, M.Si dan bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku
dosen penguji ujian skripsi. Terima kasih atas bantuan dan masukan yang
diberikan dalam membenahi skripsi saya agar menjadi skripsi yang lebih
baik.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma lain. Terima
kasih atas setiap pengajaran yang telah diberikan selama saya berkuliah.
Meskipun kadang saya orang nya juga kadang susah mendengarkan tapi
terima kasih atas kesabarannya selama ini.
6. Seluruh jajaran staf maupun karyawan di Fakultas Psikologi Sanata
Dharma. Terima kasih pula atas kebaikan dan pengabdian serta pelayanan
yang sangat baik.
7. Untuk kedua Orang tua Saya, maaf karena sudah begitu lama menunggu
xii
permintaan maaf yang tidak dapat dituliskan. Tetapi, terima kasih karena
kesabaran dan cinta kalian berdua kini akhirnya saya dapat menyelesaikan
dengan baik. Terima kasih
8. Untuk mas Itok, bulek Eni, om Moko juga Arka. Terima kasih karena
dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini sehingga sekarang pun akhirnya
dapat terselesaikan dengan baik.
9. Untuk simbah dan bulek Sri. Terima kasih karena sudah hampir 9 tahun
jadi tempat saya tinggal di jogja ini semoga selalu di berkati dan
dilancarkan hari-harinya. Begitu banyak bantuan selama itu sekali lagi
terima kasih.
10.Teman-teman ALBATROSS FORCE terima kasih pula sudah 8 tahun
menemani saya mengobrol hal yang tidak biasa, mengajak saya mengenal
cosplay, memiliki teman yang luar biasa disini (Ian, Satria, Willy, Yudis)
terima kasih karena kalian saya merasa diterima disini. Kalian terbaik!
11.Teman-teman ngedan jaman kuliah (Nani, Nopa, Irma, Tyas, Geri, Tirsa)
senang bisa berkenalan dengan kalian sama-sama capek, stres, kumpul
jalan-jalan, asik lah pokok nya. Kedepannya kalo ketemu lagi ngedan lagi
ya. Khusus Silpi terima kasih berjuta juta terima kasih karena mau
membantu dengan luar biasa nya. Sekali lagi terima kasih dan sampai
xiii
12.Sahabat dan saudara yang sampai saat ini menemani saya terus Yoga,
tidak ada kata maupun kalimat yang bisa saya tulis untuk mengucapkan
segala bantuan mu yang ada disana menolong selalu. Sewaktu orang lain
menghilang dan membalikkan badannya, kamu jadi orang yang selalu
menerima saya dengan terbuka, entah sudah berapa hari dan berapa malam
saya membuat anda repot tapi anda masih mau membantu saya. Saya
beruntung mengenal anda. Sangat beruntung, terima kasih Yog!! Biar lain
kali saya yang membalas kebaikan anda.
13.Untuk Santa dan keluarga. Sekarang mungkin sudah tidak saling menegur
sapa tapi, terima kasih untuk 6 tahun ini. Terima kasih untuk perjalanan
nya, terima kasih untuk tiap cerita menyenangkan, terima kasih karena
telah menerima saya. Semoga selalu bahagia. Tuhan Memberkati.
14.Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu dalam terselesaikan
skripsi ini yang tidak dapat saya tulis satu per satu. Sekali lagi terima
kasih.
Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat terbuka pada kritik maupun saran supaya skripsi
ini dapat menjadi lebih baik lagi. Penulis juga berharap bahwa skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak maupun masyarakat yang
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xiv
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian... 7
1. Manfaat Teoritis... 7
2. Manfaat Praktis... 7
BAB II LANDASAN TEORI... 9
A. Situs Porno... 9
xv
2. Pornografi... 9
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi mengakses porno. 11 B. Dewasa Awal... 14
1. Definisi... 14
2. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal... 15
3. Tugas Perkembangan Dewasa Awal... 19
C. Intimacy, Passion, Commitment... 19
1. Komponen Segitiga Cinta... 20
2. Efek Berkurangnya Intimacy, Passion, Commitment... 27
D. Dinamika Hubungan Antara Intimacy, Passion, Commitment dan Frekuensi Mengakses Situs Porno... 29
E. Hipotesis... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34
A. Jenis Penelitian... 34
B. Variabel Penelitian... 34
C. Definisi Operasional... 34
1. Kecenderungan Mengakses Situs Pornografi... 34
2. Teori Segitiga Cinta Sternberg... 35
D. Subjek Penelitian... 35
E. Teknik Pengumpulan Data... 36
F. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilitas... 38
G. Teknik Analisis Data... 39
a. Uji Normalitas... 39
xvi
c. Uji Hipotesis... 40
H. Pelaksanaan Uji Coba... 41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... ... 42
A. Persiapan Pelaksaan dan Penelitian... 42
B. Deskripsi Subjek Penelitian... 42
C. Hasil Penelitian... 43
a. Uji Normalitas... 43
b. Uji Linearitas... 44
c. Uji Hipotesis... 45
D. Pembahasan... 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 51
A. Kesimpulan... 51
B. Saran... 51
1. Subjek Penelitian... 51
2. Peneliti selanjutnya... 52
DAFTAR PUSTAKA... 53
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blue Print Skala Segitiga Cinta Sternberg... 37
Tabel 2 Distribusi Item Skala Segitiga Cinta Sternberg Sebelum Ujicoba 39 Tabel 3 Distribusi Item Skala Segitiga Cinta Sternberg Setelah Ujicoba 39 Tabel 4 Deskripsi Subjek Penelitian... 43
Tabel 5 Hasil Uji Normalitas... 44
Tabel 6 Hasil Uji Linearitas... 45
Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis... 46
Tabel 7.1 Passion... 46
Tabel 7.2 Intimacy... 46
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Metode Back-Translation Skala Segitiga Cinta Sternber... 57
Lampiran 2 Skala Segitiga Cinta Sternberg dan Kecenderungan Mengakses Situs Porno... 64
Lampiran 3 Hasil Seleksi Item Skala... 70
Lampiran 4 Reliabilitas Skala... 72
Lampiran 5 Uji Normalitas... 73
Lampiran 6 Uji Linearitas... 74
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Hingga saat ini, pemerintah Indonesia sepertinya belum dapat
melakukan pemblokiran secara menyeluruh pada situs-situs pornografi.
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat memperlihatkan fakta bahwa
Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dalam hal traffic terbesar untuk akses pornografi melalui perangkat seluler. Traffic data seluler dari smartphone
maupun tablet yang berasal dari alamat internet Indonesia mengalami pertumbuhan 457% sepanjang tahun 2014. Lonjakan traffic ini hanya memiliki selisih sedikit dari Turki yang menduduki peringkat pertama dengan lonjakan
653% (www.detik.com ; 2015). Data tersebut memperlihatkan bagaimana
masyarakat Indonesia masih dengan mudahnya membuka akses situs porno di
internet.
Kemudahan dalam mengakses situs porno di internet ini dapat
menyebabkan penggunanya menjadi kecanduan dan beresiko mengalami
berbagai macam masalah (Cooper, 2002). Masalah tersebut dapat terjadi pada
mereka yang sedang berpacaran maupun yang tidak. Dalam studi kualitatif,
perempuan yang mengetahui pasangannya sedang membuka situs porno,
melaporkan bahwa pasangan laki-laki mereka terlihat mengambil jarak dan
menjadi penuh rahasia sehingga membuat hubungan menjadi buruk (Bergner &
Bridges, 2002). Whitty (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
mengonsumsi pornografi, mereka merasa dikhianati sebab perbuatan pasangan
mereka sama dengan perselingkuhan. Hal ini menyebabkan peningkatan resiko
munculnya masalah dalam hubungan mereka, antara lain komunikasi dan
penyesuaian diri yang negatif, serta dedikasi dan kepuasan seksual yang
rendah. Temuan tersebut juga sesuai dengan pandangan salah satu kelompok
partisipan dalam penelitan yang dilakukan oleh Spencer, Sesen, Kay dan Frank
(2013) yang menyatakan bahwa membuka atau melihat konten porno tidak
diperlukan karena mereka sudah memiliki pasangan yang memberikan
kepuasan dalam menjalin hubungan dan hal ini akan menimbulkan masalah
bila dilakukan.
Berdasarkan temuan-temuan di atas, dapat dilihat bahwa subjek dalam
penelitian-penelitian itu memperlihatkan bahwa laki-laki merupakan pihak
yang sering membuka situs porno. Hal tersebut sejalan dengan temuan dari
Kaspersky Lab yang bekerja sama dengan University of Wuerzberg, Jerman,
memberikan laporan mengenai perbedaan perilaku laki-laki dan perempuan
saat mengakses internet, dimana laki-laki cenderung mencari hiburan, games, dan konten seksual, sementara perempuan cenderung berkomunikasi dan
berinteraksi dengan teman atau pasangan (www.nationalgeographic.co.id;
2014). Hal ini didukung oleh Jason, Laura, Larry, Chad, Caroline dan
Stephanie (2008), bahwa partisipan perempuan mempunyai pandangan yang
menentang pornografi, sementara 9 dari 10 laki-laki mengatakan bahwa
Berdasarkan pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya maka peneliti akan
menggunakan laki-laki sebagai subjek penelitian kali ini.
Young (dalam Haryanti, 2001) mengungkapkan beberapa faktor yang
mempengaruhi frekuensi mengakses situs porno. Pertama, faktor kepribadian
orang tersebut, yaitu seringnya mengakses situs porno cenderung dialami oleh
individu yang tidak percaya diri akibat mengalami persepsi negatif terhadap
citra tubuhnya, disfungsi seksual, ataupun menderita kecanduan seks (Young,
1998). Kedua, faktor situasional, individu yang memiliki kebutuhan akan
materi seks atau tempat pelarian sebagai akibat dari keterbatasan dalam bidang
seksualitas cenderung memilih situs porno untuk mewadahinya (Young, 1998).
Ketiga, faktor lingkungan (Young, 1997), lingkungan yang menyediakan
kemudahan dalam memakai jasa internet dan penyedia layanan internet yang
menetapkan harga rata-rata untuk pemakaian yang tidak terbatas bagi
pelanggannya, membuat pengguna internet akan bertahan lama online tanpa memikirkan beban finansial sehingga mendorong seseorang menjadi
kecanduan. Terakhir, faktor interaksional, yakni dikarenakan seseorang akan
lebih mudah menemukan dukungan sosial, pemuasan hasrat seksual, dan
pembentukan pesona (Young, 1997).
Dawn dan Destin (2014) mengungkap bahwa pornografi pada pria
berhubungan positif dengan konflik peran gender dan avoidant serta gaya kelekatan yang didasari kecemasan, dan berhubungan secara negatif dengan
merupakan pria dengan rata-rata usia 19 sampai 29 tahun yang merupakan
dewasa awal.
Dari beberapa faktor tersebut, faktor situasional menurut Young (1988)
yang mengatakan bahwa individu yang memiliki kebutuhan akan materi seks
atau tempat pelarian sebagai akibat dari keterbatasan dalam bidang seksualitas
cenderung memilih situs porno untuk mewadahinya memiliki hubungan
dengan passion. Keterbatasan seksualitas merupakan bentuk dari terhalangnya seseorang dalam menyalurkan gairah seksual dan passion merupakan komponen yang berhubungan dengan gairah seksual. Hatfield (1988)
berpendapat bahwa Passion terbentuk dari adanya hasrat yang mendalam untuk bersama orang lain berdasarkan pada kombinasi dari emosi serta perilaku.
Penelitian yang dilakukan oleh Giancarlo (2013) menemukan bahwa pada
masa dewasa awal, seseorang akan memiliki gairah yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan mereka yang sudah berusia lanjut.
Penelitian dari Dawn dan Destin (2014) mengungkapkan bahwa
mengakses situs porno berhubungan negatif dengan kualitas hubungan.
Kualitas hubungan sendiri memiliki keterkaitan dengan intimacy dan
commitment seseorang. Intimacy menurut Sternberg (1986) menunjuk pada perasaan kedekatan atau keterikatan dengan seseorang dan mencakup
kemampuan satu sama lain untuk menceritakan pikiran-pikiran terdalam,
kecemasan-kecemasan, harapan-harapan, dan impian-impian. Untuk
menceritakan pikiran-pikiran pada orang lain tentunya membutuhkan
perbedaan pun dapat diselesaikan dengan saling menghargai dan percaya akan
satu sama lain sebagai bentuk dukungan dalam melewati waktu-waktu yang
sulit (Howe, 2002). Commitment yang merupakan elemen kognitif, adalah keputusan untuk mencintai dan untuk terus dicintai. Seseorang juga dapat
memilih untuk mencintai tanpa harus ada komitmen didalam cinta tersebut
(Sternberg, 1986). Hubungan Commitment ini sendiri meliputi keterikatan psikologis pada pasangan, orientasi jangka panjang dalam hubungannya, dan
keinginan untuk terus bersama pasangan (Arriaga & Agnew, 2001). Melalui
deinisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa intimacy dan commitent
merupakan dua komponen yang juga mendukung sebuah kualitas hubungan.
Intimacy, Passion, dan Commitment merupakan komponen yang ada dalam teori segitiga cinta Stenberg (1986). Segitiga cinta ini menunjukkan di
mana tingkat cinta seseorang pada saat ini, sedangkan hal lainnya dapat
menunjukkan tingkat ideal dan apa yang diinginkan dari suatu hubungan.
Segitiga cinta ini dapat memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda. Perbedaan
yang signifikan dalam bentuk maupun ukuran antara yang sebenarnya dan yang
ideal dari cinta adalah untuk memprediksi indikasi ketidakpuasan dalam
hubungan dan teori ini dijabarkan dari bentuk hubungan romantis yang
terbentuk mulai dari masa dewasa awal.
Pada masa dewasa awal, setelah individu berhasil mencapai identitas
yang stabil, mereka memasuki tahap keenam, yakni keintiman versus isolasi. Keintiman merupakan proses menemukan diri sendiri sekaligus peleburan diri
terhadap orang lain. Ketika seseorang gagal mengembangkan relasi yang intim
di masa dewasa awal, maka ia akan mengalami isolasi (Erikson dalam
Santrock, 2011). Masa dewasa awal merupakan masa peralihan dari masa
sekolah menengah atas menjadi mahasiswa, bekerja (penuh maupun paruh
waktu), meninggalkan rumah, menikah, dan memiliki anak. Perkembangan
masa dewasa awal ini bermula dari usia 20 tahun sampai dengan 40 tahun
(Papalia, Olds & Feldman, 2009).
Individu dapat menjadi sosok dewasa awal dalam arti sebenarnya,
ketika individu tersebut mencari keintiman emosial dan fisik dengan teman
sebaya atau pasangan romantis. Hubungan ini mengisyaratkan keterampilan
seperti kesadaran diri, empati, kemampuan mengomunikasikan emosi,
pembuatan keputusan seksual, penyelesaian konflik, dan kemampuan
mempertahankan komitmen. Ketrampilan tersebut sangat penting ketika orang
dewasa awal memutuskan untuk membentuk hubungan dengan pasangan yang
tidak terikat pernikahan, memiliki pasangan homoseksual, memutuskan untuk
menikah, atau hidup sendiri, atau memutuskan memiliki atau tidak memiliki
anak (Lambeth & Hallett, 2002). Selain itu, menurut Keith Davis (1985),
hubungan pertemanan dan pasangan romantis sama-sama memiliki sifat
menerima, percaya, saling menghormati, terus terang, memahami, spontanitas,
saling menolong dan kebahagiaan. Akan tetapi, hubungan dengan pasangan
romantis adalah hubungan yang lebih eksklusif dan penuh kekaguman
dibandingkan dengan hubungan pertemanan. Berdasarkan penjelasan bahwa
menggunakan subjek yang sedang berada dalam masa dewasa awal yaitu
mereka yang berusia 20 tahun sampai dengan 40 tahun.
B.Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, permasalahan pokok yang ingin diungkap peneliti
adalah “Apakah ada hubungan antara Intimacy, Passion, Commitment dan
frekuensi mengakses situs porno?”
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Intimacy,
Passion, Commitment dan frekuensi mengakses situs porno.
D.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau menjadi manfaat praktis dan
teoritis, antara lain :
1. Manfaat Teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
informasi bagi perkembangan ilmu psikologi dalam memahami 3
komponen dalam segitiga cinta Sternberg dan pengaruhnya terhadap
frekuensi mengakses situs porno pada laki-laki yang sudah memiliki
pasangan.
2. Manfaat Praktis :
Diharapkan penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran
dan commitment dalam suatu hubungan, terutama masalah yang timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan ketiga hal tersebut, juga
diharapkan dapat memecahkan masalah mengenai pengaksesan situs
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A.Situs Porno 1. Definisi
Pokok materi yang terdapat di internet yang secara spesifik
menjual gambar-gambar erotik dan informasi porno berisikan hal tidak
senonoh atau cabul dan secara sengaja dimaksudkan untuk
membangkitkan nafsu seksual para pengaksesnya (www.
bakohumas.depkominfo.go.id, 2006).
Menurut Bungin (2003), situs porno yang terdapat di internet
terkandung dua bentuk porno, yaitu :
1. Pornografi, yaitu gambar-gambar porno yang diperoleh dalam
bentuk foto maupun gambar video.
2. Pornoteks, yaitu karya pencabulan yang mengangkat cerita dari
berbagai versi hubungan seksual yang disajikan dalam bentuk
narasi ataupun pengalaman pribadi secara detail dan vulgar,
sehingga si pembaca merasa ia menyaksikan sendiri,
mengalami, atau melakukan sendiri peristiwa
hubungan-hubungan seks tersebut.
2. Pornografi
Kata pornografi menurut sejarah mengambil dari istilah Yunani
terpenjara” atau “pekerja seks”. Porneia diterjemahkan sebagai
“percabulan”, “pelacuran” atau “imortalitas seksual” (William, 2009).
Sedangkan garphien memiliki arti “menulis” jadi bisa dikatakan
pornografi merupakan bentuk tulisan tentang hal-hal seksual atau secara
literal adalah tulisan mengenai pelacur-pelacur (Paul dalam William,
2009). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pornografi didefinisikan sebagai: (1) penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau
tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi; (2) bahan bacaan yang sengaja
dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi atau seks.
Pornografi menurut Jensen et.al (1998) adalah materi yang dijual di
toko-toko pornograi untuk tujuan menciptakan rangsangan seksual bagi banyak
konsumen pria.
Menurut undang-undang dasar Republik Indonesia nomer 44 tahun
2008 pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan pornografi adalah gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi,
kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum,
yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma
kesusilaan dalam masyarakat. Tim Penelaah Masalah Porno Kejaksaan
Agung dalam Lesmana (1995), mendefinisikan pornografi sebagai
perbuatan, bentuk gambar, tulisan, lagu, suara, bunyi, benda atau segala
masyarakat umum, dan dapat mengakibatkan tindakan maksiat serta
mengganggu kententraman umum.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Mengakses Situs Porno
Dapat diketahuinya frekuensi seseorang mengakses situs porno
menurut Young (dalam Haryanti, 2001) dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain :
a. Faktor Kepribadian
Pengguna internet yang memiliki frekuensi tinggi dalam
mengakses situs porno terlihat kurang dapat menyesuaikan diri
dengan norma sosial dan secara emosional kurang reaktif,
cenderung sensitif, waspada dan tertutup dengan anonimitas
(Young & Robert, 1998). Selain itu, tinggi atau tidaknya
frekuensi mengakses situs porno dialami oleh mereka yang
tidak percaya diri akibat mengalami persepsi negatif terhadap
citra tubuhnya, disfungsi seksual, ataupun menderita kecanduan
seks (Young, 1998). Perilaku kecanduan didasarkan atas teori
hirarki Maslow bahwa pengguna yang mengalami kecanduan
internet didasarkan adanya dorongan untuk memenuhi
kebutuhan pada tiap tingkatan hirarki tersebut (Maslow dalam
Suler, 1998). Maslow menempatkan kebutuhan seks pada
tingkat terbawah dan hirarki kebutuhan fisiologis dengan
kebutuhan lain seperti makanan, air, kehangatan dan tempat
didorong oleh pemenuhan kebutuhan seksual dan internet
menawarkan fantasi untuk mencapai tingkat kegairahan,
romantisme dan nafsu-nafsu seksual yang tidak tersalurkan
pada hubungan nyata. Pola komunikasi anonimitas secara total,
yang memperkenankan pengguna internet mengubah jenis
kelamin dan identitas lain sehingga tidak tertolak dalam
kehidupan nyata, membuat pengguna dapat memenuhi dua
kebutuhan sekaligus yaitu kebutuhan akan seks dan kebutuhan
akan rasa aman.
b. Faktor Situasional
Menurut Young (1998) individu yang memiliki kebutuhan
akan materi seks atau pelarian sebagai akibat keterbatasan
dalam bidang seksualitas akan lebih memilih situs porno untuk
mewadahinya. Laki-laki yang menderita difungsi seksual
umumnya memilih situs porno karena cara tersebut dapat
mengurangi kegelisahan akan kemampuan seksualnya, yang
mungkin menyebabkan terjadinya ejakulasi prematur atau
impotensi. Distorsi tubuh berkaitan erat dengan faktor fisik
personal. Situs porno dianggap dapat membantu laki-laki untuk
menyembunyikan penampilan fisik yang cenderung
membuatnya tidak percaya diri akibat berat badan, ukuran
c. Faktor Lingkungan
Young (1998) mengemukakan bahwa ada alat yang dapat
digunakan untuk melacak penggunaan internet tetapi tidak
semua tempat penyedia layanan jasa internet memasang
monitor atau alat khusus untuk memantau penggunaan internet.
Pengguna internet biasanya dapat menggunakan internet secara
bebas diluar hal-hal yang tidak terkait dengan pekerjaan
maupun pendidikan.
d. Faktor Interaksional
News groups yaitu suatu kelompok pengguna internet yang mempunyai minat yang sama terhadap suatu topik tertentu.
Pengguna internet dapat berdiskusi, memperoleh informasi
tentang segala hal dan menemukan orang yang akan membantu
memecahkan berbagai jenis masalah dalam news groups
(Young, 1997). Penelitian yang dilakukan oleh Young (1997)
menunjukkan bahwa lebih dari 90% pengguna internet menjadi
kecanduan dengan fungsi komunikasi dua arah mengingat
aplikasi tersebut bersifat hiburan dan mengandung tiga aspek
penting yang mempengaruhi interaksi pengguna internet
dengan materi-materi yang ada di internet. Aspek-aspek
tersebut antara lain; dukungan sosial, pemuasan hasrat seksual,
B. Dewasa Awal 1. Definisi
Menurut istilah nya adults berasalkan dari kata kerja adultus
dimana memiliki arti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang
sempurna” atau “telah menjadi dewasa”. Jadi, orang dewasa ialah
seseorang yang sudah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima
kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lain.
(Hurlock, 1990).
Masa dewasa awal merupakan masa dimana seseorang menemukan
identitas diri, dapat menjadi pribadi yang mandiri dari orang tua,
menerapkan sistem nilai-nilai norma dalam masyarakat dan membangun
hubungan dengan orang lain. Perkembangan masa dewasa awal ini
bermula dari usia 20 tahun sampai dengan 40 tahun (Papalia, Olds &
Feldman, 2009).
Dalam Santrock (2002) juga diungkapkan bahwa seseorang yang
sudah memasuki masa dewasa awal sudah mampu membangun pribadi
yang mandiri dalam mengambil sebuah keputusan, seperti menentukan
akan karier di masa depan, nilai-nilai yang dianut, keluarga, hubungan
yang akan dijalani, dan gaya hidup yang dianut. Selain itu, kemandirian
ekonomi seperti mendapatkan perkerjaan juga menunjukkan tanda menjadi
seorang yang dewasa serta sudah dapat terlibat secara sosial. Periode masa
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa laki-laki
dewasa awal adalah mereka yang sudah dalam rentan usia 20 tahun sampai
40 tahun, disertai dengan terjadinya perubahan-perubahan fisik,
psikologis, sudah memiliki nilai-nilai, mampu untuk hidup secara mandiri,
dan mampu terlibat secara sosial dengan baik.
Menurut penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, seorang
dewasa awal adalah mereka yang sudah berumur diantara 20 tahun sampai
dengan 40 tahun. Mereka juga sudah harus mandiri, memiliki nilai-nilai,
serta mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial. Selain itu, perubahan
fisik dan psikologis pun juga dapat terjadi di masa perkembangan ini.
2. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal
Hurlock (1990) menjelaskan mengenai ciri-ciri yang tampak dalam masa
dewasa awal, yaitu sebagai berikut :
a. Masa Dewasa Dini sebagai Masa Pengaturan
Masa dewasa awal merupakan masa pengaturan. Pada masa ini,
seseorang akan menerima tanggung jawa sebagai orang dewasa. Hal
ini membuat seorang laki-laki akan menentukan bidang pekerjaan yang
akan ditangani sebagai karirnya serta pada perempuan diharapkan
untuk menerima tanggung jawa sebagai ibu dan pengurus rumah
tangga kelak.
b. Masa Dewasa Dini sebagai Masa Reproduktif
Peran orang tua sebagai salah satu peran yang paling penting dalam
tua pada saat berusia 20 tahun atau pada awal umur 30 tahun. Bagi
seseorang yang sudah memiliki anak dan keluarga pada masa dewasa
awal atau bahkan pada tahun terakhir remaja, maka kemungkinan
seluruh masa dewasa awal akan menjadi masa reproduksi.
c. Masa Dewasa Dini sebagai Masa Bermasalah
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang
akan dihadapi. Masalah baru ini dari segi utamanya berbeda dengan
masalah sebelumnya. Dari awal masa dewasa, rata-rata orang Amerika
sekarang dihadapkan dengan masalah akan penyesuaian diri dari dalam
berbagai aspek utama kehidupan. Banyak alasan mengapa penyesuaian
diri menjadi masalah yang sulit dalam masa dewasa awal, tiga hal
bersifat umum. Pertama, kurang nya persiapan mereka dalam
menghadapi masalah sebagai orang dewasa. Kedua, percobaan akan
menyatukan dua peran yang pada akhirnya tidak memberikan hasil
yang baik dalam penyesuain diri. Ketiga, tidak ada nya bantuan ketika
mereka sedang menghadapi masalah.
d. Masa Dewasa Dini sebagai Masa Ketegangan Emosional
Sekitar awal atau pertengahan umur 30 tahun, mereka telah dapat
menyelesaikan masalah mereka dengan baik, dan membuat stabil dan
tenang secara emosional. Apabila dalam usia 30 tahun mereka masih
merasakan emosi yang menggelora seperi yang menjadi ciri-ciri masa
melakukan penyesuaian diri pada kehidupan orang dewasa secara
memuaskan.
e. Masa Dewasa Dini sebagai Masa Keterasingan Sosial
Setelah mengakhiri pendidikan formal dan masuk ke dalam pola
kehidupan orang dewasa, yaitu karir, perkawinan dan rumah tangga,
hubungan dengan teman semasa remaja menjadi menjauh, dan
keterlibatan akan aktivitas di luar rumah akan terus berkurang. Hal ini
mengakibatkan, untuk pertama kalinya kelompok dewasa awal
merasakan keterpencilan sosial atau yang disebut Erikson sebagai
“krisis keterasingan”.
f. Masa Dewasa Dini sebagai Masa Komitmen
Saat menjadi dewasa, seseorang mengalami perubahan pada
tanggung jawab dari peelajar yang selalu benrgantung pada orang tua
menjadi orang dewasa yang mandiri. Oleh karena itu, mereka mulai
mencoba menentukan pola hidup, tanggung jawab dan
komitmen-komitmen yang baru. Akan tetapi, pola hidup, tanggung jawab dan
komitmen ini akan terus berubah dan akan menjadi landasan dalam
membentuk pola hidup, tanggung jawab dan komitmen-komitmen di
kemudian hari.
g. Masa Dewasa Dini sering merupakan Masa Ketergantungan
Banyak dari para dewasa awal masih bergantung bahkan sangat
Ketergantungan ini biasanya pada orang tua mereka untuk membiayai
pendidikan mereka.
h. Masa Dewasa Dini sebagai Masa Perubahan Nilai
Perubahan nilai terjadi karena pengalaman dan hubungan sosial
dengan orang-orang yang berbeda usia dan dilihat dengan kacamata
orang dewasa. Ada beberapa alasan yang membuat perubahan nilai
pada masa dewasa. Pertama jika mereka ingin di terima dalam
lingkungan orang dewasa, mereka harus mulai menerima nilai-nilai
yang sudah dipegang dalam kelompok orang dewasa tersebut. Kedua,
seorang dewasa awal sadar bahwa keanyakan kelompok sosial
erpedoman pada nilai-nilai konvensional dalam hal
keyakinan-keyakinan dan perilaku, seperti juga dalam masalah berpenampilan.
Ketiga, seorang dewasa awal yang sudah menjadi sebuah keluarga
mereka cenderung lebih cepat dalam mengubah dan mengeser
nilai-nilai ke arah yang lebih konservatif dan tradisional, jika dibandingkan
dengan mereka yang belum menikah dan memiliki anak. Biasanya
nilai-nilai orang muda ini bergeser dari egosentris ke sosial.
i. Masa Dewasa Dini sebagai Masa Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup
Baru
Masa dewasa awal merupakan periode yang memperlihatkan
perubahan yang paling banyak. Seperti misalnya perubahan gaya hidup
dan yang paling menonjol dalam bidang perkawinan dan peran orang
j. Masa Dewasa Dini sebagai Masa Kreatif
Saat menjadi dewasa, seseorang tidak tidak terikat akan peraturan
dari orang tua maupun guru-gurunya. Kreatifitas yang dihasilkan
seseorang berbeda karena tergantung pada minat dan kemampuan
individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan
kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan besar. Seseorang juga dapat
menyalurkan kreatifitasnya melalui hobi. Selain itu, ada pula yang
menyalurkan melalui pekerjaan yang dapat mengekspresikan
kreatifitasnya.
3. Tugas Perkembangan Dewasa Awal
Hurlock (1990) membagi tugas perkembangan dalam masa dewasa
awal, yaitu:
a. Mendapatkan pekerjaan
b. Memilih pasangan hidup
c. Belajar membina sebuah keluarga
d. Membesarkan anak-anak
e. Mengelola rumah tangga
f. Menerima tanggung jawab sebagai seorang warga negara
g. Berbaur dalam suatu kelompok sosial yang sesuai
C.Intimacy, Passion, dan Commitment
Menurut Sternberg (1988) cinta adalah sebuah cerita, yang
dituliskan oleh setiap orang. Cerita tersebut merupakan gambaran
ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana dia bersikap dan bertindak
dalam sebuah hubungan. Sternberg juga mengungkapkan bahwa dalam
cinta terdapat tiga komponen, yaitu (1) Passion atau nafsu, (2) Intimacy
atau keakraban, dan (3) Commitment atau komitmen.
1. Komponen Segitiga Cinta Sternberg
a) Intimacy
Sternberg (1988), Intimacy merupakan perasaan dalam hubungan romantis yang mendorong timbulnya kedekatan, keterikatan, dan rasa
keterhubungan denganpasangan romantis. Komponen Intimacy terdiri atas 10 elemen:
1. Keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan orang yang
dicintai.
Individu berusaha untuk menjaga dan meningkatkan
kesejahteraan pasangannya. Individu mungkin meningkatkan
kesejahteraan pasangannya dengan mengorbankan dirinya
sendiri, akan tetapi pengorbanan tersebut dilakukan dengan
ekspektasi bahwa pasangan akan melakukan hal yang sama di
masa depan.
2. Merasa bahagia ketika bersama dengan orang yang dicintai.
Individu merasa senang menghabiskan waktu dengan
3. Menilai tinggi orang yang dicintai.
Individu menghargai dan menghormati pasangannya.
Meskipun individu mengetahui bahwa pasangannya memiliki
kelemahan, pengetahuan ini tidak mengurangi penghargaan
yang dirasakan terhadap pasangan.
4. Mampu mengandalkan orang yang dicintai ketika memerlukan
bantuan.
Individu merasa bahwa pasangannya akan ada untuknya
ketika diperlukan. Ketika individu sedang menghadapi
kesulitan, individu percaya bahwa pasangannya akan
membantunya.
5. Merasa saling memahami dengan orang yang dicintai.
Kedua pihak saling memahami satu sama lain. Mereka
mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing dan
mengetahui bagaimana merespon satu sama lain dalam cara
yang menunjukkan empati yang tulus terhadap kondisi
emosional orang yang dicintai. Mereka saling mengetahui
alasan mengapa pasangannya melakukan atau merasakan
sesuatu.
6. Bersedia berbagi dengan orang yang dicintai.
Individu bersedia untuk berbagi barang-barang materi
7. Menerima dukungan emosional dari orang yang dicintai.
Individu merasa didukung dan dikuatkan oleh orang yang
dicintai ketika ia sedang menghadapi rintangan hidup.
8. Memberikan dukungan emosional kepada orang yang dicintai.
Individu mendukung pasangan dengan berempati dan
memberikan dukungan emosional kepadanya ketika sedang
diperlukan.
9. Berkomunikasi secara mendalam dengan orang yang dicintai.
Individu dapat berkomunikasi secara mendalam dan jujur
dengan orang yang dicintai.
10.Menghargai orang yang dicintai.
Individu merasa bahwa pasangannya berperan penting
dalam hidupnya.
Menurut Masters (1992), untuk memahami proses terbentuknya
intimacy dalam sebuah hubungan, intimacy itu sendiri memiliki beberapa komponen, yaitu :
1. Memahami (Caring) dan Berbagi (Sharing)
Memahami (caring) adalah bentuk sikap atau perasaan yang
dimiliki terhadap orang lain, yang secara umum dihubungkan
dengan kuatnya perasaan positif terhadap orang tersebut.
Berbagi (sharing) pemikiran, perasaan dan pengalaman
sama lain tanpa ada batasan, misalnya menutupi rahasia
pribadi. Salah satu kunci dalam mengembangkan sebuah
intimacy adalah adanya self-disclosure, keinginan untuk memberitahu pasangan mengenai apa yang dipikirkan dan
dirasakan. Berbagi perasaan khawatir, ketidakpastian dan
masalah pribadi alah satu kunci dalam mengembangkan sebuah
intimacy adalah adanya self- disclosure, keinginan untuk memberitahu pasangan mengenai apa yang dipikirkan dan
dirasakan. Berbagi perasaan khawatir, ketidakpastian dan
masalah pribadi yang lain juga akan mempengaruhi
berkembangnya intimacy dalam sebuah hubungan. 2. Kepercayaan
Proses self-disclosure tidak terjadi dalam sebuah ruangan
yang hampa, tetapi tergantung pada tingkatan sejauh mana
kepercayaan pada orang yang dipilih untuk melakukan
self-disclosure. Kepercayaan merupakan bagian dari intimacy, dan sama seperti komponen memahami dan berbagi, kepercayaan
jugaberkembang seiring dengan waktu. Saat orang-orang
berusaha membentuk hubungan yang intim, usaha tersebut akan
dimulai dengan menaruh kepercayaan kepada orang lain. Pada
saat kepercayaan tumbuh semakin kuat, dua orang yang saling
percaya tersebut dapat lebih berbagi dalam hal informasi,
yang mereka lakukan akan digunakan untuk menyerang
mereka.
3. Komitmen
Komponen intimacy yang lainnya adalah komitmen sebagai lanjutan dari adanya saling memahami, berbagi dan percaya terhadap pasangan yang dimulai di awal hubungan. Komitmen melibatkan ke dua pribadi yang menjadi pasangan untuk berkeinginan mempertahankan intimacy yang sudah terbentuk dalam hal apapun.
4. Kejujuran
Kejujuran adalah hal yang penting dalam intimacy, meskipun untuk sepenuhnya jujur tidak terlalu baik dalam sebuah hubungan. Terlalu jujur dapat menghancurkan hubungan jika tidak memahami bagaimana isi pesan yang disampaikan. Terdapat perbedaan dalam memutuskan menjaga suatu hal yang bersifat sangat pribadi dengan kebohongan. Kebohongan yang muncul dalam sebuah hubungan merupakan suatu peringatan bahwa ada manipulasi yang dilakukan salah satu pasangan dalam hubungan tersebut.
5. Empati
Empati merupakan kemampuan untuk merasakan pengalaman yang dialami oleh pasangan, mengenali dan mengalami emosi pasangan, pikiran dan sikap pasangan tanpa harus membicarakannya.
6. Kelembutan
Salah satu hal yang paling sering ditolak dalam sebuah intimacy
menggenggam tangan Komponen intimacy sering menjadi hal yang sulit bagi seorang pria karena pria yang dipandang sosial sebagai seorang yang berpikiran rasional, berorientasi pada tindakan, sehingga pria akan merasa tidak menjadi seorang pria saat melakukan komponen ini. Beberapa pria akan mampu memberikan kelembutan secara fisik, tetapi merasa kurang nyaman dalam menyampaikan kalimat-kalimat yang lembut terhadap pasangannya.
b) Passion
Passion adalah komponen yang memotivasi pembentukan hubungan romantis, yang secara dominan termanifestasi dalam bentuk
ketertarikan fisik dan kebutuhan seksual dengan pasangan romantis.
Passion termanifestasi dalam bentuk rangsang psikologis dan fisiologis yang umumnya saling terkait dan terjadi bersamaan.
Manifestasi Passion bervariasi pada berbagai individu, situasi, dan hubungan dekat. Komponen Passion dalam hubungan romantis cenderung berinteraksi secara kuat dengan komponen Intimacy, dan keduanya sering meningkatkan intensitas satu sama lain. Contohnya,
Intimacy dalam hubungan romantis dapat diakibatkan oleh seberapa mampu sebuah hubungan romantis memenuhi kebutuhan Passion
seorang individu, dan sebaliknya. Dalam hubungan romatis, komponen
Passion umumnya timbul sebelum komponen Intimacy. Passion dapat menjadi faktor awal yang menarik seorang individu untuk memulai
mempertahankan kedekatan dalam hubungan. Dalam hubungan dekat
dalam bentuk lain, komponen Passion umumnya timbul setelah komponen Intimacy.
Terkadang komponen Passion dan Intimacy tidak berada pada pihak yang sama. Contohnya, seorang individu mungkin merasa bahwa
keterlibatan dalam bentuk Passion dalam hubungannya mengakibatkan penurunan pada Intimacy. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa meski interaksi antara komponen Passion dengan komponen
Intimacy bervariasi dari individu ke individu dan dari situasi ke situasi, kedua komponen rasa cinta tersebut hampir selalu memiliki hubungan
yang dekat (Sternberg, 1988)
.
c) Commitment
Komponen Commitment menurut Sternberg (1988) dalam rasa cinta terdiri atas dua aspek: jangka pendek dan jangka panjang.
1. Commitment jangka pendek
merupakan komitmen dalam bentuk keputusan untuk
mencintai orang lain.
2. Commitment jangka panjang
merupakan komitmen dalam bentuk kesediaan untuk
mempertahankan rasa cinta tersebut.
Kedua aspek Commitment tersebut tidak harus berlangsung bersamaan dalam sebuah hubungan romantis. Keputusan individu untuk
terhadap rasa cinta tersebut, begitu pula sebaliknya. Pada umumnya,
keputusan untuk mencintai (jangka pendek) terjadi sebelum keputusan
untuk memiliki Commitment terhadap hubungan romantis (jangka panjang).
Meski komponen Commitment dalam hubungan romantis tidak memiliki intensitas seperti komponen Intimacy dan Passion, komponen
Commitment merupakan faktor yang mempertahankan kelangsungan hubungan romantis ketika hubungan sedang mengalami rintangan.
Komponen Commitment berinteraksi dengan komponen Intimacy
dan Passion. Pada sebagian besar orang, komponen Commitment
dihasilkan oleh kombinasi antara hubungan yang intim (Intimacy) dan rangsang gairah (Passion). Akan tetapi, hubungan yang intim atau rangsang gairah juga dapat diakibatkan oleh Commitment, misalnya pada pasangan yang dijodohkan. Dalam hubungan dimana
Commitment lebih dahulu muncul, individu pada umumnya menemukan bahwa Intimacy atau Passion yang dirasakan timbul akibat
Commitment kognitif terhadap hubungan romantis yang sedang dijalani. Oleh karena itu, rasa cinta dapat berawal dari sebuah Commitment.
2. Efek Berkurangnya Intimacy, Passion, dan Commitment
membentuk cinta. Adapun berbagai macam akibat yang ditimbulkan dari
ada dan tidaknya intimacy, passion dan commitment sebagai berikut :
a. Intimacy
Hal yang akan terjadi ketika intimacy berkurang atau mulai
tidak ada adalah mereka akan menganggap hubungan sebagai
beban dan sebagai formalitas saja. Tidak terdapat hubungan
interpersonal yang terjalin secara mendalam. Hubungan ini
hanya berdasarkan menghargai pikiran tanpa menghargai
perasaan pasangannya. Selain itu, Hubungan ini akan terasa
kaku dan sibuk dengan urusan sendiri dan tidak
memperhatikan pasangannya serta tidak memiliki kedekatan
secara emosional.
b. Passion
Ketika passion berkurang atau mulai hilang dalam suatu hubungan maka, mereka akan terlihat dekat dan berdedikasi
tinggi, namun sebenarnya mereka cenderung kehilangan
hasrat satu dengan yang lainnya.
c. Commitment
Berkurang atau mulai hilangnya commitment dalam suatu hubungan membuat mereka tidak berharap untuk bersama
dengan pasangan sepanjang hidup, tetapi terkadang mereka
tidak berani memutuskan hubungan karena takut dengan
akan membuat mereka hanya menikmati hubungan dengan
pasangan tanpa memikirkan tanggung jawab dan rencana
masa depan. salah satu pasangan dapat saja memiliki affair
dengan orang lain karena commitment tidak jelas.
D. Dinamika Hubungan Antara Intimacy, Passion, Commitment dan Frekuensi Mengakses Situs Porno
Sternberg (1988) menjelaskan elemen-elemen intimacy sebagai keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan orang yang dicintai, merasa
bahagia ketika bersama dengan orang yang dicintai, menilai tinggi orang yang
dicintai, mampu mengandalkan orang yang dicintai ketika memerlukan
bantuan, merasa saling memahami dengan orang yang dicintai, bersedia
berbagi dengan orang yang dicintai, menerima dukungan emosional dari
orang yang dicintai, memberikan dukungan emosional kepada orang yang
dicintai, berkomunikasi secara mendalam dengan orang yang dicintai,
menghargai orang yang dicintai. Selain itu, terdapat pula komponen intimacy
yaitu memahami (caring) dan berbagi (sharing), kepercayaan, komitmen,
kejujuran, empati, kelembutan.
Pada passion, komponen ini yang memotivasi pembentukan hubungan romantis, yang secara dominan termanifestasi dalam bentuk ketertarikan fisik
dan kebutuhan seksual dengan pasangan romantis. Passion termanifestasi dalam bentuk rangsang psikologis dan fisiologis yang umumnya saling terkait
Commitment dalam rasa cinta sendiri terdiri atas dua aspek: jangka pendek dan jangka panjang. Kedua aspek Commitment tersebut tidak harus
berlangsung bersamaan dalam sebuah hubungan romantis. Keputusan
individu untuk mencintai seseorang tidak berarti bahwa individu akan
berkomitmen terhadap rasa cinta tersebut, begitu pula sebaliknya. Pada
umumnya, keputusan untuk mencintai (jangka pendek) terjadi sebelum
keputusan untuk memiliki Commitment terhadap hubungan romantis (jangka panjang).
Berdasarkan penjelasan diatas diperlihatkan hal-hal apa saja yang
membentuk intimacy, passion, dan commitment. Akan tetapi, ada waktu ketika dalam suatu hubungan mereka merasakan mulai terjadi kehilangan atau
tidak adanya intimacy, passion, dan commitment. Intimacy mulai dirasakan berkurang atau menghilang ketikapada suatu hubungan terasa kaku dan tidak
ada kedekatan dengan pasangan. Individu sibuk dengan urusan sendiri dan
tidak memperhatikan pasangannya serta tidak memiliki kedekatan secara
emosional. Pada passion hal ini akan terjadi ketika mereka seperti terlihat dekat dan berdedikasi tinggi, namun sebenarnya mereka cenderung
kehilangan hasrat satu dengan yang lainnya. Commitment yang berkurang atau mulai menghilang akan membuat mereka menikmati hubungan dengan
pasangan tanpa memikirkan tanggung jawab dan rencana masa depan. Salah
satu pasangan dapat saja memiliki affair dengan orang lain karena
Melihat penjabaran tersebut, mulai berkurang atau hilangnya
Intimacy, passion, dan commitment memiliki hubungan dengan beberapa faktor yang menurut Young (1998) mempengaruhi frekuensi mengakses situs
porno. Faktor-faktor yang berhubungan yakni faktor kepribadian, hal ini
dialami oleh mereka yang tidak percaya diri akibat mengalami persepsi
negatif terhadap citra tubuhnya, disfungsi seksual, ataupun menderita
kecanduan seks. Faktor lain yakni faktor situasional, faktor ini menjelaskan
bahwa individu yang memiliki kebutuhan akan materi seks atau pelarian
sebagai akibat keterbatasan dalam bidang seksualitas akan lebih memilih situs
porno untuk mewadahinya. Sama halnya dengan bagaimana ketika seseorang
memiliki keterbatasan intimacy, passion, dan commitment dari pasangan mereka di mana perhatian hanya tertuju pada diri mereka sendiri, tidak ada
ikatan yang dekat satu sama lain, tidak ada nya tanggung jawab diantara
keduanya, dan juga semakin berkurangnya hasrat dari kedua belah pihak
sehingga membuat mereka lebih baik mencari pemenuhan dari hal lain yang
tidak bisa mereka dapatkan. Selain itu, hal ini dikuatkan dengan apa yang
dijelaskan Maslow (dalam Suler, 1998) mengenai frekuensi mengakses situs
porno, di mana pengguna yang mengalami kecanduan situs porno didorong
oleh pemenuhan kebutuhan seksual dan internet menawarkan fantasi untuk
mencapai tingkat kegairahan, romantisme dan nafsu-nafsu seksual yang tidak
tersalurkan pada hubungan nyata.
seseorang. Hubungan romantis pun dimulai ketika masa dewasa awal. Masa
dewasa awal merupakan masa dimana seseorang menemukan identitas diri,
dapat menjadi pribadi yang mandiri dari orang tua, menerapkan sistem
nilai-nilai norma dalam masyarakat dan membangun hubungan dengan orang lain.
Perkembangan masa dewasa awal ini bermula dari usia 20 tahun sampai
dengan 40 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009).
Akar penjabaran dinamika :
Intimacy
- Hubungan sebagai beban dan sebagai formalitas saja. - Tidak terdapat hubungan
interpersonal
- Tidak menghargai perasaan pasangannya.
E.Hipotesis
Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
disusun hipotesis penelitian yaitu :
Hipotesis 1. Ada hubungan negatif antara Intimacy dengan frekuensi mengakses situs porno. Intimacy semakin rendah maka frekuensi untuk mengakses situs porno semakin tinggi. Semaki Intimacy tinggi maka frekuensi mengakses situs porno semakin rendah.
Hipotesis 2. Ada hubungan negatif antara Passion dengan frekuensi mengakses situs porno. Semakin Passion rendah maka frekuensi untuk mengakses situs porno semakin tinggi. Semakin Passion tinggi maka frekuensi mengakses situs porno semakin rendah.
34 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian ini, melihat hubungan antara
Intimacy, Passion, Commitment dan frekuensi mengakses situs porno.
B.Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Intimacy, Passion, dan Commitment.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah frekuensi
mengakses situs porno.
C.Definisi Operasional
1. Frekuensi Mengakses Situs Porno
Frekuensi mengakses situs porno merupakan jumlah munculnya
perilaku seseorang membuka atau mengakses situs porno dalam kurun
waktu tertentu. Variabel ini akan dilihat dengan menggunakan
kuesioner berupa pertanyaan terbuka, untuk melihat berapa kali
skor yang diberikan subjek, menunjukkan semakin seringnya subjek
mengakses situs porno dan demikian juga sebaliknya.
2. Intimacy, Passion, dan Commitment
Intimacy menunjuk pada perasaan kedekatan atau keterikatan dengan seseorang dan passion berhubungan dengan gairah seksual, sedangkan commitment adalah keputusan untuk mencintai dan untuk terus dicintai. Variabel ini diukur menggunakan skala yang diadaptasi
dari skala segitiga cinta Sternberg (Sternberg, 1988). Skor dengan nilai
tinggi pada skala ini menunjukkan semakin kuatnya intimacy, passion,
dan commitment seorang individu terhadap pasangannya, demikian
juga sebaliknya.
D.Subjek Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012). Peneliti menggunakan karakteristik subjek penelitian
sebagai berikut:
1) Dewasa awal, dengan rentan usia 18-24 tahun yang sedang
menempuh pendidikan di perguruan tinggi, karena merupakan
masa menjalin hubungan romantis dengan seseorang.
2) Berjenis kelamin laki-laki, karena laki-laki cenderung lebih
3) Subjek sedang dalam masa berpacaran, karena ketika
berpacaran seseorang lebih merasa Intimacy, Passion dan
Commitment mereka terpenuhi.
E.Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua alat pengumpulan data, yaitu skala yang
diadaptasi dari Sternberg‟s Triangular Love Scale dan pertanyaan terbuka
mengenai frekuensi mengakses situs porno. Skala adaptasi segitiga cinta
Sternberg disusun menggunakan metode penskalaan likert, dimana subjek
diminta untuk mengindikasikan dirinya terhadap item-item yang tersedia.
Skala adaptasi segitiga cinta Sternberg merupakan skala yang didesain
untuk mengukur 3 komponen cinta yang ada di dalam teori segitiga cinta
sternberg, dimana meliputi Intimacy, Passion, dan Commitment (Sternberg, 1988). Setiap item diukur menggunakan poin dari 1 (tidak sama sekali) sampai
9 (sangat).
Dalam jurnal Sternberg‟s Triangular Love Scale National Study of Psychometric Attributes (Borges, & Pasquali; 2012) dituliskan bahwa alat tes ini memiliki reliabilitas dengan koefisiensi alfa berkisar diatas 0,90 (αIntimacy
= 0,91; αPassion = 0,94; αCommitment = 0,94; αTotal = 0,97). Korelasi koefisien diantara ketiga subskala tersebut berkisar dari 0,71 sampai 0,73.
Skala segitiga cinta Sternberg merupakan skala yang dikembangkan di luar
negeri, maka peneliti menggunakan metode penerjemah ke dalam bahasa
bahasa yang diinginkan. Kemudian dengan bantuan penerjemah yang lain
menerjemahkan kembali skala yang telah diubah menjadi skala pada bahasa
yang asli. Terakhir, peneliti membandingkan skala awal dengan skala hasil
back-translation untuk melihat akurasi terjemahan.
Pada penelitian ini, peneliti meminta bantuan dari salah seorang teman
yang berasal dari program studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma untuk
menerjemahkan skala segitiga cinta Sternberg.
Tabel 1
Blue Print skala segitiga cinta Sternberg
No Komponen Nomer Item Item
1 Intimacy 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15 15
2 Passion 16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30 15
3 Commitment 31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45 15
Total 45
Untuk meneliti frekuensi mengakses situs porno digunakan skala, skala
digunakan untuk mengetahui seberapa sering frekuensi mengakses situs porno.
Data yang diungkap merupakan seberapa sering mereka mengakses dalam satu
F. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2006). Validitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi
merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes
dengan anlisis rasional atau berdasarkan pada professional judgment. Peneliti melakukan konsultasi item yang ada kepada Dosen Pembimbing.
2. Seleksi Item
Azwar (2006) menuliskan bahwa prosedur pengujian konsistensi
item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor
pada setiap item dengan distribusi skor total sebagai kriteria. Komputasi
ini menghasilkan koefisien korelasi item total ( ) yang umumnya dikenal
dengan indeks daya beda item.
Kriteria pemilihan item berdasar korelasi item total biasa nya
menggunakan batasan ≥ 0,30. Semua item yang mencapai koefisien
korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan. Sedangkan,
item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30 dapat
diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya beda rendah. Namun,
apabila jumlah item yang lolos ternyata masih tidak mencukupi jumlah
yang diinginkan, dapat dipertimbangkan untuk menurunkan batas kriteria
menjadi 0,25 sehingga jumlah item yang diinginkan dapat tercapai