• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN KOMUNIKASI PEMASARAN BERBASI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMANFAATAN KOMUNIKASI PEMASARAN BERBASI (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KOMUNIKASI PEMASARAN BERBASIS DIGITAL TERHADAP BRAND IMAGE MELALUI MEDIA SOSIAL

Oleh:

Wahyu Setiyaningrum

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

(2)

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan... 2

Bab II Telaah Pustaka...6

1.1 Citra Merk (Brand Image)...6

1.2 Perilaku Konsumen...7

1.3 Komunikasi Pemasaran Berbasis Digital...10

Bab III Pembahasan...12

1.4 Menangkal Informasi Negatif Terhadap Brand Image...12

1.5 Meningkatkan Brand Image Melalui Melipatkandakan Informasi...14

Bab IV Kesimpulan...15

Daftar Pustaka...16

(3)

Media sosial adalah sebuah alat untuk mengembangkan sebuah bisnis yang mampu menjangkau pelanggan dan calon pelanggan secara cepat dengan ruang lingkup yang sangat luas. Pengguna internet di dunia saat ini mencapai 3,773 milyar dan pengguna sosial media telah mencapai 2,789 milyar dan untuk di Indonesia telah mencapai 132 juta pengguna internet aktif dan pengguna media sosial 106 juta, (Kominfo, 2017). Kondisi ini menjadikan media sosial menjadi sangat penting untuk dijadikan fokus dalam membangun citra merk perusahaan.

(4)

dalam industri apapun baik barang maupun jasa. Apabila dahulu pemasaran dan promosi dilakukan secara offline, untuk saat perlu juga di buat perubahan atau bahkan divisi khusus untuk mengelola akun sosial maupun website perusahaan. Karena website maupun akun sosial yang di kelola dengan sungguh – sungguh dan secara profesional akan menghasilkan perubahan yang signifikan bagi pertumbuhan omset penjualan maupun citra merk perusahaan tersebut. Seperti contohnya divisi marketing komunikasi saat ini sudah banyak perusahaan yang memasukkan marketing plan di dalam sosial media kedalam job desk marcomm. Bahkan banyak perusahaan yang mengadakan interaksi guna membina hubungan baik dengan konsumen melakukan serangkaian kuis yang diadakan dalam sosial media seperti facebook, instagram, maupun twitter.

Sosial media juga sangat efektif dalam penyampaian informasi secara massal. Perusahaan dapat menginformasikan segala promosi maupun kegiatannya melalui akun sosial media yang mereka miliki. Seperti saat perusahaan mengadakan kegiatan CSR donor darah. Untuk menginformasikan adanya kegaiatan donor darah dan ajakan kepada pelanggan maupun non pelanggan untuk donor darah dengan mudahnya mereka dapat menulisnya di dalam sosial media. Mereka juga dapat berinteraksi dengan para audience melalui komentar – komentar yang dituliskan. Hal ini sangat efektif sekali karena perusahaan dapat membidik segmennya secara luas. Mereka juga dapat memilih atau menyeleksi segmen yang diinginkan.

(5)

memunculkan promosi atau menautkan website perusahaan melalui pop up. Promosi melalui game online ini juga sangat efektif dalam membangun brand image suatu perusahaan. Segmentasi yang diinginkan juga dapat diseleksi karena kita akan memiliki data konsumen lewat game online tersebut.

Internet sangat mudah diakses kapanpun, dimanapun, dan oleh siapapun. Berbagai informasi dan berita di dapatkan dalam waktu sedetik. Hal ini yang kemudian menjadikan masyarakat sekarang sangat cerdas dan sulit untuk kita bohongi. Perubahan perilaku konsumen yang sangat dinamis membuat tuntutan terhadap para pemilik perusahaan harus meninggalkan cara lama dalam membangun brand image dan beralih ke era yang baru, era yang sangat cepat dan praktis yaitu era digital. Dalam era digital membangun brand image dapat dilakukan melalui berbagai sosial media seperti twitter, facebook, instagram, path.

(6)

Hal ini berlaku untuk perusahaan apapun tidak hanya yang bergerak di bidang kuliner saja, pariwisata seperti museum, hotel, atau tempat bermain dapat memanfaatkan anemo masyarakat yang gemar sekali mengunggah kegiatan mereka di media sosial. Tidak hanya konsumen, dalam era digital saat ini terdapat pula para blogger yang dapat menjadi perpanjangan tangan perusahaan untuk berpromosi dan pembentukan brand image perusahaan. Cukup dengan memberikan complimentary kepada mereka untuk menikmati fasilitas bisnis yang kita jual, mereka akan merekam, memotret, menulis dan mengunggahnya ke dalam media sosial.

Namun perusahaan juga harus sangat berhati – hati, karena perkembangan digital yang sangat pesat ini menjadikan para konsumen menjadi lebih sensitif. Kebebasan berpendapat menjadikan mereka dengan mudahnya dapat berkomentar positif maupun negatif. Tentunya mereka akan menuliskan komentar positif saat merasa puas dengan rasa maupun pelayanan suatu tempat wisata atau kuliner, dan sebaliknya mereka akan berkomentar negatif atau sekedar memberikan kritikan saat mereka tidak mendapatkan kepuasaan dalam mengkonsumsi suatu hal yang disajikan oleh perusahaan tersebut. Hal ini dapat merugikan perusahaan dalam jangka panjang apabila tidak segera di tangani secara optimal.

(7)

akan membutuhkan strategi khusus agar counternya atas komentar negatif dapat sampai kepada audience yang diinginkan.

Bab II Telaah Pustaka

Telaah pustaka dalam tulisan ini dijelaskan dalam tiga bagian, pertama membahas tentang citra merk, kedua tentang perilaku konsumen, dan yang terakhir adalah komunikasi pemasaran berbasis digital. telah pustaka ini dirumuskan menggunakan literatur dari jurnal dan sumber lain yang relevan terhadap pembahasan masing-masing topik.

1.1 Citra Merk (Brand Image)

Citra merk telah lama dikenal dalam konsep penting pemasaran, K. L. Keller (1998). Situs web dan internet branding efektif dalam mentransfer citra merk dan hubungan dengan pelanggan potensial dan calon pelanggan dari suatu perusahaan, Chen and Barnes (2007). Menurut Mao (2010), citra merk memegang peranan penting dalam membangun sebuah merk.Farquhar (45) menunjukkan tiga elemen penting dalam membenagun merk yang kuat dengan konsumen, Antara lain : 1. Evaluasi merk positif, 2. Citra merk positif, 3. Citra merk yang konsisten. Terdapat pendapatan lain terhadap citra merk dalam literatur ilmiah.

Definisi citra merk menurut K L Keller (1993) adalah persepsi tentang merk adalah cerminan dari asosiasi merk yang dimiliki dalam benak konsumen.

(8)

sebagai kombinasi antara persepsi konsumen dan kepercayaan tentang merk,

Campbell (1993). Sedangkan Aaker (1991) mendefinisikan citra merk sebagai kumpulan asosiasi merk yang terkait dengan ingatan terhadap merk, biasanya dengan cara yang berarti. Dan dapat pula didefinisikan sebagai persepsi tentang merk yang tercermin dari kumpulan asosiasi yang konsumen hubungkan ke nama merk dalam benak atau ingatan mereka. disisi lain Kotler and Armstrong (1996)

mendefinisikan citra merk sebagai seperangkat keyakinan yang dimiliki tentang merk tertentu. Bivainiené (2007) mendefinisikan citra merk sebagai seperangkat rangkaian berwujud dan tidak berwujud yang multifungsi, yang memungkinkan konsumen untuk mengidentifikasi produk.

1.2 Perilaku Konsumen.

Menurut Mowen and Minor (2001) perilaku kosumen didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide – ide. Sedangkan Solomon, Bamossy, Askegaard, and perspective (2010)

mendefinisikan perilaku konsumen sebagai studi tentang proses yang terlibat saat individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau membuang produk, layanan, gagasan atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan.

(9)

pihak. Menurut Mowen and Minor (2001) pertukaran merupakan unsur mendasar dari perilaku konsumen. pertukaran terjadi antara perusahaan dengan konsumennya, disamoing itu juga dapat terjadi di antara perusahaan pada situasi pembelian industrial. Akhirnya pertukaran juga terjadi di antara konsumen sendiri. Yang kedua yaitu “buying unit” dalam definisi diatas Mowen menggunakan istilah buying unit daripada istilah konsumen. Hal ini karena pembelian oleh kelompok maupun individu.

Definisi kita tentang perilaku konsumen juga menyatakan bahwa proses pertukaran melibatkan serangkaian langkah-langkah, dimulai dengan tahap perolehan atau akuisisi (acquisition phase), lalu ke tahap konsumsi (consumption phase), dan berakhir dengan tahap disposisi (disposition phase) produk atau jasa. Dalam tahap perolehan ini para peneliti menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi pilihan produk dan jasa.

(10)

pengalaman konsumsi merupakan alasan untuk melakukan pembelian. Tahap disposisi mengacu pada apa yang dilakukan oleh seorang konsumen ketika mereka telah selesei menggunakannya. Hal ini juga dapat menunjukkan tingkat kepuasan konsumen setelah melakukan pembelian barang atau jasa.

Konsumen dalam melakukan pembelian memiliki beberapa faktor dalam pengambilan keputusannya yaitu, faktor emosional yaitu kondisi konsumen mengambil keputusan tanpa melalui logika rasional yang kuta, selanjutnya faktor situasi yaitu konsumen dalam mengambil keputusan pembelian didasari oleh situasi sosial disekitarnya, selanjutnya adalah faktor nilai ekonomis yaitu manfaat dan keuntungan yang diperoleh konsumen dan yang terakhir adalah faktor, inovasi yaitu nilai kebaruan dari sebuah produk dibandingkan dengan produk lain,

Peranginangin (2016).

Seperti layaknya ilmu sosial, perilaku konsumen juga menggunakan metode seta prosedur riset dari psikologi, sosiologi, ekonomi, dan antropologi. Untuk menggeneralisasikan riset perilaku konsumen di lakukan berdasarkan tiga perspekstif riset yang bertindak sebagai pedoman pemikiran dan pengidentifikasian faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku perolehan (akuisisi) konsumen. ketiga perspektif tersebut adalah 1. Perspektif pengambilan keputusan, 2. Perspektif pengalaman. Dan 3. Perspektif pengaruh perilaku.

(11)

membawa perubahan perilaku bagi konsumen yang berdampak pada keputusan pembelian. Yang kedua adalah akibat akumulasi informasi yang sejenis (informasi berlimpah dnegan keragaman yang terbatas) sikap terhadap sesuatu yang baik atau yang buruk dapat dengan sangat cepat terbentuk. Yang ketiga masyarakat tidak mengutamakan informasi dari otoritas produksi, namun mengandalkan jejaring sesama konsumen. Perolehan informasi dengan cara ini yang sangat sensitif dan harus diperhatikan oleh perusahaan. Karena dengan mengandalkan jejaring sesama konsumen yang biasa kita sebut dengan WOM ini berbasis pada pengalaman yang didapat oleh konsumen. sedangkan pengalaman tersebut bersifat subyektif dan tidak sama antara satu dengan yang lain. Untuk antisipasi artinya perusahaan harus semaksimal mungkin menjaga konsumen untuk tidak komplain atau memastikan konsumen memperoleh kepuasan dnegan produk dan jasa kita. Yang keempat akibat membanjirnya informasi, masyarakat menyukai informasi yang dikemas dalam bentuk hiburan seperti narasi, fantasi drama, sehingga mengemas komersial pun harus mempertimbangkan logika hiburan. Yang kelima masyarakat terekspos lebih dari 1 account media sosial dan medium digital lainnya, sehingga produsen perlu mempertimbangkan ini dengan konsep integrated sosial media management.

1.3 Komunikasi Pemasaran Berbasis Digital

(12)

selanjutnya akan mencerna informasi yang diterima menjadi dasar-dasar dalam mengambil keputusan pembelian.

Konsep komunikasi pemasaran berbasis digital atau sering menjadi sangat penting karena melalui komunikasi pemasaran berbasis digital perusahaan mampu melakukan pencatatan dan melakukan analisis tentang perilaku konsumen (profiling), Corniani (2006). Dengan kemampuan perusahaan melakukan profiling konsumen maka perusahaan dapat melakukan stratgei yang tepat dalam melakukan rekayasa perilaku untuk kepentingan perusahaan.

Komunikasi pemasaran berbasis digital yang efektif akan mampu melipatgandakan informasi secara cepat dan akurat, konsep ini sering di sebut dengan Electronic Word of Mouth, (E-WOM). Efektifitas E WOM dalam perusahaan sangat bergantung terhadap sumber informasinya, bauran informasinya, dan volume informasi yang diberikan kepada konsumen, López and Sicilia (2014).

Selain sisi positif dari pemasaran berbasis digital, ada juga sisi negatifnya atau sering disebut sebagai Negative E-WOM. terjadinya Negative E-WOM akibat dari adanya ketidakpuasan terhadap produk dan layanan perusahaan. Selain ketidakpuasan terhada produk dan layanan E WOMnegatif juga dapat muncul dari komentar media ekternal perusahaan, Ozboluk and Dursun (2016).

(13)

memberikan negative E WOM yang terus menyebar dan sangat sulit untuk dibendung.

Bab III Pembahasan

Dalam bab 3 pembahasan dibagi menjadi dua bagian yaitu sub bab 3.1 untuk menjawab pertnyaan “Jelaskan berdasarkan pemahaman Anda, bagaimana komunikasi pemasaran berbasis digital dapat dimanfaatkan untuk menangkal

”informasi menular” yang tak menguntungkan bagi brand image, yang tersebar

luas melalui jaringan social media” dan sub bab 3.2 untuk menjawab pertanyaan

“Jelaskan pula, bagaimana melipatgandakan ”informasi menular”, yang dapat

melejitkan brand image yang positif ?”

3.1 Menangkal Informasi Negatif Terhadap Brand Image

(14)

pengawasan perusahaan sehingga target untuk meningkatkan kembali citra merk dapat cepat terwujud.

Perusahaan harus mampu memantau dan mengontrol media sosial agar penyebaran negative e WOM dapat cepat terdeteksi. Menangkal informasi negatif juga dapat dilakukan dengan menggunakan orang yang menjadi panutan dalam dunia digital (online opinion leader), Zhang (2015). online opinion leader adalah orang yang pendapatnya memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku orang lain. online opinion leader dapat muncul dari eahlian seseorang atau muncul dari kharisma yang dimiliki baik secara agama maupun secara sosial.

Pada umumnya pengguna sosial memiliki komunitas-komunitas diskusi yang sesuai dengan minat masing-masing penggunanya. Pada komunitas ini perusahaan dapat masuk baik secara langsung, menggunakan media eksternal, dan menggunakan opinion leader untuk mempengaruhi komunitas-komunitas diskusi. Kemampuan meyakinkan anggota komunitas –komunitas diskusi akan memberikan dampak yang sangat luas karena melalui komunitas-komunitas ini nantinya akan melahirkan Postive E WOM yang akan menguntungkan perusahaan.

(15)

3.2 Meningkatkan Brand Image Melalui Melipatkandakan Informasi Meningkatkan citra merk perusahaan melalui melipatgandakan informasi atau sering disebut positive electronic word of mouth (Positive E WOM). Positive e WOM dapat berjalan efektif karena adanya pengalaman yang positif yang dialami oleh konsumen atau pihak lain yang berhubungan dengan produk ataupun layanan perusahaan, Pourabedin and Migin (2015). Pengaalaman positif yang yang dialami oleh konsumen ataupun stakeholder perusahaan akan disebarluaskan secara sukarela secara online, hal ini akan menjadi viral dan menyebar secara masive, kondisi ini akan sangat menguntungkan perusahaan.

e WOM positif dicerminkan oleh peningkatan nilai positif dalam diri, adanya manfaat sosial, menoong perusahaan, melepaskan hal negatif, perhatian terhadap konsume lainnya, dan pencarian informasi positif, Praharjo, Wilopo, and Kusumawati (2016). Positive e WOM adalah salah satu cara yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan persepsi konsumen dan secara efektif meningkatkan pengetahuan merk (brand knowledge) dan selanjutnya akan meningkatkan citra merk perusahaan.

Meningkatkan citra merk juga dapat dilakukan melalui Online Customers Review (OCR), konsep OCR dikemukakan oleh Dac, Carson, and Moore (2013)

(16)

terhadap produk dan layanan perusahaan sehingga kesimpulan yang diperoleh dari telaah tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diandalkan sebagai sebuah informasi yang akurat.

Bab IV Kesimpulan

Komunikasi pemasaran berbasis digital memiliki banyak keunggulan dimana keceatan, akurasi, dan daya jangkau pesan yang disampaikan akan masuk langsung ke wilayah pribadi konsumen dan potensial konsumen, akan tetapi tetap memiliki kelemahan yang tentunya dapat menjadi ancaman bagi citra merk perusahaan secara khusus dan mampu mengancap keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang.

Penggunaan saluran digital dalam melakukan komunikasi pemasaran sudh tidak dapat dihindarkan lagi, perusahaan harus masuk kedalamnya dan memiliki kapabilitas yang baik agar mampu bersaing dengan kompetitor yang secara masiv masuk kedalam digitalisasi perusahaan. Perusahaan harus meliki kemampuan menangkap (Seizing Capability) dan meradar (sensing capability) setiap informasi yang muncul dalam media sosial yang berhubungan dengan perusahaan.

(17)

perusaan sustain dalam jangka waktu yang lama, karena masa depan dunia digital akan terus berkembang seiring perkembangan bisnis saat ini.

Daftar Pustaka

Aaker, D. A. (1991). Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand Name. New York: The Free Press.

Bivainiené, L. (2007). Brand image conceptualization: The role of marketing communication. Economics and Management, Volume 12, pp. 304-310. Campbell, K. (1993). Researching brands. The Service Industries Journal, Volume

29, Number 12, pp. 1687-1706.

Chen, Y. H., & Barnes, S. (2007). Initial Trust and Online Buyer Behavior. Industrial Management & Data, Volume 107, pp. 4-8.

Corniani, M. (2006). Digital Marketing Communication. Emerging Issues in Management, Volume 2.

Dac, N. N. H., Carson, S. J., & Moore, W. L. (2013). The Effect of Positive and Negative Online Customer Reviews: Do Brand Strenght and Category Maturity Matter? . Journal of Marketing.

East, R., Hammond, K., & Lomax, W. (2008). Measuring The Impact of Positive and Negative Word of Mouth On Brand Purchase Probability. International Journal of Research in Marketing, Vol. 25, pp. 215-224. Keller, K. L. (1993). Conceptualizing Measuring and Managing Customer-Based

Brand Equity. Journal of Marketing, Volume 57, pp. 1-22.

Keller, K. L. (1998). Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity. New Jersey: Prentice Hall.

Kominfo. (2017). Data Pengguna Internet.

Kotler, P., & Armstrong, G. (1996). Principles of Marketing. Upper Saddle River, New York: Prentice Hall.

Leone, R. P., Rao, V. R., Keller, K. L., Luo, A. M., McAlister, L., & Srivastavar, R. (2006). Linking brand equity to customer equity. Journal of Service Research, Volume 9, Number 2, pp. 125-138.

López, M., & Sicilia, M. (2014). Determinants of E-WOM Influence: The Role of Consumers’ Internet Experience. Journal of Theoretical and Applied Electronic Commerce Research, Vol 9 / Issue 1, pp. 28-43.

Mao, J. (2010). Customer brand loyalty. International Journal of Business and Management, Volume 5, Number 7, pp. 213-217.

Mowen, J. C., & Minor, M. (2001). Consumer Behavior (5 ed.). United State: Harcourt College.

(18)

Peranginangin, J. (2016). The Handbook of Sales People : Konsep dan Aplikasi Manajemen Penjualan Sidoarjo: JP Publishing.

Pourabedin, Z., & Migin, M. W. (2015). Hotel Experience and Positive Electronic Word of Mouth (e WOM). International Business Management, Volume 9, Number 4, pp. 596-600.

Praharjo, A., Wilopo, & Kusumawati, A. (2016). The Impact of Electronic Word of Mouth On Repurchase Intention Mediated By Brand Loyalty and Perceived Risk. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law, Volume 11(Issue 2).

Solomon, M. R., Bamossy, G., Askegaard, S., & perspective, M. K. H. C. b. A. E. (2010). Consumer behaviour: A European perspective. Harlow: Financial Times Prentice Hall.

Gambar

Tabel 1Tabel Pengguna Media Sosial di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dengan adanya penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup sebagaimana telah diatur dalam

Bahan ajar yang kurang menarik, masih konvesional dan belum tersedianya bahan ajar yang sesuai dengn K-13 sehingga peneliti mengembangkan bahan ajar berbentuk lembar

Inggris (3157) MTsN Sidorejo Banyuwangi Univ.. Daerah MTsN Lembeyan

melaporkan keberhasilan pengobatan RDEB pada dua ekor anjing untuk percobaan terapi gen secara ex vivo menggunakan vektor retrovirus yang membawa gen cDNA COL7 wild-type anjing

Pada pembelajaran biologi materi sistem pencernaan menggunakan metode TGT dan me- tode STAD, siswa yang memiliki keingintahuan tinggi atau rendah mempengaruhi prestasi siswa,

Dari sepuluh orang tua peserta didik yang diwawancarai, sebanyak delapan orang (orang tua Damar, Davina, Elmira, Rafly, Juna, Adilla, Zulfikar, Marsya) sudah

Sebagai penghormatan kepada Galileo, unit c.g.s dari percepatan gayaberat ( 1 cm/s 2 ) disebut sebagai Gal. Dari beberapa faktor tersebut, yang menjadi target utama adalah

Bab Kedua, mengelaborasi interaksi China dengan Zimbabwe secara historis, meliputi: China dan Gerakan Pembebasan Nasionalis Zimbabwe sebagai bagian dari agenda revolusioner