KONSEP MATA UANG DINAR-DIRHAM
MENURUT AL-GHAZALI DAN KEMUNGKINAN
APLIKASINYA DI INDONESIA
IRNA YOLIANA PUTRI1
ABSTRAK
Dinar dan dirham merupakan mekanisme alternatif yang dicadangkan oleh ahli-ahli ekonomi dunia sebagai penyelesaian kepada krisis mata wang global. Yang bahkan telah ada sejak zaman rasulullah. Bahkan banyak para cendikiawan islam yang menafsirkan dan mengkaji dinar dan dirham dalam aplikasi kehidupan pada zamannya. Justru, kajian ini bertujuan untuk menilai realiti semasa penggunaan dinar dan dirham pada masa kini khususnya di Negara Indonesia sendiri, dan mengkaji sejarah atau pengaplikasian dinar dirham pada zaman dahulu. Hasil kajian ini menunjukkan terdapat pelbagai bentuk pengaplikasian dinar emas di Negara indonesia, sama ada ia digunakan sebagai mata uang atau komoditi. Dinar dan Dirham merupakan salah satu alat transaksi yang cukup stabil. Kestabilan uang Dinar dan Dirham, sebenarnya juga telah diakui dunia. Contohnya, ketika Amerika Serikat menggunakan uang standar emas tahun 1879, tingkat inflasi menurun drastis menyamai tingkat inflasi tahun 1861. Penelitian ini menggunakan Diskriptif kualitatif yaitu peneliti mencari informasi dari berbagai sumber. Karena sifat kajian ini merupakan teoritis. Tujuan peneliti melakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah Dinar dan Dirham memiliki kelayakan sebagai mata uang untuk alat transaksi Muamalah dan menganalisis Nilai Dinar dan Dirham apabila digunakan sebagai mata uang di Indonesia.
Kata Kunci: uang, dinar dan dirham
A. PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi di dunia berpengaruh terhadap tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Selama perekonomian Negara dapat teratasi dengan baik dan dikelola dengan sistem yang benar,pastinya akan memberikan dampak positif bagi penduduk di negara tersebut.Tidak sedikit negara yang dulunya terpuruk akibat lemahnya perekonomian, sekarang bangkit dan berdiri kokoh dengan sistem perekonomian yang canggih dan lebih maju. pemerintah sebagai pusat regulasi ekonomi memberikan dorongan yang kuat kepada pihak
1Mahasiswa semester 3, jurusan muamalah, fakultas syariah dan hukum, uin sunan gunung djati bandung,
pelaksana kegiatan pemerintahan, guna mendukung peningkatan perekonomian negara agar lebih maju dan siap mengahadapi persiangan pasar global.
Dinar emas merupakan mekanisme alternatif yang dicadangkan oleh ahli-ahli ekonomi dunia sebagai penyelesaian kepada krisis mata wang global. kajian ini bertujuan untuk menilai realiti semasa penggunaan dinar emas pada masa kini, di negra Indonesia. Penggunaannya dalam aspek mata uang ialah seperti transaksi pembayaran secara fizikal dan elektronik (e-dinar) serta pembayaran zakat. Manakala penggunaan dinar emas dalam aspek komoditi dilaksanakan dalam bentuk pelaburan, simpanan (wadiah), urusan haji, pemberian cenderamata dan juga dijadikan sebagai hantaran perkahwinan. Kajian ini amat releven kerana ia dapat memenuhi keperluan umat Islam untuk kembali kepada penggunaan dinar emas. Namun demikian, realiti semasa memperlihatkan penggunaan dinar emas adalah lebih sesuai.
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan mengumpulkan data-data dari mulai teori dan pemikiran para ahli.yang kemudian mengidentifikasiinformasi. yang di perlukan untuk memecahkan masalah. Selanjutnya Pemilihan atau pengembangan pengumpulan data. Hingga sampai akhirnya Analisis data atau kesimpulan.
C. PEMBAHASAN
1.
Konsep Mata Uang Menurut Al-GhazaliJauh sebelum Adam Smith menulis buku “The Wealth of Nations” pada tahun 1766 di Eropa., Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, uang berfungsi sebagai media penukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri. Maksudnya, adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut, dan uang bukan merupakan sebuah komoditi.
akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Tujuan utama dari emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang. Uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.2
Dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.
Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” yang ditulis pada awal abad ke-11 telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, bahwa ada kalanya seseorang mempunyai sesuatu yang tidak dibutuhkannya dan membutuhkan sesuatu yang tidak dimilikinya. Dalam ekonomi barter, transaksi hanya terjadi jika kedua pihak mempunyai dua kebutuhan sekaligus, yakni pihak pertama membutuhkan barang pihak kedua dan sebaliknya pihak kedua membutuhkan barang pihak pertama, misalnya seseorang mempunyai onta dan membutuhkan kain.
Menurut al-Ghazali, walaupun dalam ekonomi barter, dibutuhkan suatu alat pengukur nilai yang disebut sebagai “uang”. Sebagaimana contoh di atas, misalnya nilai onta adalah 100 dinar dan kain senilai 1 dinar. Dengan adanya uang sebagai alat pengukur nilai, maka uang akan berfungsi sebagai media penukaran.
Persamaan fungsi uang dalam sistem ekonomi Syariah dan konvensional adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account), sedangkan perbedaannya ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi “motif money demand for speculation” yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.”
Uraian-uraian Al-Gahzali berikutnya, tentang konsep-konsep ekonomi Islam, sungguh menakjubkan. Tapi sayang, banyak di antara umat Islam yang mengutip dan menelaah aspek tasawufnya, tanpa mengkaji secara utuh isi kitab itu, sehingga wacana ekonomi Islam terabaikan.
Pemikiran Al-Ghazali yang juga cukup menakjubkan tentang fungsi uang adalah teorinya yang menyatakan bahwa uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Maksudnya, uang tidak memiliki harga (intrinsik) tetapi dapat dapat merefleksikan semua harga. Atau dalam istilah ekonomi klasik dikatakan, uang tidak memberi kegunaan langsung (direct utility function). Hanya bila uang itu digunakan untuk membeli barang, barulah barang itu memiliki kegunaan.
Merujuk pada Al-Qur’an, al-Ghazali mengecam orang yang menimbun uang. Orang demikian, dikatakannya sebagai penjahat. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur
dinar dan dirham menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka ini dikatakannya sebagai orang yang bersyukur kepada sang pencipta Allah Swt, dan kedudukannya lebih rendah dari orang yang menimbun uang. Menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Sedangkan meleburnya berarti menariknya dari peredaran untuk selamanya.3
Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Ini berarti memperkecil terjadinya transaksi sehingga perekonomian lesu. Adapun peleburan uang, sama saja artinya dengan mengurangi jumlah penawaran uang yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi.
Dalam ekonomi Islam sebagaimana dijelaskan al-Ghazali, fungsi uang adalah sebagai media pertukaran dan standar harga barang. Siapa yang menggunakan uang tidak sesuai dengan fungsinya, bererti dia telah kufur nikmat dalam penggunaan uang. Menimbun uang merupakan tindakan tercela dalam perspektif ekonomi Islam, karena ia telah memenjarakan uang dan mencegah fungsi sebenarnya. Kata al-Ghazali, penimbunan uang persis seperti orang yang memenjarakan hakim kaum muslimin, sehingga kelancaran perasidangan hukum terhambat. Kalau uang itu disimpan saja, maka hikmat-hikmatnya pun akan hilang dan tujuan dari adanya uang itu tidak terwujud.
Dinar dan dirham dalam ekonomi Islam, bukan dikhususkan untuk individu-individu tertentu, tetapi dinar dan dirham diciptakan supaya beredar di antara manusia, lalu menjadi hakim di antara mereka, menjadi standar harga dan alat tukar.
Pilihan kepada uang emas sebagal alat tukar yang mempunyai nilai melekat pada zatnya (nilai intrinsik) sama dengan nilai rielnya, nyatanya berlaku di seluruh dunia selama berabad-abad lamanya.
Fungsi uang sebagai satuan nilai (unit of account), di mana uang berfungsi sebagai standar alat ukur atas suatu barang dan jasa menimbulkan konsequensi uang menjadi mempunyai daya beli. Uang Dinar emas dan Dirham perak akan tetap mempunyai daya beli apabila uang-uang tersebut masih tetap dalam standar kualitasnya. Kualifikasi Dinar dan Dirham klasik sesuai hukum Islam yang dibakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab adalah mas 22 karat seberat 4,25 gram dengan diameter 23 mm dan perak murni seberat 3 gram dengan diameter 25 mm. Sedang nisabnya masing-masing adalah 1 untuk Dinar berbanding 10 untuk Dirham. Untuk saat sekarang ini standarisasi Dinar dan Dirham dilakukan oleh World Islamic Trade Organization (WITO).
Dalam ekonomi Islam, peredaran uang palsu sangat dikecam. Pada zaman klasik Islam, khususnya masa al-Ghazali, uang palsu dipandang sebagai uang yang kandungan emas/peraknya tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. al-Ghazali mengatakan, mencetak atau mengedarkan uang sejenis ini lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham. Karena mencuri adalah satu dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus menerus
berulang setiap kali uang itu dipergunakan, dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu lama. Begitulah cerdasnya al-Ghazali, jauh sebelum ekonom Barat tampil, dia sudah memiliki pemikiran yang cemerlang tentang fungsi uang, penimbunan uang, dan implikasi uang palsu.
Selanjutnya, al-Ghazali membahas konsep ekonomi Islam tentang jenis mata uang. Beliau membolehkan peredaran mata uang yang sama sekali tidak mengandung emas dan perak, asalkan pemerintah menyatakan sebagai alat bayar resmi.4
2. Dinar Dan Dirham
Dinar adalah emas dengan kadar 22 karat seberat 4,25 gram. Dirham adalah perak murni dengan berat 2,975 gram. Dinar yang dimaksud bukanlah uang kertas di negara Irak. Emas dan perak tersebut telah digunakan sebagai mata uang sebelum Islam dan setelah Islam datang. Dinar adalah satuan yang digunakan dalam menghitung zakat mal sehingga menghidupkan dinar sebagai bentuk syariat Islam tentunya akan mendapatkan balasan dari Alloh SWT. Kekuatan dinar dan dirham sebagai mata uang (store value). Pada zaman Rasulullah, seekor kambing bisa dibeli dengan satu dinar. Saat ini pun seekor kambing masih bisa dihargai dengan 1 Dinar (Nilai 1 Dinar per 1 Juni 2010 adalah Rp 1.542.000)5
Koin dinar emas adalah koin emas 22 karat (91,7%) dengan berat 4,25 gram yang dapat berfungsi sebagai alat investasi dan proteksi nilai kekayaan.
Mengapa 4,25 gram?
Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam bersabda “Timbangan mengikuti yang digunakan penduduk Mekah, Takaran mengikuti yang digunakan penduduk Madinah”.
Dari hadits Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam tersebut, Dr. Qaradawi menyimpulkan bahwa berat 1 Dinar atau 1 Mithqal adalah sama dengan 4.25 gram timbangan saat ini, sedangkan berat 1 Dirham adalah 2.975 gram.
Mengapa 22 karat?
Berikut adalah fakta-fakta sejarah:
1. Semasa Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam masih hidup; beliau belum (memerintahkan ) mencetak Dinar Islam sendiri. Berarti Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa
4http://www.dakwatuna.com/2012/05/17/20558/konsep-uang-dalam-islam, diakses tgl 24 oktober 2014, pukul
21:31
Salam menggunakan Dinar yang diproduksi oleh dunia di luar Islam. Apa yang ada sebelum Islam atau di luar Islam kemudian juga digunakan oleh beliau, maka ini menjadi ketetapan atau taqrir beliau – yang ber ati Dinar (uang emas) diluar Islam-pun boleh digunakan oleh umat Islam.
2. Dinar baru mulai dicetak di Kekhalifahan Islam pada jaman Kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41-60H) ; namun pada jaman itu uang emas dari Byzantine tetap juga digunakan bersama Dinar Islam.
3. Pada jaman Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan (75 H-76 H) barulah beliau melakukan reformasi finansial, dimana hanya Dinar dan Dirham Islam yang dipakai di Kekhalifahan.
4. Sampai abad 19 koin-koin emas yang ada di dunia hanya berkadar antara 0.900 % – 0.9166 % atau yang paling mendekati adalah 22 karat ( 22 karat = 22/24 = 0.917%).6
Dunia Islam tidak hanya mengenal mata uang dinar emas, tapi juga dirham perak. Dirham merupakan mata uang yang digunakan sejak awal Islam hingga berakhirnya Kekhalifahan Usmaniah Turki tahun 1924. Penggunaan dirham sama seperti dinar, tapi memiliki nilai berbeda. Dirham digunakan sebagai alat transaksi perdagangan dan juga membayar zakat dan denda (diyat).
Standardisasi berat uang dinar dan dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW, "Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah" (HR. Abu Daud).
Sementara, pada masa Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi, pencetakan dirham pertama dalam masa kekhalifahan Islam dilakukan yaitu berat tujuh dinar sama dengan berat 10 dirham. Sementara, berat satu dinar emas adalah sekitar 4,25 gram. Dengan demikian, berat satu dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2,975 gram.
Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir. Bahkan, mata uang perak telah digunakan sejak lama di Yunani. Dalam sejarah, istilah dirham sebetulnya berasal dari koin Yunani, Drachma.
Saat itu, Kekaisaran Romawi menggunakan drachma sebagai alat perdagangan dengan pedagang Arab sebelum masa Islam. Penggunaan drachma sebagai alat tukar memiliki alasan serupa dengan dinar emas. Hal itu karena drachma memiliki nilai instrinsik karena terbuat dari perak.
Nilai pada 26 oktober 2014:7
Item Jual (Rp) Beli (Rp)
Dinar 1,880,186 1,804,979
Dirham 61,781 59,310
Emas
Rp/Gr 442,397 424,701
Berikut petikan pernyataan al-ghazali tentang ini:
“Jika seseorang menimbun dirham dan dinar, ia berdosa. Dinar dan dirham tidak memiliki guna langsung pada dirinya. Dinar dan dirham diciptakan supaya beredar dari tangan ke tangan, untuk mengatur dan memfasilitasi pertukaran…. (sebagai) simbol untuk mengetahui nilai dan kelas barang. Siapapun yang mengubahnya menjadi peralatan-peralatan emas dan perak berarti ia tidak bersyukur kepada penciptanya, dan lebih buruk daripada penimbun uang, karena orang yang seperti itu adalah seperti orang yang memaksa penguasa untuk melakukan fungsi-fungsi yang tidak cocok. Seperti menenun kain, mengumpulkan pajak, dan lain-lain. Menimbun koin masih lebih baik dibandingkan mengubahnya, karena ada logam dan material lainnya seperti tembaga, perunggu, besi, tanah liat yang dapat digunakan untuk membuat peralatan. Namun tanah liat tidak dapat digunakan untuk mengganti fungsi dan dijalankan oleh dirham dan dinar.”8
Hal yang menjadi dasar utama dari kita semua kembali mengamalkan dinar dan dirham adalah kepada keimanan dan ketakwaan, bukan yang lain, karena ini bagian dari perintah Allah yang merupakan urusan akidah Islam dan berkaitan erat dengan salah satu rukun Islam yaitu tiang zakat maal, dimana semua 4 Ulama Madhab menyatakan bahwa zakat maal harus ditarik sebanyak 20 Mitsqal untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak, dan kesemuanya dihitung bahan emas dan perak murni.9
Penggunaan dinar dan dirham sebenarnya sudah terjadi sekian lama, jauh sebelum Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam lahir, yaitu yang pertama kali menggunakan dinar dan dirham adalah Nabi Adam alaihis salam, dapat di lihat dalam Tafsir ad-Durrul Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur yang disusun oleh Imam Jalaluddin Suyuthi mengatakan, (dikeluarkan oleh Ibn Abi Syuibah dalam Kitab Al-Mushonnaf). Pada masa Nabi Idris‘alaihis salam, 9000 tahun Sebelum Masehi, sebagai Rasul Ke-2 yang pertama kali hidup menetap, mengenal tambang emas dan
7ibid
8Tim P3EI, ekonomi islam, jakarta: UII 2008, hlm. 110-111.
perak, dan mengolahnya menjadi sebuah mata uang yang diberi nama raqim10 untuk mata uang emas, dan wariq11untuk mata uang perak.
Sejarah mata uang raqim dan wariq ini, berlangsung cukup lama mulai dari periode Nabi Idris, dilanjutkan ke periode Nabi Nuh, ke periode Hud, ke periode Nabi Sholih, ke periode Nabi Dzulqarnain, ke periode Ashabulkahfi, ke periode Nabi Ibrahim, ke periode Nabi Luth, ke periode Nabi Isma’il dan ke periode Nabi Ishaq. Peristiwa penting ini secara implisit dijelaskan dalam Al-Qur’an di 403 ayat dalam Al-Qur’an.12
Penamaan Dinar sebagai mata uang emas, dan Dirham sebagai mata uang perak, baru terjadi Periode Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf. Hal ini termaktub dalam Surah Ali-Imran (3): 75, dan Surah Yusuf 12: 20.
Standarisasi ukuran dinar dan dirham pada masa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam sama dengan ukuran raqim dan wariq pada masa Nabi Idris sampai Nabi Ishaq, dan sama pula ukurannya dengan dinar dan dirham pada masa Nabi Ya’qub sampai Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam. Ukuran ini adalah ukuran yang telah disepakati oleh Jumhur Ulama’. Yaitu: nisab zakat harta yang harus ditarik sebanyak 20 Dinar untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak.13
Al-Qur’an Tentang Dinar dan Dirham
Memang al-Qur’an dan al-Hadist tidak pernah mengklaim bahwa Dinar dan Dirham adalah satu-satunya mata uang yang sah digunakan umat Islam dalam melakukan setiap transaksi dan berbagai aktivitas ekonomi lainnya. Namun demikian, kata-kata Dinar dan Dirham yang terdapat dalam ayat-ayat berikut secara implisit menunjukkan pengakuan Allah terhadap superioritas Dinar dan Dirham. Sebutan Dinar dan Dirham, misalnya terdapat dalam ayat-ayat berikut:
“Dan di antara Ahli Kitab, ada orang yang kalau engkau amanahkan dia menyimpan sejumlah besar harta sekalipun, ia akan mengembalikannya (dengan sempurna) kepadamu, dan ada pula di antara mereka yang kalau engkau amanahkan menyimpan sedinar pun, ia tidak akan mengembalikannya kepadamu kecuali kalau engkau selalu menuntutnya…” (Q.S. Ali Imran: 75);
“Dan (setelah terjadi perundingan) mereka menjualnya dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja bilangannya…” (Q.S. Yusuf: 20).
10Ar-Raqim adalah nama mata uang emas, sebelum dinamakan menjadi dinar. Lihat Surah Al-Kahfi [18]: 9
11Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rasyad Al-Qurthubi (w.450 H), Bab Kitab Zakat Adz-Dzahab Wa Al-Waraq,
Beirut-Libanon: Penerbit Darul Gharbi Al-Islami, Cet.2, tahun 1988, Jilid 2, halaman 355- 422
12Ibnu Katsir, Kitab Qishohul Anbiya
13Allammah Abdurrahman bin Muhammad Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab,, Bab Zakat Emas dan Perak. Dan
Sedangkan dalam ayat lain, perkataan emas dan perak direkamkan untuk menjelaskan fungsi dari emas dan perak tersebut. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, lalu mati sedang mereka tetap kafir, maka tidak sekali-kali akan diterima dari seseorang di antara mereka: emas sepenuh bumi, walaupun ia menebus dirinya dengan (emas yang sebanyak) itu…” (Q.S. Ali Imran: 91); dan “…Dan (ingatlah) orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak membelanjakannya pada jalan Allah, maka khabarkanlah kepada mereka dengan (balasan) azab siksa yang tidak terperi sakitnya” (Q.S. at-Taubah: 34).
Semua ayat di atas tidak menjelaskan bahwa hanya uang Dinar emas dan Dirham perak yang sah dan halal digunakan umat Islam dalam melakukan berbagai aktivitas ekonomi. Ayat-ayat di atas hanya menjelaskan fungsi emas (Dinar) dan perak (Dirham) sebagai alat penyimpan nilai (store of value), alat penukar (medium of exchange), dan alat pengukur nilai (standard of measurement). Merujuk pada ayat-ayat di atas, mayoritas para Fuqaha (Ahli Fiqh) bersetuju bahwa selain Dinar dan Dirham, Dolar, Euro, Rupiah atau berbagai jenis uang hampa (fiat money) lainnya dapat digunakan sebagai mata uang negara asal saja tidak terkontaminasi dengan unsur-unsur spekulasi, riba, gharar, dan gambling. Walaupun demikian, para ulama lebih menggalakkan agar umat Islam menggunakan Dinar dan Dirham dibandingkan dengan Dolar dan berbagai jenis mata uang hampa lainnya, kerana Dinar dan Dirham memiliki tingkat kestabilan yang lebih tinggi.14
3. Kelebihan Dan Kekurangan Mata Uang Dinar Dirham
Kelebihan Dinar-dirham:
1. Memiliki sifat unit account, mudah dijumlahkan dan dibagi. Kalau kita punya 100 dinar hari ini mau kita pakai 5 dinar maka tinggal dilepas yang 5 dinar dan yang disimpan yang 95 dinar.
2. Sangat liquid ( mudah diuangkan) untuk diperjualbelikan karena kemudahan dibagi dan dijumlahkan.
3. Memiliki nilai dakwah tinggi karena sosialisasi dinar akan mendorong sosialisasi syariat Islam itu sendiri. Nishab Zakat misalnya ditentukan dengan dinar dan dirham- umat akan sulit menghitung zakat dengan benar apabila tidak mengetahui dinar dan dirham ini . 4. Nilai jual kembali tinggi, mengikuti perkembangan harga emas internasional, hanya akan
dikurangkan biaya administrasi dan penjualan sekitar 4 persen dari harga pasar. Jadi kalau sepanjang tahun lalu dinar mengalami kenaikan 31 persen, maka setelah dipotong biaya 4 persen tersebut, hasil investasi kita masih sekitar 27 persen.
5. Mudah diperjualbelikan sesama pengguna karena tidak ada kendala model dan ukuran.
Kelemahan Dinar-dirham :
1. Di Indonesia masih dianggap perhiasan, penjual terkena PPN 10 persen ( Sesuai KEPMEN KEUANGAN RI No. 83/KMK.03/2002 bisa diperhitungkan secara netto antara pajak keluaran dan pajak masukan toko emas maka yang harus dibayar toko emas penjual dinar adalah 2 %).
2. Ongkos cetak masih relatif tinggi yaitu berkisar antara 3%-5% dari nilai barang bergantung dari jumlah pesanan.15
4. Praktek Penggunaan Uang Kertas Di Indonesia
Sistem peredaran uang kertas dikendalikan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang didirikan pada tahun 1944 dan menjadikan dolar Amerika sebagai standar sistem peredaran uang kertas internasional. Dengan demikian, orang-orang Yahudi yang berada di balik IMF, Bank Dunia, dan pemerintahan AS berhasil menjalankan prinsip “penghematan” yang membuat bangsa-bangsa lain melakukan “pemborosan”. Penghematan ini dilakukan dengan hanya mencetak lembaran-lembaran kertas “dolar” dan sebagainya yang ditukar dengan berbagai kekayaan alam, seperti dengan sekian ton emas di berbagai manca negara. Oleh karena itu, Weatherford menulis bahwa emas-emas tersebut kini ditimbun di perbukitan Kentucky Utara, sebagai timbunan emas terbesar. Di kawasan ini, The Fort Knox Bullion Depository menyimpan sekitar 4.600 ton emas murni. Timbunan itu bersama 1.781 ton di West Point, 1.368 di Denver, dan sekitar 1.000 ton di bagian-bagian lain Federal Reserve, memberi AS sejumlah total 8.000 ton emas.16
Ilmu ekonomi yang sudah mereka simpangkan pemaknaannya juga berhasil menciptakan krisis pemahaman manusia terhadap istilah moneter dan nama-nama lainnya yang terkait dengan alat tukar. Kata “moneter” dapat dipastikan berasal dari kata “money”. Menurut Jack Weatherford dalam buku The History of Money, “money” berasal dari kata “moneta”. Kata ini adalah nama seorang penguasa Romawi bernama Juno Moneta yang membimbing bermacam-macam aktivitas negara, termasuk aktivitas utama menerbitkan uang. Pada tahun 269 SM, bangsa Romawi memperkenalkan koin baru yang dibuat di kuil Juno Moneta. Pada koin itu terpampang gambar Moneta dan keluarganya. Dari kata ini muncul kata-kata Inggris mint (mencetak uang) dan money (uang). Kata-kata seinduk dalam bahasa-bahasa Eropa lainnya juga berasal dari moneta, termasuk kata Spanyol moneda, yang berarti koin. Seringnya peleburan dan pemberlakuan kembali koin menjadikan percetakan di Kuil Juno nyaris tak pernah berhenti beroperasi, tidak peduli pasokan emas dan perak meningkat atau tidak. Koin-koin itu tampaknya
15http://sentramulia.wordpress.com/ diakses tgl.26 oktober 2014, pukul. 11:30
16Jack Weatherford,Sejarah Uang(terjemahan Noor Cholis dariThe History of Money), (Yogyakarta: Bentang
mengalir dari percetakan dalam arus konstan, dan dari kata lain curere, yang artinya “berlari” atau “mengalir”, itulah kata moderncurrency berasal.17
Di tengah kian lazimnya penggunaan Dinar emas dan Dirham perak oleh masyarakat muncul pernyataan seorang pejabat Bank Indonesia (BI): 'Dilarang bertransaksi dengan Dinar dan Dirham.' Ia mengacu UU no 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang memidana penggunaan selain rupiah di dalam wilayah RI, dengan hukuman penjara 1 tahun atau denda Rp 200 juta. Meskipun ada juga pengecualiannya yaitu transaksi non-rupiah diizinkan bila diperjanjikan terlebih dahulu atau untuk perdagangan internasional.
Adanya pengecualian itu saja sebenarnya sudah membuat undang-undang ini tidak efektif. Sebab, bukankah dengan mudah setiap orang dapat menyatakan bahwa transaksi yang dilakukan dengan dolar AS atau yen atau mata uang nonrupiah lainnya telah diperjanjikan terlebih dahulu? Adapun terhadap Dinar dan Dirham undang-undang di atas sama sekali tidak relevan. Pernyataan pejabat BI itu muncul karena kesalahpahaman, atau tepatnya pemahaman yang salah, tentang Dinar dan Dirham.18
Uang kertas yang merupakan kertas tak bernilai dan penerbitannya dimonopoli oleh satu pihak, dan pemakaiannya untuk umum dipaksakan, adalah alat tukar yang batil dan bertentangan dengan syariat Islam. Kebebasan bertransaksi dijamin langsung oleh Allah, subhanahu wa ta'ala, dan dijaga melalui sunnah Rasul, sallalahu alayhi wa sallam,, dan diatur melalui syariat Islam. Memaksakan setiap orang (Indonesia) untuk bertransaksi hanya dengan uang kertas rupiah, dan melarang bahkan menghukum transaksi yang dilakukan dengan alat tukar lain atas dasar suka sama suka, berarti memberangus kebebasan bertransaksi.
Tanpa undang-undang mata uang, rakyat Indonesia telah menjalani kehidupan ekonomi dengan normal, selama ratusan tahun, bahkan sejak kita mengenal uang kertas rupiah 66 tahun lalu. Tanpa undang-udang mata uang perbankan kita juga telah berjalan, diatur mula-mula oleh Undang-undang (UU) No 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan UU No. 23 tahun 1999 tentang BI. UU No 7/1992 tersebut membolehkan bank untuk 'melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil' (syariat Islam). Dalam UU yang baru, yakni UU No 10/1998, secara eksplisit ditetapkan bahwa bank boleh beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Bahkan, kemudian, UU No 23/1999 tentang BI juga menetapkan bahwa BI sebagai bank sentral dapat 'melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah'.
Pemakaian kembali Dinar dan Dirham bukan hanya berdasarkan kepada prinsip syariah, tetapi merupakan pengamalan dari syariah itu sendiri. Maka, UU Mata Uang itu bertentangan dengan UU No 10/1998 tentang Perbankan dan UU No 23 tahun 1999 tentang BI itu sendiri bukan? Lagi pula, secara asasi, kebebasan menjalankan ibadah sesuai syariat Islam, menguasai
17Ibid, hlm.56-57
hak milik, berpartisipasi memajukan masyarakat dan bangsa, menggunakan identitas budaya dan tradisi, semuanya dijamin oleh konstitusi RI, yaitu UUD 1945 (yang telah diamandemen).19
5. Penerapan Dinar Dan Dirham Solusi Dalam Sistem Moneter Di Indonesia Tinjauan Perspektif Islam
Dinar dan dirham sebuah alat pembayaran yang sebenarnya telah lama dikenal sejak zaman Romawi dan Persia, kedua negara tersebut merupakan dua negara adidaya yang cukup besar pada masa itu. Dinar terbuat dari emas dan dirham terbuat dari perak. Dinar (emas) dalam sejarah dunia pertama kali diperkenalkan melalui Romawi kuno pada tahun 211 SM. Karena dinar adalah mata uang yang dipergunakan sebagai alat tukar pembayaran transaksi ekonomi pada masa itu dan juga nilainya stabil yang disebabkan adanya kadar emas dalam mata uang tersebut.
Pada masa rasulullah saw, beliau membuat suatu kebijakan terhadap perekonomian. Dalam hal transaksi beliau menetapkan alat pembayaran yang digunakan kaum muslimin pada saat itu berupa dinar dan dirham. Dalam hal Rasulullah menetapkan suatu kebijakan pada praktik muamalah tidak secara mutlak dan resmi, pada saati itu juga tidak semua kaum muslimin memakai kedua mata uang tersebut, ada juga yang memakai system barter dikarenakan pada zaman itu rasulullah masih terfokus pada system dakwah dengan tujuan menyusun kekuatan dan menambah jumlah umat muslin. Penggunaan kedua mata uang ini berlanjut tanpa ada perubahan sedikitpun hingga tahun 18 H ketika khalifah Umar bin Khattab menambahkan lafadz-lafadz islam pada kedua mata uang tersebut.
Pada tahun 1997 indonesia pernah mengalami dan negara asia lainnya dalam krisis moneter yang melanda. Ungkapan Dr Mahathir Muhammad, PM Malaysia dalam sebuah seminar di Hongkong mengungkapkan "kegiatan perdagangan dan spekulasi mata uang diharamkan karena uang kertas tidak memiliki nilai intrinsik (nilai sebenarnya) yang pasti, seperti katanya "system keuangan dunia yang didasari dengan uang kertas dan cek bukanlah islami". System yang ada pada saat ini yang telah mengusai dunia hingga negara lain mau tidak mau terpaksa menggunakannya".
Seperti mata uang Dollar AS terdapat ketidakseimbangan nilai, dimana nilai intrinsic (nilai sebenarnya) dari uang kertas jauh lebih rendah dibandingkan nilai nominalnya (nilai yang tertera dalam mata uang), misal : US Dollar dalam biaya pembuatannya, biaya produksi dari selembar mata uang AS tersebut adalah 4,2 seri mata uang AS. Dengan begitu, bila diberikan nilai nominal yang tertera adalah satu dollar AS, maka nilainya adalah 24 kali lipat lebih besar daripada nilai itu sendiri.
Hal itulah muncul ide-ide untuk mepopulerkan kembali penggunaan mata uang dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai alat pembayaran dalam kegiatan transaksi ekonomi dikarenakan adanya kegunaan-kegunaan yang dapat dilihat daripada dinar dan dirham itu, yaitu:
a. dalam rangka menegakkan rukun islam untuk pembayarn zakat dan menegakkan sunnah rasul
b. dapat berfungsi sebagai hal jual beli
c. dapat dipergunakan untuk disimpan dan nilainya tidak akan mengalami penurunan d. dapat dipergunakan sebagai mas kawin
e. untuk menegakkan kedaulatan umat
Perkembangan Penerapan dinar dan dirham di Indonesia. Rencana tekhnis dalam penerapan penggunaan dinar dan dirham dalam perekonomian di Indonesia tampaknya akan segera terwujud secara nyata dengan adanya cetak biru (blue print) tentang pemakaian dinar dan dirham yang akan segera dipersiapkan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dalam konferensi dijakarta tahun 2003. menurut sugiharto (Ketua Departemen Ekonomi ICMI) penyusunan blue print ini sudah disepakati oleh 10 institusi yang telah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan system ekonomi islam, terutama terhadap pemakaian mata uang dinar dan dirham. Lembaga-lembaga tersebut antara lain : ICMI, MUI, Yayasan Dinar-Dirham, PNM, Wakala Adina, MES, Asbisindo, dan FOZ. Tujuan pembuatan cetak biru ini adalah untuk menciptakan keseragaman dalam penerapan mata uang berupa dinar dan drihamdi Indonesia. Untuk memperkenalkan mata uang ini diperlukan sejumlah lembaga pengendali, seperti lembaga sertifikasi yang akan menilai pihak yang berhak mencetak dinar dan dirham agar tidak mudah dipalsukan. Dalam cetak biru itu akan diatur system distribusi dinar dan dirham yang disebut dengan wakala. Wakala berfungsi sebagai tempat penukaran mata uang (money changer).
Model Transaksi Dinar dan Dirham Tidak saja secara teoritis, dalam implementasinya mata uang Dinar dan Dirham telah terbukti lebih stabil dibandingkan dengan fiat money yang digunakan dunia internasional sekarang. Dalam artikelnya "The Islamic Gold Dinar: Socio-economic Perspective", Meera dan Aziz (2002) menjelaskan secara detail kelebihan sistem mata uang Islam (Dinar dan Dirham). Tidak seperti uang hampa, Dinar dan Dirham tidak dapat dicetak ataupun dimusnahkan dengan sekendak-hati pihak berkuasa (pemerintah), karena ia memiliki nilai intrinsik 100%. Ini tentunya akan menghindari terjadinya kelebihan uang dalam masyarakat, atau dengan kata lain akan menghalang terjadinya inflasi.
Islam, maka biaya untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang lainnya dalam dunia Islam tidak diperlukan lagi. Dan yang paling luar biasa adalah penggunaan Dinar akan lebih menjamin kedaulatan negara dari dominasi ekonomi, budaya, politik dan kekuatan asing. Sebagai contoh, dengan hanya mencetak Dolar tanpa perlu di-back up oleh emas dan kemudian dipinjamkan ke Indonesia, Amerika kini dengan mudah mendikte dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Inilah sebabnya Dinar diyakini mampu mewujudkan sistem moneter global yang berkeadilan (just world monetary system).20
Perkembangan literatur kontemporer tentang dinar dan dirham serta penggunaannya merupakan fenomena yang patut menjadi bahan penelitian Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama. Hasil penelitian terhadap literatur tentang dinar dan dirham ini dapat didukung dengan penelitian filologi terhadap istilah keuangan yang terdapat dalam naskah klasik dan penelitian folklor terhadap istilah keuangan dalam tradisi lisan di masyarakat, serta penelitian arkeologi terhadap uang emas dan uang perak kuno yang tersimpan di museum atau di masyarakat. Dengan demikian, hasil-hasil penelitian tersebut dapat menghasilkan rekonstruksi sejarah sistem keuangan yang adil yang pernah berlaku di Indonesia, juga termasuk di dalamnya pelaksanaan filantropi atau berderma, seperti pelaksanaan zakat, infak dan sedekah dalam ajaran Islam.
Pada perkembangan selanjutnya, selain sebagai alat tukar yang kini sudah mulai memasyarakat, dinar dan dirham pun dapat direkomendasikan untuk menjadi alternatif dalam Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dan kewajiban dalam menunaikan zakat. Sebab, dalam kitab-kitab klasik disebutkan bahwa nisab zakat uang hanya berlaku untuk nuqud (uang yang terbuat dari emas dan perak) yaitu sebesar 20 dinar dan 200 dirham serta tidak berlaku untuk
fulus (uang yang tidak terbuat dari emas dan perak, seperti dari tembaga, timah, dan kertas). Hal
ini sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang ulama Nusantara yaitu Syekh Ahmad Khatib Al-Jawi. Beliau mempersamakan uang kertas yang disebut nuth dengan fulus sehingga tidak termasuk dalam syariah zakat.
Penggunaan Dinar Emas Di Indonesia
Indonesia merupakan antara negara yang telah lama mengamal dan menggunakan dinar emas sebagai salah satu instrumen dalam sistem kewangan mereka. Antaranya ialah dalam pembayaran zakat, simpanan untuk menunaikan haji, pelaburan dan transaksi sebagai mata wang.
i) Simpanan Untuk Menunaikan Haji ke Mekah
Pada tahun 1997 sehingga 1998 krisis mata wang telah menjatuhkan rupiah Indonesia hampir 600% (Mahathir 2000). Rentetan krisis ini ramai rakyat Indonesia yang menyimpan rupiah tidak dapat ke Mekah pada tahun tersebut. Oleh itu, pengenalan dan penggunaan ONH
20http://EKONOM/RABBANI/PenerapanDinar/dan/Dirham/Solusi/dalam/Sistem/Moneter/di/Indonesia/Tinjauan/P
(Ongkos Naik Haji) yang berteraskan dinar emas sebagai simpanan harta untuk urusan haji mampu merealisasikan impian rakyat Indonesia. Simpanan kepada bakal haji Indonesia dalam bentuk dinar emas telah dilaksanakan bermula tahun 2000. Urusan ini diselenggara oleh ONH Menurut Hamidi (2007) jemaah haji yang menyertai ONH ini terlibat dengan aktiviti menyimpan dan melaburkan dinar emas melalui Gold Accumulation Plans Scheme (GAPs).
ii) Transaksi Menggunakan Dinar dan Dirham
Di Indonesia terdapat beberapa tempat yang menggunakan transaksi dalam bentuk dinar dan dirham seperti kedai-kedai buku. Di samping itu juga, di sana sudah terdapat pelbagai wakala atau syarikat yang mengeluar dan mengedar dinar dan dirham. Antara wakala-wakala tersebut seperti; Wakala Syauki, Wakala Adina, Wakala Griya Dinar, Wakala IMN, Wakala Ribat Jakarta, Wakala al-Kautsar MUI Depok, GeraiDinar dan banyak lagi (Zaim 2005).
iii) Dinar Emas Sebagai Simpanan, Pembayaran Zakat dan Maskahwin
Di Indonesia juga sudah terdapat beberapa tempat yang menerima dinar emas sebagai alat bayaran zakat dengan mewujudkan wakala atau institusi khas (Hamidi 2007). Selain itu, apabila syiling dinar dan dirham semakin banyak beredar di Indonesia, rakyat Indonesia mula meyakini kelebihan dinar dan dirham dan mereka mula menabung dan menyimpan aset di dalam bentuk dinar dan dirham. Wakala-wakala dinar dan dirham di Indonesia juga memberi perkhidmatan penyimpanan contohnya menabung dalam BADAR yang diwujudkan di bawah Wakala Adina (Zaim 2005).
iv) Dinar Emas Sebagai Pelaburan
Pelaburan dinar emas telah dilakukan secara rasmi pada tahun 2008 oleh GeraiDinar yang dikendalikan oleh Saudara Muhaimin Iqbal (Pemilik GeraiDinar dan Presiden Dinar Club, Indonesia). Pelaburan dinar emas ini berasaskan prinsip Mudharabah antara Mudharib (GeraiDinar) dan Sohibul al-mal (pelabur). Peringkat awal program pelaburan ini, Mudharib di bawah GeraiDinar adalah terdiri daripada syarikat-syarikat atau wakala percetakan dinar dan Logam Mulia-PT Antam. Pembahagian keuntungan adalah 50% - 50% antara Mudharib dan
Sohubul al-mal. Skim pelaburan ini mendapat sambutan yang baik di kalangan rakyat
Indonesia, lebih-lebih lagi daripada syarikat-syarikat yang beraitan dengan dinar dirham cenderong untuk menjadi Mudharib dalam skim ini (Muhaimin 2009).21
D. KESIMPULAN
Menurut al-Ghazali, uang tidak mempunyai harga, tetapi dapat merefleksikan harga semua barang atau jasa. Semua barang dan jasa akan dapat dinilai atau diukur dengan uang. Ia menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri. Dalam ekonomi Islam, peredaran uang palsu sangat dikecam. Pada zaman klasik Islam, khususnya masa al-Ghazali, uang palsu dipandang sebagai uang yang kandungan emas/peraknya tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. Penggunaan dinar dan dirham sebenarnya sudah terjadi sekian lama, jauh sebelum Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam lahir, yaitu yang pertama kali menggunakan dinar dan dirham adalah Nabi Adam alaihis salam, dapat di lihat dalam Tafsir ad-Durrul Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur yang disusun oleh Imam Jalaluddin Suyuthi mengatakan, (dikeluarkan oleh Ibn Abi Syuibah dalam Kitab Al-Mushonnaf).
E. DAFTAR PUSTAKA
Peradaban pemikiran ekonomi islam,Bandung: CV pustaka setia, 2010
Tim P3EI, ekonomi islam, jakarta: UII 2008
Imam Asy-Syafi’I, Kitab Al-Umm, Volume 2
Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rasyad Al-Qurthubi (w.450 H), Bab Kitab Zakat Adz-Dzahab Wa Al-Waraq, Beirut-Libanon: Penerbit Darul Gharbi Al-Islami, Cet.2: 1988
Mendaulatkan dinar dan dirham sebagai mata uang tunggal dunia islam: 2008
Jack Weatherford, Sejarah Uang (terjemahan Noor Cholis dari The History of Money),
Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005
Sumber–sumber dari internet:
http://www.dakwatuna.com/2012/05/17/20558/konsep-uang-dalam-islam, http://attawazun.wordpress.com/tentang-dinar-dan-dirham/