• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of MODERASI AGAMA DALAM BINGKAI MULTIKULTURAL DAN KERUKUNAN UMAT DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of MODERASI AGAMA DALAM BINGKAI MULTIKULTURAL DAN KERUKUNAN UMAT DI INDONESIA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

267 MODERASI AGAMA DALAM BINGKAI MULTIKULTURAL DAN

KERUKUNAN UMAT DI INDONESIA

--- Maolana Nopiansah, Muh. Nuryanto

Universitas Bina Sarana Informatika

(Naskah diterima: 1 September 2022, disetujui: 31 Oktober 2022)

Abstract

Religious moderation is actually the key to creating tolerance and harmony, both locally, nationally and globally. Moderation is a virtue that encourages the creation of harmony and social balance in personal, family and community life. Moderation can be measured in four indicators including tolerance, anti-violence, national commitment, and religious understanding and behavior that are tailored to the local culture or multi-religious and multi-cultural Indonesian context. For this reason, these four indicators should always be upheld and implemented by all elements of society in an effort to create sustainable national and state harmony.“It is necessary to value diversity. Diversity is not requested, but a gift from God, not to negotiate but to be accepted in the midst of diversity, religious moderation is the main key to creating a harmonious community, Indonesia advanced. “The realization of harmonious religious communities is the hope of the entire Indonesian plural society. This harmony in diversity must be maintained. Multiculturalism is an understanding that emphasizes equality in the differences that occur in people's lives, multiculturalism provides a dimension that guarantees the importance of mutual respect among various groups of people who have different cultures and beliefs. hostility.

Keywords: Religious Moderation, Multicultular, Harmony

Abstrak

Moderasi beragama sebenarnya adalah kunci untuk menciptakan toleransi dan kerukunan, baik secara lokal, nasional maupun global. Moderasi adalah kebajikan yang mendorong terciptanya keharmonisan dan keseimbangan sosial dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

Moderasi dapat diukur dalam empat indikator antara lain toleransi, anti kekerasan, komitmen kebangsaan, serta pemahaman dan perilaku beragama yang disesuaikan dengan budaya lokal atau konteks Indonesia yang multi agama dan multi budaya. Untuk itu, keempat indikator tersebut harus senantiasa dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh seluruh elemen masyarakat dalam upaya menciptakan keharmonisan bangsa dan negara yang berkelanjutan. “Menghargai keberagaman itu perlu. Kebhinekaan bukan diminta, tapi anugerah dari Tuhan, bukan untuk dirundingkan tapi untuk diterima di tengah keberagaman, moderasi beragama adalah kunci utama untuk mewujudkan masyarakat yang rukun, Indonesia maju. “Terwujudnya kerukunan umat beragama merupakan harapan seluruh masyarakat majemuk Indonesia. Keharmonisan

(2)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

268 dalam keberagaman ini harus dijaga. Multikulturalisme merupakan paham yang menekankan persamaan dalam perbedaan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, multikulturalisme memberikan dimensi yang menjamin pentingnya saling menghargai di antara berbagai kelompok masyarakat yang memiliki budaya dan kepercayaan yang berbeda. permusuhan.

Kata Kunci: Moderasi Beragama, Multikultural, Kerukunan

I. PENDAHULUAN

oderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

Moderasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif).

Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik beragama ini niscaya akan menghindarkan kita dari sikap ekstrem berlebihan, fanatik dan sikap revolusioner dalam beragama. Seperti telah diisyaratkan sebelumnya, moderasi beragama merupakan solusi atas hadirnya dua kutub ekstrem dalam beragama, kutub ultra-

konservatif atau ekstrem kanan di satu sisi, dan liberal atau ekstrem kiri di sisi lain.

Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama. Menjadi moderat bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan. Keliru jika ada anggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan ajaran agamanya.

Kesalahpahaman terkait makna moderat dalam beragama ini berimplikasi pada munculnya sikap antipati masyarakat yang cenderung enggan disebut sebagai seorang moderat, atau lebih jauh malah menyalahkan sikap moderat. Moderasi beragama adalah sebuah jalan tengah dalam keberagaman agama di Indonesia. Ia adalah warisan budaya Nusantara yang berjalan seiring, dan tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal (local wisdom). Moderasi juga mengharuskan kita merangkul bukan memerangi kelompok ekstrem; mengayomi dan menemani. Maka prinsip dalam

M

(3)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

269 mengembangkan moderasi yang dipegang

adalah dakwah kita, yakni menyampaikan dakwah dengan bil khikmah wal mauidhah hasanah, dengan atau dengan cara-cara yang baik. Bahasa agama itu bahasa yang memanusiakan manusia dengan cara yang persuasif.

Oleh karena pentingnya keberagamaan yang moderat, maka menjadi penting juga bagi kita semua menyebarluaskan paham ini.

Jangan biarkan Indonesia menjadi bumi yang penuh dengan permusuhan, kebencian, merasa paling benar sendiri, dan pertikaian.

Kerukunan baik dalam umat beragama maupun antarumat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi maju.

Setiap Agama memiliki kitab Suci ( Teks) mengalami proses pemaknaan dan penafsiran . Setiap umat memiliki cara pandang tersendiri dalam memahami doktrin agamanya. Disini terdapat varian, dalam memahami teks agama dalam komunitas agamanya. Cara pandang terdapat agama bisa dikategorikan kedalam tiga hal, eksklusif, inklusif dan Plural. Ketiga cara pandang inilah yang akan mempengaruhi berkembangnya multikulturalisme di Indonesia.

Cara pandang beragama yang eksklusif mempunyai paham yang menganggap bahwa

hanya pandangan dan kelompoknya yang paling benar, sedangkan kelompok yang lain dianggap salah, pandangan ini didasarkan pada sebuah klaim kebenaran yang ada pada setiap agama. Sebenarnya, klaim tersebut merupakan sebuah keniscayaan yang harus dan perlu tertanam dengan baik dalam setiap umat agama. Pada tataran ini, eksklusivisme merupakan paham yang mempunyai konteknya tersendiri dalam internal agama. Dengan demikian Paham eksklusif kecenderungan tertutup untuk menerima perbedaan, terutama dalam aspek teologis. Paham eksklusif menolak akan kebenaran atas agama lain karena dianggap melanggar dari akidah islam.

Agama lain adalah sesat dan tidak mendapatkan keselamatan. Paham agama eksklusif ini didasarkan pada pemahaman literal. Meminjam pendapat Raimundo Panikkar “ Kalau suatu pernyataan dinyakan benar, maka pernyataan lain yang berlawanan tidak benar” dengan demikian Ketika menyatakannya agamanya paling benar, maka, kebenaran agama lain tidak ada atau agama lain adalah sesat. Secara analisis pengalaman antara agama agama, paham eksklusif mempunyai dampak yang kurang baik kerena paham keagamaan tersebut tidak terpisahkan dari arus besar pergulatan dengan realitas

(4)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

270 politik. Yang terjadi justru melahirkan

pandangan keagamaan yang membatasi pergaulan dan pegulatan dengan paham keagamaan dan agama lain. Klaim kebenaran kemudian menjadi tembok yang kuat untuk menolak pelbagai paham keagamaan. Umat agama agama pada akhirnya terjebak dalam monisme, yaitu paham yang menganggap hanya ada satu jalan menuju kebenaran.

Sedangkan jalan jalan yang lain dianggap sebagai sebuah kemustahilan.

II. METODE PENELITIAN

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari dua data, yaitu data primer (primary data) dan data sekunder (secondary data).

1. Data Primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung tanpa perantara, dan berasal dari sumber asli. Dalam melakukan pengkajian ini, penulis mengumpulkan literatur yang memulai relafansi dengan menggunakan penelitian sistem kepustakaan (Library research) yakni dengan memperkaya bacaan dengan pemahaman-pemahaman yang teliti dan hati-hati terhadap literatur-literatur yang berupa buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas baik dari naskah-naskah klasik maupun kontemporer.

2. Data Sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui perantara (diperoleh dan ditulis/dicatat pihak lain). Kajian tentang moderasi beragama ini bukanlah sesuatu yang baru, telah banyak sebelumnya penelitian-penelitian ataupun pembahasan- pembahasan tentang moderasi beragama dari segala sudut pandang. Akan tetapi jika lebih spesifik pembahasan ini lebih kepada proses bagaimana cara pandang kita dalam beragama secara moderat dalam bingkai multikultural dan kerukunan umat di Indonesia. Oleh karena itulah penulis membahas hal tersebut dalam penelitian ini.

III. HASIL PENELITIAN

Tujuan dilakukanya penelitian ini yaitu untuk untuk :

1. Mengetahui makna dan pengertian moderasi beragama dalam Islam

2. Mengetahui bagaimana cara pandang kita dalam beragama secara moderat..

3. Diharapkan dapat menjadi referensi ilmiah baru khususnya bagi kaum akademisi.

3.1 Makna Moderasi Beragama

Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap

(5)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

271 sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1.

Pengurangan kekerasan, dan 2. penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem. Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara. Moderasi Beragama dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i‟tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem. Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia

menjadi kata 'wasit' yang memiliki tiga pengertian, yaitu: 1) penengah, perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis); 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih; dan 3) pemimpin di pertandingan.

Menurut para pakar bahasa Arab, kata wasath itu juga memiliki arti “segala yang baik sesuai dengan objeknya”. Misalnya, kata

“dermawan”, yang berarti sikap di antara kikir dan boros, atau kata “pemberani”, yang berarti sikap di antara penakut (al-jubn) dan nekad (tahawur), dan masih banyak lagi contoh lainnya dalam bahasa Arab. Adapun lawan kata moderasi adalah berlebihan, atau tatharruf dalam bahasa Arab, yang mengandung makna extreme, radical, dan excessive dalam bahasa Inggris. Kata extreme juga bisa berarti

“berbuat keterlaluan, pergi dari ujung ke ujung, berbalik memutar, mengambil tindakan/

jalan yang sebaliknya”. Dalam KBBI, kata ekstrem didefinisikan sebagai “paling ujung, paling tinggi, dan paling keras

Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi dengan menolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci keseimbangan, demi terpeliharanya peradaban dan terciptanya

(6)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

272 perdamaian. Dengan cara inilah masing-

masing umat beragama dapat memperlakukan orang lain secara terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama dalam damai dan harmoni. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi beragama bisa jadi bukan pilihan, melainkan keharusan. 19 Kajian Konseptual Moderasi Beragama

3.2 Prinsip Dasar Moderasi: Adil Dan Berimbang

Salah satu prinsip dasar dalam moderasi beragama adalah selalu menjaga keseimbangan di antara dua hal, misalnya keseimbangan antara akal dan wahyu, antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban, antara kepentingan individual dan kemaslahatan komunal, antara keharusan dan kesukarelaan, antara teks agama dan ijtihad tokoh agama, antara gagasan ideal dan kenyataan, serta keseimbangan antara masa lalu dan masa depan. Begitulah, inti dari moderasi beragama adalah adil dan berimbang dalam memandang, menyikapi, dan mempraktikkan semua konsep yang berpasangan di atas. Dalam KBBI, kata “adil”

diartikan: 1) tidak berat sebelah/tidak memihak; 2) berpihak kepada kebenaran; dan 3) sepatutnya/ tidak sewenang-wenang. Kata

“wasit” yang merujuk pada seseorang yang

memimpin sebuah pertandingan, dapat dimaknai dalam pengertian ini, yakni seseorang yang tidak berat sebelah, melainkan lebih berpihak pada kebenaran. Prinsip yang kedua, keseimbangan, adalah istilah untuk menggambarkan cara pandang, sikap, dan komitmen untuk selalu berpihak pada keadilan, kemanusiaan, dan persamaan. Kecenderungan untuk bersikap seimbang bukan berarti tidak punya pendapat. Mereka yang punya sikap seimbang berarti tegas, tetapi tidak keras karena selalu berpihak kepada keadilan, hanya saja keberpihakannya itu tidak sampai merampas hak orang lain sehingga merugikan.

Keseimbangan dapat dianggap sebagai satu bentuk cara pandang untuk mengerjakan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan juga tidak kurang, tidak konservatif dan juga tidak liberal. Moderasi Beragama Mohammad Hashim Kamali (2015) menjelaskan bahwa prinsip keseimbangan (balance) dan adil (justice) dalam konsep moderasi (wasathiyah) berarti bahwa dalam beragama, seseorang tidak boleh ekstrem pada pandangannya, melainkan harus selalu mencari titik temu.

Bagi Kamali, wasathiyah merupakan aspek penting dalam Islam yang acapkali dilupakan oleh umatnya, padahal, wasathiyah merupakan esensi ajaran Islam.

(7)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

273 3.3 Konsep Keberagaman Islam Dalam

Membangun Persatuan Ummat Dalam Keberagaman

Dalam kaitannya dengan agama, Islam merupakan petunjuk bagi manusia menuju jalan yang lurus, benar dan sesuai dengan tuntunan kitab suci Al Qur‟an yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kalau dikaitkan dengan konteks perubahan zaman sekarang, bagaimana Islam memandang keberagaman/pluralitas yang ada dinegeri ini, bahkan di dunia. Sebagaimana yang telah disebutkan berkali-kali oleh Allah SWT didalam Al Qur‟an. Islam sangat menjunjung keberagaman/ pluralitas, karena keberagaman/

pluralitas merupakan sunnatullah, yang harus kita junjung tinggi dan kita hormati keberadaannya.

Seperti dalam (Qs Al Hujurat:13), Allah SWT telah menyatakan”

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi

Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dari ayat Al Qur‟an tadi, itu menunjukan bahwa Allah sendiri lah yang telah menciptakan keberagaman, artinya keberagaman didunia ini mutlak adanya.Dengan adanya keberagaman ini, bukan berarti menganggap kelompok, madzab, ataupun keberagaman yang lain sejenisnya menganggap kelompoknyalah yang paling benar. Yang harus kita ketahui disini adalah, keberagaman sudah ada sejak zaman para sahabat, yaitu ketika Nabi wafat, para sahabat saling mengklaim dirinyalah yang pantas untuk menjadi pengganti Nabi.Ajaran islam mengutamakan persaudaraan atau ukhuwwah dalam menyikapi keberagaman, istilah Ukhuwwah dijelaskan dalam Qs. Al-Hujurat, 49:10

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah

antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”

Ketegasan syariah islam memberikan gambaran betapa perhatiannya Islam terhadap

(8)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

274 permasalahan keberagaman, dengan

mengutamakan persaudaraan, keharmonisann, dan perdamaian. Beberapa hadist memeberikan perumpaan bahwa sesama muslim diibaratkan satu tubuh, “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu tubuh anggota sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam” (HR.Muslim)

Perumpamaan yang lain diibaratkan bangunan; “Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain”

(sahahih Muslim no.4684)

a. Nilai Pluralisme dalam Islam

Fazlur Rahman dalam bukunya Interpretion in the Quran yang dikutip oleh Alwi Shihab mengatakan bahwa ada beberapa ayat al-Quran yang menunjukan kepada nilai pluralisme Islam dan menjadi dasar argumentasi adalah surat al-Hujarat ayat 13, Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. (Shihab, 1997:10). Dan Islam memberikan beberapa prinsip dasar dalam menyikapi dan memahami pluralisme Ini:

1) Prinsip keberagamaan yang lapang Salah satu masaah yang serius dalam menyikapi keberagamaan adalah masalah klaim kebenaran. ). Padahal untuk mencapai kepasrahan yang tulus kepada tuhan (makna generik dari kata islam) diperlukan suatu pemahaman yang sadar dan bukan hanya ikut-ikutan. Oleh sebab itu sikap kelapangan dalam mencapai kebenaran ini bisa dikatakan sebagai makna terdalam keislaman itu sendiri. Diceritakan dalam hadist nabi bersabda kepada sahabat Utsman bin Mazhun “ Dan sesungguhnya sebaik-baik agama disisi Allah adalah semangat pencarian kebenaran yang lapang (Al Hanifiyah Al Samhah)“.

2) Keadilan yang obyektif

Dalam konteks pruralisme, Keadilan mencakup pandangan maupun tindakan kita terhadap pemeluk agama lain.

Kedangkalan dalam tindakan seringkali karena kita tidak suka dan menganggap orang lain sebagai bukan bagian dari kelompok kita (outsider) maka kita bisa berbuat tidak adil terhadap mereka dalam memutuskan hukum, interkasi sosial maupun hal-hal lain. Islam mengajarkan bahwa kita harus menegakkan keadilan dalam sikap dan pandangan ini dengan

(9)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

275 obyektif terlepas dari rasa suka atau tidak

suka (like and dislike).

3) Menjauhi kekerasan dalam berinteraksi dengan pemeluk agama lain termasuk ketika melakukan dakwah.

Dalam berda‟wah kita harus mengutamakan dialog, kebijaksanaan dan cara-cara argumentatif lainnya (interfaith dialogue). Tiap agama mempunyai logikanya sendiri dalm memahami tuhan dan firmannya, kedua bahwa dialog bukanlah dimaksudkan untuk saling menyerang tetapi adalah upaya untuk mencapai kesepahaman, dan mempertahankan keyakinan kita.

4) Menjadikan keragaman agama tersebut sebagai kompetisi positif dalam kebaikan.

Ketika ada pemeluk agama lain berbuat amal sosial dengan semisal melakukan advokasi terhadap masyrakat tertindas seperti kaum buruh, pelecehan seksual dan sebagainya maka kita tidak boleh begitu mencurigainya sebagai gerakan pemurtadan atau bahkan berusaha menggagalkannya tetapi hal tersebut haruslah menjadi pemacu bagi kita kaum muslimin untuk berusaha menjadi lebih baik dari mereka dalam hal amal sosial.

Kalau keempat prinsip ini bisa kita pegang Insya Allah akan tercipta hubungan yang lebih harrmonis antar umat beragama, hubungan yang dilandasi oleh sikap saling menghargai, menghormati dan saling membantu dalam kehidupan sosial. Sehingga kehadiran agama (khususnya islam) tidak lagi menjadi momok bagi kemanusiaan tetapi malah menjadi rahmat bagi keberadaan tidak hanya manusia tetapi sekaligus alam semesta ini.

Jadi dengan demikian yang dikehendaki Allah adalah pluralisme interaksi positif, saling menghormati. Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Dalam ayat ini dapat dipahami kalau Tuhan mau, dengan gampang sekali akan menciptakan manusia semuanya dalam satu grup, monolitik dan satu agama, tetapi Allah tidak menghendaki hal tersebut.

Tetapi justru Tuhan menunjukan kepada realita bahwa pada hakikatnya manusia itu berbeda.

Ini kehendak Tuhan sebagaimana dalam al- Quran surat al-Baqarah ayat 62 sesungguhnya orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan Orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian serta beramal sholeh,

(10)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

276 mereka semua akan mendapat pahala dari

Tuhan mereka dan tidak ada kuatir, tidak pula akan berselisih. Jadi, jelas bahwa nilai-nilai pluralismee dalam Islam dapat dijumpai dalam al-Quran. Hanya saja terkadang karena fanatisme manusia yang membawa dia bukan kepada khilaf, tetapi kepada syiqaq. Khilaf adalah perbedaan pendapat yang didasari atas saling hormat menghormati, sedangkan shiqâq adalah perbedaan pendapat yang membawa kepada pertikaian dan perselisihan. Menurut Quraish Shihab, kalaulah ayat ini dipahami oleh umat Islam sebagaimana bunyi harpiyahnya, dan diterima pula oleh para penganut agama lain, tanpa mengaitkan dengan teks-teks keagamaan yang lain niscaya absolutusme dalam keberagamaan niscaya akan berkurang dan akan pupus sama sekali.

Sebagai ideologi dan gerakan politik, pluralitas pernah diteladani oleh Rasulullah SAW.

Ketika Rasulullah Saw berada di Madinah.

Apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW bukanlah upaya melegitimasi agama resmi saat itu dan bukan pula alat pemaksa agar orang- orang memeluk Islam seluruhnya. Dengan mengikuti prinsif universal keadilan ilahi saja, kita ketahui bersama bahwa perbedaan latar belakang pendidikan, lingkungan sosial, budaya dan kesempatan seseorang,

meniscayakan diferensiasi penerimaan konsep tentang Tuhan dan Agama.

b. Konsep Toleransi dalam Islam

Pada dasarnya, kata toleransi sangat sulit untuk mendapatkan padangan katanya secara tepat dalam bahasa Arab yang menunjukkan arti toleransi dalam bahasa Inggris. Akan tetapi, kalangan Islam mulai membincangkan topik ini dengan istilah

“tasamuh”. Dalam bahasa Arab, kata

“tasamuh” adalah derivasi dari “samh” yang berarti “juud wa karam wa tasahul”dan bukan

“to endure without protest” (menahan perasaan tanpa protes) yang merupakan arti asli kata- kata “tolerance”.

Dalam Islam, toleransi berlaku bagi semua orang, baik itu sesama umat muslim maupun non-muslim. Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Ghair al-Muslimin fii al- Mujtama‟ Al-Islami menyebutkan ada empat faktor utama yang meyebabkan toleransi yang unik selalu mendominasi perilaku umat Islam terhadap non-muslim, yaitu :

1. Keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apapun agamanya, kebangsaannya dan kerukunannya.

2. Perbedaan bahwa manusia dalam agama dan keyakinan merupakan realitas yang dikehendaki Allah SWT yang telah

(11)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

277 memberi mereka kebebasan untuk memilih

iman dan kufur.

3. Seorang muslim tidak dituntut untuk mengadili kekafiran seseorang atau menghakimi sesatnya orang lain. Allah sajalah yang akan menghakiminya nanti.

4. Keyakinan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik. Allah juga mencela perbuatan dzalim meskipun terhadap kafir.

Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah agama yang damai, selamat dan menyerahkan diri. Definisi Islam yang demikian seringkali dirumuskan dengan istilah

“Islam agama rahmatan lil „aalamin” (agama yang mengayomi seluruh alam). Artinya, Islam selalu menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati bukan memaksa.

Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam beragama adalah kehendak Allah.

Dari Pengertian Diatas di dapatkan bahwa, Toleransi (Tasamuh) menurut islam adalah bentuk kelonggaran, kelapangdadaan, kelembutan terhadap semua aspek sosial

kecuali terhadap Sistem dan Prinsip Nilai Islam.

a) Toleransi dalam Hal Sosial

Dalam hal ini islam tidak melarang untuk bertoleransi. Seperti halnya Rasullallah SAW, di jamannya islam hidup berdampingan dengan kaum nasrani dan yahudi. Islam menjamin kehidupan mereka dengan seadil- adil tentu tetap menggunakan dengan aturan islam karena aturan ini tidak bisa ditoleransikan. Acuan Islam terhadap keadilan.

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang- halangi kamu dari masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka. Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikandan taqwa dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan kemaksiatan dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah.

Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

(Al-Maidah: 2)

Pada saat itu islam pun sering melakukan perniagaan dengan orang Nasrani atau yahudi. Dan hal ini seperti yang dicontohkan Nabi Saw., dalam jual beli.

Dari Jabir bin Abdullah Radliyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membeli onta dari dirinya, beliau

(12)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

278 menimbang untuknya dan diberatkan

(dilebihkan).

Dari Abu Sofwan Suwaid bin Qais Radliyallahu 'anhu dia berkata : "Saya dan

Makhramah Al-Abdi memasok

(mendatangkan) pakaian/makanan dari Hajar, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami dan belaiu membeli sirwal (celana), sedang aku memiliki tukang timbang yang digaji, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan tukang timbang tadi.

Beliau bersabda: Timbanglah dan lebihkan !"

b) Toleransi dalam Hal Sistem dan Prinsip Nilai Islam

Islam merupakan agama yang fleksibel dalam bertoleransi semua bisa bertoleransi kecuali dalam hal Nilai dan Prinsip yang telah ditentukan oleh Allah. Islam tidak memaksa orang lain untuk mengikuti aturan islam namun Islam melindungi orang yang tunduk terhadap aturan yang dibuat oleh Allah SWT.

Dan dapat hidup berdampingan jika orang kafir dan non islam tidak memerangi atau memusuhi islam.

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang- orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang berlaku adil.” (8) “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negrimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim.” (Al-Mumtahanah:

8-9) Ini beberapa hal yang tidak bisa di toleransikan oleh islam walaupun hanya sedikit.

Allah Ta'ala dalam firmanNya:

“Katakanlah: wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah dan aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku”. (Al-Kafirun: 1-6).

3.4 Kerukunan Umat Beragama Dalam Membangun Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Islam mengajarkan bahwa manusia ditakdirkan Allah sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun

(13)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

279 spiritual. Bahkan ajaran Islam menganjurkan

manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta‟awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.

Dalam konteks ini bahwa kerukunan antar umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

kerukunan dinamis adalah kerukunan yang dimaksudkan bukan sekedar kerukunan yang berdasarkan kesediaan untuk menerima eksistensi yang lain dalam suasana hidup bersama tapi tanpa saling menyapa. Melainkan kerukunan yang didorong oleh kesadaran bahwa, walaupun berbeda, semua kelompok agama mempunyai tugas dan tanggung jawab bersama yang satu, yaitu mengusakan kesejahteraan lahir dan bathin yang sebesar- besarnya bagi semua orang (bukan hanya

umatnya sendiri). Karena itu mestinya bekerja sama, bukan hanya sama-sama bekerja.

Untuk menjaga kerukunan hidup antar umat beragama salah satunya dengan dialog antar umat beragama. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluarlitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup beragama.

Oleh karena itu, tema dialog antar umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada masalah peribadatan tetapi lebih baik ke masalah kemanusiaan seperti moralitas, etika, dan nilai spiritual, supaya efektif dalam dialog antar umat beragama juga menghindari latar belakang agama dan kehendak untuk mendominasi pihak lain.

Dialog tidak harus menghasilkan kesepakatan, dalam arti secara bersama-sama menyepakati untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan pekerjaan yang sama. Dalam dialog biasa muncul kesepakatan untuk sepakat. Rasulullah saw, telah mengajarkan bagaimana caranya bertoleransi sehingga tercipta kerukunan umat beragama, baik yang satu keyakinan maupun yang berbeda

(14)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

280 keyakinan. Rasulullah mengajarkan bagaimana

berta‟awun ( saling tolong menolong), bermuamalah dalam kaitannya dengan aspek social dan ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat. Semua sudah beliau contohkan sebagai suri tauladan terbaik ummat manusia, khususnya bagi kaum muslimin, tinggal bagaimana kita mengaplikasikan dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu, kalau setiap pemeluk agama konsekwen berpegangan teguh melaksanakan ajaran agama dengan baik, serta menaati perundang-undangan yang berlaku, maka akan tercipta kerukunan yang baik antara pemeluk umat baragama, serta akan terhindar dari pertentangan, perselisihan atau bentrokan yang dapat mengganggu persatuan bangsa dan stabilitas nasional.

Untuk menumbuhkan, memelihara dan mmbina kerukunan hidup dan toleransi antar umat beragama di Indonesia, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Setiap pemeluk agama agar memahami secara benar, taat dan patuh menjalankan syari‟at agamanya.

2) Hindarkan adanya prasangka yang buruk, baik di antara intern umat beragama, di antara pemeluk-pemeluk agama atau di

antara pemeluk umat peragama dan pemerintah.

3) Pemerintah hendaknya benar-benar mengayomi semua pemeluk agama/umat beragama secara adil. Adil bukan dalam arti menyamaratakan, tapi dalam arti memberikan kedudukan, bagian atau fasilitas serta perlakuan sesuai dengan kenyataan dan kondisi yang ada.

4) Setiap pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh agama,penegak hukum, hendaklah memberikan contoh suri teladan yang baik kepada masyarakat, agar mereka menaruh

kepercayaan dan menaati

kepemimpinannya.

IV. KESIMPULAN

1. Dari pemaparan dan uraian di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku, agama, ras, dan budaya. Keberagaman tersebut merupakan kekuatan yang dimiliki Indonesia, namun dalam implementasinya, dinamika ekspresi keberagamaan di era demokrasi terkadang berpotensi memunculkan ketegangan dan konflik antar masyarakat, antar umat beragama atau bahkan internal umat beragama. Oleh karena itu, diperlukan moderasi salah

(15)

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 4 Edisi November 2022 (267-281)

281 satunya moderasi beragama untuk

menjaga keharmonisan bangsa.

2. Multikulturalisme memberikan sebuah dimensi menjamin pentingnya saling menghormati antara berbagai kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan dan keyakinan yang berbeda. Perhormatan yang mengungkinkan setiap kelompok, termasuk kelompok minoritas, untuk mengekspresikan kebudayaan dan Agama mereka tanpa mengalami prasangka buruk dan permusuhan.

3. Oleh karena pentingnya keberagamaan yang moderat yang mempunyai wawasan multikulturalisme, maka menjadi penting juga bagi kita semua menyebarluaskan paham ini. Jangan biarkan Indonesia menjadi bumi yang penuh dengan permusuhan, kebencian, merasa paling benar sendiri, dan pertikaian. Kerukunan baik dalam umat beragama maupun antarumat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi maju.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Abdullah, M Pendidikan Agama Era Multikultural dan Multireligius, Jakarta : PSAP, 2005

Zada, Khamami, Islam Radikal : Pergulatan Ormas Ormas Garis Keras di Indonesia, Bandung : Mizan, 2002

Misrawi Zuhairi, Al Quran Kitab Toleran : Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil Alamiin, Bandung : Pustaka Oasis 2010 Balitbang Kemenag RI.Moderasi Beragama.

Jakarta, 2017

Artikel Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo.go.id)

Ali, H. Mukti. 1975. Kehidupan Beragama Dalam Proses Pembangunan Bangsa.

Bandung: Proyek Pembinaan Mental Agama.

Hasyim, Umar. 1970. Toleransi Dan Kemerdekaan Beragama Dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog Dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya : PT.

Bina Ilmu.

Al-Qardawi, Yusuf, 2015. Ghayr al-muslimin fi al-mujtama'a al-Islami : Maktabah Wahabah

Jurnal (Nazmudin. 2017. “Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama dalam Membangun Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”. Journal of Government and Civil Society, Vol. 1, No. 1, 23-39.

Referensi

Dokumen terkait

b. Apakah ada kesulitan yang kalian hadapi ? 17. Guru bersama siswa merangkum materi mengenai kegiatan saling tolong-menolong dalam kehidupan sehari-hari.

In- ternumat Islam adalah bagian-bagian dari struk- tur sosial masyarakat yang memeluk agama Is- lam, dan kaitannya dengan masyarakat muslim atau umat Islam sebagai

Aktiftas gotong royong dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni gotong royong menolong dan gotong royong kerja bakti, yang keduanya dapat diamati dalam kehidupan

Pembinaan umat beragama di daerah transmigrasi sumatera uta ra,ISLAM AND THE SOCIAL SCIENCE, FH USU.1998. Sadri Odang

Selain Kepala Desa ada juga tokoh agama yang memberi nasihat kepada umatnya untuk saling menghargai, menghormati. Disetiap kegiatan keagamaan selalu diberikan

Dari hal tersebut, hukum Islam dalam kehidupan Dari hal tersebut, hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat memiliki fungsi yang dapat dijabarkan di bermasyarakat memiliki fungsi yang

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah pertama, membantu anak-anak memahami posisi dan peranannya masing-masing, agar mampu saling menghormati dan saling tolong

Ketika nilai-nilai islam yang didasarkan pada gotong royong dan tolong menolong, persatuan dan kesatuan, serta saling menghormati dan saling menghargai di integrasikan kedalam semboyan