• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERMAINAN EDUKATIF MERONCE TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM MERONCE PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PERMAINAN EDUKATIF MERONCE TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM MERONCE PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERMAINAN EDUKATIF MERONCE

TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM

MERONCE PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG

Windawati Rotua Sagala*, Linda Sari Barus**, Tina Shinta Parulian***

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Borromeus, Padalarang, Bandung Barat winda27sagala@gmail.com

ABSTRAK

Hasil wawancara saat studi pendahuluan di SLB Rama Sejahtera Cipatat terdapat 13 anak tunagrahita sedang yang mengalami keterbatasan aspek motorik halus diantaranya, anak sulit untuk memegang pensil, memasukkan tali sepatu, menulis, dan menggunting. Keterbatasan motorik halus akan membuat anak tunagrahita sulit untuk mandiri. Permainan edukatif merupakan sarana untuk bermain yang mengandung nilai edukatif dan dapat mengembangkan kemampuan anak. Penelitian ini menggunakan meronce dengan cara memasukkan tali kelubang roncean hingga membentuk gelang. Penelitian ini menggunakan pre eksperimentaldesign dengan cara one group pre test-post testdesign terhadap 13 responden. Uji statistik menggunakan Paired t-test didapat p value 0,000 berarti ada pengaruh permainan meronce terhadap kemampuan motorik halus dalam meronce anak tunagrahita sedang. Penelitian ini menyarankan agar pihak sekolah menggunakan alat permainan edukatif meronce untuk melatih kemampuan motorik halus.

Kata kunci : meronce, motorik halus, tunagrahita sedang.

PENDAHULUAN

Status pertumbuhan dan

perkembangan anak penting, karena dapat memberikan informasi kesehatan status anak dan screening terhadap adanya gangguan atau hambatan di dalam tumbuh kembang anak (Adriana, 2013). Kelompok dari anak yang mengalami gangguan fisik maupun gangguan mental digolongkan kedalam anak berkebutuhan Khusus (ABK) (Sumekar, 2009).

World Health Organization (WHO) dalam Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2010) mengatakan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kegagalan tumbuh kembang fisik maupun mental. Data Word Health Organization (WHO, 2008) memperkirakan bahwa prevalensi penyandang tunagrahita di dunia adalah 10% dari 1000 penderita yang mengalami tunagrahita, yaitu sekitar 94.423 jiwa. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kesejahteraan Sosial Departemen Republik Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah penyandang cacat adalah 2.364.000

jiwa termasuk tunagrahita. Menurut Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2012 jumlah penyandang tunagrahita adalah 39.97%. Prevalensi anak dengan gangguan tunagrahita di Jawa Barat jumlahnya cukup besar, jumlah paling besar adalah siswa penyandang cacat tunagrahita sebanyak 38.545 anak (Diknas Pendidikan Nasional Jawa Barat, 2009).

Tunagrahita sedang atau mampu latih adalah anak yang memiliki IQ 30-50, anak yang termasuk pada kategori ini hanya mampu mencapai prestasi akademik minimum setara dengan kelas I SD, anak tunagrahita sedang dapat diberi respon dengan latihan aktivitas yang sederhana (Soemantri, 2009).

Hambatan motorik yang terjadi pada anak tunagrahita sedang lebih menonjol pada gangguan dan hambatan dalam motorik halus (Soemantri, 2009). Permasalahan yang berkaitan dengan motorik halus anak tunagrahita ini perlu untuk diteliti.

(2)

menggengam, menjimpit, menempel, dan menggunting sehingga akan berpengaruh terhadap aspek belajar maupun kemandirian (Apriyanto, 2012). Aktivitas yang dilakukan oleh anak guna mendukung kemampuan motorik halus dapat dilatih dengan berbagai latihan dan dikemas dalam sebuah permainan yang berhubungan dengan motorik (Sumekar, 2009). Aktivitas pembelajaran yang telah banyak diterapkan dengan menarik untuk anak tunagrahita salah satunya adalah program bermain. Meronce merupakan suatu permainan edukatif dengan cara menata manik – manik dan mengikat komponen dengan utas tali, rangkaian ini dapat digunakan sebagai hiasan maupun benda pakai berupa gelang ataupun kalung (Effiana, 2009). Manfaat dari meronce yaitu dapat membantu meningkatkan kemampuan motorik halus, melatih koordinasi mata dan tangan, meningkatkan perhatian dan konsentrasi (Effiana, 2009).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain Pre-Exsperiment design dengan rancangan one group pretest-postest design yaitu ada pemberian tesawal meroncesebelum diberi perlakuan dan tes akhir meronce setelah diberi perlakuan dalam satu kelompok yang sama. Penelitian ini dilakukan di SLB Rama Sejahtera Cipatat pada bulanApril – Juni 2018. Sampel pada penelitian ini adalah 13 anak tunagrahita sedang kelas IV, V dan VI. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan rubrik penilaian motorik halus dalam meronce dan sudah dilakukan uji validitas oleh 3 experts judgement.

HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin (n=13)

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki – laki 8 61,5

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Usia (n=13) kecil responden 3 orang (23,0 %) berusia 12 tahun.

2. Analisa Univariat a. Pre testkecepatan

Tabel 3 Distribusi Frekuensi pre test

Motorik Halus untuk Kecepatan Kemampuan

kecepatan kemampuan motorik halus dalam meronce menunjukkan bahwa 53,8% atau 7 anak tunagrahita sedang memiliki kecepatan kemampuan motorik halus dalam meronce pada kategori mulai berkembang.

b. Pre test Kecermatan

Tabel 4 Distribusi Frekuensipre testMotorik Halus untuk Kecermatan

(3)

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan hasil pre test kecermatan kemampuan motorik halus dalam meronce menunjukkan bahwa lebih dari setengahnyamemiliki kecermatan motorik halus dalam meronce dalam kategori mulai berkembang (69,2%).

c. Post Test Kecepatan

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Post

TestMotorik Halus untuk Kecepatan Tabel 5 menunjukkan hasil post test

kecepatan kemampuan motorik halus dalam meronce setelah pemberian intervensi menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya memiliki kecepatan motorik halus dalam meronce dalam kategori berkembang sangat baik (61,5%).

d. Post TestKecermatan

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Kecermatan Motorik HalusUntuk Kecermatan

kecermatan kemampuan motorik halus dalam meronce setelah pemberian intervensi menunjukkan bahwa seluruhnya responden memiliki kecermatan motorik halus dalam meronce dalam kategori berkembang sangat baik (100%).

e. Analisa Bivariat

Tabel 7 Distribusi Rata Rata Kemampuan Motorik Halus Dalam Meronce Anak Tunagrahita Sedang Di SLB Rama Sejahtera Cipatat Tahun 2018

Tabel.7 menujukkan hasil pengujian statistik didapatkan mean kemampuan kecermatan dalam meronce 2,31 dengan standar deviasi 0,480. Mean kemampuan kecepatan motorik halus anak dalam meronce adalah 2,08 dengan standar deviasi 0,641. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh permainan edukatif meronce terhadap kemampuan motorik halus dalam meronce pada anak tunagrahita sedang.

PEMBAHASAN

1. Kemampuan Kecepatan Sebelum Pemberian Intervensi Meronce

Hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 3, kemampuan kecepatan motorik halus dalam meronce pada anak tunagrahita sebelum diberikan intervensi permainan edukatif meronce didapatkan lebih dari setengahnya dalam kategori mulai berkembang yaitu 7 orang (53,8%) dan kurang dari setengahnya memiliki kemampuan kecepatan dalam kategori belum berkemabang (46,2%).

Keterampilan yang berkaitan dengan motorik halus salah satunya adalah kecepatan. Kecepatan manipulatif (manipulatif speed) pengendalian terhadap kecepatan gerak. Kecepatan gerak yang baik yaitu tidak terlalu lambat (Aqib, 2009). Kemampuan kecepatan motorik halus memerlukan koordinasi yang baik. Koordinasi merupakan kemampuan untuk melakukan gerakan dengan berbagai tingkat kesukaran dengan cepat dan efisien dan penuh ketepatan, serta untuk mengontrol pergerakan tubuh dalam kerjasama dengan fungsi sensorik tubuh (Sujiono, 2014).

2. Kemampuan Kecermatan Motorik Halus Sebelum Pemberian Intervensi Meronce

(4)

edukatif meronce didapatkan lebih dari setengahnya dalam kategori mulai berkembang yaitu 9 orang (69,2%), kurang dari setengahnya dalam kategori belum berkembang yaitu 4 orang (30,8%).

Motorik halus adalah kematangan otot - otot kecil karena tidak memerlukan tenaga, namun memerlukan koordinasi yang tepat (Susanto, 2011). seperti keterampilan menggunakan jari – jari tangan dan gerakan pergelangan yang tepat (Sujiono, 2008). Anak tunagrahita sedang adalah anak yang mengalami gangguan pada intelegensi atau IQ dibawah rata – rata sehingga menyebabkan terganggu dalam berbagai perkembangan termasuk motorik, baik motorik halus maupun motorik kasar.

Rangsangan juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kamampuan motorik halus menurut Soetjiningsih (2010). Tujuan tindakan pemberian rangsangan atau stimulasi pada anak adalah untuk membantu anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Yanti dkk (2011) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara stimulasi terhadap perkembangan motorik halus anak prasekolah dengan

hasil p=0,000 (p<0,05). Keterampilan motorik halus dapat dikembangkan m

3. Kemampuan Kecepatan Motorik Halus Sesudah Pemberian Intervensi Meronce

Berdasarkan tabel 5 dapat dijelaskan bahwa kemampuan motorik halus dalam meronce yaitu sebagian besar kemampuan motorik halus dalam meronce baik sekali yaitu 8 orang (61,5%), kurang dari setengahnya kemampuan motorik halus dalam meronce baik yaitu 5 orang (38,5%). Meningkatnya kemampuan kecepatan motorik halus ini dikarenakan adanya stimulus dari intervensi meronce (Effiana, 2009). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) mengatakan bahwa ada APE mampu memberikan stimulus yang baik untuk perkembangan seluruh kemampuan yang dimiliki anak. Pemberian intervensi menggunakan alat permainan edukatif dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak baik secara fisik maupun motorik serta perkembangan intelegensinya (Ghazali,

2009). Menurut Nicholas (2009) menyatakan bahwa permainan edukatif meronce dapat melatih dan meningkatkan kemampuan motorik halus anak dan merangsang kreatifitas anak

4. Kemampuan Kecermatan Motorik Halus Sesudah Intervensi Meronce

Hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 6, kemampuan kecermatan motorik halus dalam meronce pada anak tunagrahita sesudah diberikan intervensi permainan edukatif meronce didapatkan seluruh dalam kategori berkembang sangat baik yaitu 13 orang (100%).

(5)

5. Pengaruh Permainan Edukatif Meronce Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi Tentang Meronce Pada Anak Tunagrahita Sedang

Tabel.7 menujukkan hasil pengujian statistik didapatkan mean kemampuan kecermatan dalam meronce 2,31 dengan standar deviasi 0,480. Mean kemampuan kecepatan motorik halus anak dalam meronce adalah 2,08 dengan standar deviasi 0,641. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh permainan edukatif meronce terhadap kemampuan motorik halus dalam meronce pada anak tunagrahita sedang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, permainan edukatif meronce memberikan peningkatan kemampuan motorik halus anak dalam meronce. Kemampuan motorik halus dalam meronce dengan baik yang dimiliki anak tunagrahita dikarenakan adanya pemberian intervensi meronce dan adanya stimulus kemampuan motorik halus anak. Proses meronce untuk meningkatkan motorik halus yaitu kecermatan dan kecepatan dalam kegiatan meronce untuk melatih kemampuan motorik halus dalam meronce (Bakti, 2015). Kecermatan dalam penelitian ini yaitu ketika memasukkan tali kedalam 15 lubang roncean dibutuhkan kemampuan motorik halus yang baik untuk dapat memasukkan roncean, seorang anak dikatakan memiliki kecermatan yang baik jika anak memasukan 15 roncean, kecepatan juga dipengaruhi oleh kemampuan motorik halus seseorang, semakin cepat anak menyelesaikannya maka anak memiliki koordinasi motorik halus yg baik (Bakti, 2015). Keseimbangan antara kecepatan dan kecermatan dapat meningkatkan kemampuan motori halus anak (Pamadhi, 2014). Hal ini juga didukung dalam penelitian Lindawati (2013) yang berjudul faktor – faktor yang berhubungan dengan perkembangan motorik halus mengatakan bahwa stimulasi sangat penting untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak, Ketika jari – jari anak mulai memegang manik – manik keterampilan dari motorik halus yang dimiliki mulai terasah.

Menurut Nicholas (2009) menyatakan bahwa permainan edukatif meronce dapat

melatih dan meningkatkan kemampuan motorik halus anak serta merangsang kreatifitas anak. Melalui pemberian intervensi permainan edukatif anak dapat memperoleh pembelajaran dan bermain yang mengandung aspek fisik-motorik (Ghazali, 2009). Hal ini diperkuat oleh penelitian Sujana dkk (2014) yang berjudul “Efektivitas Permainan Edukatif Terhadap Minat Belajar Anak” bahwa permainan edukatif sangat positif digunakan sebagai media untuk belajar bagi anak, hal ini berdampak pada peningkatan minat belajar anak, dengan diterapkan permainan edukatif, anak lebih bersemangat untuk mengikuti semua pembelajaran. Karena pada hakikatnya anak – anak pada tahap suka bermain. Kecepatan dan kecermatan merupakan suatu kesatuan yang penting dalam kemampuan motorik halus anak (Aqib, 2009)

KESIMPULAN

1. Lebih dari setengahnya anak tunagrahita memiliki kemampuan kecermatan motorik halus dalam meronce dengan kategori mulai berkembang sebelum dilakukan intervensi permainan edukatif meronce.

2. Lebih dari setengahnya anak tunagrahita memiliki kemampuan kecepatan motorik halus dalam meronce dengan kategori mulai berkembang sebelum dilakukan intervensi permainan edukatif meronce. 3. Seluruh anak tunagrahita memiliki

kemampuan kecermatan motorik halus dalam meronce dengan kategori berkembang sangat baik sesudah dilakukan intervensi permainan edukatif meronce.

4. Lebih dari setengahnya anak tunagrahita memiliki kemampuan kecepatan motorik halus dalam meronce dengan kategori berkembang sangat baik sesudah dilakukan intervensi permainan edukatif meronce.

(6)

SARAN

1. Untuk peneliti berikutnya, diharapkan dapat menggunakan alat permainan edukatif meronce untuk melatih kemampuan motorik halus pada anak dengan memperhatikan faktor – faktor perancu seperti gizi, IQ, kondisi kesehatan, dan stimulus orang tua dan melakukan penelitian yang bersifat kualitatif mengenai pengalaman guru dalam memberikan motivasi pada perkembangan motorik halus anak. 2. Peneliti menyarankan guru untuk dapat

melatih kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang dengan menggunakan permainan edukatif meronce.

3. Pihak sekolah diharapkan menyediakan fasilitas untuk meningkatkan kemampuan motorik halus berupa permainan edukatif.

4. Peneliti mengharapkan guru dapat melatih kemampuan anak menggunakan alat permainan edukatif meronce dengan waktu yang sering dan teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Suryadi. (2009). Etnopedagogi Landasan Praktik Pendidikan Guru. Bandung: PT Kiblat Buku Utama

Adriana. (2013). Tumbuh Kembang dan Therapy Bermain pada anak. Jakarta: Salemba Medika.

Sumekar. (2009). Orthopedagogik Bahan Ajar. PLB FIP UNP. Tidak Diterbitkan

Effiana. (2009). Games Therapy. Jakarta: PT. Wahyu Media

Wiyani. (2013). Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta:Ar-ruzz Media

Soemantri. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama

Soetjiningsih. (2013). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Apriyanto. (2012). Seluk Beluk Tuna Grahita & Strategi Pembelajarannya. Jogjakarta: JAVALITERA

Susanto. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada. Media Group

Sujiono, Bambang. 2008. Metode Pengembangan Fisik. Jakarta: Universitas Terbuka

Hajar & Sukardi. (2008). Seni Keterampilan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka

Hasnida. (2015). Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini. Jakarta: Luxima Metro Media

Aqib. (2009). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Untuk Guru, SD, SLB, TK.

Bandung: Yrama Media

Sujana. (2014). Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Yanti. 2011. Meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan menggunting yang bervariasi di paud terpadu islam: Jurnal Pendidikan

Gambar

Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

jelas mengenai efektifitas keterampilan menganyam spon eva dalam meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang Penelitian ini dilaksanakan pada

Setelah dilakukan tindakan pada siklus I hasilnya pada kemampuan motorik halus melalui kegiatan meronce mengalami peningkatan yang dapat diilihat yaitu untuk kriteria sangat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat permainan edukatif maze alur tulis terhadap keterampilan motorik halus pada anak kelompok A TK ABA

Pelatihan keterampilan motorik halus diberikan dengan tujuan untuk melatih koordinasi motorik halus atau melemaskan otot-otot yang kaku, akibat dari kekakuan otot otot

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data tentang pengaruh permainan maze matching board terhadap kemampuan motorik halus anak tunagrahita, dengan perolehan hasil

tactile play ini tidak hanya dapat mempengaruhi kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang akan tetapi juga dapat mengembangkan motorik halus anak tunagrahita

Pembatasan Masalah Meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan meronce bentuk geometri pada anak kelompok B4 Usia 5-6 Tahun di TK Negeri 1 Banda Aceh.. Rumusan Masalah

Pengaruh permainan playdough terhadap kemampuan motorik halus anak autis pada penelitian ini bisa diketahui dari perbedaan skor dan mean level dalam fase baseline dan intervensi..