• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB PERILAKU ANTISOSIAL SISWA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB PERILAKU ANTISOSIAL SISWA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB PERILAKU ANTISOSIAL SISWA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

DENTIFICATION OF FACTORS CAUSING STUDENTS' ANTI-SOCIAL BEHAVIOUR AND EFFORTS TO OVERCOME THEM

Oleh:

Desi Arum Angorowati1), Abas Rudin2)

1)2)Universitas Halu Oleo

Email: desiarumangorowati61@gmail.com Kata Kunci:

Perilaku Antisosial

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab perilaku antisosial siswa dan upaya penanggulangannya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Informan penelitian ini terdiri dari 4 orang yaitu satu orang guru mata pelajaran, satu orang guru bimbingan konseling dan dua orang siswa SMP Negeri 12 Konawe Selatan. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara yang disusun oleh peneliti. Data dianalisis menggunakan analisis kualitatif Miles &Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) faktor yang memengaruhi perilaku antisosial siswa yaitu faktor kontrol diri siswa, faktor jenis kelamin, faktor teman sebaya dan faktor lingkungan. 2) upaya penanggulangan perilaku antisosial yaitu pemberian informasi, pemberian nasehat dan pemberian hukuman.

Keywords:

Anti-social Behavior

ABSTRACT

This study aims to identify the factors that cause student’s' anti-social behavior at SMP Negeri 12 South Konawe and the efforts required to overcome them. It was a qualitative descriptive study. This study's informants consisted of 4 people, namely one subject teacher, one counseling teacher, and two students. Data were collected using structured interview techniques, and the researcher compiled the interview guidelines. the qualitative analysis model from Miles & Huberman. The results showed that: 1) the factors that influence the anti-social behavior of students are student self-control, gender, peer, and environmental factors; 2) efforts to overcome anti-social behavior include providing information, giving advice, and giving punishment.

(2)

Pendahuluan

Perilaku manusia dibentuk sejak manusia terlahir di dunia yang dibentuk oleh lingkungan keluarga dan lingkungan sosial lainnya. Perilaku yang terbentuk menjadi bagian penentu bagaimana kehidupan masyarakat itu berlangsung, apakah masyarakat yang tenteram atau masyarakat yang penuh konflik.

Dalam kondisi masyarakat, tidak selalunya seseorang berperilaku baik dan positif sehingga dapat diterima masyarakat, namun juga tidak sedikit muncul perilaku-perilaku yang membuat masyarakat menjadi tidak tenteram karena ada saja individu yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku. Perilaku tersebut dalam istilah psikologi disebut sebagai perilaku antisosial

Perilaku antisosial merupakan perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam sistem sosial di masyarakat. Perilaku antisosial muncul sebagai akibat ketidakmampuan individu atau kelompok dalam menyesuaikan diri dan menganut norma yang ada di masyarakat.

Perilaku pelanggaran, pembangkangan, penentangan, dan berlawanan yang dimiliki individu atau kelompok terhadap perilaku dan norma-norma yang berlaku di masyarakat akan menyebabkan individu atau kelompok tersebut dianggap memiliki perilaku antisosial.

Perilaku antisosial menurut Burt, Donnellan, Iacono & McGue (Rahayu, 2017: 262) adalah perilaku-perilaku yang menyimpang dari norma-norma, baik aturan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun hukum. Perilaku antisosial mencakup problem yang disebabkan adanya penyimpangan perilaku yang terkait dengan mencakup perkembangan sosial, emosi, dan moral. Perilaku antisosial akan menjadi permasalahan yang kompleks pada anak dan akan berdampak pada perilaku agresif.

Perilaku agresif bisa dilakukan oleh siapa saja, pada segala rentang usia. Namun yang menarik, perilaku agresi pada kelompok umur remaja ternyata relatif tinggi. Dengan kata lain, remaja memiliki kecenderungan melakukan perilaku agresi. Masa remaja sering dianggap masa yang rentan dengan masalah, salah satu wujud dari masalah-masalah tersebut adalah apa yang kemudian dikenal sebagai perilaku antisosial. Kondisi ini perlu disikapi dengan serius, karena dapat memicu hal yang negatif, termasuk kecenderungan melakukan berbagai macam pelanggaran seperti pelanggaran terhadap aturan sekolah dan aturan-aturan yang ada di masyarakat.

Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan individu yang berada pada rentang usia 11 sampai 15 yang menurut para ahli psikologi disebut sebagai masa remaja. Salah satu karakteristik usia remaja adalah keadaan perasaan dan emosi yang sangat peka dan tidak stabil. Kondisi-kondisi seperti ini menyebabkan siswa memiliki rasa penasaran yang tinggi serta memiliki kontrol yang lemah yang berimplikasi padanya untuk melakukan berbagai tindakan, baik tindakan yang sesuai dengan aturan dan norma dan juga sering melakukan pelanggaran dan perlawanan terhadap aturan yang berlaku.

Berbagai bentuk perilaku antisosial siswa seperti menentang norma masyarakat dewasa ini tidak hanya terbatas pada perbuatan nakal seperti mencorat-coret dinding, membolos sekolah dan kebut-kebutan di jalan. Tetapi lebih memprihatinkan lagi, banyak tindakan yang mengarah pada perbuatan kriminal yang membahayakan seperti perkelahian perorangan, tawuran pelajar, mabuk- mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, pengerusakan, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang seperti psikotropika, yang bisa berujung pada kematian (Kastutik dan Setyowati, 2014: 175).

Perilaku antisosial yang dilakukan oleh siswa ini dengan mudahnya dapat kita temui seperti misalnya perkelahian dan kebut-kebutan yang dilakukan siswa yang dengan kemajuan teknologi ini sangat mudah diviralkan seperti: 1) video seorang siswi SMP negeri di Penajam Paser Utara (PPU) berinisial Fi kelas VIII yang masih menggunakan seragam olahraga sekolah berkelahi dengan seorang perempuan berinisial R yang sudah bekerja dan menghebohkan kalangan warganet termasuk warga di Kabupaten PPU, (Hapsari: 2020). Dua siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) II Limboto, Kabupaten Gorontalo, viral di media sosial karena terlibat baku hantam, ditenggarai pemicunya hanya sepele, yakni karena ada ketersinggungan di antara dua siswi tersebut (Even: 2019) serta 3) Kebut-kebutan pengemudi mobil BMW B-282-NAL berinisial J (15) yang membawa tiga (3) penumpang terlibat kecelakaan dengan truck pick up L-8729-WC di jalan tol Waru-Sidoarjo KM 751.600 (Rokim: 2019).

(3)

Kejadian-kejadian yang dilakukan siswa di atas merupakan salah satu bentuk dari perilaku antisosial. Perilaku antisosial yang dilakukan siswa di atas merupakan perilaku yang melanggar aturan berlalu lintas dan juga melanggar etika dalam masyarakat yang dampaknya merugikan orang lain dan masyarakat. Perilaku antisosial ini dilakukan juga oleh siswa SMP Negeri 12 Konawe Selatan.

Berdasarkan wawancara dan observasi diperoleh informasi sebagai berikut: 1) hasil wawancara dengan guru menunjukkan bahwa siswa sering melakukan perilaku antisosial seperti membolos, merusak fasilitas sekolah, berkelahi dengan teman, berkata kasar, tidak mengerjakan PR atau tugas dari guru, menggunakan HP saat belajar di kelas dan perilaku lainnya; 2) hasil observasi peneliti menemukan bahwa siswa saat pulang sekolah sering balapan di jalanan, banyak coretan di dinding sekolah, di meja dan kursi, ada siswa yang jika berbicara sering berkata kasar dan tidak sopan kepada temannya, saat belajar sering keluar masuk dan mengeluarkan baju dari rok atau celana.

Ciri-ciri perilaku tersebut merupakan perilaku antisosial, hal ini sesuai dengan pendapat Eddy dan Reid (Kastutik dan Setyowati, 2014: 177) yang mendefinisikan perilaku antisosial sebagai suatu kumpulan perilaku yang dapat merugikan orang lain termasuk ketidakpatuhan, agregasi, berbohong, mencuri, dan kekerasan. Istilah perilaku antisosial dapat digunakan untuk menjelaskan sekumpulan perilaku seperti kekerasan terhadap orang lain atau binatang, merusak barang, ketidaksopanan, pencurian, dan atau pelanggaran peraturan yang cukup serius. Selanjutnya, Dewi (2016) berpendapat bahwa perilaku antisosial adalah sebagai perilaku-perilaku yang menyimpang dari norma-norma, baik aturan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun hukum.

Banyak penyebab munculnya perilaku antisosial, di antaranya yaitu faktor tidak tercapainya identitas peran yaitu menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja. Faktor kontrol diri yang tidak kuat, faktor usia, faktor jenis kelamin yang kebanyakan dialami oleh laki-laki, faktor harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah rendah, faktor proses keluarga biasanya karena kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Faktor pengaruh teman sebaya memberi pengaruh pada sikap, pembicaraan, minat maupun tingkah laku, remaja biasanya akan selalu berusaha memenuhi aturan-aturan kelompok agar tetap dapat diterima di kelompok sebayanya. Faktor kelas sosial ekonomi yang rendah serta faktor kualitas lingkungan tempat tinggal rendah yang ditandai dengan tingkat kriminalitas yang tinggi (Sumiati dkk, 2009).

Perilaku antisosial yang dilakukan siswa memiliki dampak buruk baik bagi siswa itu sendiri, bagi orang lain dan juga bagi lingkungannya. Masalah-masalah yang ditimbulkan dari perilaku antisosial seperti anak yang “masa bodoh” dengan temannya, suka mengganggu temannya atau bahkan melakukan perkelahian. Dampak lainnya adalah anak dengan perilaku antisosial bisa menjadi anak yang terisolir, dan tidak diterima teman-teman di dalam kelompoknya, dalam perkembangannya anak antisosial akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi, lebih jauh masa depan yang kurang baik karena anak dengan perbuatan melanggar hukum.

Pihak SMP Negeri 12 Konawe Selatan sebenarnya telah melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi perilaku antisosial siswa di antaranya melalui penegakan aturan dan tata tertib sekolah, penyampaian informasi tentang karakter, budi pekerti, memberikan informasi untuk menyadarkan anak yang memiliki perilaku buruk, pemberian hukuman, koordinasi dengan orangtua dan bahkan sampai dikenakan skorsing bagi siswa yang sudah keterlaluan pelanggarannya. Namun perilaku antisosial tersebut tetap dilakukan oleh siswa di sekolah (wawancara dengan guru). Upaya- upaya penanggulangan yang telah dilakukan oleh pihak sekolah tersebut menurut peneliti perlu untuk diketahui lebih mendalam mengenai bagaimana bentuk upaya penanggulangan yang telah dilakukan pihak sekolah selama ini sehingga dapat diketahui sejauh mana upaya-upaya tersebut membantu mengatasi perilaku antisosial siswa dan upaya apa lagi yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah sehingga dapat memperoleh suatu upaya yang lebih efektif dalam menanggulangi masalah perilaku antisosial. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab perilaku antisosial siswa dan bagaimanakah upaya penanggulangan pada SMP Negeri 12 Konawe Selatan.

(4)

Pengertian Perilaku Antisosial

Pengertian perilaku antisosial menurut Berger (2003: 302) adalah sikap dan perilaku yang tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain ataupun masyarakat secara umum di sekitarnya. Seseorang yang antisosial menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab serta kurangnya penyesalan mengenai kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Orang yang kepribadian antisosial secara persisten melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar norma. Perilaku antisosial merupakan perilaku menentang kepada norma-norma yang sedang berlaku dalam masyarakat. Connor dan Howard (Sari, Sudaryanto dan Nasution, 2014) menjelaskan secara ringkas definisi perilaku antisosial sebagai perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum yang merujuk pada perilaku orang-orang usia muda. Beberapa dari perilaku ini adalah normatif pada usia tertentu sesuai perkembangan anak, dan seringkali dimunculkan selama masa remaja, yang menjadi prediktor kuat dari adjustement problems.

Perilaku antisosial adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri. Antisosial merupakan kasus yang paling banyak terjadi pada anak-anak dan remaja (Hurlock dalam Simanullang dan Daulay: 2012). Perilaku antisosial seringkali disebut kepribadian psikopati yaitu, tampak hanya sedikit sekali memunyai rasa tanggung jawab, moralitas, atau perhatian pada orang lain. Perilaku hampir seluruhnya ditentukan oleh kepentingan mereka sendiri (Rahmat, 2009). Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku antisosial adalah suatu sikap dan perilaku melawan kebiasaan masyarakat dan kepentingan umum, semua perilakunya didasari oleh keinginan dan kepentingannya sendiri.

Ciri-ciri Perilaku Antisosial

Ciri-ciri perilaku antisosial menurut Durand (2006) meliputi:

1. Berumur paling sedikit 18 tahun dan telah menunjukkan pola pervasif dari sikap tidak peduli dan pelanggaran hak-hak orang lain sejak umur 14 tahun.

2. Tidak mematuhi norma-norma sosial, terbukti dari tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilakukannya. Suka memperdaya orang lain, termasuk berbohong, menggunakan nama-nama alias, atau menipu orang lain untuk memperoleh keuntungan atau kesenangan.

3. Impulsivitas atau tidak mampu membuat rencana ke depan.

4. Iritabilitas atau agresivitas seperti sering ditunjukkan oleh seringnya berkelahi atau melakukan penyerangan.

5. Tidak peduli pada keselamatan orang lain.

6. Secara konsisten tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan atau dalam membayar tagihan.

7. Tidak menyesal karena telah menyakiti orang lain.

8. Ada tanda gangguan yang muncul sebelum umur 15 tahun.

9. Tidak muncul secara ekslusif selama perkembangan skizofrenia atau selama episode manik.

Bentuk-bentuk Perilaku Antisosial

Secara umum Al-Zuhali (Syafaat, 2008: 83-84) membagi wujud perilaku antisosial remaja/ siswa menjadi enam bagian bentuk-bentuk kenakalan pada remaja yaitu sebagai berikut:

1. Penyimpangan Moral

Penyimpangan moral terjadi disebabkan oleh seseorang yang meninggalkan perilaku baik dan mulia, lalu menggantinya dengan perbuatan yang buruk. Seperti bersikap tidak mau tahu dengan lingkungan sekitarnya, mengikuti gaya dan model barat, tawuran dan nongkrong dipinggir jalan.

2. Penyimpangan berpikir

Penyimpangan dalam berpikir dapat timbul disebabkan oleh adanya kekosongan pikiran, kekeringan rohani dan kedangkalan keyakinan. Orang yang menyimpang dalam berpikir akan senantiasa bingung terhadap serangan pemikiran yang dilakukan pihak asing, dia juga fanatik buta terhadap suku, bangsa, kelompok, profesi dan kasta. Dia selalu terbuai dengan khayalan dan hal- hal yang bersifat menyimpang atau jahat.

(5)

3. Penyimpangan Agama

Penyimpangan dalam bidang agama terlihat dari sikap ekstern seseorang dalam memahami ajaran agama. Sehingga ia fanatik terhadap mazhab atau kelompoknya, memilih untuk tidak bertuhan, skeptis terhadap keyakinannya sendiri dan agama yang dianutnya, memperjualbelikan ajaran agama, arogan terhadap prinsip-prinsip yang dipegang atau ajaran-ajaran tokoh masyarakat.

4. Penyimpangan Sosial dan Hukum

Penyimpangan dalam bidang ini telah kita lihat pada zaman sekarang ini seperti kekerasan, pengancaman, perampokan, pembunuhan, pembajakan, minuman keras, mengonsumsi narkoba dan penyimpangan seksual.

5. Penyimpangan Mental

Penyimpangan dalam masalah mental atau kejiwaan dapat dilihat dari sikap yang selalu merasa tersisih, kehilangan kepercayaan diri, memiliki kepribadian ganda, kehilangan harapan masa depan, merasa selalu sial dan cepat berputus asa, gelisah, dan sering bingung dan masih banyak lagi perilaku yang lainnya.

6. Penyimpangan Ekonomi

Penyimpangan dalam hal ekonomi dapat berbentuk sikap congkak dan gengsi terhadap kekayaan yang dimiliki, boros, berfoya-foya, bermegah-megahan, glamor dalam berpakaian, busana dan perhiasan, membuang-buang waktu, bersikap materialistis dan suka menghambur-hamburkan harta.

Kartono (2003) mengemukakan bahwa ada beberapa bentuk atau wujud dari perilaku delinquency (salah satu bentuk antisosial) ini ialah:

1. Kebut-kebutan di jalan yang mengganggu keamanan lalu lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.

2. Perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketenteraman milik sekitarnya.

3. Perkelahian antar kelompok, antar sekolah, antar suku (tawuran), sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa.

4. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan atau bersembunyi di tempat-tempat kecil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindak asusila.

5. Berpesta pora, sambil mabuk-mabukan.

6. Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika yang erat bergandengan dengan tindakan kejahatan.

7. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga mengakibatkan akses kriminalitas.

8. Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis delinquency dan pembunuhan bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin.

9. Tindakan radikal dan ekstrem dengan cara kekerasan, penculik dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja.

Faktor-faktor Penyebab Munculnya Perilaku Antisosial

Nevid dkk. (2005: 277), menjelaskan beberapa penyebab sikap antisosial yang muncul sebagai berikut:

1. Penyimpangan (devisiasi) individual.

Penyimpangan individu bersumber dari faktor-faktor yang terdapat diri seseorang, seperti pembawaan, penyakit, kecelakaan yang dialami seseorang, atau karena terdapat pengaruh sosial budaya yang sifatnya unik terhadap individu. Contohnya membandel, pelanggar, pembangkang dan penjahat.

2. Penyimpangan biologis.

Penyimpangan biologis adalah faktor pembatas yang tidak memungkinkan terjadinya dalam memberikan persepsi atau menimbulkan respons-respons tertentu. Gangguan terjadi jika individu tidak melakukan suatu peranan sosial tertentu yang sangat perlu. Contohnya dari segi ras, misalnya tinggi badan, roman muka, dan bentuk badan. Dari segi karena gangguan fisik, misalnya kehilangan anggota tubuh, gangguan sensorik. Dan dari segi biologis yang aneh, cacat karena luka

(6)

dan cacat yang terjadi karena bawaan lahir. Serta dari segi tidak berfungsinya tubuh secara baik dan tidak bisa dikendalikan lagi seperti epilepsi dan tremor.

3. Penyimpangan situasional.

Penyimpanan situasional adalah fungsi pengaruh kekuatan-kekuatan situasi yang berada di luar individu atau dalam situasi ketika individu merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalamnya.

Situasi sosial adalah keadaan yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang di mana tekanan, pembatasan, dan rangsangan yang datang dari orang atau kelompok di luar diri orang itu relatif lebih dinamis daripada faktor-faktor internal yang dapat menimbulkan respons mengenai hal-hal tersebut. Penyimpangan situasional dapat selalu kembali jika situasinya berulang. Mengenai kejadian tersebut, menjadi penyimpangan kumulatif. Contohnya seperti dikecewakan dan dikhianati.

Upaya Penanggulangan Perilaku Antisosial

Upaya pemecahan menangani perilaku antisosial pada siswa menurut Gustia (2017) adalah harus dilakukan oleh keluarga (orangtua), sekolah (guru dan kepala sekolah), dan masyarakat. Orangtua atau keluarga dalam hal ini harus mampu menerapkan pola asuh authoritatif. Tidak memberikan disiplin yang sangat keras, tidak menuntut anak untuk berperilaku perfect (sempurna). Memberikan pola disiplin yang konsisten, memberikan suasana hidup dalam kasih sayang, memberikan teladan yang baik, memenuhi, mencukupi, serta menangani keadaan fisik dan mental anak dengan baik, mengajarkan anak untuk bersosialisasi dengan berbagai latar belakang status sosial dan ekonomi, menanamkan pemahaman bahwa dalam urutan anak dalam keluarga harus saling menyayangi dan memilki peranan sesuai dengan kemampuan anak serta harus mengontrol pergaulan anak.

Dewi (2016) mengemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi perilaku antisosial siswa yaitu:

1. Upaya orangtua atau keluarga dalam menerapkan pola asuh authorative sebagai pencegahan dini perilaku antisosial. Pola asuh authorative atau pola asuh demokratis merupakan salah satu pola asuh yang tepat diberikan oleh orangtua sejak anak masih kecil. Pola asuh ini berusaha memberikan keseimbangan. Misalnya, memberikan kesempatan kepada anak untuk membuat pilihan dan mencoba berbagai hal, tetapi juga memberikan batasan yang jelas.

2. Upaya orangtua atau keluarga membawa anak antisosial terapi perilaku dialektika pada ahli terapis.

Upaya ini merupakan upaya yang lebih bersifat pengentasan, sehingga diharapkan siswa dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku antisosial yang selama ini telah dilakukannya.

3. Upaya guru dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Dengan cara ini maka siswa akan terbiasa dengan kehidupan sosial yang sehat, saling membutuhkan dan juga saling pengertian antara siswa yang satu dengan yang lainnya.

4. Upaya guru dalam memberi perhatian. Upaya ini dapat dilaksanakan oleh guru dengan memberikan perhatian pada aspek psikologi dan perkembangan multiple intelegensi anak.

5. Upaya masyarakat menumbuhkan norma sosial. Upaya ini dilakukan oleh masyarakat yang dimotori oleh seluruh aparat dan perlu mendapatkan dukungan segenap masyarakat sehingga upaya menumbuhkan dan menerapkan norma sosial yang baik dapat berjalan dengan baik.

6. Upaya media massa memberikan tuntunan dan tontonan yang baik. Upaya ini sebenarnya perlu dilakukan oleh semua pihak baik oleh pemerintah dalam membuat regulasi, operator TV perlu memilih tayangan yang positif dan juga masyarakat perlu untuk memfilter tontonan apa saja yang layak ditonton oleh siswa atau siswa perlu didampingi oleh orangtua sehingga memahami tayangan televisi sehingga siswa tidak melakukan aktivitas-aktivitas negative seperti perilaku kekerasan yang sering tayang di televisi.

(7)

Metode Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMPN 12 Konawe Selatan selama 6 bulan yaitu dimulai pada bulan April hingga September tahun 2020. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah 1 orang guru BK, 1 guru wali kelas dan 2 siswa SMP Negeri 12 Konawe Selatan yang tercatat melakukan perilaku antisosial. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara dan studi dokumen.

Teknik analisis data menggunakan metode analisis deskriptif model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2015: 337) yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh selama penelitian dari berbagai sumber dikumpulkan, kemudian seluruh data yang terkumpul ditelaah dan dikaji dan membuat rangkuman untuk setiap kontak atau pertemuan dengan responden. Kemudian peneliti membuat abstraksi, yaitu membuat ringkasan yang inti, proses, dan persyaratan yang berasal dari responden tetap dijaga.

2. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan.

3. Penyajian Data

Peneliti berusaha menyusun data yang relevan, sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antar variabel agar peneliti lain atau pembaca laporan penelitian mengerti apa yang telah terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian.

4. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi Data

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/ arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil penelitian menemukan beberapa faktor yang menyebabkan siswa melakukan perilaku antisosial.

Ada faktor internal yang merupakan faktor yang berasal dari diri individu dan ada faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Beberapa faktor yang menyebabkan siswa melakukan perilaku antisosial di SMP Negeri 12 Konawe Selatan yaitu faktor kontrol diri, faktor jenis kelamin, faktor pengaruh teman sebaya dan faktor lingkungan.

1. Faktor Kontrol Diri

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri. Faktor ini menunjukkan kemampuan siswa dalam membimbing tingkah lakunya, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif.

2. Faktor Jenis Kelamin

Perilaku antisosial siswa kebanyakan dilakukan oleh laki laki. Dari 82 kasus yang tercatat di buku kasus, sebanyak 63 kasus atau 76,83% dilakukan oleh siswa laki-laki dan sebanyak 19 kasus atau 23,17% dilakukan oleh siswa perempuan. Penjelasan dari guru BK dan catatan kasus di atas menunjukkan jika perilaku antisosial paling banyak dilakukan oleh siswa laki-laki.

3. Faktor Pengaruh Teman Sebaya

Hasil pengambilan data disekolah dalam bentuk wawancara menunjukkan bahwa teman sebaya memengaruhi siswa untuk berbuat pelanggaran dan perilaku antisosial

4. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat memengaruhi siswa melakukan perilaku antisosial dalam bentuk pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan khususnya aturan sekolah.

Faktor lingkungan merupakan faktor yang berasal dari luar individu. Seperti: Sering melihat siswa lain melakukan pelanggaran pemberian sanksi yang kurang tepat.

(8)

Upaya-upaya Penanggulangan Perilaku Antisosial

Upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanggulangi perilaku antisosial siswa meliputi pemberian informasi, pemberian nasehat atau konseling individu dan pemberian hukuman. Berikut ini akan dijelaskan upaya-upaya sekolah dalam mengatasi perilaku antisosial yang dilakukan oleh siswa di SMP Negeri 12 Konawe Selatan.

1. Pemberian Informasi

Upaya pertama yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam mengatasi masalah perilaku antisosial yang dilakukan siswa yaitu dengan pemberian informasi. Informasi ini merupakan upaya yang bersifat pencegahan sehingga siswa tidak melakukan tindakan melanggar aturan dan tata tertib sekolah. Informasi ini diberikan dalam berbagai kesempatan oleh guru kepada siswa yaitu pada saat apel pagi atau siang, pada saat tatap muka dengan siswa saat di kelas, atau pada saat ada pertemuan lainnya dengan siswa.

2. Pemberian Nasehat atau Konseling Individu

Upaya berikutnya yang dilakukan oleh pihak sekolah melalui para guru yaitu dengan memberikan nasehat atau konseling individu. Pemberian nasehat dilakukan oleh para guru dengan memanggil siswa yang melakukan perilaku antisosial, siswa tersebut dinasehati agar mengerti kalau perilakunya merugikan diri dan orang lain.

3. Pemberian Hukuman

Upaya terakhir yang dilakukan oleh guru dalam menanggulangi masalah perilaku antisosial siswa yaitu dengan memberikan hukuman pada siswa yang melakukan pelanggaran. Pemberian hukuman yang dilakukan oleh guru adalah hukuman yang sifatnya mendidik

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku antisosial siswa di SMP Negeri 12 Konawe Selatan yaitu faktor kontrol diri yang lemah, faktor jenis kelamin, faktor pengaruh teman sebaya, dan faktor lingkungan. Faktor kontrol diri adalah faktor internal yang memengaruhi serta menjadi penyebab perilaku antisosial. Dari hasil penelitian menunjukkan jika kontrol diri siswa itu rendah yang ditandai dengan mudahnya siswa melakukan tindakan pelanggaran tata tertib dan perilaku antisosial yang tidak dapat dikendalikan oleh siswa itu sendiri sehingga melakukan pelanggaran seperti mudah marah dengan teman, memukul teman, jika merasa bosan di sekolah maka siswa membolos dan perilaku pelanggaran lain yang menurut siswa karena ketidakmampuan mengendalikan diri. Apalagi saat ini mereka berada pada usia remaja yang masih memiliki kemampuan pengendalian diri yang kurang. Setiap orang membutuhkan pengendalian diri, begitu juga para remaja. Namun kebanyakan dari mereka belum mampu mengontrol dirinya, karena dia belum memunyai pengalaman yang memadai untuk dirinya. Dia akan sangat peka karena pertumbuhan fisik dan seksual yang berlangsung dengan cepat. Sebagai akibat dari pertumbuhan fisik dan seksual tersebut, terjadi kegoncangan dan kebimbangan dalam dirinya terutama dalam pergaulan terhadap lawan jenis.

Faktor yang kedua yaitu faktor jenis kelamin. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor jenis kelamin memengaruhi perilaku antisosial siswa SMP Negeri 12 Konawe Selatan. Hasil penelitian ini menemukan jika siswa laki-laki memiliki kecenderungan perilaku antisosial yang jauh lebih tinggi dari pada siswa perempuan. Data Badan Pusat Statistik tahun 2010 (Maharani dan Ampuni, 2020) menunjukkan bahwa sebanyak 94% perilaku antisosial pada remaja dilakukan oleh laki-laki, dan hanya 6% yang dilakukan oleh perempuan. Meskipun perilaku antisosial dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, pada umumnya laki-laki memang lebih mendominasi (Kartono, 2003). Dominasi remaja laki-laki pada perilaku antisosial merupakan fenomena umum yang terjadi juga di negara lain. Penelitian Moffitt dkk. (Maharani dan Ampuni, 2020) menunjukkan bahwa adanya perbedaan pada faktor neuro developmental mengakibatkan remaja laki-laki menjadi lebih berani dalam mengambil resiko dibandingkan dengan perempuan sehingga laki-laki lebih sering berperilaku antisosial.

Faktor ketiga yang memengaruhi perilaku antisosial pada siswa SMP Negeri 12 Konawe Selatan yaitu faktor pengaruh teman sebaya. Teman sebaya sebagai orang dengan tingkat usia dan

(9)

pola pikir yang relatif sama. Teman sebaya (peer) adalah kelompok sosial yang didefinisikan sebagai orang dengan kesamaan usia dan tingkat kedewasaan. Fungsi teman sebaya adalah memberikan support ketika teman itu jatuh ia mampu merangkul kembali, temanpun sangat berpengaruh pada diri siswa sendiri, kadang teman itu membawa pengaruh baik maupun buruk dan itu semua tergantung pada siswa bagaimana cara menyikapinya. Jika dilihat dari teori fungsi, teman sebaya memiliki beberapa fungsi yaitu: 1) memberikan dukungan sosial, moral, dan emosional, 2) keterampilan sosial bagi anak. seperti kerja sama dalam bermain, belajar, dan melakukan hobi, 3) memberi kesempatan anak belajar mengontrol diri, agar tidak mudah marah, dan egois (mementingkan diri sendiri), 4) sebagai agen sosialisasi, yaitu saling mengingatkan akan aturan-aturan sekolah dan 5) tempat memperoleh informasi diluar keluarga. Adapun besar pengaruh teman sebaya terhadap perilaku antisosial siswa telah diteliti oleh Simanullang dan Daulay (2018), hasil penelitiannya menyatakan bahwa sebanyak 32,25% perilaku antisosial siswa dipengaruhi oleh pengaruh teman sebaya. Faktor pengaruh teman sebaya memberi pengaruh pada sikap, pembicaraan, minat maupun tingkah laku, remaja biasanya akan selalu berusaha memenuhi aturan-aturan kelompok agar tetap dapat diterima di kelompok sebayanya.

Faktor keempat yang memengaruhi perilaku antisosial siswa di SMP Negeri 12 Konawe Selatan yaitu faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku antisosial siswa yaitu faktor lingkungan sosial, faktor ini terdiri dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Lingkungan sekolah adalah semua benda hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada di dalam lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program pendidikan dan membantu siswa mengembangkan potensinya. Dalyono (2010: 131) menjelaskan bahwa lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor yang turut memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan keluarga adalah lingkungan di mana pendidikan yang pertama yang di kenal anak, dalam keluarga anak diberikan pendidikan oleh orangtua mulai dari anak usia dini oleh ibu, bapak dan anggota keluarga yang ada dalam lingkungan rumah dan sering berkomunikasi atau berinteraksi langsung dengan anak untuk mendukung kemampuan anak dalam pengembangan.

Sedangkan lingkungan masyarakat adalah tempat individu untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Karena sebagai manusia kita merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

Menurut pendapat Sumiati (2009) yang mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi perilaku antisosial siswa yaitu faktor kontrol diri yang tidak kuat, faktor usia, faktor jenis kelamin yang kebanyakan dialami oleh laki-laki, faktor harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah rendah, faktor proses keluarga biasanya karena kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Faktor pengaruh teman sebaya memberi pengaruh pada sikap, pembicaraan, minat maupun tingkah laku, remaja biasanya akan selalu berusaha memenuhi aturan- aturan kelompok agar tetap dapat diterima di kelompok sebayanya. Faktor kelas sosial ekonomi yang rendah serta faktor kualitas lingkungan tempat tinggal rendah yang ditandai dengan tingkat kriminalitas yang tinggi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Gustia (2017) yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi perilaku antisosial yaitu berasal dari kepribadian kepribadian (personal risk factors), lingkungan keluarga (family risk factors), lingkungan sekolah atau berkaitan dengan sekolah (school-related risk factors) dan lingkungan sosial (social risk factors). Sedangkan upaya penanggulangan perilaku antisosial pada siswa yang dilakukan oleh pihak sekolah yaitu guru berupa pemberian informasi sebagai upaya pencegahan, pemberian nasehat/konseling dan pemberian hukuman yang mendidik.

Upaya berupa pemberian informasi yang dilakukan guru yaitu dengan memberikan informasi saat apel pagi dan siang, saat tatap muka dengan siswa dan saat lainnya ketika ketemu dengan siswa.

Tujuan pemberian informasi yaitu membekali individu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman yang selanjutnya dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari dan perkembangan dirinya baik dalam kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga maupun masyarakat agar individu memperoleh informasi yang sesuai dalam rangka memilih dan mengambil keputusan secara tepat dengan menyesuaikan dengan kebutuhannya, serta untuk mencegah timbulnya masalah untuk mengembangkan dan

(10)

memelihara potensi yang ada dan untuk memungkinkan peserta didik yang bersangkutan membuka diri dalam mengaktualisasikan hak-haknya. Dengan pemberian informasi siswa menjadi semakin paham mengenai aturan dan tata tertib sekolah termasuk konsekuensi jika siswa melakukan pelanggaran terhadap aturan dan tata tertib sekolah tersebut.

Upaya selanjutnya yaitu pemberian nasehat atau konseling individu. Nasihat merupakan gagasan seseorang yang disampaikan kepada pihak lain dan dianjurkan untuk dilaksanakan karena dianggap dapat menyelesaikan masalah sedangkan konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu (Prayitno dan Amti, 2004: 100). Pemberian nasehat dilakukan oleh guru mata pelajaran dan guru wali kelas sedangkan konseling dilakukan oleh guru BK. Adapun menanggulangi masalah perilaku antisosial yaitu upaya ini dilakukan dengan memanggil siswa secara individu untuk diberikan nasehat oleh guru wali kelas dan diberikan konselling individual oleh guru BK. Melalui pemberian nasehat ini siswa dapat memahami diri sendiri, aturan yang berlaku dan hukuman jika tetap melanggarnya, juga memberikan manfaat dan kebaikan bagi siswa.

Sedangkan upaya yang terakhir yaitu dengan pemberian ganjaran atau hukuman bagi siswa yang melanggar. Upaya dimaksud berupa pemberian hukuman dengan berbagai bentuk tetapi dengan pemberian hukuman yang sifatnya mendidik. Hukuman akan berpengaruh positif apabila hukuman itu bermakna mendidik untuk mencapai ke arah kedewasaan dan dapat dipertanggungjawabkan, seperti pendapat Langeveld (Wahyudi, 2018) bahwa supaya suatu hukuman dapat dipertanggungjawabkan dan penderitaan yang ditimbulkannya memunyai nilai pedagogis, maka hukuman itu harus membantu anak menjadi dewasa dan dapat berdiri sendiri. Dampak yang ditimbulkan oleh hukuman kepada siswa yang menerima adalah sebagai ganjaran atas perbuatannya yang salah dan keliru, dan ia berusaha untuk memperbaiki dan memperkuat keinginan untuk berbuat kebaikan.

Upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah masih kurang optimal karena masih kurang melibatkan orangtua, baik berupa lebih memperkuat komunikasi antara sekolah dan orangtua, sekolah juga perlu memberikan saran agar orangtua menerapkan pola asuh autoritatif, melakukan pengawasan terhadap perilaku anak. Hal ini sebagai mana dijelaskan oleh Gustia (2017) bahwa upaya penangulangan perilaku antisosial harus dilakukan oleh keluarga (orangtua), sekolah (guru dan kepala sekolah), dan masyarakat.

Orangtua atau keluarga dalam hal ini harus mampu menerapkan pola asuh autoritatif. Tidak memberikan disiplin yang sangat keras, tidak menuntut anak untuk berperilaku perfect (sempurna).

memberikan pola disiplin yang konsisten, memberikan suasana hidup dalam kasih sayang, memberikan teladan yang baik, memenuhi, mencukupi, serta menangani keadaan fisik dan mental anak dengan baik, mengajarkan anak untuk bersosialisasi dengan berbagai latar belakang status sosial dan ekonomi, menanamkan pemahaman bahwa dalam urutan anak dalam keluarga harus saling menyayangi dan memilki peranan sesuai dengan kemampuan anak serta harus mengontrol pergaulan anak. Sekolah (guru) menerapakan metode pembelajaran kooperatif. Selain itu guru harus memperhatikan psikologi dan sesuai dengan perkembangan multiple intelegensi anak. Jangan bertindak sebagai “bos”, di mana memberi perintah langsung bila ingin dilakukan anak dengan baik.

Guru harus menerapkan mata pelajaran di sekolah yang terintegrasi dengan penanaman nilai-nilai moral dan karakter yang baik.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1) faktor-faktor yang memengaruhi perilaku antisosial siswa di SMP Negeri 12 Konawe Selatan meliputi faktor kontrol diri yaitu karena ketidakmampuan siswa dalam mengontrol diri sehingga siswa melakukan perilaku antisosial, faktor jenis kelamin hal ini berdasarkan data bahwa siswa laki-laki dominan dalam melakukan perilaku antisosial, faktor pengaruh teman sebaya yaitu siswa melakukan perilaku antisosial disebabkan karena ia memengaruhi teman atau dipengaruhi oleh teman dan faktor lingkungan yaitu perilaku antisosial siswa dilakukan karena pengaruh lingkungan sekitarnya. 2) Upaya penanggulangan perilaku antisosial

(11)

siswa di SMP Negeri 12 Konawe Selatan meliputi pemberian informasi yaitu pihak sekolah memberikan informasi kepada siswa mengenai aturan dan tata tertib sekolah, pemberian nasehat atau konseling individu kepada siswa secara pribadi dalam upaya menyadarkan siswa agar tidak melakukan perilaku antisosial dan pemberian hukuman yaitu pemberian hukuman yang sifatnya mendidik.

Saran

Beberapa saran yang peneliti ajukan terkait hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi sekolah, mengadakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan memberikan informasi dan penyadaran kepada siswa agar mampu mengendalikan diri, mengarahkan siswa dalam kegiatan- kegiatan yang positif seperti kelompok belajar, mengarahkan siswa pada kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan membentuk kekompakan kelompok dan mengarahkan perilaku siswa ke arah yang positif. Selain itu perlu untuk memrogramkan pemagaran sekolah keliling dan meningkatkan komunikasi dengan orangtua siswa sehingga dapat bersama-sama membina siswa baik selama siswa di sekolah maupun saat di rumah bersama orangtua.

2. Bagi guru Bimbingan dan Konseling, agar lebih meningkatkan pelayanan kepada siswa khususnya melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa seperti melalui layanan bimbingan dan konseling kelompok, mengarahkan siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah serta memberikan sanksi yang mendidik sehingga siswa dapat mengarahkan pada kegiatan-kegiatan positif.

3. Bagi siswa, perilaku antisosial merupakan perilaku yang merugikan diri sendiri dan juga merugikan orang lain, oleh karena itu agar menjauhi dan menghindari perilaku antisosial. Salah satu yang dapat dilakukan siswa adalah dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah sehingga siswa dapat lebih bertanggung jawab, disiplin dan mengarahkan perilakunya pada kegiatan-kegiatan positif yang baik bagi masa depannya.

4. Bagi orangtua siswa, agar selalu memerhatikan dan mengawasi perkembangan anak termasuk ketika anak di sekolah sehingga dapat bersama-sama mengawasi perilaku anak baik saat di rumah, di sekolah, maupun ketika berada di lingkungan masyarakat. Selalu memerhatikan sekolah anak dengan cara mengecek secara rutin perkembangan belajar anak.

Daftar Pustaka

Berger, Kathleen Stassen. (2003). The Developing Person Through Childhood and Adolescence, 6th edition (3rd publishing). Worth Publishers.

Dalyono, M. (2010), Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Dewi, Ratna Sari. (2016). Perilaku Antisosial Pada Anak Sekloah Dasar. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar (JPsd), Vol. 1, No. 2.

Durand, V. M., & Barlow, D. H. (2006). Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Even. (2019). Viral Dua Siswi SMA II Limboto Baku Hantam, Ternyata Pemicunya Cuma Sepele.

Diakses tanggal 5 Januari 2020 dari https://kronologi.id/2019/12/09/viral-dua-siswi-sma-ii- limboto-baku-hantam-ternyata-pemicunya-cuma-sepele/

Gustia, Elsa. (2017). Tampilan Perilaku Antisosial Pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Riset Tindakan Indonesia (JRTI), Vol. 2, No. 2, Hal. 1-9.

Hapsari, Mela. (2020). Viral, Siswi SMP di Penajam Paser Utara Terlibat Perkelahian. Diakses tanggal 5 Januari 2020 dari https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/ervan-masbanjar-1/viral- siswi-smp-di-penajam-paser-utara-terlibat-perkelahian.

(12)

Kartono, Kartini. (2003). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kastutik dan Setyowati, Rr, Nanik. (2014). Perbedaan Perilaku Antisosial Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh Orangtua Di SMP Negeri 4 Bojonegoro. Jurnal Kajian Moral Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 2, Hal. 174-189.

Maharani, Meyrantika dan Ampuni, Sutarimah. (2020). Perilaku Antisosial Remaja Laki-laki ditinjau dari Identitas Moral dan Moral Disengagement. Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 5, No.1, Hal. 54-66.

Nasir, Abdul dan, Abdul, Muhith. (2011). Dasar-dasar Keperawatan jiwa Pengantar dan Teori.

Jakarta: Salemba Medika.

Nevid, Jeffrey S. J. S, Rathus, S. A & Green, B. (2005), Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta:

Erlangga.

Prayitno dan Amti, Erman. (2004). Layanan bimbingan dan konseling kelompok. Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang.

Rahayu, Aristiana. P. (2017). Perilaku Antisosial Anak Jalanan Usia Dini Di Kota Surabaya (Studi Kasus Anak Jalanan Usia Dini di Kawasan Jembatan Merah). Pedagogi: Jurnal Anak Usia Dini dan Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 3, No. 3c, Hal. 261-272.

Rahmat, dkk. (2009). Pembelajaran pendidikan PKN. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan.

Rokim. (2019). Akibat Kebut-kebutan Siswa SMA Terlibat Kecelakaan di Jalan Jalan Tol Waru- Sidoarjo. Diakses tanggal 5 Januari 2020 dari https://radaronline.id/2019/11/08/akibat-kebut- kebutan-siswa-sma-terlibat-kecelakaan-di-jalan-jalan-tol-waru-sidoarjo/.

Sari, Novie Paramitha., Sudaryanto, Edy dan Nasution, Ute Chairus. (2014). Dampak Media Sosial Line Terhadap Perilaku Antisosial di Kalangan Remaja Gunungsari Surabaya. Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

Simanullang, D. S., dan Daulay, W. (2012). Perilaku Remaja di SMA Swasta Raksana Medan. Jurnal Keperawatan Holistik, Vol. 1, No. 1, Hal. 1-5.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit CV. Alfabeta.

Sumiati dkk. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja Dan Konseling. Jakarta: Trans Info Media.

Syafaat, Aat. (2008). Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, Jakarta: Raja Grafindo.

Wahyudi. (2018). Pengaruh Pemberian Hukuman Terhadap Tingkat Disiplin Belajar Siswa Di SMP Negeri 4 Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Tesis. Universitas Negeri Makassar.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan ayat-ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Lafal mutmainah dalam Al- Qur’an lebih fokus pada pengertian atau gambaran mutmainah dan ciri-cirinya yaitu jiwa yang

40) Sebagai penonton dan penikmat berita maupun hiburan, tentu sering membandingkan berbagai media yang banyak muncul di era sekarang ini. Perkembangan yang semakin pesat

Selain mungkin disibukkan oleh tugas rutin yang tidak terkait langsung dengan liputan Pemilu, para jurnalis bisa jadi terbagi-bagi dalam sejumlah organisasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat kredibilitas advertorial terhadap persepsi khalayak mengenai isi advertorial tentang CSR yang dilakukan oleh

Salah satu SMK yang terdapat di Kota Padang adalah SAKMA (Sekolah Analis Kimia Menengah Atas) Padang atau sekarang disebut dengan SMK- SMAKPA yang berdiri pada

Seluruh Dosen dan karyawan Program Studi D III Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Tugas

( Table 2 ) analyses suggest a strong compatibility of the stones from the gate with the grey shale from the slopes of the Jbilet massif, to the north of Marrakech, even if the

Berdasarkan tabel 4 diatas dapat disimpulkan bahwa untuk aspek teknis layout produksi usahatani kopi rakyat dapat dikatakan 'tidak layak' karena masih terdapat hambatan dalam