MAKALAH
GAYA KEPEMIMPINAN PERBEDAAN DAN PENGGUNAANNYA
Oleh:
KELOMPOK III
NAMA-NAMA KELOMPOK 1. EMILIA ANA AWANG 2. IDIARTY M.L BANUNAEK 3. PRITILIA M. AKOIT
4. DESTY S. TOULAY
5. NORBETWAN PULU TATA 6. RIAN TANONE
7. CHINDELIS N. SIUBELAN KELAS/SEMESTER: B/VIII
MATA KULIAH : MANAJEMEN KEPERAWATAN PRODI: S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, Berkat rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan makalah ini dapat kami selesaikan dengan jadwal yang telah direncanakan. Terdorong oleh rasa ingin tahu, kemauan, kerjasama dan kerja keras kami serta seluruh upaya demi mewujudkan keinginan ini.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan untuk melengkapi dan menyempurnakan suatu mata kuliah manajemen keperawatan.
Kami menyadari pula, bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan serta bantuan baik berupa moral maupun material dari semua pihak terkait. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih.
Kupang, 30 Maret2023
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan masalah...1
C. Tujuan...1
D. Manfaat...2
BAB II PEMBAHASAN...3
A. Gaya Kepemimpinan ...3
B. Perbedaan Gaya Kepemimpinan Dalam Keperawatan...6
C. Penggunaan Gaya Kepemimpinan...10
BAB III PENUTUP...14
A. Kesimpulan...14
B. Saran...14
DAFTAR PUSTAKA...15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kepemimpinan ialah kemampuan dan keterampilan seseorang atau individu yangmenduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja, untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya, untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa, sehingga melalui perilaku yang positif tersebut dapat memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.Mulyadi dan Rivai (2009:337) memaparkan bahwa pemimpin dalam kepemimpinannya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan kepada pegawainya. Gaya kepemimpinan yaitu norma perilaku yang digunakan oleh seseora ang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain (Handoko, 2003:209)
Kinerja karyawan mengacu pada prestasi kerja karyawan diukur berdasarkan standard atau criteria yang telah ditetapkan perusahaan. Pengelolaan untuk mencapai kinerja karyawan yang sangat tinggi terutama untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan meliputi strategi organisasi, (nilai tujuan jangka pendek dan jangka panjang, budaya organisasidan kondisi ekonomi) dan atribut individual antara lain kemampuan dan ketrampilan.
Kinerja bisa meningkatkan kepuasan para karyawan dalam organisasi dengan kinerja para karyawan tinggi dari pada organisasi dengan kinerja rendah. Ostroff (1992) dalam Jurnal StudiManajemen & Organisasi (2006:70-71)
Menurut Mas'ud (1998) dalam Jurnal Studi Manajemen & Organisasi(2006:71) dalam diagnosis pengembangan organisasi berpendapat bahwa kemajuandan keberhasilan organisasi sangat tergantung pada para karyawan. Sejauh manakaryawan tersebut mampu dan mau bekerja keras, kreatif, inovatif, loyal, disiplin,jujur dan bertanggung jawab akan menentukan prestasi organisasi.
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui gaya kepemimpinan perbedaan dan penggunaannya C. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa keperawatan mampu mengetahui tentang gaya kepemimpinan perbedaan dan penggunaannya
2. Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui apa ituGaya Kepemimpinan
2) Untuk mengetahui Perbedaan Gaya Kepemimpinan Dalam Keperawatan
3) Untuk mengetahui Penggunaan Gaya Kepemimpinan D. Manfaat
Memberikan pemahaman kepada mahasiswa keperawatan tentang gaya kepemimpinan perbedaan dan penggunaannyadalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.
BAB II PEMBAHASAN A. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan yang dibahas berikut ini adalah penjelasan tentang behavioral theory yaitu gaya kepemimpinan otoriter (authoritarian/directive controlling/autocratic, demokrasi (participative) dan laisez faire (permissive) non directive). Menurut Huber (2000) mengutip dari Tannenbaum & Schmidt (1958), White & Lippit (1968) ada kontinum (continuum) antara ketiga gaya kepemimpinan tersebut, sehingga bisa dikatakan bahwa penerapan gaya kepemimpinan sepenuhnya tergantung kemampuan pemimpian dan situasi atau kondisi yang sedang berjalan atau dialami.
Adapun penjelasan untuk gambar 6 sebagai berikut: semakin ke arah kiri tabel maka gaya kepemimpinannya adalah demokrasi, tetapi semakin ke arah kanan tabel maka gaya kepemimpinannya adalah otoriter.
1. Pada gaya kepemimpinan demokrasi, jenis orientasi pimpinan yang dipakai adalah /hubungan manusia (relation oriented), yaitu semua tugas dan tanggung jawab seorang pimpinan harus berfokus pada penyelesaian tugas yang cepat dan sempurna. Bawahan diberikan deadline artinya semua pekerjaan harus selesai pada waktunya. Bila mundur atau telat akan dicari siapa penyebabnya dan harus diberikan hukuman/sangsi, minimal teguran.
Bawahan boleh bertanya tentang Ide-ide atasan
Orientasi hubungan orientasi tugas Kebebasan bagi kewenangan ada
Bahawan diatasan
Demokrasi otoriter Bawahan boleh Bawahan melakukan Berkreatif tapi tugas atas keputusan
2. Sedangkan pada gaya kepemimpinan otoriter adalah orientasi tugas (task Oriented), yaitu penyelesaian tugas bisa terlaksana dengan tidak mengesampingkan kebutuhan bio-psiko-sosial bawahannya. Bila ada kemunduran masih ada toleransi untuk menyelesaikannya. Kadang-kadang pimpinan berusaha menutupi kekurangan bawahan didepan atasan yang lebih tinggi.
3. Gaya kepemimpinan demokrasi, kebebasan bawahan untuk berpartisipasi memberikan masukan sebelum pimpinan dalam mengambil keputusan, tetapi pada otoriter tidak ada. Gaya kepemimpinan otoriter, semua keputusan berada di pimpinan sedang pada demokrasi bawahan punya andil. Inisiatip dan kreativitas bawahan pada demokrasi diijinkan sesuai kemampuan dan kewenangannya, tetapi pada otoriter tidak ada, bahkan semua ide dari pimpinan. Gaya kepemimpinan demokrasi ada peran bawahan yang bisa diterima atasan tetapi semakin menuju arah otoriter peran bawahan tidak ada.Walaupun dalam pelaksanannya bisa dikatakan harus sesuai kondisi. Dimana bisa memakai gaya kepemimpinan demokrasi bila atasan merasa tidak ada pengetahuan /kemampuan. Tetapi bila ada kemampuan maka semua ide/ bahan bisa bersumber dari atasan sendiri. Bila kondisi gawat tentunya semua keputusan dari atasan, tetapi bila kondisi normal maka bawahan bisa diberikan peran agar bisa merasa juga memiliki organisasi dan mau bertanggung jawab.
B. Gaya kepemimpinan menurut beberapa ahli:
Berikut ini macam – macam gaya kepemimpinan yaitu:
1. Menuna Tannenbau dan Warrant H.Schmidth
Gaya kepemimpinan berfokus pada atasan dan berfokus pada bawahan.
2. Menurut Likert
1) Sistem otoriter – eksploitatif yaitu pemimpin ini sangat otoriter mempunyai kepercayaan yag rendah terhadap bawahannya. Komunikasi yang dilakukan bersifat satu arah ke bawah.
2) Sistem benevolent – otoritatif yaitu pemimpinmempercayai bawahan sampai pada tingkattertentu
3) Sistem konsultatifyaitu pemimpin mempunyai kepercayaan yang cukup besar terhadap bawahan. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
4) Sistem partisipatif yaitu pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.
3. Menurut Robert House
1) Direktifyaitu pemimpin selalu berorientasi padahasil yang dicapai oleh bawahannya
2) Suportifyaitu pemimpin berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap ramah terhadap bawahan
3) Partisipatifyaitu pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran dalam rangka pengambilan sebuah keputusan
4) Berorientasiyaitu pemimpin menetapkantujuan yang menantang dan mengharapkan
4. Menurut Hersey dan Blanchard:
1) Instruksi adalah berfokus terutama pada pemberian arahan kepada karyawan. Pada tahap ini pengikut kurang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menyelesaikan tugas mereka, dan pemimpin harus secara jelas mendefinisikan tanggung jawab mereka dan memastikan mereka mengembangkan keterampilan dasar agar berhasil.
2) Konsultasimemberikan pengarahan dan dukungan pribadi kepada pengikut. Pada tahap pengembangan ini pengikut masih belum mampu melakukan tugasnya tetapi termotivasi untuk sukses. Oleh karena itu, pemimpin harus memastikan bahwa pengikutnya mengembangkan keterampilan yang diperlukan tetapi tetap menjaga kepercayaan diri mereka. Pada akhirnya, ini menghasilkan pengikut yang dapat memikul tanggung jawab pribadi atas tugas mereka.
3) Partisipasiberfokus pada mendukung pengikut dan kurang menekankan pada pemberian arahan. Pada tahap ini, pengikut telah mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya. Oleh karena itu, pemimpin harus fokus pada pemberian umpan balik dan dukungan untuk memotivasi karyawan dan mendorong pengembangan yang lebih besar.
4) Delegasi adalah gaya kepemimpinan yang mendelegasikan atau melimpahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada kepada sekelompok orang. Gaya ini membutuhkan pengawasan dari pemimpin dan kemampuan tim dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawab.
5. Menurut Lippits dan K.White:
1) Otoriter 2) demokratis,
3) liberal gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang otoriter, demokratis, partisipatif, bebas tindak.
C. Perbedaan Gaya Kepemimpinan
Tabel di bawah ini akan menjelaskan perbedaan dari ketiga gaya kepemimpinan di atas yaitu otoriter, demokrasi dan laisez faire menurut White & Lippits(1960) dalam Tappen, (1998).
Perbandingan Gaya Kepemimpinan Otoriter, Demokrasi, Laisez Faire
Sifat Kepemimpinan OTORITER DEMOKRASI LAISEZ FAIRE Derajat kepemimpinan Agak bebas Kebebasan sedang Sangat bebas
Derajat pengontrolan Tinggi Sedang Tidak ada
Membuat keputusan Karu Karu dan perawat Kelompok / tidak ada
Tingkat aktivitas pimpinan
Tinggi Tinggi Minimal
Tanggung jawab Karu nomor satu Berbagi Terserah / tidak ada Output kelompok Kuantitas tinggi,
kualitas baik
Kualitas tinggi, kreatip
Bervariasi, kualitas buruk
Efisiensi Sangat Dibawah otoriter
sedikit
Tidak efisien
Sumber : White & Lippit, 1960 dikutip oleh Tappen (1998).
Penjelasan dari tabel 6 tentang perbandingan ketiga gaya kepemimpinana sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Otoriter
Gaya kepemimpinan otokratik berpusat pada pemimpin/manajer (leader- centered).
Manajer/pimpinan merasa lebih mengetahui dan lebih mampu daripada bawahannya/perawat pelaksana. Manajer meyakinkan bahwa pendangannya yang paling benar (persuasive selling) sedangkan terhadap pandangan individu menekan/tidak setuju (disagreement). Manajer ruangan mencegah agar perawat pelaksana tidak banyak berhubungan dan terlalu banyak tahu kebijakannya. Manajer tidak memberi penjelasan tujuan organisasi atau kelompok dan hubungan terhadap kegiatan yang dilakukan dengan tujuannya. Bahkan manajer menganggap perawat adalah sekedar alat mencapai tujuan Akibat gaya otoriter ini menyebabkan perawat banyak yang merasa tidak puas akan kinerjanya dan ingin memberontak Akan tetap Pimpinan rumah sakit menganggap keberadaan manajer keperawatan dari kepala
ruangan sampai direktor Keperawatan bisa menahan gejolak- gejolak yang ada.
Disamping itu, perawar tidak ada yang berani mengambil prakars inisiatip dan cenderung menghindari tanggung jawab. Akibat lain yai anggota memiliki rasa kepekaan tinggi, mudah marah, apatis, dan saling mencari kambing hitam baik di dalam kelompok maupun di luar kelompok Produktivitas bisa tinggi bila diawasi terus menerus, tetapi bila kendor pengawasannya bisa menurun lagi. Secara kelompok memiliki mont rendah dan tidak kohesif, Bagi perawat baru mudah terjadinya hurn over yang tinggi (Tappen, 1998, Huber, 2000).
Indikator gaya kepemimpinan otokratis :
1) Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi.
2) Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal 3) Berambisi untuk merajai situasi
4) Setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri
5) Bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan.
6) Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi.
7) Adanya sikap eksklusivisme.
8) Selalu ingin berkuasa secara absolut.
9) Sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, Pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
2. Kepemimpinan Demokratik.
Gaya kepemimpinan demokrasi berpusat pada anggota (member-centered) atau mengikuti teori Y Mc Gregor yang menyatakan semua manusia adalah baik dan menekankan kepada pemanfaatan berbagai sumber yang ada dalam kelompok yang dapat dimanfaatkan (La Monica, 1998). Tindakan pimpinan antara lain membantu perawat mencapai tujuan kelompok, melibatkan dalam semua kegiatan, memberi kesempatan anggota mengekspresikan kemampuan dan bakatnya tanpa rasa takut, menekankan keputusan berdasarkan persetujuan kelompok. Akibatnya situasi kerja yang akan berkembang adalah setiap perawat akan memiliki rasa kohesif dan mond kelompok yang tinggi, memiliki antusias atau motivasi dan rasa tanggung jawab yang tinggi, dan belajar cara memecahkan masalah serta menerapkan proses kepemimpinan Hasil kepemimpinan demokrasi adalah produktivitas kualitas tinggi dan kepuasan perawat tinggi (Tappen, 1998).
Indikator gaya kepemimpinan otokratis:
1) Wewenang pimpinan tidak mutlak
2) Terdapat pelimpahan sebagian wewenang kepada bawahan
3) Keputusan atau Kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan 4) Komunikasi berlangsung timbal balik
5) Pengawasan dilakukan secara wajar
6) Prakarsa datang dari pimpinan maupun bawahan 7) Penyaluran aspirasi bawahan secara luas
8) Tugas diberikan bersifat permintaan 9) Pujian dan kritik seimbang
10) Pimpinan mendorong prestasi bawahan 19 11) Kesetiaan bawahan secara wajar
12) Memperhatikan perasaan bawahan
13) Suasana saling percaya, menghormati dan menghargai 3. Kepemimpinan Laisez Faire.
Gaya kepemimpinan laise faire tidak berpusat pada pimpinan atau anggota. (non centered style). Membiarkan segala sesuatu berjalan sendiri sesuai kehendak masing- masing. Tindakan pimpinan antara lain membiarkan segala sesuatu mengambang, menganggap semua akan berjalan baik- baik saja, tidak pernah merumuskan tujuan dengan jelas, tidak pernah mengambil keputusan, tidak ada evaluasi perkembangan kelompok, dan situasi ke berkembang tanpa pengarahan (non-directiveness). Akibat bagi setiap perawat adalah cenderung menarik diri dari keterlibatan aktip. perawat memiliki rasa kohesif dan moral kelompok rendah sehingga pehatian terhadap tugas rendah, Anggota perawat memiliki rasa peka yang tinggi, bingung, frustasi terhadap perkembangan kelompok dan tidak bisa tinggal landas (take off ground), dan merasa rendah, apatis dan bosan serta selalu mencari kambing hitam. Akibat lain adalah produktivitas rendah, pekerjaan tidak efisien dan tidak ada pendidikan kepemimpinan yang baik bagi perawat (Tappen, 1998, Hersey, Blanchard & Johnson, 1996).
Indikator gaya kepemimpinan laisse faire adalah :
1) Pemimpin menyerahkan tanggung jawab pada pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan
2) Pemimpin memberikan kebebasan kepada bawahan untuk mengemukakan ide, saran, dab pendapat
3) Pemimpin menyerahkan kepada bawahan sepenuhnya dalam hal pengambilan keputusan
4) Pemimpin percaya bawahannya mampu melaksanakan tugastugasnya dengan baik.
5) Pemimpin membiarkan bawahannya memilih cara-cara yang dikehendaki dalam menyelesaikan tugas
Gaya kepemimpinan lain yang bisa dikatakan merupakan teori baru adalah kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional.
1) Kepemimpinan Transformasional
Gaya atau model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatip baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) sebagai salah satu penggagas utama, secara eksplisit membuat definisi tentang kepemimpinan transformasional.
Biasanya dalam setiap pembahasan teori kepemimpinan transformasional, akan mengikutsertakan pembahasan tentang ter transaksional, karena kedua tipe dapat dipertentangkan (Bass, 1990). Gagasan awal tentang kepemimpinan transformasional dinyatakan oleh James MacFregor Gurns yang menerapkan dalam konteks politik. Gagasan ini dilanjutkan dan dipertegas oleh Bernad Bass (Berry and Houston, 1993) Selanjutnya Burns (dalam Pawar and Eastman, 1997.
Keller, 1992) mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan berdasarkan teori kebutuhan Hiracki Maslow Kebutuhan hirarki Maslow yang terendah (Satisfies lower-order needs) yaitu kebutuhan fisiologis (Physiological needs) dan rasa aman (Safety needs) dimasukkan sebagai tipe kepemimpinan transaksional. Sedangkan Keller (1992) menyatakan bahwa tipe kepemimpinan transformasional sesuai dengan teori hirarki Maslow adalah kebutuhan yang tingkat tinggi (Satisfies higher-order needs) yang terdiri dan harga diri (Esteem needs) dan aktualisasi din (Self-actualization needs). Sehingga seorang yang sudah berada ditingkat Self Actualization tidak boleh memikirkan korupsi atau kolusi yang pada hakekatnya masih memenuhi kebutuhan terendah yaitu fisiologis. Akan tetapi yang dipikirkan bagaimana dirinya bermanfaat bagi kesejahteraan orang lain.
Menurut Burn, dalam pelaksanaannya, gaya kepemimpinan transformasional mempunyai ciri seperti di bawah ini:
1) Antara pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan bersama yang melukiskan nilai-nilai, motivasi, keinginan, kebutuhan, aspirasi dan harapan mereka.
Pemimpin melihat tujuan itu dan bertindak atas namanya sendiri dan atas nama para pengikutnya.
2) Meskipun pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan bersama akan tetapi level motivasi dan potensi mereka untuk mencapai tujuan tersebut berbeda.
3) Gaya kepemimpinan transformasi berusaha mengembangkan sistem yang sedang berlangsung dengan mengemukakan visi yang mendorong berkembangnya masyarakat baru. Visi ini yang bisa menghubungkan pemimpin dan pengikut sehingga menyatukannya. Keduanya saling mengangkat ke level yang lebih tinggi, menciptakan moral yang makin lama makin meninggi Kepemimpinan transformasi merupakan kepemimpinan moral yang meningkatkan perilaku manuria.
4) Kepemimpinan transformasi akhirnya mengajarkan kepada para pengikut bagaimana menjadi pemimpin dengan melaksanakan peran aktif dalam perubahan. Keikutsertaan ini membuat pengikut menjadi mampu melaksanakan nilai-nilai akhir yang meliputi kebebasan, kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan dalam masyarakat.dibandingkan dengan gaya tranformasional masih menurut Burns, maka pada gaya kepemimpinan transaksional mendasarkan kekuasaannya pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Bahkan dalam pelaksanaannya, akan terlihat bahwa gaya pemimpin transaksional yang menentukan apa yang perlu dilakukan para bawabannya untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu gaya transaksional ini cenderung menerapkan gaya kepemimpinan otoriter atau tipe Blake Mouton yang berorientasi tugas.
D. Penggunaan Gaya Kepemimpinan
Mencermati berbagai konsep tentang kepemimpinan, peran kepemimpinan dan gaya kepemimpinan, maka bahwa seorang pemimpin dalam sebuah organisasi tidak akan berhasil mencapai tujuan tanpa memiliki kemampuan mengimplementasikan peran kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang dimaksud ini adalah peran kepemimpinan yang mengacu pada pendapat Werren Bennis & Burt Nanus yaitu peran kepemimpinan sebagai penentu arah, agen perubahan serta juru bicara dan pelatih. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan Bass & Avolio yang dikutip dari Luthans yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional.
Hubungan kedua aspek ini dapat dilihat pada perilaku pemimpin dan yang dipimpin.
Pemimpin melaksanakan peran kepemimpinan dengan mengguanakan gaya
kepemimpinan. Sedangkan Pengikut sebagai staf menerima dan merespon peran yang dimainkan oleh unsur pimpinan tersebut. Mengimplementasikan peran kepemimpinan sebagai penentu arah, dalan arti kata pemimpin mengarahkan pengikutnya ke arah pencapaian tujuan organisasi. Jika pemimpin tidak memahami kondisi pengikut, maka untuk menggerakkan kearah tujuan organisasi mustahil akan tercapai. Oleh karena itu para pemimpin di dalam bertindak sebagai penentu arah, bagaikan alat (kompas) penentu arah yang digunakan oleh seorang nahkoda di tengah laut kemana tujuan dan sasaran yang dituju. Tujuan suatu organisasi tentunya mengacu pada visi organisasi, tanpa visi maka organisasi tersebut bisa salah arah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh W erren Bennis & Burt Nanus (2006:ii) mengatakan bahwa elemen yang paling pneting dari kepemimpinan yang sukses adalah visi yang disampaikan dengan jelas, atau indra yang tajam dalam menentukan arah untuk memfokuskan perhatian semua orang yang terkait dengan organisasi.
Jadi visi organisasi merupakan panduan untuk mengarah pada pencapaian tujuan organisasi yang bersangkutan. Untuk mengarahkan pengikut kearah pencapaian visi, maka pemimpin harus memahami karkateritik pengikut menurut Yulk, bahwa karakteristik setiap pengikut tercermin pada Ciri (Kebutuhan, nilai, konsep peribadi, Keyakinan & Optimisme, Keterampilan & keahlian, Sifat dari pemimpinnya, Kepercayaan kepada pemimpin, Komitmen dan upaya tugas, Kepuasan terhadap pemimpin & Pekerjaan.
Setelah memahami karkateristik pengikut, maka unsur pimpinan memahami dan menyesuaikan gaya kepemimpinan apa yang cocok bagi setiap pengikut agar mau mengikuti arahan yang bersumber dari pimpinan. Misalkan salah satu karakterisitik yang dilihat dari aspek keterampilan dan keahlian, maka unsur pimpinan sebenarnya menanamkan dan memberi keyakinan bahwa apa yang dimiliki dapat memberi kontribusi terhadap organisasi, oleh karena itu pengikut merasa diperhatian dan diharagai. Jika mengalami hambatan dengan adanya potensi yang dimiliki maka unsur pimpinan mengarahkannya sesuai tujuan yang hendak dicapai serta memberinya motivasi untuk meningkatkan kemampuan dengan mengikuti pendidikan dsan pelatihan. Jika tidak menagalami hambatan, maka unsur pimpinan memberi penghargaan baik berupa materi maupun non materi, seperti pujian, karena tidak semua manusia dalam bekerja hanya sekedar memnuhi kebutuhan hidup secara mendasar akan tetapi masih ada beberapa manusia membutuhkan aktualisasi. Untuk memenuhi kebutuhan setiap manusia atau
pengikut maka unsur pimpinan dapat menerapkan gaya kepemimpinan transaksional maupun transformasional.
Gaya kepemimpinan transaksional merupakan gaya kepemimpinan yang dapat meningkatkan semangat kerja pengikut melalui transaksi/imbalan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Burns (dalam Khaerul Umam, 2010:293), bahwa gaya kepemimpinan transaksional merupakan hubungan antara pimpinan dan bawahan yang didasarkan pada serangkaian aktivitas tawar menawar antar keduanya. Adapun karakteristik kepemimpinan transaksionalmenurut Burns adalah contingent reward dapat berupa penghargaan dari pimpinan karena tugas telah dilaksanakan, yaitu berupa bonus atau bertambahnya penghasilan atau fasilitas. Hal ini dimaksudkan oleh Burns bahwa penghargaan yang diberikan pada bawahan baik berupa pujian atas upaya-upayanya maupun jika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh bawahan kemudian pimpinan member arahan kea rah pencapaian tujuan.
Sedangkan gaya kepemimpinan transformasional merupakan suatu gaya kepemimpinan yang dapat memberi motivasi para bawahan dengan membuat mereka lebih sadar akan pentingnya hasil suatu pekerjaan, mendorong mereka lebih mementingkan kepentingan organisasi dari pada kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi. Kedua gaya kepemimpinan tersebut dapat dimanfaatkan kedua-duanya tergantung situasi dari pada pengikut. Burns mengatakan bahwa jika pengikut memiliki kebutuhan yang rendah maka pemimpin menerapkan kepemimpinan transaksional, sedangkan pengikut yang membutuhkan aktualisasi diri maka pimpinan sebaiknya menerapkan gaya kepemimpinan transformasional.
Mengimplementasikan Peran kepemimpinan sebagai agen perubahan. Untuk menjadi agen perubahan merupakan suatu lanjutan dari pemimpin sebagai penentu arah, karena arahan yang diberikan pada pengikut bersumber dari visi, karena visi merupakan komoditi dari para pemimpin (Werren Bennis & But Nanus, 2006:19). Wahyu Suprapti (2000:35) mengatakan bahwa perubahan adalah kebutuhan setiap organisasi, baik organisasi birokrasi pemerintahan maupun organisasi swasta, Hal ini sejalan dengan dengan visi dan misi masing-masing organisasi serta dinamika perubahan perkembangan ilmu dan tekhnologi. Untuk mengikuti dinamika perubahan tersebut, maka semua unsur pimpinan sedapat mungkin menggalang kerjasama atau mengupayakan agar orang-orang bersedia untuk bekerja dalam satu kata dan semangat kebersamaan, karena kedua aspek tersebut merupakan tugas utama dari seorang pemimpin untuk mencapai visi yang telah
ditentukan. Pemimpin yang mau menerima perubahan dapat dikategorikan pemimpin transfomasional atau visioner, karena kedua pemimpin tersebut yang melakukan aktivitas selalu mengacu pada visi organisasi.
Implementasi peran kepemimpinan sebagai juru bicara. Untuk menjadi juru bicara atau pembicara maka seorang pemimpin sedapat mungkin memeiliki kelebihan atau profesional dalam bidangnya agar dapat menjadi negosiator dengan pihak luar. Untuk men jadi pembicara yang efektif harus membangun jejaringa dengan dunia luar, agar memperoleh informasi, dikungan, ide dari sumberdaya yang bermanfaat bagi perkembangan organisasi. Implementasi peran kepemimpinan sebagai pelatih.
Untuk menjadi pelatih bagi pengembangan organisasi, maka unsur pimpinan harus memiliki kemampuan membina, memberdayakan setiap pengikut sesuai dengan job yang telah ditentukan kemudian mengarahkannya kearah pencapaian visi yang telah dirumuskan. Kemudian pemimpin tersebut mampu menjadikan visi sebagai realita.
Keempat peran tersebut dapat memberi kontribusi terhadap organisasi jika peran kepemimpinan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh Werren Bennis & Burt Nanus. Untuk menerapkannya unsur pimpinan dapat menyesuaikan dengan gaya kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional dapat memberikan pengaruh positif terhadap pegawai, pemimpin, dan organisasi, dalam era globalisasi seperti sekarang ini yang membutuhkan lingkungan kerja sama dari seluruh komponen organisasi untuk memecahkan masalah strategis. dan kepatuhan. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses menginspirasi perubahan dan memberdayakan bawahan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, untuk meningkatkan kemampuan mereka miliki dan untuk meningkatkan kualitas proses-proses keorganisasian, Kesemua itu dimungkinkan berproses sebab para bawahan menerima tanggungjawab dan mempertanggungjawabkannya untuk dirinya sendiri dan proses- proses untuk tugas-tugas yang telah ditetapkan.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk berperan aktif dalam melaksanakan peran kepemimpinan, baik peran sebagai penentu arah, agen perubahan, juru bicara maupun pelatih untuk meningkatkan kinerja atau semangat kerja bagi pegawai/pengikut pada sebuah organisasi. Perantersebut mempunyai pengaruh jika para pimpinan memiliki kemampuan menerapkan gaya kepemimpinan untuk menggerakkan pengikut kearah pencapaian visi organisasi. Memadukan gaya kepemimpinan dengan karakteristik pengikut, maka akan organisasi menuju pada kesuksesan.
B. Saran
Kami berharap agar pembaca, khususnya mahasiswa dapat mengerti dan memahami dengan baik, tentang gaya kepemimpinan, perbedaan dan penerapan Kepemimpinan Manajemen Keperawatan agar menjadi pedoman kita sebagai mahasiswa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Azrul Azwar. 2005. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: PT. Bina Rupa Aksara.
Christina S.I. 1990, Pengantar Manajemen Keperawatan; Akper Padjajaran Bandung (Tidak dipublikasikan)
Dee Ann Gillies. 2002. Nursing Management. Philadelpia: WB. Saunder Company
Eleanor J. Sullivan dan Philip J. Decker. 1995. Effective Management In Nursing. California:
Addison-Wesley Publishing Company
Viyan Septianan Achmad,dkk. 2022. Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan . Padang Sumatera Barat : PT Global Eksekutif Teknologi
Daswati.2012. Implementasi Peran Kepemimpinan Dengan Gaya Kepemimpinan Menuju Kesuksesan Organisasi