TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tembakau (Nicotiana tabacum L.)
Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) Klassifikasi tanaman tembakau
adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Personata
Family : Solanaceae
Genus : Nicotiana
Spesies : Nicotiana tabacum L.
Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar – akar
serabut atau galur-galur akar. Bagian batang yang bercabang meskipun kebanyakan
tidak bercabang. Tinggi tanaman dapat mencapai 2,5m. daun tembakau sangat
bervariasi ada juga yang berbentuk ovalis, terompet. Benang sari berjumlah 5 buah
(Matnawi, 1997).
Bakal buah tembakau terletak diatas dasar bunga dan mempunyai 2 ruang
yang membesar, setiap ruang mengandung bakal biji anatrop yang banyak sekali.
Bakal buah ini dihubungkan oleh sebatang tangkai putih dengan sebuah kepala pituk
Buah tembakau berbentuk bulat lonjong dan berukuran yang kecil,
didalamnya banyak berisi biji yang bobotnya sangat ringan. Dalam setiap gram biji
berisi 12000 butir biji. Tiap-tiap tembakau dapat menghasilkan rata-rata 25 gram biji.
Kira-kira 3 minggu sesudah pembuahan buah tembakau telah jadi masak. Biji dari
buah tembakau yang baru dipungut kadang-kadang belum dapat berkecambah bila
disemaikan sehingga biji tembakau perlu mengalami masa istirahat atoau dormansi.
Kira-kira 2-3 minggu untuk dapat berkecambah, untuk dapat memperoleh kecambah
yang baik sekitar 95% biji yang dipetik harus sudah masak dan telah disimpan
dengan baik dengan suhu yang kering (Abdullah dan Soedarmanto, 1998).
Biologi Hama Capside ( C. tenuis Reut. )
Menurut Kalshoven (1981) C. tenuis diklarifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Class : Insekta
Ordo : Hemiptera
Family : Miridae
Genus : Cyrtopeltis
Spesies : Cyrtopeltis tenis Reut.
Telur
Telur diletakkan pada permukaan bawah daun muda, pada bagian basah urat
daun. Berwarna putih gelap sampai kekuningan warna menjadi orange terang
sebelum menetas. Ukuran panjang berkisar antara 0.85 mm dan diameternya 0,21
Telur berbentuk lonjong putih gelap samapai kekuningan dan berubah warna
menjadi kuning terang sebelum menetas. Stadia telur berkisar 6-10 hari
(Erwin, 2000).
Nimfa
Stadia nimfa yang baru menetas berwarna kekuningan dan bila nimfa
tubuhnya telah sempurna akan berwarna hijau dengan ukruan panjang berkisar
2,68mm. stadia nimfa berkisar 13-14 hari (Sudarmo, 2000).
Dewasa memiliki panjang 4 mm. Badannya berwarna hijau tetapi tungkai
yang berwarna bata, demikian juga dengan tungkai belakang. Matanya juga berwarna
merah bata, capside betina mempunyai alat bertelur yang mempunyai bor telur.
Imago setelah berganti kulit yang terakhir masih berwarna hijau kecuali sayapnya
yang terlihat putih dan kehijauan dan berkerak (Erwin, 2000).
Imago
Dewasa berwarna kehijauan sampai hijau gelap. Ukuran panjang 3,01-3,42
mm. Dewasa betina berbeda dengan yang jantan, karena adanya alat peletak telur
(ovipositor). Total perkembangannya 21-33 hari (sudarsono, 2000).
Siklus hidup serangga ini adalah 30 hari, periode telur selama 5-10 hari
sedangkan periode nimfa selama 20-32 hari. Capside yang dewasa bisa bertahan
hidup. Periode 4-5 hari. Capside yang dewasa dapat bertahan hidup selama 14 hari
(Erwin dan Sabrina, 2003 ).
Gejala Serangan
Pada stadium manapun capside ini dapat menimbulkan kerugian bagi dauan
utama bagi capside adalah cairan tanaman, untuk itu harus menusukkan melalui
lapisan atas sampai kelapisan yang paling banyak mengandung cairan didalam daun.
Penusukan ini dilakukan berulang-ulang dan berdekatan, oleh karena itu apabila daun
tumbuh membesar lubang akan tampak bergerigi ataupun memanjang. Pada daun
yang lebih tebal pada awalnya daun tidak tembus pandang kemudian daun tumbuh
sedangkan sel bekas lubang yang tidak tumbuh sehingga menimbulkan koyak
ataupun daun menjadi pecah (Erwin, 2000).
Capside menghisap cairan dari ujung tunas dan kuncup daun. Sepertinya
mereka tidak merusak padahal meninggalkan air liur yang beracun dan menumbuh
sel-sel tanaman muda. Daun muda menjadi melengkung dan mengembangkan
lubang-lubang kecil. Tunas muda menjadi salah bentuk (Moschetti, 2003).
Pengendalian Hama C. tenuis Renut.
Pengendalian secara kultur teknis, penggunaan benih sehat dan berdaya
tumbuh baik, pergiliran tanaman untuk memutus siklus hidup hama, sanitasi dengan
membersihkan sisa-sisa tanaman atau tanaman lain yang dapat menjadi inang hama,
penetapan masa tanam dan penempatan secara serempak ( Dwiastuti, dkk, 1998).
Pengendalian fisik dan mekanik, dilakukan dengan mengambil kelompok
telur, membunuh imago mencabut tanaman yang sakit, penggunaan perangkap
diharapkan bisa mengurangi populasi hama serangga yang merusak (Oka, 1995).
Pengendalian secara biologi, dengan pelestarian musuh alami (parasit,
predator, dan pathogen serangga) merupakan faktor pengendali hama yang penting
di lapang. Untuk itu, penggunaan insektisida perlu dilakukan secara selektif
(Driesche dan Bellows, 1996).
Teknik pengendalian hama secara terpadu merupakan sistem pengendalian
keputusan untuk memilih dan menggunakan taktik pengendalian hama secra tunggal
ataupun secara bersamaan ke dalam strategi managemen, berdasarkan analisis
keuntungan yang mempertimbangkan minat dan dampak pada produsen, social dan
lingkungan. Penggunaan pestisida adalah konsep PHT yang harus dilakukan dengan
hati-hati dan merupakan alternatif terakhir (Kogan, 1998).
Menurut teknik pengendalian hama secara terpadu salah satu cara
pengendalian organisme pengganggu tanaman adalah secara mekanik dengan
menggunakan alat perangkap. Perangkap sintetis berperekat dapat digunakan untuk
menangkap serangga hama yang bersayap agar populasinya tetap terkendali.
Perangkap sintetis berperekat telah lama digunakan oleh petani untuk memantau dan
mengurangi imago serangga dan hama lain yang aktif di rumah kaca
(Chu, dkk, 2003).
Penggunaan Perangkap Warna
Penggunaan perangkap merupakan metode pengendalian fisik mekanis, dalam
aplikasinya metode ini merupakan cara yang efektif, aman dan ekonomis, dan lebih
efisien, karna dapat mendeteksi awal munculnya serangga (Mutiarani, 2009).
Serangga dapat membedakan warna-warna, kemungkinan karena adanya
perbedaan sel-sel retina pada serangga, kisaran panjang gelombang yang dapat
mengkilap sehingga serangga bersayap lebih mudah tertarik, dibandingkan jenis
perangkap warna lainnya, dan disamping itu pula perangkap warna kuning lebih
tahan terhadap cahaya matahari (Sunarno, 2011).
Kebanyakan serangga hanya memiliki dua tipe pigmen penglihatan, yaitu
pigmen yang dapat menyerap warna kuning terang dan hijau, serta pigmen yang dapat
menyerap warna biru dan sinar ultraviolet (Mayer, 2006).
Panjang gelombang yang dimiliki oleh warna biru sebesar 460 nm, warna
hijau memiliki panjang gelombang 560 nm, warna kuning memiliki panjang
gelombang 660 nm, warna merah 610 nm, putih memiliki panjang gelombang 400
nm (Torani, 2008).
Serangga hama diperangkap dengan berbagai jenis alat perangkap yang dibuat
sesuai jenis hama dan fase hama yang akan ditangkap. Warna dan jenis perangkap
sangat efektif dalam mengendalikan beberapa serangga. Alat perangkap diletakkan
pada tempat atau bagian tanaman yang sering dilewati oleh hama. Pada alat
perangkap diberi zat-zat kimia yang dapat menarik hama (Untung, 2006).
Penggunaan perangkap sintetis merupakan suatu metode sederhana untuk
mengetahui ukuran relatif serangga dan untuk mendeteksi awal munculnya serangga.
Metode ini lebuh efisien dibandingkan dengan metode satuan unit contoh, karena
perangkap langsung mengumpulkan serangga yang berada disekitar tanaman
Penggunaan atraktan dengan menggunakan bahan metil eugenol merupakan
cara pengendalian yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif. Beberapa
serangga bersayap juga dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
bentuk dan warna perangkap (Kardinan, 2003).
Preferensi terhadap warna dengan menggunakan perangkap warna sering
dimanfaatkan dalam monitoring serangga. Perangakap warna ada yang berbentuk
silinder atau persegi empat. Warna yang digunakan biasanya disesuaikan dengan
serangga yang akan diamati. Kegunaan perangkap warna bisa menekan populasi
hama. Warna yang disukai serangga biasanya warna-warna kontras seperti kuning
cerah. Keunggulan dari penggunaan perangkap warna ini adalah murah, efisien juga
praktis. Prinsip kerjanya perangkap warna tidak jauh berbeda dengan perangkap
cahaya dimana serangga yang dating pada tanaman dialihkan perhatiannya pada
perangkap warna yang dipasang. Serangga yang tertarik perhatiannnya dengan warna
tersebut akan mendekati bahkan menempel pada warna tersebut. Bila pada obyek
warna tersebut telah dilapisi semacam lem, perekat atau getah maka serangga tersebut
akan menempel dan mati (Southwood, 1978).
Penggunaan lem chery Glue
Salah satu lem perekat serangga adalah Chery glue, lem ini mengandung
Metil eugenol yang diekstrak dari tiga jenis tanaman dan campuran beragam buah.
Tanaman yang digunakan adalah Ocium basilium (selasih), Eugenia aromaticum
dan buah-buahan membuat daya tahan ME tahan lama dan Beraroma kuat.
Menggunakan lem jenis hot melt yang dicampur zat antibeku,membuat chery glue sanggup bertahan diatas satu bulan diterpa panas dan hujan. Chery glue merupakan
lem ajaib penjebak hama. Lem ini dapat mengendalikan berbagai macam hama.
Hama-hama yang terkena lem ini adalah capside, kutu putih, Aphids, Thrips, lalat
buah dan lain-lain, karena lem ini digunakan diberbagai macam bentuk pengendalian