• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Peranan Notaris Dalam Praktek Gadai Saham Perseroan Terbatas Pada Bank

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Peranan Notaris Dalam Praktek Gadai Saham Perseroan Terbatas Pada Bank"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Perkembangan hukum jaminan menunjukkan bahwa perkembangan gadai saham sudah menjadi trend dilakukan pemegang saham untuk penambahan modal dalam suatu perseroan terbatas. Sehingga kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik dalam gadai saham makin meningkat sejalan dengan perkembangan gadai saham tersebut.

Melalui akta otentik ditentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan dapat menghindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, namun dalam proses penyelesaian sengketa tersebut akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh.

(2)

gadai saham tersebut tidak menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perseroan mengeluarkan saham untuk dimiliki oleh orang-orang yang berminat menyerahkan kekayaannya kepada perseroan. Oleh karena itu pada hakikatnya perseroan merupakan persekutuan saham. Saham dapat diartikan sebagai kertas berharga yang digunakan sebagai tanda bahwa pemiliknya atau disebut pemegang saham ikut penyertaan modal ke dalam suatu perseroan.

(3)

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 7 Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) Nomor 40 Tahun 2007 tersebut dinyatakan, yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Ketentuan dalam ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan Undang-Undang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.

Saham mempunyai kekuatan kekuasaan dan kepentingan pada perseroan terbatas, sebagaimana dikemukakan Sri Redjeki Hartono:1

Saham dalam pengertian bagian dari perusahaan (bagian dari modal dasar dari suatu PT), merupakan bagian yang didalamnya mempunyai/mengandung kekuatan kekuasaan dan kepentingan (power dan interest). Makin besar saham yang dimiliki makin besar pula power dan interest yang digenggam oleh pemegangnya.

Saham perseroan sesuai ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dikeluarkan atas nama pemiliknya, dan persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2

Berdasarkan jenis-jenis saham, maka saham yang dikeluarkan perseroan ada dua macam, yaitu saham atas nama dan saham atas tunjuk. Perseroan dalam hal ini bebas untuk menentukan pilihan saham jenis mana yang dikehendaki untuk

1Sri Redjeki Hartono, editor: Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati,

Kapita Selekta Hukum Perusahaan,Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 57.

(4)

dikeluarkan, sudah tentu memiliki pertimbangan yang matang untuk itu, sebagaimana dikemukakan Gatot Supramono berikut ini:3

Saham atas nama adalah saham yang di dalamnya mencantumkan nama seseorang sebagai pemegang atau pemiliknya. Sedangkan saham atas unjuk adalah saham yang di dalamnya tidak mencantumkan nama seseorang, akan tetapi seseorang yang dapat menunjukkan saham itu dianggap sebagai pemiliknya. Sesuai ketentuan Pasal 534 KUHPerdata, memang demikian aturannya kecuali ada orang lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Saham jenis ini pada umumnya dicantum dengan jelas di dalamnya dengan kata-kata “Bersifat atas Unjuk”, sehingga pemegang saham dapat memahami bagaimana ia harus membuktikan bahwa ia dipandang sebagai pemiliknya. Bagi perseroan yang mengeluarkan saham atas unjuk, diwajibkan memenuhi syarat yang ditetapkan Pasal 49 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menghendaki, pengeluaran saham tersebut dilakukan setelah nilai nominal atau yang diperjanjikan disetor penuh oleh yang bersangkutan. Hal ini untuk menghindari resiko perseroan, manakala saham atas unjuk sudah diserahkan, tetapi pemiliknya belum memenuhi kewajibannya menyetor sehingga perseroan akan menghadapi hambatan dalam penagihannya. Namun demikian, sesuai ketentuan Pasal 49 ayat (3) tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.4

Salah satu yang dapat merupakan penyebab pengeluaran saham atas unjuk dilakukan setelah nilai nominal adalah, saham tersebut mudah dialihkan dan tanpa perlu proses balik nama. Pemegang saham yang belakangan menganggap saham yang ada di tangannya tidak ada masalah, kemudian juga sulit untuk dapat diketahui siapa yang harus bertanggungjawab. Berbeda halnya dengan saham atas nama, walaupun

3 Gatot Supramono,

Kedudukan Perusahaan, Sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan,Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 57.

(5)

nilai nominalnya belum disetor penuh, akan tetapi saham ini tetap dapat dikeluarkan, karena nama seseorang yang tercantum di dalam saham dipandang sebagai orang yang bertanggungjawab. Dengan nama itu jelas siapa yang dapat ditagih. Perseroan dapat menagih pemilik saham untuk melakukan penyetoran modal. Hal tersebut tampaknya dilatarbelakangi dari perbedaan cara pemindahan hak atas dua macam saham tersebut, di mana pada saham atas unjuk pemindahan hak cukup dilakukan dengan penyerahan surat saham. Sedangkan pada saham atas nama dilakukan dengan cara membuat akta pemindahan hak.

UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menentukan agar salinan akta pemindahan hak saham atas nama disampaikan kepada perseroan, agar perseroan mengetahui peristiwa tersebut. Maka direksi selaku pengurus perseroan harus melakukan pencatatan atas pemindahan hak yang telah terjadi ke dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus tentang kepemilikan saham anggota direksi dan komisaris beserta keluarganya.5

Dilihat dari bentuknya saham adalah selembar kertas yang mudah dibawa kemana-mana, kiranya tidak sulit untuk mengatakan bahwa saham tergolong ke dalam benda bergerak. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, bahwa saham sebagai barang bergerak. Oleh karena itu, menurut Gatot Supramono:

Dengan status kebendaan yang demikian menimbulkan hak kepemilikan kepada pemegangnya. Selanjutnya hak kepemilikan atas saham sebagai barang bergerak menimbulkan zakelijk recht yang melekat kepada

(6)

pemiliknya. Karena hak kepemilikan saham seperti halnya hak kepemilikan barang lainnya dapat dipertahankan terhadap setiap orang.

Saham sesuai ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 sebagai benda bergerak yang memberikan hak kepada pemiliknya, dan saham tersebut dapat diagunkan dengan gadai saham sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar. Kemudian, gadai saham yang telah didaftarkan, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sesuai ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.

Daftar khusus adalah salah satu sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan dan kepentingan anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan pada Perseroan yang bersangkutan atau Perseroan lain sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin.

Saham tersebut dapat diagunkan dengan gadai saham sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar, bukan berarti tidak diadakan kewajiban untuk menyusun daftar pemegang saham dan daftar khusus bagi Perseroan Terbuka, tetapi peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dapat menentukan kriteria data yang harus dimasukkan dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus.6

Pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya, dan pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.7

Suatu saham walaupun telah digadaikan, namun hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai tetap berada pada pemegang saham.8 Hal ini mengingat

(7)

dalam gadai, pada prinsipnya barang wajib diserahkan kepada kreditur (pemegang gadai) dan barang akan dikembalikan jika utang debitur sudah lunas.9

Gadai saham tidak dapat berdiri sendiri, gadai saham hanya melengkapi dan memperkuat keyakinan akan kesanggupan debitur untuk membayar kredit yang diberikan oleh kreditur atau bisa juga dikatakan untuk melengkapi agunan tambahan yang sudah ada, yang dibuat dalam suatu akta perjanjian gadai saham. Jadi, kedudukan gadai saham sebagai jaminan adalah sah sama seperti jaminan lainnya, hanya saja gadai saham adalah jaminan tambahan daripada jaminan dari utang pokok. Kemudian dalam hal perseroan terbatas adalah dalam keadaan pailit, maka tidak dapat dilakukan gadai saham, karena menurut ketentuan Pasal 24 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, bahwa debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggap putusan pernyataan pailit diucapkan. Dalam hal debitur adalah Perseroan Terbatas, organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit adalah wawenang kurator.10

Selanjutnya, dalam gadai saham, persoalan ada pada pengaturan eksekusi gadai, karena KUHPerdata tidak mengatur eksekusi gadai secara terperinci. Namun,

8Pasal 60 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

9Dengan adanya lembaga gadai saham, maka ketentuan yang diberlakukan adalah ketentuan

gadai dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata karena negara kita belum mempunyai peraturan baru mengenai gadai.

10

(8)

berdasarkan KUHPerdata, gadai saham merupakan hak dari kreditor preference (istimewa). Sehingga, untuk eksekusi gadai saham, bisa dilakukan melalui upaya hukum yang istimewa juga dan tidak harus tidak melalui mekanisme gugatan. Penjualan saham secara privat adalah hal yang wajar. Apalagi dalam kontrak gadai saham yang lengkap, selalu dicantumkan klausula itu.11Dengan kata lain, para pihak dapat melakukan perjanjian untuk penjualan secara lelang ataupun secara dibawah tangan atas gadai tersebut di dalam pembuatan akta gadai saham yang disepakati oleh para pihak.

Ekskusi gadai dapat ditemukan dalam 2 pasal, yaitu dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH Perdata. Dalam ketentuan Pasal 1155 KUH Perdata, kreditor diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitur cedera janji. Dalam hal yng demikian, maka sebelum kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan, maka kreditur harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau pemberi gadai. Pemberitahuan tersebut akan berlaku sah manakala dalam perjanjian pokok dan penjanjian gadainya telah ditentukan suatu jangka waktu, dan jangka waktu tensebut telah lampau sedangkan debitur sendiri telah tidak memenuhi kewajibannya tersebut.

Agak berbeda dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 1155 KUH Perdata yang memungkinkan kreditor untuk menyuruh menjual sendiri benda yang digadaikan dan mengambil pelunasan atas seluruh utang, bunga, dan biaya yang

11Ignatius Andy, “Gadai Saham Kembali Menuai Sengketa”, http://www.hukumonline_com/

(9)

menjadi haknya, ketentuan Pasal 1156 KUH Perdata memberikan mekanisme penjualan benda gadai berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam hal yang terakhir ini setelah suatu penjualan dilakukan oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditur berkewajiban untuk segera memberitahukannya kepada pemberi gadai, yang menurut ketentuan Pasal 1156 KUH Perdata, dilakukan pada hari yang berikutnya apabila ada perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf, atau jika tidak demikian halnya dengan pos yang berangkat pertama.

Menurut ketentuan Pasal 1155 KUH Perdata, selama para pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur tidak memenuhi kewajibannya barang gadai tersebut dapat dijual secara lelang. Hak untuk melakukan eksekusi atas gadai tersebut dalam ketentuan buku II KUHPerdata itu bersifat memaksa (dwingend), maka tidak bisa dikesampingkan. Oleh karena itu, tidak ada perjanjian yang bisa mengesampingkan kecuali telah diatur secara tegas dalam undang-undang lain.

(10)

Dalam praktek ada tahapan yang harus dilakukan sebelum mengajukan penetapan eksekusi saham, sesuai ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata, harus ada pernyataan gagal bayar terlebih dahulu, yang dilanjutkan dengan pengajuan somasi. Apabila tidak dipenuhi juga, maka sudah cukup alasan untuk mengajukan tagihan. Dalam hal terjadi kegagalan, barulah meminta bantuan pengadilan untuk mengeksekusi. Sepanjang disepakati oleh para pihak, dapat saja penjualan saham dilakukan tanpa mekanisme lelang.12

Ketentuan di atas, memberikan pengertian eksekusi gadai saham itu dapat dilakukan secara privat, selama cara tersebut telah diperjanjikan sebelumnya di dalam perjanjian gadai saham untuk dilakukan secara penjualan di bawah tangan. Oleh sebab itu perjanjian gadai saham harus dibuat dalam suatu akta otentik, sehingga dapat memberikan kepastian hukum sebagai bukti yang kuat di depan pengadilan atas gadai saham tersebut.

Pembuatan akta otentik dalam suatu akta perjanjian gadai saham, tentunya dalam hal ini adalah di hadapan Notaris, sebagaimana kewenangan itu ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN):

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

12 Rachmat Soemadipradja, Gadai Saham Kembali Menuai Sengketa”, http://

(11)

Dalam akta notaris para pihak dapat menentukan menyetujui atau tidak menyetujui isi akta tersebut, sebagaimana dalam Penjelasan UUJN, dinyatakan:13

Pada hakikatnya akta otentik memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris. Namun notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta notaris telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta tersebut yang akan ditandatanganinya.

Dengan demikian, notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya, di mana akta tersebut memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Jadi, notaris tetap mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta itu sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga jelas isi akta tersebut serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta tersebut. Demikian halnya dalam akta perjanjian gadai saham perseroan terbatas.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Peranan Notaris Dalam Praktek Gadai Saham Pada Perseroan Terbatas”.

(12)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peranan notaris dalam pelaksanaan gadai saham Perseroan Terbatas pada Bank?

2. Bagaimana akibat hukum dari gadai saham terhadap Perseroan Terbatas yang bersangkutan?

3. Bagaimana pelaksanaan eksekusi jaminan atas gadai saham dalam hal Perseroan Terbatas yang bersangkutan jika wanprestasi?

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan peranan notaris dalam pelaksanaan gadai saham Perseroan Terbatas.

2. Untuk menjelaskan akibat hukum dari gadai saham terhadap Perseroan Terbatas yang bersangkutan.

3. Untuk menjelaskan pelaksanaan eksekusi jaminan atas gadai saham dalam hal Perseroan Terbatas yang bersangkutan jika wanprestasi.

D. Manfaat Penelitian

(13)

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang kenotariatan serta menambah khasanah perpustakaan.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam mempelajari tentang peranan notaris dalam praktek gadai saham, khususnya para Notaris dan pemegang saham perseroan terbatas, para akademisi, praktisi hukum, pengacara, mahasiswa dan masyarakat umum.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khusus pada Perpustakaan Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana USU, penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Peranan Notaris Dalam Praktek Gadai Saham Perseroan Terbatas Pada Bank” belum pernah dilakukan. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Adapun beberapa judul tesis yang mempunyai kemiripan, tetapi pembahasannya berbeda adalah antara lain :

1. Analisis yuridis terhadap Gadai Saham Perseroan yang belum dicetak untuk menjamin pelunasan Kredit pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah 12, disusun oleh : Tutu Aji Susanti, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang, 2010

(14)

disususun oleh Siti Chadijah Erna Mentez, Program Studi Magister Universitas Sumatera Utara, 2003.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,14 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis15

Dalam pembahasan mengenai analisis yuridis peranan notaris dalam praktek gadai saham pada perseroan terbatas, maka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UUJN, bahwa Notaris sebagai Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Dikaitkan dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUJN, maka:

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.16

14

J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203.

(15)

Menurut Komar Andasasmita bahwa “Walaupun menurut pengertian di atas ditegaskan bahwa notaris adalah pejabat umum (openbare ambtenaar), namun notaris bukanlah pegawai menurut undang-undang kepegawaian negeri. Notaris tidak menerima gaji, tetapi menerima honorarium dari kliennya berdasarkan peraturan perundang-undangan”.17

Pengertian pejabat umum yang diemban oleh notaris bukan berarti notaris adalah pegawai negeri dimana pegawai yang merupakan bagian dari suatu korps pegawai yang tersusun, dengan hubungan kerja yang hirarkis, yang digaji oleh pemerintah; seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu “Notaris adalah pejabat pemerintah tanpa diberi gaji oleh pemerintah, notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat uang pensiun dari pemerintah”. Pejabat umum yang dimaksud disini adalah pejabat yang dimaksudkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dari bunyi Pasal 1 angka 1 UUJN, maka sangat jelas dikatakan bahwa notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik.18

Bentuk atau corak notaris dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu:

a) Notariat Functionnel, dalam mana wewenang-wewenang pemerintah didelegasikan (gedelegeerd), dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di negara-negara yang menganut macam/bentuk notariat seperti 17 Komar Andasasmita, Notaris I : Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris/

Notariat, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung, 1991, hal. 94

18

(16)

ini terdapat pemisahan yang keras antara ”wettelijke” dan ”niet wettelijke,” ”werkzaamheden” yaitu pekerjaan-pekerjaan yang berdasarkan Undang-undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam notariat.

b) Notariat Profesionel, dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, tetapi akta-akta notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.28

Syarat-syarat untuk diangkat menjadi Notaris telah diatur dalam Pasal 3 UUJN sebagai berikut :

a. Warga negara Indonesia;

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun ; d. Sehat jasmani dan rohani;

e. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/atau janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, demikian juga halnya pemberhentian Notaris dilakukan oleh Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUJN.

Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akte yang dibuat di hadapan notaris merupakan bukti otentik bukti sempurna, dengan segala akibatnya.19

28Komar Andasasmita,Notaris I, Sumur, Bandung, 1981, hal. 12

(17)

Anthoni Giddens menyatakan,

Secara sosiologis notaris tidak hanya sebagai pejabat hukum yang terkungkung dalam aturan-aturan yuridis yang serba mengikat, melainkan juga sebagai individu yang hidup dalam masyarakat. Selain terikat pada tatanan sosial, juga memiliki kebebasan dalam membentuk dunianya sendiri lewat pemaknaan-pemaknaan yang bersifat subyektif”.20

Jabatan dan profesi notaris sebagai produk hukum, sumbangsih dan peran sertanya semakin dibutuhkan untuk mengayomi masyarakat dan mendukung tegaknya supremasi hukum. Notaris tidak hanya bertugas membuat akta otentik semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, tetepi juga harus dapat berfungsi membentuk hukum karena perjanjian antara pihak berlaku sebagai produk hukum yang mengikat para pihak.21

R. Soegondo Notodisoerjo mengemukakan bahwa :

Untuk dapat membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang Advokat, meskipun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta otentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum, sebaliknya seorang Pegawai Catatan Sipil meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahiran atau akta kematian. Demikian itu karena ia oleh Undang-undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu.22

20 Aslan Noer, “Pelurusan Kedudukan PPAT Dan Notaris Dalam Pembuatan Akta Tanah

Berdasarkan UU No. 30 TH. 2004 Tentang Jabatan Notaris (Suatu telaah dari sudut pandang Hukum Perdata dan Hukum Tanah Nasional),”Jurnal Renvoi, hal. 58

21

Notaris Harus Dapat Menjamin Kepastian Hukum,

http://www.d-infokom-jatim.go.id/news.php?id=39,dipublikasikan tanggal 13 Januari 2004, diakses tanggal 16 Februari 2008

22 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia (Suatu Penjelasan), Cetakan

(18)

Menurut A. Kohar akta adalah tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Apabila sebuah akta dibuat di hadapan Notaris maka akta tersebut dikatakan sebagai akta notarial, atau otentik, atau akta Notaris. Suatu akta dikatakan otentik apabila dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Akta yang dibuat di hadapan Notaris merupakan akta otentik, sedang akta yang dibuat hanya di antara pihak-pihak yang berkepentingan itu namanya surat di bawah tangan. Akta-akta yang tidak disebutkan dalam undang-undang harus dengan akta otentik boleh saja dibuat di bawah tangan, hanya saja apabila menginginkan kekuatan pembuktiannya menjadi kuat maka harus dibuat dengan akta otentik.

Menurut Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”. Oleh karena itu, otensitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 ayat (1) UUJN, yang menyatakan notaris sebagai pejabat umum, sehingga akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik.

G.H.S Lumban Tobing mengemukakan:23

Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan satu akta yang memuat “relaas” atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni notaris sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Akta yang dibuat sedemikian dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan dan yang dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat “oleh” (door) notaris (sebagai pejabat umum). Akan tetapi akta notaris dapat juga berisikan suatu “cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain 23 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999,

(19)

di hadapan notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankannya jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Akta sedemikian dinamakan akta yang dibuat “dihadapan” (ten overstaan) notaris.

Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa ada 2 golongan akta notaris, yakni: 1. Akta yang dibuat “oleh” (door) notaris atau yang dinamakan “akta relaas” atau

“akta pejabat” (ambtelijke akten);

Contoh: antara lain: pernyataan keputusan rapat pemegang saham dalam perseroan terbatas, akta pencatatan budel.

2. Akta yang dibuat “di hadapan” (ten overstan) notaris atau yang dinamakan “akta partij (partij-akten).

Contoh, akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli (tidak termasuk penjualan di muka umum atau lelang), wasiat, kuasa, dan juga gadai saham.

Jika diperhatikan bunyi Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) UUJN di atas, maka jelas bahwa notaris yang ditunjuk sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan juga mengenai grosse aktanya, sehingga keberadaan akta otentik identik dengan akta Notaris.

Akta notaris sebagai produk pejabat publik, maka penilaian terhadap akta notaris harus dilakukan dengan asas praduga sah (vermoeden vanrechtmatigeheid) atau presumption iustae causa.24 Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai akta notaris, yaitu akta notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta 24Philipus M. Hadjon, Pemerintah Menurut Hukum (Wet-en Rechtmatig Bestuur), Cetakan

(20)

tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan umum. Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka akta notaris tetap mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut.

Dalam gugatan untuk menyatakan akta notaris tersebut tidak sah, maka harus dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal dan materilnya akta notaris. Jika tidak dapat dibuktikan maka akta yang bersangkutan tetap sah mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Asas ini telah diakui dalam UUJN, tersebut dalam Penjelasan Bagian Umum bahwa: Akta Notaris sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan.

(21)

Notaris selaku pejabat pembuat akta otentik dalam tugasnya melekat pula kewajiban yang harus dipatuhinya, karena kewajiban tersebut merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN di antaranya dinyatakan dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam pembuatan hukum.

Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b yang mengatur Akta Minuta, maka Akta Minuta tersebut dapat dibatalkan, karena notaris membuat akta originali. Adapun akta originali tersebut adalah akta:

a. pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiunan; b. penawaran pembayaran tunai;

c. protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d. akta kuasa;

e. keterangan kepemilikan; atau

f. akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 UUJN, notaris dalam menjalankan profesinya, selain memiliki kewajiban yang harus dipatuhinya, juga memiliki larangan-larangan yang harus dihindari dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 17 UUJN dinyatakan Notaris dilarang:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alas an yang sah;

c. merangkap sebagai pegawai negeri;

d. merangkap jabatan sebagai pejabat Negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat;

f. merangkap jabatan sebagai pimpinan atau pegawai badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

(22)

h. menjadi Notaris Pengganti; atau

i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa notaris adalah pejabat umum yang berkewenangan membuat akta otentik selama tidak menjadi kewenangan pejabat lain sesuai peraturan perundang-undangan. Demikian juga halnya dalam hal perjanjian gadai saham, Notaris dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak terhadap akta gadai saham yang dibuatnya, karena akta notaris adalah bukti yang sempurna dalam hal terjadinya sengketa atas perjanjian gadai saham perseroan terbatas itu di depan pengadilan.

Pengertian dari gadai dirumuskan dalam Pasal 1150, sebagai berikut:

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitor, atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditor-kreditor lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Dari rumusan yang diberikan tersebut, maka menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, untuk dapat disebut gadai harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:25

1. Gadai diberikan hanya atas benda bergerak;

2. Gadai harus dikeluarkan dan penguasaan Pemberi Gadai;

3. Gadai memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditor (droit de preference);

25Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, Dan Hipotek, Seri Hukum

(23)

4. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahulu tersebut.

KUH Perdata tidak menentukan suatu formalitas tertentu bagi pemberian gadai. Dengan rumusan Pasal 1151 KUH Perdata, yang menyatakan “Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya”.

Jadi, pemberian gadai harus mengikuti suatu perjanjian pokok. Dalam hal perjanjian pokok yang menjadi dasar pemberian gadai adalah suatu perjanjian yang tidak memerlukan suatu bentuk formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut, maka berarti gadai juga dapat diberikan dengan cara yang sama, yaitu menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya penjanjian pokok tersebut. Dengan demikian berarti sahnya suatu pemberian gadai harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian secara umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata dinyatakan, untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat:

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Ilmu hukum selanjutnya membedakan keempat hal tersebut ke dalam dua syarat, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.

(24)

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.

Saham, dalam KUH Perdata maupun dalam UU Perseroan Terbatas adalah suatu kebendaan bergerak, yang memberikan hak milik kebendaan kepada pemegangnya. Artinya bahwa hak atas saham tersebut memberikan kekuasaan langsung yang dapat dipertahankan oleh pemiliknya terhadap setiap orang. Sifat ini dipertegas dengan adanya Daftar Pemegang Saham yang merupakan alat bukti bagi perseroan atas setiap kepemilikan saham dalam perseroan.

Ketentuan ini diperkuat dengan kewajiban untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perseroan untuk setiap bentuk pengalihan, baik penjualan maupun bentuk-bentuk pengalihan lainnya (serta penjaminan saham oleh pemiliknya), di mana pengalihan (maupun penjaminan) saham baru akan efektif bagi perseroan segera setelah pengalihan (atau penjaminan) tersebut dicatatkan pada perseroan, menurut bentuk-bentuk formalitas yang diakui dan diterima oleh perseroan.

Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya mengemukakan:26

Walaupun registrasi merupakan alat pembuktian yang kuat bagi perseroan tentang kepemilikan sahamnya oleh para pemegang saham, namun hal tersebut bukanlah alat bukti satu-satunya bagi pemegang saham yang sah. Pemegang saham yang sah dari perseroan tetap dapat melakukan segala macam pembuktian yang diperkenankan oleh hukum untuk membuktikan

26 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja,Perseroan Terbatas, Seri Hukum Bisnis, PT. Raja

(25)

adanya hak kepemilikan saham yang sah dan sesungguhnya. Pasal 186527dan Buku IV Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku dalam hal ini.

Unsur pertama dari suatu gadai seperti dikatakan sebelumnya hanya dapat diberikan terhadap benda bergerak, yang dalam hal ini menurut ketentuan Pasal 1152, Pasal 1152 bis, dan Pasal 1153 KUH Perdata, dapat diberikan terhadap:

a. benda bergerak yang berwujud dan piutang-piutang kepada pembawa, yang dilaksanakan dengan cara melepaskan benda tersebut dari penguasaan pemberi gadai;

b. piutang kepada pihak yang ditunjuk, yang pemberian gadainya dilakukan dengan cara endosemen yang disertai dengan penyerahan surat piutang atas tunjuk tersebut;

c. piutang-piutang atas nama, pemberian gadainya hanya sah jika telah diberitahukan mengenai pemberian gadai tersebut kepada orang, terhadap siapa gadai tersebut akan dilaksanakan. Pemberitahuan, menurut ketentuan Pasal 1153 KUH Perdata, tidak disyaratkan dalam bentuk tertulis, hanya saja berdasarkan ketentuan Pasal 1153 KUH Perdata tersebut, secara implisit ternyata bahwa orang, terhadap siapa gadai tersebut akan dilaksanakan dapat menunda pelaksanaan gadai, melalui pernyataan bahwa oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya pemberi gadai dapat dimintanya suatu bukti tertulis. Oleh sebab itu, maka sebaiknya pemberitahuan dilakukan secara tertulis oleh pemberi gadai dan penerima gadai secara bersama-sama kepada orang terhadap siapa gadai hendak dilaksanakan.

Dari penjelasan yang diberikan di muka diketahui bahwa sebagai suatu benda bergerak, maka gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai, yang caranya dilakukan menurut wujud dan masing-masing benda bergerak tersebut. Bagi benda bergerak yang berwujud dan piutang-piutang kepada pembawa, maka cara mengeluarkan benda gadai dari pemberi gadai adalah dengan menyerahkannya kepada penerima gadai, yang dapat merupakan kreditor atau pihak ketiga yang

27Pasal 1865 berbunyi: Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk

(26)

ditunjuk atau disepakati secara bersama. Namun, penguasaan pemberi gadai sebagaimana di maksud tidak termasuk hak suara atas saham yang digadaikan, tetapi tetap berada pada si pemberi gadai.

Saham perseroan sebagai barang bergerak dan memiliki nilai yang berharga, dapat dipergunakan sebagai jaminan utang. Ada dua macam jaminan yang dapat diterapkan terhadap barang bergerak, yaitu jaminan berupa gadai dan fidusia. Gadai pada prinsipnya barang wajib diserahkan kepada kreditur (pemegang gadai) dan barang akan dikembalikan jika utang debitur sudah lunas. Sedangkan pada fidusia, barang jaminan tidak perlu diserahkan, dan tetap dikuasai debitur, hanya hak milik barang diserahkan secara kepercayaan kepada kreditur (pemegang fidusia).

Jaminan pada saham biasanya digunakan adalah gadai, sebagaimana alasan yang dikemukakan Gatot Supramono:

Dari kedua jaminan tersebut yang paling tepat untuk saham sebagai jaminan utang adalah gadai, karena kreditur merasa aman berhubung saham dikuasai selama utang belum lunas. Jika diterapkan fidusia, kelemahannya debitur selaku pemilik saham terdapat kemungkinan untuk bertindak curang sahamnya dijual atau digadaikan kepada orang lain, karena saham tetap di tangan debitur. Sehubungan dengan itu ketentuan Pasal 53 UUPT mengatur pada prinsipnya saham dapat digadaikan. Khusus untuk saham atas nama, UUPT ada kehendak untuk membatasi untuk tidak digadaikan. Pembatasan itu tertuang dalam anggaran dasar perseroan dan harus ditentukan dengan tegas. Transaksi gadai saham harus diberitahukan kepada perseroan dan harus dicatat dalam daftar pemegang saham. Meskipun terjadi gadai saham, namun hak suara atas saham tidak hapus dari pemegang saham, karena hak milik saham tidak berpindah tangan.

(27)

kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan, maka ia harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau pemberi gadai. Pemberitahuan tersebut akan berlaku sah manakala dalam perjanjian pokok dan perjanjian gadainya telah ditentukan suatu jangka waktu, dan jangka waktu tersebut telah lampau sedangkan debitur sendiri telah tidak memenuhi kewajibannya tersebut.

Agak berbeda dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 1155 KUH Perdata yang memungkinkan kreditur untuk menyuruh menjual sendiri benda yang digadaikan dan mengambil pelunasan atas seluruh utang, bunga, dan biaya yang menjadi haknya, ketentuan Pasal 1156 KUH Perdata memberikan mekanisme penjualan benda gadai berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam hal yang terakhir mi, setelah suatu penjualan dilakukan oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditur berkewajiban untuk segera memberitahukannya kepada pemberi gadai, yang menurut ketentuan Pasal 1156 KUH Perdata, dilakukan pada hari yang berikutnya apabila ada perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf, atau jika tidak demikian halnya dengan pos yang berangkat pertama.

2. Konsepsi

Konsep merupakan salah satu bagian penting dari sebuah teori. Dalam suatu penelitian konsepsi dapat diartikan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkret, yang disebut definisi operational (operational definition).28 Menurut Tan Kamello “Definisi operasional ini berfungsi untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah

28 Sutan Remy Sjahdeini,

(28)

yang dipakai”.29 Dalam penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti maka harus diberikan beberapa definisi beberapa konsep dasar sehingga akan diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebagai berikut:

a. Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dalam hal ini akta gadai saham.30

b. Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.31

c. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitor, atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditor-kreditor lainnya(preferent); dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.32

d. Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

29Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidussia : Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2002, hal. 35

30

Pasal 1 angka 1 UUJN

(29)

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.33

e. Saham adalah bagian dari modal dasar suatu perseroan terbatas, yang dikeluarkan perseroan atas nama pemiliknya.34

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan motode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem dan konsiten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu “penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan”. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu melakukan penelitian terhadap ketentuan peraturan-perundangan jabatan notaris dalam kaitan praktek gadai saham pada perseroan terbatas.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun

33Pasal 1 butir 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(30)

data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.35 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. c) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan dengan peranan notaris dalam praktek gadai saham.

3) Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan peranan notaris dalam praktek gadai saham.

3. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan peranan notaris dalam praktek gadai saham.

35Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(31)

b. Wawancara yaitu langsung dengan tiga orang notaris yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan nara sumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Potensi Hasil Penelitian sebagai Rancangan Modul Pembelajaran Biologi SMA Berdasarkan analisis Silabus Mata Pelajaran Biologi di SMA yang dilakukan, hasil penelitian

Sistem pendukung keputusan sistem yang menentukan sebuah keputusan untuk memanajemen dan menganalisa pekerjaan secara jelas.Ada beberapa hal yang melemahkan daya

wawancara dan observasi yang dilakukan pada staf penjualan perusahaan, penilain untuk pengambilan keputusan yang dilakukan oleh direktur ini dilakukan secara

Setelah melakukan proses penelitian melalui proses observasi dengan mengamati kedua objek penelitian pada film “Cinderella” versi live action tahun 2015 dengan film

Kesenjangan antara jaminan kebebasan yang lebih besar yang disediakan pasar di satu sisi dan cara-cara tidak demokratis yang ditempuh dalam melahirkan dan mewujudkan

Mahasiswa dapat menjelaskan tentang konsep pusat laba, unit bisnis sebagai pusat laba dan pengukuran profitabilitas3. Tujuan Penentuan harga

Hasil penelitian memperoleh bahwa pemberian pupuk nitrogen berpengaruh sangat nyata terhadap seluruh komponen pengamatan, pemberian berbagai dosis nitrogen meningkatkan

Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah (1) bagaimana kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI dalam praktikum materi ibadah praktis, (2)