• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK Disusun O

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK Disusun O"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK

Di Susun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Teori Belajar

Dosen Pengampu : Dade Nurfalah, M.Pd

Disusun Oleh :

1. Jumrahtul Aulyah 20138300824

2. Yuliana Dwi Wijayanti 20158300097

3. Menisa Buulolo 20158300103

4. Enung Nurjamilah 20158300263

5. Dede Firmansyah 20158300276

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

STKIP KUSUMA NEGARA JAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Teori Belajar Konstruktivistik”.

Penulisan ini merupakan salah satu tugas dan syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Teori Belajar. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Jakarta, 27 November 2016

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...i

Daftar Isi ...ii

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang...1

2. Rumusan Masalah ...1

3. Tujuan ...1

BAB II PEMBAHASAN A. Teori Belajar Konstruktivistik ...2

B. Karakter Manusia Masa Depan yang Diharapkan ...5

C. Perbandingan Pembelajaran Tradisional dengan Kontruktivistik ...7

D. Aplikasi Pembelajaran Konstruktivistik ...8

BAB III PENUTUP 1. Simpulan ...10

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap individu di era global dituntut mengembangkan kapasitasnya secara optimal, kreatif dan mengadaptasikan diri ke dalam situasi global yang amat bervariasi dan cepat berubah. Setiap individu dituntut melakukan customization. Setiap individu dituntut memiliki daya nalar kreatif dan kepribadian yang tidak simpel, melainkan kompleks. Sekompleks situasi-situasi yang penuh varian yang dihadapi. Individu harus memiliki strategi adaptif. Untuk itu keterampilan yang harus dimiliki individu adalah keterampilanintelektual, sosial, dan personal.

Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.

2.

Rumusan Masalah

a.

Apa yang dimaksud teori belajar konstruktivistik?

b.

Bagaimana karakter manusia masa depan yang mampu diharapkan?

c.

Apa bedanya dengan pembelajaran tradisional?

d.

Bagaimana aplikasi pembelajaran konstruktivistik?

3.

Tujuan

a.

Memahami teori belajar konstruktivistik,

b.

Mengetahui karakter manusia masa depan yang diharapkan,

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Konstruktivistik

Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk prosesnya, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendirilah yang menlis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.

(6)

Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.

Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai kunstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah suatu pembentukan yang terus menerus dilakukan oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa, pentransfer itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri.

Proses mengkonstruksi pengetahuan, manusia dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan lingkungannya, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, mambau, atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan objek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci.

Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi social, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun diluar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan system penghargaan dari luar.

Dalam proses mengkonstruksi pengetahuan menurut Von Galserfeld yaitu: a. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,

b. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan,

(7)

Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimiliki. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan.

1. Tujuan dan Karakteristik Teori Konstruktivisme Tujuan teori konstruktivisme adalah:

a. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.

b. Membantu siswa untuk mengembangkan perngertian dan pemahaman konsep secara lengkap.

c. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Karakteristik pembelajaran konstruktivisme adalah:

a. Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalu keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.

b. Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan. c. Mendukung pembelajaran secara kooperatif.

d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar. e. Mendorong pembelajar untuk bertanya atau berdialog dengan guru.

f. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran

g. Mendorong proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen. 2. Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivisme

Lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis sebagai berikut:

a. Memerhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa

Siswa didorong untuk mengonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pembelajaran harus memerhatikan pengetahuan siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.

(8)

Dirancang pembelajaran yang bermakna bagi siswa sehingga dapat mengakomodasi perkembangan minat, bakat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa. Dengan mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif

Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru.

d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri

Siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya, diberikan kesempatan untuk merefleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.

e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah

Sains bukan berupa produk (fakta, konsep, prinsip, dan teori) namun juga sikap dan proses. Pembelajaran sains harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang kehidupan ilmuwan.

B.

Karakter Manusia Masa Depan yang Diharapkan

Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses … (to) learn to be. Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya (Raka Joni, 1990).

Kepekaan, bearti ketajaman baik dalam arti kemampuan berpikirnya, maupun kemudah tersentuhan hati nurani di dalam melihat dan merasakan segala sesuatu, mulai dari kepentingan orang lain sampai dengan kelestarian lingkungan yang merupakan gubahan Sang Pencipta.

Kemandirian, berarti kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri di samping proses dan hasil berfikir orang lain, serta keberanian bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya benar dan perlu.

(9)

Kolaborasi, berarti disamping mampu berbuat yang terbaik bagi dirinya sendiri, individu dengan ciri-ciri diatas juga mampu bekerja sama dengan individu lainnya dalam meningkatkan mutu kehidupan bersama.

Langkah strategis bagi perwujudan tujuan diatas adalah adanya layanan ahli kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active learning atau pendekatan cara belajar siswa aktif didalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang mengakui sentralitas peranan siswa didalam proses belajar, adalah landasan yang kokoh bagi terbentuknya manusia-manusia masa depan yang diharapkan. Pilihan tersebut bertolak dari kajian-kajian kritikal dan empirik disamping pilihan masyarakat (Raka Joni, 1990)

Penerapan ajaran tut wuri handayani merupakan wujud nyata yang bermakna bagi manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya diperlukan penanganan yang memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan yang tepat memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik diatas. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik dalam kegiatan belajar dan pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut.

1. Beberapa aspek tentang masalah kualitas manusia dalam pembangunan, yaitu sebagai berikut:

a. Aspek fisik, yang berupa tingkat kesehatan tubuh dan kelengkapan anggota tubuh.

b. Aspek kognitif, dalam hal ini tingkat kecerdasan dan pendidikan.

c. Aspek nonkognitif, yaitu kualitas kepribadian dan kualitas moral yang ada pada diri seseorang.

2. Beberapa sifat kepribadian yang harus dibina dalam menghadapi era industrialisasi yaitu sebagai berikut :

f. Memiliki tingkat kesehatan fisik yang baik g. Pendidikan yang memadai

(10)

a. Memberi contoh yang baik

b. Memberi perangsang-perangsang yang cocok c. Dengan persuasi dan penerangan

d. Dengan pembinaan dan pengasuhan suatu generasi baru sejak kecil

4. Berikut ini adalah cara-cara untuk menumbuhkan sifat-sifat yang diperlukan di dalam usaha memajukan pembangunan:

a. Membentuk sifat inovatif

b. Membentuk dorongan berprestasi c. Sarana komunikasi

d. Memberikan ajaran agama e. Sifat hemat

f. Kedisiplinan

g. Membentuk dorongan afiliasi

C. Membandingkan Pembelajaran Tradisional dengan Konstruktivistik

Proses pembelajaran akan efektif jika diketahui inti kegiatan belajar yang sesungguhnya. Pada bagian ini akan dibahas ciri–ciri pembelajaran tradisional atau behavioristik dan ciri–ciri pembelajaran konstruktivistik.

Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori behavioristik, banyak didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan materi yang diceramahkan. Dalam pembelajaran, guru banyak menggantungkan pada buku teks. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks.

Diharapkan siswa memiliki pandangan yang sama dengan guru, atau sama dengan buku teks tersebut. Alternatif – alternatif perbedaan interpretasi diantara siswa terhadap fenomena sosial yang kompleks tidak dipertimbangakan. Siswa belajar dalam isolasi, yang mempelajari kemampuan tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya setiap hari.

(11)

diajarkan dengan cara menjawab soal – soal tes (sebagai perilaku imitasi), melainkan pada apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan, dan ditunjukannya.

Ada beberapa perbedaan mengenai pembelajaran karakteristik antara pembelajaran tradisional atau behavioristik dan pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai berikut[1]:

Pembelajaran tradisional Pembelajaran konstruktivistik

a Kurikulum di sajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan pada

Pembelajaran lebih mengharagai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.

c Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran ,dan biasanya dilakukan pada akhir pelajaran dengan cara testing.

Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin didalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati ha-hal yang sedang dilakukan siswa ,serta melalui tugas-tugas pekerjaan.

d Siswa-siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa.

Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya

e Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada group proses dalam belajar

Siswa-siswi banyak belajar dan bekerja dalam group proses

D. Aplikasi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pembelajaran

Aplikasi pembelajaran konstruktivistik dalam dunia pendidikan merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi teks, dialog, pengalaman. Aplikatif teori belajar konstruktivistik sebagai berikut [2]:

(12)

guru dapat mengajar suatu materi kepada siswa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yang keras para siswa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.

2. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendiri bukan ditanamkan oleh guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.

3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-model itu. 4. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing-masing

konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.

5. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

6. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

(13)

BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan, mandiri, bertanggung jawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang mampu melihat kaitan antara ciri – ciri manusia tersebut, dengan praktek – praktek pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya. Pandangan konstruktivistik yang mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa.

(14)
(15)

DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Renika Cipta.

Daniel Muijs & David Reynolds. 2008. Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joni, Raka. 1992. Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Mengajar. Jakarta: Dirjen Dikti Dikbud.

Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: AR-Ruzz.

Suwardi. 2004. Ilmu Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.

Slavin. 1993. Cooperative Learning. Washington DC: National Education Association.

https://www.academia.edu/4614990/Teori_Belajar_Konstruktivistik diakses 24 November 2016 pukul 06.16

https://kunjugi.wordpress.com/2012/07/02/teori-belajar-aliran-konstruktivistik-oleh-abdul-karim/ diakses 24 November 2016 pukul 06.23

(16)

Referensi

Dokumen terkait

misalnya belajar memahami masalah keluarga, masalah penyelesaian konflik antar etnis atau antar kelompok, dan.. masalah-masalah lain yang

Ahli psikologi behavior memandang bahwa proses belajar terjadi melalui ikatan stimulus- respon, sedangkan psikologi gestalt berpendapat proses pemerolehan pengetahuan didapat

Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi