• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tenaga Kerja Indonesia dalam Era Globali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tenaga Kerja Indonesia dalam Era Globali"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TENAGA KERJA INDONESIA DALAM ERA GLOBALISASI

RISANG PUJIYANTO

PENDAHULUAN

Globalisasi merupakan kenyataan yang tidak bisa ditolak oleh tiap-tiap negara dalam hubungannya di dunia internasional. Fakih (2004) mendefinisikan globalisasi sebagai proses pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem ekonomi global. Globalisasi memang tidak hanya berarti secara sempit hanya dilihat dari segi ekonomi, akan tetapi juga mencakup penyebaran nilai-nilai yang dipandang berlaku universal, seperti hak asasi manusia, demokratisasi, nilai-nilai kepemerintahan yang baik, dan sebagainya. Adanya globalisasi membuat setiap negara harus mempersiapkan diri terhadap efek yang ditimbulkannya sehingga tidak berakibat negatif, karena fakta empiris membuktikan globalisasi ternyata juga membawa efek yang buruk bagi masyarakat di suatu negara. Contoh nyata efek negatif globalisasi itu antara lain adalah Mexico yang memiliki ketangguhan dalam keamanan pangan mengalami kehancuran dalam perekonomian jagungnya dan itu terjadi dalam waktu 14 tahun setelah pemberlakuan structural adjustment dan 2 tahun NAFTA di Mexico (Pramusinto, 2007).

Di Indonesia, dari sisi tenaga kerja, globalisasi memberikan kesempatan yang setara bagi Warga Negara Asing maupun Warga Negara Indonesia untuk mencari pekerjaan di Indonesia. Sehingga tentunya dibutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk menghindari SDM Indonesia menjadi pengangguran di negeri sendiri. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena pada tataran realita dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia. Dari tabel 1.1 terlihat bahwa terjadi peningkatan yang cukup tajam untuk Tenaga kerja teknisi dari 329 pada tahun 2005 menjadi 11.368 orang pada tahun 2009.

Tabel 1

Sebaran Jumlah TKA menurut Level Jabatan 2005-2009

2005 2006 2007 2008 2009 (Juni)

(2)

1

Direktur 7.341 6.975 3.392 3.822 4.025

Komisaris - 9 283 325 373

Manajer 2.581 2.572 6.479 8.162 8.438

Profesional 8 515 15.080 14.437 15.894

Supervisor 2 569 3.194 2.984 2.825

Teknisi 329 898 3.572 9.640 11.368

Total 27.803 35.010 37.456 44.487 46.226

Sumber : kemenakertrans dalam Survey Nasional TKA 2009, BI

Gambar 1

Tren Peningkatan Tenaga Teknisi Asing

Sumber: Kemenakertrans dalam Survey Nasional TKA 2009, BI (diolah)

(3)

2

KONDISI TENAGA KERJA DI INDONESIA

Laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja di Indonesia saat ini masih relatif tinggi, yaitu untuk periode 1971-1980 rata-rata pertumbuhan penduduk adalah 2,31 persen per tahun dan mengalami penurunan dalam kurun waktu 1980-1990 menjadi sekitar 1,98 persen per tahun. Sedangkan selama periode 1990-2000 rata-rata pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 persen per tahun dan masih sama pada periode 2000-2010 sekitar 1,49 persen per tahun. Dengan laju pertumbuhan penduduk seperti di atas maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 237,641,326 jiwa.

Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk maka angkatan kerja juga akan terus bertambah. Jika dilihat menurut sektor, sektor pertanian masih menjadi penampung terbanyak tenaga kerja sebanyak 35% atau 39,9 juta tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor pertanian. Sektor kedua yang menyerap banyak tenaga kerja adalah perdagangan sebesar 22% atau 24,8 juta disusul oleh sektor jasa-jasa yang menyerap 15% atau 17,5 juta. Sementara sektor industri menempati urutan keempat penyerap tenaga kerja terbanyak yaitu 13% atau 14,7 juta tenaga kerja.

Tabel 2

Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004 – 2013 (orang)

No.

40,608,019 41,309,776 40,136,242 41,206,474 41,331,706 41,611,840 41,494,941 39,328,915 38,882,134 39,959,073

2

Pertambanga n dan Penggalian

1,034,716 904 924 995 1,070,540 1,155,233 1,254,501 1,465,376 1,601,019 1,555,564

3 Industri 11,070,498 11,952,985 11,890,170 12,368,729 12,549,376 12,839,800 13,824,251 14,542,081 15,367,242 14,784,843

4

Listrik, Gas

dan Air 228,297 194,642 228,018 174,884 201,114 223,054 234,070 239,636 248,927 254,528

5 Konstruksi 4,540,102 4,565,454 4,697,354 5,252,581 5,438,965 5,486,817 5,592,897 6,339,811 6,791,662 6,885,341

6

Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa

(4)

3

5,480,527 5,652,841 5,663,956 5,958,811 6,179,503 6,117,985 5,619,022 5,078,822 4,998,260 5,231,775

8

1,125,056 1,141,852 1,346,044 1,399,940 1,459,985 1,486,596 1,739,486 2,633,362 2,662,216 3,012,770

9

10,515,665 10,327,496 11,355,900 12,019,984 13,099,817 14,001,515 15,956,423 16,645,859 17,100,896 17,532,590

10 Lainnya - - - -

Total 93,722,036 93,958,387 95,456,935 99,930,217 102,552,750 104,870,663 108,207,767 109,670,399 110,808,154 114,021,189

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004 s/d 2013

Namun jika dilihat proporsi tenaga kerja di keempat sektor tersebut, sektor pertanian cenderung mengalami penurunan sedangkan tiga sektor lainnya ada kecenderungan meningkat. Proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 43% tahun 2004 menjadi 35% tahun 2013. Proporsi sektor perdagangan mengalami kenaikan dari 20% tahun 2005 menjadi 22% tahun 2013. Pada kurun waktu yang sama sektor jasa meningkat dari 11% menjadi 22%, sedangkan proporsi penyerapan tenaga kerja di sektor industri hanya meningkat tipis dari 12% menjadi 13%.

Tabel 3

Presentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004 – 2013

(5)

4

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004, s/d 2013 (diolah)

Pada tahun 2013, dari jumlah 114,021,189 orang, tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah menempati posisi terbanyak dengan jumlah 54,62 juta orang atau 48 % , dan kemudian disusul yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama sejumlah 20,29 juta orang atau 18 %. Secara keseluruhan, dari tahun 2008 sampai dengan 2013, terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan. Sedangkan tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah justru mengalami penurunan dari 55,33 juta orang menjadi 54,62 juta orang .

Tabel 4

(6)

5 Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2008 – 2013 (juta orang)

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumber: Berita Resmi Statistik BPS, berbagai tahun

Pada tahun 2013, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia sejumlah 7,170,523 orang. Apabila melihat Tabel 1.5, Lulusan SLTA Umum menempati posisi terbanyak dengan jumlah 1,841,545 orang atau 26 %, yang kemudian disusul oleh lulusan SLTP sejumlah 1,822,395 orang atau 25 %. Dari tahun 2004 sampai dengan 2013, jumlah penggangguran dengan pendidikan SLTA Umum cenderung mengalami kenaikan, dari 2,441,161 orang atau 24 % pada tahun 2004 menjadi jumlah 1,841,545 orang atau 26 % pada tahun 2013. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penggangguran yang berpendidikan Universitas, dimana dari 348,107 orang atau 3 % pada tahun 2004 menjadi sejumlah 421,717 orang atau 6 % pada tahun 2013, dan bahkan pada tahun 2010 sempat mengalami kenaikan hingga 9 % atau sejumlah 710,128 orang.

Tabel 5

Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004 - 2013

No.

3 SD 2,275,281 2,729,915 2,589,699 2,179,792 2,099,968 1,531,671 1,402,858 1,120,090 1,449,508 1,421,653

4 SLTP 2,690,912 3,151,231 2,730,045 2,264,198 1,973,986 1,770,823 1,661,449 1,890,755 1,701,294 1,822,395

5 SLTA Umum 2,441,161 3,069,305 2,851,518 2,532,204 2,403,394 2,472,245 2,149,123 2,042,629 1,832,109 1,841,545

6 SLTA Kejuruan 1,254,343 1,306,770 1,305,190 1,538,349 1,409,128 1,407,226 1,195,192 1,032,317 1,041,265 847,052

7 Diploma

I,II,III/Akademi 237,251 308,522 278,074 397,191 362,683 441,100 443,222 244,687 196,780 192,762

(7)

6

Total 10,251,351 11,899,266 10,932,000 10,011,142 9,394,515 8,962,617 8,319,779 7,700,086 7,244,956 7,170,523

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004, s/d 2013

Tabel 6

Presentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004 - 2013

No.

Pendidikan Tertinggi

Yang Ditamatkan

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

2013

Februari

1

Tidak/belum pernah sekolah

3% 2% 2% 1% 1% 1% 2% 2% 1% 2%

2 Belum/tidak tamat SD

7% 6% 6% 4% 5% 6% 7% 9% 7% 7%

3 SD 22% 23% 24% 22% 22% 17% 17% 15% 20% 20%

4 SLTP 26% 26% 25% 23% 21% 20% 20% 25% 23% 25%

5 SLTA Umum 24% 26% 26% 25% 26% 28% 26% 27% 25% 26%

6 SLTA Kejuruan 12% 11% 12% 15% 15% 16% 14% 13% 14% 12%

7 Diploma I,II,III/Akademi

2% 3% 3% 4% 4% 5% 5% 3% 3% 3%

8 Universitas 3% 3% 4% 6% 6% 8% 9% 6% 6% 6%

Total

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004, s/d 2013 (diolah)

(8)

7

PENDIDIKAN DI INDONESIA

Kritik yang selama ini muncul adalah kesiapan para lulusan memasuki dunia kerja, baik dari aspek kompetensi maupun profesionalisme. Melalui Institusi Pendidikan diharapkan tenaga kerja mendapat bekal yang cukup dalam menghadapi dunia kerja baik di tingkat nasional maupun internasional. Untuk menjamin mutu pendidikan, pemerintah menerbitkan berbagai Perundangan dan Peraturan Pemerintah, antara lain UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, UU No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan tinggi, PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan sebagainya.

Beberapa perubahan juga telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk dapat mewujudkan kesesuaian antara dunia pendidikan dan lulusannya dengan kebutuhan tenaga kerja di dunia usaha. Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo (kompas, 2009) menyatakan bahwa pada tahun 2014 rasio perbandingan jumlah SMK dengan SMA bisa mencapai 2:1 atau dengan kata lain, setiap terdapat satu SMA di salah satu wilayah maka di wilayah tersebut harus memiliki dua SMK. SMK merupakan lembaga pendidikan yang dimaksudkan untuk menghasilkan SDM yang memiliki ketrampilan tertentu yang sesuai dengan sektor usaha/industri tertentu. Siswa SMK dibekali dengan ketrampilan praktis dan pengalaman kerja dalam kekhususan tertentu seperti bangunan, elektronika, listrik mesin, atau otomotif, bisnis manajemen dan lain-lainnya. Adanya pemberian ketrampilan praktis dan pengalaman kerja menjadikan lulusan SMK siap pakai di dunia Industri dan tidak menutup pula kemungkinan untuk menjadi wiraswasta.

(9)

8 Tabel 7

No Jenis Jumlah Prosentase

1 Universitas 468 15,19%

2 Institut 55 1,79%

3 Sekolah

Tinggi

1.350 43,82%

4 Akademi 1.038 33,69%

5 Politeknik 170 5,52%

Jumlah 3.081 100%

Sumber : http://pdpt.dikti.go.id/

Dari data di atas, terlihat penyediaan sekolah vokasi di Indonesia sejumlah 1.208 atau 39,12% dari total perguruan tinggi yang dibentuk sebagai sekolah vokasi (Akademi dan Politeknik) atau sekolah keahlian. Sedangkan sebanyak 1.873 atau 60,79% perguruan tinggi dibentuk sebagai penyelenggara sekolah akademik dan/atau sekolah vokasi (Universitas, Institut dan Sekolah Tinggi). Data tersebut menunjukkan penyediaan sekolah vokasi murni di Indonesia jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penyediaan sekolah akademik yang juga dapat juga menjadi sekolah vokasi.

(10)

9 sedangkan sisanya 629.148 atau sekitar 16,23% dari 3.874.161 mahasiswa Indonesia masuk sekolah vokasi.

Gambar 2

Jumlah Mahasiswa berdasarkan Jenjang Pendidikan

Sumber : http://pdpt.dikti.go.id (diolah)

Dari data tersebut di atas terlihat adanya ketimpangan yang cukup besar antara pendidikan vokasi dan akademik. Padahal diharapkan melalui pendidikan vokasional, perguruan tinggi dapat mencetak lulusan profesional yang siap terjun langsung di dunia kerja. Adanya moratorium melalui Surat Edaran DIKTI Nomor 1061/E/T/2012, diharapkan dapat mengurangi laju pertumbuhan pendidikan tinggi akademik dan di sisi lain dapat menambah jumlah pendidikan tinggi vokasi.

(11)

10 kerja yang dilayani dalam satu atap (pikiranrakyat.com). Pada akhirnya tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki kualitas sistem pendidikan yang ada karena dengan memiliki sistem pendidikan yang baik, maka sistem itu akan mampu melahirkan tenaga kerja yang baik pula.

KESIMPULAN

Sumber daya manusia yang memiliki keunggulan dan daya saing yang tinggi merupakan salah satu cara untuk dapat mengambil keuntungan dari globalisasi. Hubungan dan kerjasama yang baik antara pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat dan industri menjadi suatu hal yang tak terelakkan. Dalam hal ini, institusi pendidikan harus diarahkan untuk meningkatkan daya saing SDM. Pemerintah harus mengembangkan sistem yang dapat menjamin kesetaraan akses pada pendidikan yang berkualitas dan kemudahan investasi sehingga dapat membuka lapangan kerja. Sedangkan Industri memberikan kesempatan dan pelatihan kerja on-the-jobtraining bagi masyarakat. Dengan adanya sinergi pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat dan industri, diharapkan masyarakat akan mendapatkan manfaat dari globalisasi

DAFTAR PUSTAKA

Faqih, Mansour. 2004. Runtuhnya Teori Pembangunan dan globalisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar dan Insist Press.

Pramusinto, Agus, 2007. Globalisasi, Pembangunan dan Administrasi Publik. Jurnal Politik dan Manajemen Publik. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2107211224.pdf

Bank Indonesia, 2010. Survey Nasional Tenaga Kerja Asing 2009.

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/93D0767F-D0A8-47F4-856C-01C4F73D027E/21202/SurveiTKAIndonesia2.pdf

http://pdpt.dikti.go.id/ http://www.bps.go.id

Gambar

Gambar 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+5

Referensi

Dokumen terkait

Food bar adalah campuran bahan pangan (blended food) yang diperkaya dengan nutrisi, kemudian dibentuk menjadi bentuk padat dan kompak (a food bar form). Tujuan

Nilai (atau dengan kata lain supply chain surplus) sebuah rantai pasok yang dihasilkan adalah perbedaan antara apa produk akhir yang bernilai kepada pelanggan dan biaya

c. Memenuhi persyaratan teknis minimal dan berlabel. Lahan bera atau tidak ditanami dengan tanaman yang satu familli minimal satu musim tanam. Untuk tanaman rimpang lahan yang

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/2007 tentang pedoman umum Penetapan Indikator Kerja Utama di Lingkungan Instansi

Kita dapat menggunakan strategi metode ini pada saat menjelaskan materi – materi atu rumusan konsep yang bersifat umum kemuadianyang bersifat khusus yang

Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam analisisnya. Di sini setiap wacana tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi

Agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran, maka penulis mendefinisikan hal- hal berikut:.. Efektivitas adalah sesuatu yang menunjukkan ketercapain sasaran/tujuan yang

(1) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum,