• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertania

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pusat Data dan Sistem Informasi Pertania"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Buletin Konsumsi Pangan

KATA PENGANTAR

Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang

terbit setiap triwulan. Buletin konsumsi pangan ini merupakan terbitan tahun keempat, berisi informasi gambaran umum konsumsi pangan di Indonesia, konsumsi rumah tangga dan ketersediaan konsumsi per kapita serta konsumsi di negara-negara dunia terutama untuk komoditas yang banyak di konsumsi masyarakat. Pada edisi volume 4 nomor 2 tahun 2013 ini disajikan perkembangan konsumsi Beras, Jagung, Bawang Merah, Gula Pasir dan Telur Ayam Ras sampai dengan data tahun 2012 serta prediksi tahun 2013 dan 2014. Data yang disajikan dalam buletin ini diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian bersumber dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, Neraca Bahan Makanan (NBM) – Badan Ketahanan Pangan dan website FAO (Food Agriculture Organization).

Besar harapan kami bahwa buletin ini dapat bermanfaat bagi para pengguna baik di lingkup Kementerian Pertanian maupun para pengguna lainnya. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang.

Jakarta, Juni 2013

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,

(3)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

BAB I. PENJELASAN UMUM

angan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas

untuk melaksanakan pembangunan

nasional.

Kebutuhan pangan merupakan penjumlahan dari kebutuhan pangan untuk konsumsi langsung, kebutuhan industri dan permintaan lainnya. Konsumsi langsung adalah jumlah pangan yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat, maka kebutuhan terhadap jenis dan kualitas produk makanan juga semakin meningkat dan beragam. Oleh karena itu

salah satu target Kementerian Pertanian tahun 2010 - 2014 adalah peningkatan diversifikasi pangan, terutama untuk mengurangi konsumsi beras dan terigu. Selama tahun 2010-2014, konsumsi beras ditargetkan turun 1,5% per tahun yang diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan dan sayuran. Selain itu juga diupayakan tercapainya pola konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman yang tercermin oleh meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,4 pada tahun 2010 menjadi 93,3 pada tahun 2014 (Renstra Kementerian Pertanian, 2010).

Tabel 1.1. Sasaran Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

2010 2011 2012 2013 2014

Padi-padian 54,9 53,9 52,9 51,9 51,0 Umbi-umbian 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8 Pangan Hewani 9,6 10,1 10,6 11,1 11,5 Minyak dan Lemak 10,1 10,1 10,1 10,0 10,0 Buah/Biji Berminyak 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0 Kacangan-kacangan 4,3 4,4 4,6 4,7 4,9 Gula 4,9 4,9 5,0 5,0 5,0 Sayur dan Buah 5,2 5,4 5,5 5,7 5,8 Lain-lain 2,9 2,9 2,9 2,9 3,0 SKOR PPH 86,4 88,1 89,8 91,5 93,3

TAHUN MAKANAN

(4)

Buletin Konsumsi Pangan

1.1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam buletin ini adalah publikasi dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, BPS), Neraca Bahan Makanan (NBM-BKP) dan website FAO (Food Agriculture Organization).

Sejak tahun 2011, BPS melaksana-kan Susenas setiap triwulan, namun dalam publikasi buletin ini digunakan data hasil Susenas Bulan Maret, dengan meng-gunakan kuesioner modul konsumsi/ pengeluaran rumah tangga. Susenas bukan merupakan data konsumsi pangan riil, tetapi data pengeluaran pangan yang dikonversi ke kuantitas pangan dan energi zat gizi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan kepala rumah tangga dengan cara mengingat kembali (recall) seminggu yang lalu pengeluaran untuk makanan dan sebulan untuk

konsumsi bukan makanan. Data

konsumsi/pengeluaran yang dikumpulkan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (1) pengeluaran makanan (215 komoditas yang dikumpulkan kuantitas dan nilai rupiahnya) dan (2) pengeluaran konsumsi bukan makanan (yang dikumpulkan nilai rupiahnya, kecuali listrik, gas, air dan BBM dengan kuantitasnya).

Neraca Bahan Makanan (NBM) memberikan informasi tentang situasi pengadaan/penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi dalam negeri, impor-ekspor dan stok serta penggunaan pangan

untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk suatu negara/wilayah dalam kurun waktu tertentu. Cara perhitungan NBM adalah sebagai berikut :

1. Penyediaan (supply) :

Ps = P- ΔSt + I – E dimana :

Ps = total penyediaan dalam negeri P = produksi

ΔSt = stok akhir – stok awal I = Impor

E = ekspor

2. Penggunaan (utilization)

Pg = Pk + Bt + Id + Tc + K dimana :

Pg = total penggunaan Pk = pakan

Bt = bibit Id = industri Tc = tercecer

K = ketersediaan bahan makanan. Untuk komponen pakan dan tercecer dapat digunakan besaran konversi persentase terhadap penyedian dalam negeri, seperti pada Tabel 1.2.

(5)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

Tabel 1.2. Besaran konversi komponen penggunaan (persentase terhadap penyediaan dalam negeri)

Pakan 0,17

Tercecer 2,50

Pakan 6,00

Tercecer 5,00

Bibit 0,24

Tercecer 8,36

Gula Pasir Tercecer 0,98

Telur Ayam Ras Tercecer 2,05

Bawang Merah

Komoditas Komponen

Angka Konversi (%)

Beras

Jagung

Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan

1.2. Ruang Lingkup Publikasi

Pada edisi volume 4 no. 2 tahun 2013 disajikan informasi perkembangan konsumsi rumah tangga per kapita per tahun, ketersediaan konsumsi per kapita per tahun dan prediksi 2 tahun ke depan tahun 2013 dan 2014 serta konsumsi di

negara-negara di dunia untuk komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat. Komoditas yang dianalisis antara lain beras, jagung, bawang merah, gula pasir dan telur ayam ras.

Model terpilih dalam melakukan prediksi data konsumsi per kapita adalah sebagai berikut.

Tabel 1.3. Model terpilih dalam prediksi konsumsi per kapita per tahun beberapa komoditas pangan berdasarkan data Susenas

Uraian Beras Jagung Basah Jagung

Pocelan

Bawang

Merah Gula pasir

Telur Ayam Ras

Model terpilih SES Tren Kuadratik Linear DES Trend Analisis Linear

MAPE 1,7547 21,3343 14,1447 8,3016 3,1224 9,7680

MAD 1,7202 0,0040 0,0071 0,2 0,0471 0,3810

MSD 4,4682 0,0000 0,0001 0,1 0,0034 0,2420

Keterangan : ARIMA : Autoregressive Integrated Moving Avarage MAD : Mean Absolute Deviation

SES : Single Exponential Smoothing MSD : Mean Square Deviation

DES : Double Exponential Smoothing MA : Moving Avarage

(6)

Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 1.4. Model terpilih prediksi penyediaan dan penggunaan beberapa komoditas pangan berdasarkan data Neraca Bahan Makanan

Padi

Gagang/Gabah Beras Jagung Basah Jagung

Bawang

Merah Gula Pasir

Telur Ayam Ras

Model Eksponen Linier Linier DES

MAPE 29,7 10 15 12,87

MAD 85,6 1186 269 61,73

MSD 12861,6 1723895 103439 7467

Model DES DES Linier Tren Kuadratik

MAPE 310 79 44,797 56

MAD 1,057 519 15,334 490

MSD 1,745 506570 353,033 384791

Model SES DES Linier

MAPE 93,4 48,332 15,7

MAD 56,1 2,432 0,28

MSD 17179,7 14,137 0,23

Model Tren Kuadratik Tren Kuadratik

MAPE 115 27

MAD 541 279

MSD 419,778 1432

Pakan Persentase 0,44% dari total penyediaan 0,17% dari total penyediaan - 6,00% dari total penyediaan - -

-Tercecer

Model Trend Eksponensial S,Curve Linier

(7)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

BAB II. POLA KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA

2.1. Perkembangan Kesejahteraan

Masyarakat Indonesia

Sesuai hukum ekonomi yang dinyatakan oleh Ernst Engel (1857), yaitu bila selera tidak berbeda maka persentase pengeluaran untuk makanan menurun dengan semakin meningkatnya pendapatan. Hal ini dapat digunakan dalam meng-gambarkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data Susenas, pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan selama tahun 2002 - 2012 menunjukkan pergeseran, pada awalnya persentase pengeluaran

untuk makanan lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk non makanan, namun mulai tahun 2007 menunjukkan pergeseran, dimana persentase pengeluaran non makanan seimbang dengan pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran penduduk Indonesia per kapita per tahun. Persentase untuk makanan pada tahun 2002 sebesar 58,47% dan non makanan sebesar 41,53% sedangkan pada tahun 2012 persentase untuk makanan menjadi 51,08% dan non makanan sebesar 48,92%, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

-10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 (%)

Makanan Non Makanan

Gambar 2.1. Perkembangan persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan, tahun 2002 – 2012

Persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan tahun 2012 terbesar adalah pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi yaitu sebesar 24,90%, disusul padi-padian sebesar 17,90%, tembakau dan sirih sebesar

(8)

Buletin Konsumsi Pangan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih

17,90% Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih

Tahun 2007 Tahun 2012

Gambar 2.2. Persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan Tahun 2007 dan 2012

2.2. Perkembangan Konsumsi Kalori & Protein Masyarakat Indonesia

Berdasarkan data Susenas, konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia memperlihatkan adanya perubahan dari tahun 2011 dan 2012. Pada Tabel 2.1 menunjukan adanya penurunan konsumsi kalori dan protein pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011. Pada

tahun 2011 rata-rata konsumsi kalori penduduk Indonesia sebesar 1.952,01 kkal, sedangkan pada tahun 2012 menjadi 1.852,64 kkal atau turun sebesar 99,37 kkal. Penurunan kalori tertinggi terjadi pada makanan dan minuman jadi yaitu sebesar 38,80 kkal dan padi-padian sebesar 24,17 kkal, disusul kemudian bahan minuman dan umbi-umbian masing-masing sebesar 13,67 kkal dan 12,44 kkal.

Tabel. 2.1. Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per kapita sehari menurut kelompok makanan, Maret 2011 dan Maret 2012

(9)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

47,08% Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi

Pada tahun 2012 rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia sebesar 53,14 gram atau turun 3,11 gram dari tahun 2011 yang sebesar 56,25 gram (Tabel 2.1). Penurunan konsumsi protein tertinggi terjadi pada makanan dan minuman jadi sebesar 1,08 gram, diikuti penurunan konsumsi protein pada komoditi padi-padian (0,56 gram), ikan (0,53 gram), telur dan susu (0,31 gram), serta yang

lainnya masing-masing dibawah 0,20 gram. Sementara itu, apabila dilihat persentase perubahan konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia tahun 2011 dan 2012 terjadi peningkatan untuk konsumsi kalori dan protein pada kelompok padi-padian dan kacang-kacangan, hal ini secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4.

Tahun 2011 Tahun 2012

Gambar 2.3. Persentase konsumsi kalori penduduk Indonesia Tahun 2011 dan 2012

Tahun 2011 Tahun 2012

(10)

Buletin Konsumsi Pangan

BAB III. BERAS

eras merupakan kebutuhan pangan pokok bagi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Berdasarkan data hasil SUSENAS - BPS, konsumsi beras per kapita cenderung menurun yakni dari 107,71 kg/kapita/tahun pada tahun 2002 menjadi 97,65 kg/kapita/tahun pada tahun 2012 (Susenas – BPS, 2002 dan 2012). Produksi beras

dalam negeri dari tahun ke tahun terus

meningkat, walaupun mempunyai

kecenderungan laju pertumbuhannya melandai. Di sisi lain, pertumbuhan penduduk Indonesia melaju dengan cepat, yakni 1,49% per tahun pada periode tahun 1990-2000 (Statistik Indonesia 2000, BPS) dan untuk tahun 2013 dengan laju pertumbuhan sebesar 1,3% per tahun. Dengan kenyataan ini maka total konsumsi domestik beras Indonesia akan terus meningkat walaupun per kapitanya menunjukkan penurunan.

Dalam tulisan ini akan diulas keragaan dan prediksi konsumsi beras hasil SUSENAS - BPS, serta ketersediaan beras hasil

perhitungan NBM, Kementan. Konsumsi beras menurut SUSENAS dibedakan dalam wujud beras dan makanan jadi berbahan dasar beras. Wujud makanan jadi berbahan dasar beras kemudian dikonversi ke dalam wujud beras menggunakan faktor konversi yang bersumber dari hasil Studi PSKPG-IPB, guna memperoleh total konsumsi beras.

3.1. Perkembangan dan Prediksi

Konsumsi Beras dalam Rumah Tangga di Indonesia

Cakupan data konsumsi menurut hasil SUSENAS - BPS merupakan konsumsi dalam wujud beras dan makanan olahan berbahan dasar beras di dalam rumah tangga. Guna mendapatkan angka konsumsi total beras, maka makanan olahan berbahan dasar beras dikonversi ke wujud asal beras dengan faktor konversi menurut Pusat Studi Keanekaragaman Pangan dan Gizi, IPB (PSKPG-IPB) seperti tersaji pada Tabel 3.1.

(11)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

Tabel 3.1. Besaran konversi makanan jadi berbahan dasar beras ke bentuk asal beras

No Jenis Pangan Satuan Konversi

(gram)

Konversi ke bentuk asal

Bentuk konversi

1 Beras kg 1000 1 Beras

2 Beras Ketan kg 1000 1 Beras

3 Tepung beras kg 1000 1,01 Beras

4 Lainnya padi-padian kg 1000 1 Beras

5 Bihun ons 100 1 Beras

6 Bubur bayi kemasan 150 gr 150 1 Beras

7 Lainnya konsumsi lainnya - 100 1 Beras

8 Kue basah buah 30 0,4 Beras

9 Nasi campur/rames porsi 500 0,5 Beras

10 Nasi goreng porsi 250 0,5 Beras

11 Nasi putih porsi 200 0,5 Beras

12 Lontong/ketupat sayur porsi 350 0,25 Beras

Sumber : Studi PSKPG, IPB

Total konsumsi beras dalam rumah tangga selama periode tahun 2002 – 2012 cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2003, 2008 dan 2011 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,65%, 4,84% dan 2,11% dibandingkan tahun sebelumnya. Rata-rata konsumsi beras dalam rumah tangga selama periode 2002 - 2012 sebesar 1,99 kg/kapita/minggu atau setara dengan 103,71 kg/kapita/tahun dengan

(12)

Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 3.2. Perkembangan konsumsi beras dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2012 serta prediksi 2013 – 2014

(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)

2002 2,0656 107,7057

2003 2,0789 108,4018 0,65

2004 2,0520 106,9991 -1,29

2005 2,0190 105,2770 -1,61

2006 1,9945 103,9980 -1,21

2007 1,9188 100,0507 -3,80

2008 2,0116 104,8909 4,84

2009 1,9603 102,2146 -2,55

2010 1,9321 100,7453 -1,44

2011 1,9728 102,8661 2,11

2012 1,8727 97,6455 -5,08

Rata-rata 1,9889 103,7086 -0,94

2013 *) 1,8680 97,4046 -0,25

2014 *) 1,8669 97,3443 -0,06

Tahun Konsumsi Pertumbuhan

(%)

Sumber : Susenas, BPS

Keterangan : *) Angka prediksi Pusdatin

Sejalan dengan penurunan

konsumsi beras pada tahun – tahun sebelumnya, maka pada tahun 2013 diprediksikan masih akan terjadi penurunan konsumsi per kapita beras. Berdasarkan hasil prediksi, konsumsi beras tahun 2013 diperkirakan sebesar 97,40 kg/kapita/thn atau turun sebesar 0,25% dibandingkan tahun 2012. Demikian pula, pada tahun

(13)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

90,00

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

2

Gambar 3.1. Perkembangan konsumsi beras dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2014

3.2. Perkembangan serta Prediksi

Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Padi di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM) komoditas padi, komponen penyediaan terdiri dari produksi ditambah impor dan dikurangi ekspor dan perubahan stok, sementara komponen penggunaan adalah untuk bibit, pakan, diolah sebagai bahan makanan, dan tercecer. Penyediaan padi dalam wujud gabah kering giling (GKG) di Indonesia seluruhnya bisa dipasok dari produksi dalam negeri, walaupun ada realisasi impor namun dalam kuantitas yang sangat kecil karena hanya digunakan sebagai penyangga ketersediaan dalam negeri atau digunakan sebagai bibit.

Produksi padi dalam wujud GKG dari tahun 2009 hingga 2012 (Angka

Sementara, BPS) relatif berfluktuasi namun menunjukkan pola meningkat dengan rata-rata sebesar 2,38% per tahun, yakni dari 64,4 juta ton pada tahun 2009 menjadi 69,05 juta ton pada tahun 2012. Selama periode tahun 2009 – 2012 tersebut terdapat realisasi impor gabah yang dilakukan oleh Indonesia dalam kuantitas yang relatif kecil yakni berkisar antara 4 – 6 ribu ton, sementara tidak ada realisasi ekspor serta tidak ada stok dalam wujud gabah. Oleh karenanya, penyediaan gabah dalam negeri hanya dihitung dari besarnya produksi ditambah impor atau sebesar 64,41 juta ton pada tahun 2009 dan meningkat menjadi 69,05 juta ton pada tahun 2012.

(14)

Buletin Konsumsi Pangan

pada periode tahun 2009 – 2012, dari jumlah penyediaan gabah domestik tersebut sekitar 0,44% digunakan untuk pakan, sekitar 5,4% tercecer, serta sekitar 1% untuk bibit, sehingga 93,16% tersedia sebagai bahan makanan atau dikonversi ke wujud beras. Dengan faktor konversi seperti tersebut diatas maka fluktuasi

penyediaan gabah yang siap dikonversi menjadi beras sangat bergantung pada fluktuasi produksi gabah nasional. Pada tahun 2009, jumlah penyediaan gabah yang siap dikonversi menjadi beras untuk bahan makanan sebesar 60,03 juta ton, dan meningkat menjadi 64,35 juta ton pada tahun 2012 (Tabel 3.3).

Tabel 3.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan padi tahun 2009-2011 serta prediksi tahun 2012 – 2014

2009 2010 2011*) 2012**) 2013**) 2014**)

A. Penyediaan (000 ton) 64.405 66.474 65.763 69.051 68.607 68.643

1. Produksi - Masukan

- Keluaran 64.399 66.469 65.757 69.045 68.601 68.637

2. Impor 6 4 6 6 6 6

3. Ekspor 0 0 0 0 0 0

4. Perubahan Stok - - -

-B. Penggunaan (000 ton) 64.405 66.474 65.763 69.051 68.607 68.643

1. Pakan 283 292 289 304 302 302

2. Bibit 610 701 658 668 666 666

3. Diolah untuk :

- Makanan 60.033 61.891 61.264 64.350 63.934 63.968

- Bukan makanan 0 0 0 0 0 0

4. Tercecer 3.478 3.590 3.551 3.729 3.705 3.707

C. Ketersediaan

Bahan Makanan (000 ton) 0 0 0 0 0 0

Ketersediaan (kg/kapita/tahun) - - -

-Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

No. Uraian Tahun

Prediksi produksi padi (GKG) yang dilakukan oleh Pusdatin, menunjukkan bahwa pada tahun 2013 produksi padi (GKG) sedikit naik menjadi 68,6 juta ton dan kembali naik pada tahun 2014 menjadi 68,64 juta ton. Dengan asumsi besaran impor gabah sama seperti tahun-tahun

(15)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

gabah yang dapat digunakan untuk diolah menjadi beras diprediksikan menjadi sebesar 63,93 juta ton pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 63,97 juta ton pada tahun 2014 (Tabel 3.3).

3.3. Perkembangan dan Prediksi

Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan per kapita Beras di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan NBM gabah seperti tersaji pada Tabel 3.3, maka besaran gabah yang siap diolah sebagai bahan makanan akan menjadi produksi masukan pada penyediaan beras seperti tersaji pada Tabel 3.4. Kemudian, masukan yang berupa gabah menghasilkan keluaran berupa beras dengan menggunakan faktor konversi dari gabah ke beras sebesar 62,74%. Oleh karennya, berdasarkan keragaan data pada Tabel 3.3 telah diperoleh keluaran beras hingga tahun 2012 serta prediksi tahun 2013 – 2014.

Komponen total penyediaan beras merupakan angka produksi keluaran beras ditambah impor, dikurangi ekspor dan perubahan stok pada tahun yang bersangkutan. Data ekspor dan impor tersedia hingga tahun 2012, sementara perubahan stok baru tersedia hingga tahun 2011, dan kemudian dilakukan prediksi hingga 2014.

Pada tahun 2009, masukkan berupa

gabah sebesar 60,03 juta ton

menghasilkan keluaran berupa beras sebesar 37,67 juta ton, kemudian ditambah

impor beras sebesar 245 ribu ton, dikurangi ekspor sebesar 2 ribu ton dan dikurangi perubahan stok sebesar 448 ribu ton, sehingga total ketersediaan beras tahun 2009 mencapai 37,46 juta ton. Setelah periode tahun 2009, impor beras Indonesia menunjukkan pola meningkat hingga menjadi sebesar 2,41 juta ton pada tahun 2012, serta diprediksikan menjadi sebesar 2,47 juta ton pada tahun 2013 dan kembali naik menjadi 2,64 juta ton pada tahun 2014. Sementara, ekspor beras diprediksikan relatif stabil dan dalam kuantitas yang sangat kecil sebesar 1 ribu ton hingga 2014, serta angka perubahan stok yang sangat berfluktuatif. Oleh karenanya, total penyediaan beras Indonesia terus mengalami peningkatan, yakni menjadi sebesar 41,52 juta ton pada tahun 2012 dan dan diprediksikan terus mengalami peningkatan menjadi sebesar 42,27 juta ton pada tahun 2014.

(16)

Buletin Konsumsi Pangan

jumlah beras yang tercecer. Yang dimaksud dengan beras tercecer adalah sejumlah beras yang tercecer pada saat produksi hingga beras tersebut tersedia di tingkat pedagang pengecer. Selisih total penyediaan dengan total penggunaan untuk pakan, tercecer dan bahan baku industri bukan makanan merupakan kuantitas beras yang tersedia untuk bahan makanan. Pada tahun 2009, ketersediaan beras untuk bahan makanan mencapai 36,44 juta ton. Karena penggunaan beras untuk pakan dan tercecer menggunakan

faktor konversi yang tetap, sementara kuantitas yang diolah untuk industri bukan makanan relatif kecil, maka setelah tahun 2009 pola peningkatan ketersediaan beras untuk bahan makanan mengikuti pola

peningkatan penyediaan beras.

Selanjutnya, pada tahun 2012 - 2014, penggunaan beras untuk bahan makanan Indonesia juga diprediksikan masih terus mengalami peningkatan dari 40,35 juta ton tahun 2012 menjadi 41,11 juta ton di tahun 2014 (Tabel 3.4).

Tabel 3.4. Penyediaan dan Penggunaan Beras Tahun 2009 - 2011 serta Prediksi Tahun 2012 – 2014

2009 2010 2011*) 2012**) 2013**) 2014**)

A. Penyediaan (000 ton) 37.459 40.239 41.073 41.517 42.165 42.269

1. Produksi

- Masukan 60.033 61.891 61.264 64.350 63.934 63.968

- Keluaran 37.665 38.830 38.437 40.373 40.112 40.134

2. Impor 245 683 2.745 2.405 2.473 2.637

3. Ekspor 2 - 1 1 1 1

4. Perubahan Stok 448 -726 108 1.261 419 500

B. Penggunaan (000 ton) 1.018 1.100 1.120 1.165 1.157 1.159

1. Pakan 64 68 70 73 72 73

2. Bibit - - - 0 0 0

3. Diolah untuk :

- Makanan - - - - -

-- Bukan makanan 18 25 23 23 20 17

4. Tercecer 936 1.006 1.027 1.069 1.065 1.069

C. Ketersediaan

Bahan Makanan (000 ton) 36.441 39.139 39.953 40.352 41.008 41.110

Ketersediaan per kapita per tahun (Kg) 157,50 162,08 163,02 165,23 165,76 166,18

Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

(17)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

152,00 154,00 156,00 158,00 160,00 162,00 164,00 166,00 168,00

2009 2010 2011 2012 2013 2014

(kg/kapita/tahun)

Gambar 3.2. Perkembangan Ketersediaan Beras per Kapita, Tahun 2002 –2011 serta Prediksi Tahun 2012 – 2014

Ketersediaan per kapita merupakan rasio dari jumlah beras yang tersedia dan siap dikonsumsi sebagai bahan makanan dengan jumlah penduduk. Perkembangan ketersediaan beras per kapita tahun 2009 – 2011 dan prediksi tahun 2012 - 2014 tersaji pada Gambar 3.2. Ketersediaan beras per kapita berdasarkan NBM 2009 adalah sebesar 157,5 kg/kapita/thn, dan meningkat pada tahun 2011 menjadi sebesar 163,02 kg/kapita/tahun atau meningkat dengan rata-rata sebesar 1,74% selama kurun waktu 3 tahun tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya diprediksikan masih akan mengalami peningkatan hingga pada tahun 2014

diproyeksikan mencapai 166,18

kg/kapita/th (Gambar 3.2 dan Tabel 3.4).

3.4. Perbandingan Konsumsi

(Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Beras di Indonesia

Pada Tabel 3.5 terlihat data konsumsi per kapita beras berdasarkan hasil Susenas, BPS serta data ketersediaan per kapita beras berdasarkan perhitungan NBM, Kementerian Pertanian. Data Susenas mengekspresikan kuantitas yang benar-benar dikonsumsi per kapita penduduk Indonesia, sementara data NBM mengekspresikan jumlah ketersediaan beras setelah memperhitungkan jumlah penduduk pada setiap tahunnya.

(18)

Buletin Konsumsi Pangan

akan dikonsumsi. Perbedaan angka konsumsi riil (Susenas) dengan ketersediaan untuk konsumsi (NBM) pada periode 2009 – 2011 berturut-turut adalah 55,29 kg/kapita, 61,33 kg/kapita dan 60,15 kg/kapita. Pada periode tahun berikutnya

diprediksikan sebesar 67,58 kg/kapita pada tahun 2012, dan terus mengalami peningkatan hingga menjadi 68,83 kg/kapita pada tahun 2014. Hal ini diduga digunakan pada sektor industri, rumah makan, hotel dan restoran.

Tabel 3.4. Perbandingan konsumsi per kapita rumah tangga (Susenas) dengan Ketersediaan per kapita (NBM) Beras di Indonesia, 2009 – 2014

2009 2010 2011 2012 2013*) 2014*)

1 Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 102,21 100,75 102,87 97,65 97,40 97,34 2 Ketersediaan, NBM 157,50 162,08 163,02 165,23 165,76 166,18

3 Selisih **) 55,29 61,33 60,15 67,58 68,36 68,83

Sumber: Susenas, BPS dan Neraca Bahan Makanan, BKP

Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin **) diperkirakan diolah lebih lanjut pada sektor industri dan makanan jadi lainnya

No Uraian Tahun (kg/kapita/tahun)

3.5. Penyediaan Beras di beberapa negara di Dunia

Menurut data FAO, penyediaan beras terbesar di dunia didominasi oleh negara-negara di Asia dimana bahan pangan pokok penduduknya dominan adalah beras, dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Cina merupakan negara dengan total penyediaan beras terbesar di dunia yakni pada periode tahun 2005-2009 mencapai 102,97 juta ton per tahun atau 29,65% dari total penyediaan beras dunia. Disusul kemudian oleh India dengan rata-rata penyediaan sebesar 82,18 juta ton atau 23,67% dari total penyediaan di dunia. Indonesia menempati urutan ketiga

(19)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

Tabel 3.5. Negara dengan penyediaan beras terbesar di dunia, 2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009

1 China 102.128 102.609 102.623 103.204 104.260 102.965 29,65

2 India 80.670 80.896 80.625 86.323 82.380 82.179 23,67

Lainnya 49.797 52.667 51.768 52.006 53.093 51.866 14,94

Total dunia 339.399 343.128 345.370 353.613 354.603 347.223 100,00

Sumber: FAO, diolah Pusdatin

Gambar 3.3. Negara dengan penyediaan beras terbesar di dunia, rata-rata 2005 - 2009

3.6. Ketersediaan Beras per Kapita per Tahun di Dunia

Menurut data dari FAO, penyediaan beras per kapita di negara-negara Asia cukup dominan, khususnya Asia Tenggara yang memang menjadikan beras sebagai bahan pangan pokok penduduknya. Berdasarkan data rata-rata selama lima tahun (2005-2009), tercatat bahwa

Bangladesh merupakan negara dengan penyediaan beras per kapita terbesar di

dunia yakni mencapai 171,14

(20)

Buletin Konsumsi Pangan

dengan rata-rata tahun 2005 – 2009 sebesar 148,62 kg/kapita/tahun. Dua negara berikutnya yakni Myanmar dan Vietnam dengan rata-rata penyediaan beras per kapita masing-masing sebesar 143,28 kg/kapita/tahun dan 143,18 kg/kapita/tahun. Selanjutnya adalah Phillipina, Thailand, Madagaskar, dan Srilanka dengan peryediaan beras per kapita masing-masing sebesar 125,10 kg/kapita/tahun, 123,20 kg/kapita/tahun,

104,36 kg/kapita/tahun, dan 99,18 kg/kapita/tahun. Rata-rata penyediaan beras di sepuluh negara tersebut jauh berada di atas rata-rata penyediaan negara-negara di dunia yang hanya

sebesar 29,36 kg/kapita/tahun.

Perkembangan ketersediaan beras per kapita di negara-negara di dunia tahun 2005 – 2009 secara lengkap disajikan pada Tabel 3.6 dan Gambar 3.4.

Tabel 3.6. Ketersediaan beras per kapita per tahun beberapa negara di dunia, 2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009

1 Bangladesh 169,90 170,70 174,80 167,00 173,30 171,14

2 Rep. Dem. Laos 163,00 164,10 160,90 163,90 165,50 163,48

3 Kamboja 157,20 158,40 159,30 160,20 160,30 159,08

4 Indonesia 142,69 141,59 147,91 153,42 157,50 148,62

5 Myanmar 146,10 146,00 142,20 141,30 140,80 143,28

6 Viet Nam 144,00 142,60 143,20 144,90 141,20 143,18

7 Philippina 120,90 121,20 128,90 131,20 123,30 125,10

8 Thailand 119,50 120,50 118,80 124,20 133,00 123,20

9 Madagascar 103,50 103,80 104,50 104,50 105,50 104,36

10 Sri Lanka 96,60 97,10 97,90 100,50 103,80 99,18

Rata-rata dunia 29,37 29,39 29,34 29,61 30,09 29,56

Sumber: FAO, diolah Pusdatin

Negara Ketersediaan per kapita (kg/kapita) Rata-rata

2005-2009

(21)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

BAB IV. JAGUNG

agung-

sweet corn (Zea mays L.)

merupakan salah satu tanaman

pangan dunia yang terpenting,

selain gandum dan padi. Sebagai sumber

karbohidrat utama di Amerika Tengah dan

Selatan, jagung juga menjadi alternatif

sumber pangan di Amerika Serikat.

Penduduk beberapa daerah di Indonesia

(misalnya di Madura dan Nusa Tenggara)

juga menggunakan jagung sebagai pangan

pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat,

jagung juga ditanam sebagai pakan ternak

(hijauan maupun tongkolnya), diambil

minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari

bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung

atau maizena), dan bahan baku industri

(dari tepung bulir dan tepung tongkolnya).

Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang

dipakai sebagai bahan baku pembuatan

furfural. Jagung yang telah direkayasa

genetika juga sekarang ditanam sebagai

penghasil bahan farmasi.

gr (Sumber Direktorat Gizi, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia). Data

konsumsi jagung menurut SUSENAS, BPS

dibedakan atas konsumsi jagung

basah/jagung muda, jagung pocelan,

tepung jagung pada kelompok padi-padian

dan minyak jagung pada kelompok minyak

dan lemak. Dalam bahasan berikut akan

dibedakan konsumsi wujud jagung

basah/muda dan total jagung yang

didalamnya merupakan kompilasi dari

wujud jagung pocelan, tepung jagung dan

minyak jagung yang telah dikonversi ke

dalam wujud jagung. Demikian pula data

ketersediaan menurut NBM untuk

komo-ditas jagung dibedakan atas jagung basah/

muda dan jagung total.

4.1. Perkembangan dan Prediksi

Konsumsi Jagung Basah/Muda dalam Rumah Tangga di

Indonesia

(22)

Buletin Konsumsi Pangan

Tabel 4.1. Perkembangan konsumsi jagung basah dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2012 serta prediksi 2013 – 2014

(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)

2002 0,023 1,1993

2003 0,020 1,0429 -13,04

2004 0,026 1,3557 30,00

2005 0,033 1,7207 26,92

2006 0,015 0,7821 -54,55

2007 0,046 2,3986 206,67

2008 0,035 1,8250 -23,91

2009 0,012 0,6257 -65,71

2010 0,018 0,9386 50,00

2011 0,012 0,6257 -33,33

2012 0,011 0,5736 -8,33

Rata-rata 0,023 1,1898 11,47

2013 *) 0,013 0,6903 20,36

2014 *) 0,012 0,6335 -8,23

Tahun Konsumsi Pertumbuhan

(%)

Sumber : Susenas, BPS diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

Sejalan dengan pola konsumsi jagung basah pada tahun – tahun sebelumnya, maka pada tahun 2013 konsumsi jagung basah diprediksikan akan terjadi peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil prediksi, konsumsi jagung basah tahun 2013 diperkirakan menjadi sebesar 0,69 kg/ kapita/tahun atau naik sebesar 20,36%

dibandingkan tahun 2012. Sebaliknya, pada tahun 2014 diprediksikan sedikit

menurun sehingga menjadi 0,63

(23)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

0,0000 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000 2,5000

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 (kg/kapita/th)

Gambar 4.1. Perkembangan konsumsi jagung basah dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2012 serta prediksi 2013 – 2014

4.2. Perkembangan serta Prediksi

Penyediaan, Penggunaan dan

Ketersediaan Jagung Basah di Indonesia

Dalam perhitungan NBM, yang dimaksud dengan penyediaan jagung basah adalah dalam wujud jagung muda. Berdasarkan hasil perhitungan Neraca

Bahan Makanan (NBM), komponen

penyediaan jagung basah terdiri dari produksi ditambah impor dan dikurangi ekspor, sementara data perubahan stok tidak tersedia. Komponen penggunaan jagung basah/muda adalah untuk diolah dalam industri bukan makanan serta penggunaan untuk bahan makanan.

Data produksi jagung basah tidak tersedia maka digunakan pendekatan data konsumsi per kapita hasil SUSENAS ditambah 15% dikalikan dengan jumlah

penduduk pada tahun yang bersangkutan. Hal ini guna memenuhi asumsi bahwa ketersediaan jagung basah 15% diatas jumlah yang dikonsumsi.

Penyediaan jagung basah di Indonesia seluruhnya bisa dipasok dari produksi dalam negeri, walaupun ada realisasi impor namun dalam kuantitas yang sangat kecil, demikian pula realisasi ekspornya.

(24)

Buletin Konsumsi Pangan

menjadi 458 ribu ton pada tahun 2011. Selama periode tahun 2009 dan 2011 tersebut terdapat realisasi ekspor jagung basah yang dilakukan oleh Indonesia dalam kuantitas yang relatif kecil hanya sebesar 1 ribu ton. Demikian pula realisasi impor jagung basah pada tahun 2009 dan 2011 hanya sebesar 1 ribu ton. Dengan kondisi tersebut, maka penyediaan jagung basah relatif sama dengan angka produksinya, yakni masing-masing menjadi sebesar 320 ribu ton pada tahun 2009, kemudian naik menjadi 528 ribu ton pada tahun 2010 dan menjadi 458 ribu ton pada tahun 2011.

Dengan menggunakan asumsi tersebut maka produksi jagung basah pada tahun 2012 diprediksikan menjadi sebesar 402 ribu ton kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2013 dan 2014 masing-masing menjadi sebesar 416 ribu ton dan 431 ribu ton. Dengan asumsi bahwa besarnya ekspor dan impor jagung basah masih sama dengan tahun sebelumnya dan tidak ada stok jagung basah maka besarnya penyediaan jagung basah pada tahun 2012 – 2014 sama dengan besarnya produksi pada tahun tersebut (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan jagung basah tahun 2009-2011 serta prediksi tahun 2012 - 2014

2009 2010 2011*) 2012**) 2013**) 2014**) A. Penyediaan (000 ton) 320 528 458 402 416 431

Sumber: Neraca Bahan Makanan, BKP-Kementan diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

Penggunaan jagung basah menurut data Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah diolah dalam industri bukan makanan dan

(25)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

basah untuk diolah dalam industri bukan makanan sebesar 160 ribu ton, sehingga ketersediaan yang digunakan sebagai bahan makanan sebesar 160 ribu ton. Kemudian, pada tahun 2010 – 2011 terjadi peningkatan penggunaan jagung basah yang diolah untuk industri bukan makanan, sehingga penggunaan jagung basah untuk bahan makanan berfluktuasi. Pada tahun 2012 – 2014, penggunaan jagung basah untuk keperluan industri bukan makanan diprediksikan akan mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 12,41%. Sementara itu, penggunaan jagung basah untuk bahan makanan diprediksikan mengalami sedikit peningkatan dengan rata-rata sebesar 14,44% per tahun. Dengan membagi angka penggunaan jagung basah yang siap digunakan sebagai bahan makanan dengan jumlah penduduk maka diperoleh angka ketersediaan per kapita jagung basah. Pada tahun 2009 ketersediaan jagung basah sebesar 0,69 kg/kapita yang kemudian meningkat menjadi 1,03 kg/kapita pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 kembali mengalami

penurunan menjadi sebesar 0,69 kg/kapita. Ketersediaan jagung basah pada periode 2012 – 2014 diprediksikan berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 13,61%. Pada tahun 2012, ketersediaan per kapita jagung basah diprediksikan sebesar 0,72 kg/kapita, kemudian meningkat menjadi 0,99 kg/kapita pada tahun 2013 dan sedikit menurun menjadi 0,98 kg/kapita pada tahun 2014 (Tabel 4.2).

4.3. Perkembangan dan Prediksi

Konsumsi Total Jagung dalam Rumah Tangga di Indonesia

Selain konsumsi dalam wujud jagung basah, data SUSENAS juga mencakup konsumsi jagung dalam wujud jagung pocelan, tepung jagung dan minyak jagung. Tepung jagung dan minyak jagung merupkan wujud olahan yang berasal dari jagung pocelan. Oleh karena itu, dalam bahasan berikut akan dikompilasi konsumsi wujud tersebut ke dalam konsumsi jagung total dengan besaran konversi seperti tersaji pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Besaran konversi wujud olahan jagung ke dalam wujud jagung pocelan

No. Rincian jenis pangan Satuan Konversi (gram) Konversi ke bentuk asal KonversiBentuk

1 Jagung pocelan Kg 1000 1 Jagung

2 Tepung Jagung Kg 1000 2,53 Jagung

3 Minyak Jagung Kg 1000 1 Jagung

(26)

Buletin Konsumsi Pangan

Dengan menggunakan besaran konversi yang tercantum pada Tabel 4.3 tersebut, maka total konsumsi jagung dari tahun 2002 – 2011, serta prediksi tahun 2012 - 2013 disajikan pada Tabel 4.4. Secara umum, dari ketiga wujud jagung tersebut, konsumsi per kapita terbesar

adalah jagung pocelan, disusul kemudian minyak jagung dan tepung jagung. Oleh karenanya pertumbuhan konsumsi total jagung dari tahun ke tahun sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan konsumsi jagung pocelan.

Tabel 4.4. Perkembangan konsumsi total jagung dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2012 serta prediksi 2013 – 2014

(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)

2002 0,0575 2,9998

2003 0,0475 2,4784 -17,38

2004 0,0517 2,6956 8,77

2005 0,0484 2,5234 -6,39

2006 0,0540 2,8173 11,65

2007 0,0642 3,3474 18,82

2008 0,0484 2,5218 -24,66

2009 0,0395 2,0612 -18,26

2010 0,0345 1,8005 -12,65

2011 0,0265 1,3834 -23,17

2012 0,0325 1,6962 22,62

Rata-rata 0,0459 2,3932 -4,07

2013 *) 0,0307 1,6032 -5,48

2014 *) 0,0285 1,4885 -7,16

Sumber : SUSENAS, BPS

Keterangan: *) hasil prediksi Pusdatin

Tahun Konsumsi Pertumbuhan (%)

Selama periode tahun 2002 – 2012, konsumsi per kapita total jagung di Indonesia berfluktuasi namun cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 4,07%. Penurunan konsumsi total jagung terbesar terjadi pada tahun 2008 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni sebesar 24,66% atau dari 3,35

(27)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

22,62%. Berdasarkan hasil analisis, konsumsi total jagung di Indonesia pada tahun 2013 diprediksikan akan sedikit menurun dibandingkan tahun 2012 yakni menjadi sebesar 1,60 kg/kapita atau turun 5,48%, begitu juga pada tahun 2014 diprediksikan akan kembali mengalami penurunan hingga menjadi 1,49 kg/kapita atau turun 7,16% dari tahun 2013. Perkembangan konsumsi total jagung di Indonesia tahun 2002 – 2012, serta prediksi tahun 2013 – 2014 secara lengkap tersaji pada Tabel 4.4.

4.4. Perkembangan serta Prediksi

Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan per Kapita Jagung di Indonesia

Data ketersediaan jagung menurut Neraca Bahan Makanan adalah merujuk pada keluaran dengan wujud jagung pipilan kering. Komponen penyediaan jagung terdiri dari produksi jagung ditambah dari impor, kemudian dikurangi ekspor dan perubahan stok pada tahun yang bersangkutan. Ketersediaan data produksi jagung saat ini adalah hingga tahun 2012 (ASEM), kemudian dilakukan prediksi untuk tahun 2013. Sedangkan, data ekspor dan impor tersedia hingga tahun 2012. Prediksi ekspor dan impor

tahun 2013 menggunakan model

pemulusan eksponensial. Ketersediaan data stok untuk komoditas jagung tidak ada, sehingga total ketersediaan jagung

hanya memperhatikan indikator produksi, ekspor, serta impor.

Pada tahun 2009, produksi jagung pipilan kering sebesar 17,63 juta ton yang kemudian terjadi fluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 3,35% per tahun hingga menjadi 19,38 juta ton pada tahun 2012 (ASEM). Pada tahun 2013, produksi jagung pipilan kering diprediksikan sebesar 18,98 juta ton dan tahun 2014 sebesar 19,22 juta ton. Sementara, jagung pipilan yang masuk ke Indonesia melalui impor dari tahun 2009 – 2012 mengalami kenaikan yang cukup

(28)

Buletin Konsumsi Pangan

juta ton pada tahun 2009 dan meningkat menjadi sebesar 21,20 juta ton pada tahun 2012. Seiring dengan penurunan produksi, maka penyediaan jagung pipilan diprediksikan akan mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 1,73% atau menjadi 20,83 juta ton. Tetapi pada tahun 2014 kembali meningkat menjadi 21,19 juta ton (Tabel 4.5).

Sementara, komponen peng-gunaan jagung pipilan adalah untuk pakan, bibit, tercecer, diserap pada industri bukan makanan, serta dipergunakan sebagai

bahan makanan. Menurut metode

penghitungan NBM, penggunaan jagung pipilan sebagai pakan diasumsikan sebesar 6%, serta yang tercecer sebesar 5% dari total penyediaan dalam negeri (pakan yang dimaksud adalah sejumlah bahan makanan yang langsung diberikan kepada ternak peliharaan baik ternak besar, ternak kecil,

unggas maupun ikan). Dengan

menggunakan asumsi perhitungan

tersebut, maka kebutuhan jagung pipilan untuk pakan pada tahun 2009 – 2011 hingga prediksi tahun 2012 – 2014 akan terus mengalami peningkatan dengan rata-rata 3,76% per tahun yakni dari 1,08 juta ton pada tahun 2009 menjadi sebesar 1,27 juta ton pada tahun 2014. Demikian pula, jagung pipilan yang tercecer juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,77% atau dari 899 ribu ton pada tahun 2009 dan diprediksikan menjadi

(29)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

diprediksikan berfluktuasi tetapi cenderung meningkat hingga menjadi 14,24 juta ton pada tahun 2014.

Ketersediaan per kapita merupakan rasio dari jumlah jagung yang tersedia dan siap dikonsumsi sebagai bahan makanan dengan jumlah penduduk. Perkembangan ketersediaan jagung per kapita tahun 2009 – 2011 dan prediksi tahun 2012 - 2014

tersaji pada Gambar 4.2. Ketersediaan jagung per kapita berdasarkan NBM 2009 adalah sebesar 54,05 kg/kapita dan

meningkat pada tahun 2011 menjadi 55,43 kg/kapita atau meningkat dengan rata-rata 2,93% selama kurun waktu 3 tahun tersebut. Pada tahun 2012 diprediksikan akan mengalami peningkatan menjadi sebesar 58,89 kg/kapita, tetapi pada tahun 2013 diprediksikan mengalami sedikit penurunan menjadi 56,52 kg/kapita dan pada tahun 2014 menjadi sebesar 56,82 kg/kapita.

Tabel 4.5. Penyediaan dan Penggunaan Jagung Tahun 2009-2011 serta Prediksi Tahun 2012 – 2014

2009 2010 2011*) 2012**) 2013**) 2014**)

A. Penyediaan (000 ton) 17.986 20.066 20.918 21.196 20.829 21.185

1. Produksi

- Masukan - - -

-- Keluaran 17.630 18.328 17.643 19.377 18.982 19.223

2. Impor 419 1.781 3.305 1.889 1.918 2.032

3. Ekspor 63 42 30 71 70 70

4. Perubahan Stok - - -

-B. Penggunaan (000 ton) 5.479 6.729 7.333 6.814 6.848 6.946

1. Pakan 1.079 1.204 1.255 1.272 1.250 1.271

2. Bibit 86 90 91 91 91 91

3. Diolah untuk :

- Makanan - - -

-- Bukan makanan 3.415 4.432 4.941 4.391 4.465 4.525

4. Tercecer 899 1.003 1.046 1.060 1.041 1.059

C. Ketersediaan

Bahan Makanan (000 ton) 12.507 13.337 13.585 14.382 13.981 14.238

Ketersediaan per kapita/tahun (Kg) 54,05 55,23 55,43 58,89 56,52 56,82

Sumber: Neraca Bahan Makanan, BKP-Kementan, diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

(30)

Buletin Konsumsi Pangan

51,00 52,00 53,00 54,00 55,00 56,00 57,00 58,00 59,00

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Kg/Kapita/Tahun

Gambar 4.2. Perkembangan ketersediaan jagung per kapita tahun 2009 –2011 serta prediksi tahun 2012 - 2014

4.5. Perbandingan Konsumsi

(Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Jagung di Indonesia

Konsumsi per kapita rumah tangga hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) menunjukkan angka yang lebih kecil jika dibandingkan dengan angka ketersediaan (NBM). Hal tersebut karena dalam perhitungan NBM jagung belum

memasukkan semua volume jagung yang terserap ke industri. Perbedaan angka mencolok antara konsumsi total jagung per kapita (Susenas) dengan penyediaan konsumsi per kapita (NBM) dapat dilihat pada periode 2009 - 2012 berkisar antara 51,99 - 57,19 kg/kapita, sementara prediksi tahun 2013 - 2014 masing-masing sebesar 54,91 kg/kapita dan 55,33 kg/kapita.

Tabel 4.6. Perbandingan konsumsi total jagung per kapita rumah tangga (Susenas) dengan ketersediaan (NBM), tahun 2009 – 2014

2009 2010 2011 2012 2013*) 2014*)

Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 2,061 1,800 1,383 1,696 1,603 1,488

Ketersediaan, NBM 54,05 55,23 55,43 58,89 56,52 56,82

Selisih**) 51,99 53,43 54,05 57,19 54,91 55,33

Tahun (kg/kapita/tahun) Variabel

Sumber: Susenas, BPS dan Neraca Bahan Makanan, BKP Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin

(31)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

4.6. Penyediaan Jagung di Beberapa

Negara di Dunia

Menurut data FAO, penyediaan jagung terbesar di dunia tersebar di negara-negara di Amerika, Asia dan Afrika. Meksiko merupakan negara dengan total penyediaan jagung terbesar di dunia yakni pada periode tahun 2005 - 2009 mencapai 13,28 juta ton per tahun atau 13,15% dari total penyediaan jagung dunia. Disusul kemudian oleh Indonesia yang menepati urutan kedua dengan rata-rata penyediaan

sebesar 9,44 juta ton atau 9,35% dari total penyediaan di dunia. China menempati urutan ketiga dalam penyediaan jagung di dunia yang mencapai 9,16 juta ton atau 9,07% dari total penyediaan jagung dunia. Negara-negara berikutnya adalah India, Afrika Selatan, Brazil, Mesir, Amerika Serikat, Nigeria, dan Ethiopia dengan total penyediaan masing-masing di bawah 7%. Kontribusi negara-negara dengan penyediaan jagung terbesar di dunia disajikan pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.3.

Tabel 4.7. Negara dengan penyediaan jagung terbesar di dunia, 2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009

1 Meksiko 12.818 13.141 13.214 13.709 13.498 13.276 13,15

2 Indonesia 8.633 4.493 9.603 11.964 12.507 9.440 9,35

3 China 9.425 8.926 8.931 9.246 9.247 9.155 9,07

4 India 5.959 5.588 6.632 6.855 6.199 6.246 6,19

5 Afrika Selatan 5.226 4.964 4.963 4.860 5.158 5.034 4,99

6 Brazil 4.179 4.573 4.763 4.795 4.729 4.608 4,56

7 Mesir 4.205 4.318 4.343 4.512 4.809 4.437 4,39

8 Amerika Serikat 3.887 3.887 3.887 3.887 3.912 3.892 3,85

9 Nigeria 3.277 3.205 3.713 4.203 4.545 3.789 3,75

10 Ethiopia 3.085 3.223 3.200 3.467 3.592 3.313 3,28

Lainnya 37.280 41.198 38.038 35.739 36.712 37.793 37,43

Total dunia 97.972 97.516 101.287 103.234 104.908 100.984 100,00

Sumber: FAO, diolah Pusdatin

Share (%)

No Negara Total Penyediaan (000 Ton) Rata-rata

(32)

Buletin Konsumsi Pangan

13,15%

9,35%

9,07% 6,19%

4,99% 4,56% 4,39%

3,85% 3,75% 3,28%

37,43%

Meksiko Indonesia China India

Afrika Selatan Brazil Mesir Amerika Serikat

Nigeria Ethiopia Lainnya

Gambar 4.3. Negara dengan penyediaan jagung terbesar di dunia, rata-rata 2005 - 2009

4.7. Ketersediaan Jagung di

Beberapa Negara di Dunia

Menurut data dari FAO,

ketersediaan jagung per kapita dominan di negara-negara Afrika. Berdasarkan data rata-rata selama lima tahun (2005 - 2009), tercatat bahwa Leshoto merupakan negara dengan ketersediaan jagung per kapita terbesar di dunia yakni mencapai 150,58 kg/kapita/tahun. Disusul kemudian Malawi, Meksiko, Zimbabwe, Zambia, dan Afrika Selatan masing-masing sebesar 134,98

kg/kapita/tahun hingga 103,16

(33)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

Tabel 4.8. Ketersediaan jagung per kapita per tahun beberapa negara di dunia, 2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009

1 Lesotho 152,3 151,8 147,3 152,2 149,3 150,58

2 Malawi 137,1 137,2 134,1 133,4 133,1 134,98

3 Meksiko 120,4 121,9 121 123,9 120,5 121,54

4 Zimbabwe 113,1 115,1 111,2 107,6 110,4 111,48

5 Zambia 111,9 110,5 113,4 108,4 110,2 110,88

6 Afrika Selatan 109,3 102,7 101,6 98,5 103,7 103,16

7 Timor-Leste 82,1 84,5 80,7 90,5 89,3 85,42

8 Guatemala 83,6 83,4 84,2 85,1 86,2 84,50

9 Bosnia dan Herzegovina 85,4 83,8 82,9 82,7 81,8 83,32

10 Kenya 83,0 82,3 79,5 77,0 77,2 79,80

:

28 Indonesia 39,27 20,17 42,56 52,35 54,05 41,68

Rata-rata dunia 21,35 21,16 21,46 21,43 21,82 21,44

No Negara

Ketersediaan (kg/kapita/tahun) Rata-rata 2005-2009

(34)

Buletin Konsumsi Pangan

BAB V. BAWANG MERAH

awang Merah (Alium cape L) termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan/masakan, bahan obat tradisional karena banyak mengandung zat antibiotika serta sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah.

Masyarakat di Indonesia

terbiasa menggunakan bawang merah dalam masakan sehari-hari sebagai bumbu untuk masakan. Bawang merah memiliki nama lokal diantaranya adalah bawang abang mirah (Aceh), bawang abang (Palembang), dasun merah (Minangkabau), bawang suluh (Lampung), bawang beureum (Sunda), brambang abang (Jawa), bhabang merah (Madura), dan masih banyak lagi yang lainnya.

Bawang merah merupakan tanaman sayuran semusim dengan bagian yang dapat dimakan adalah sebesar 90%. Komposisi zat giizi yang terkandung di dalam per 100 gram bawang merah adalah kalori 39 kkal, protein 2,50 g dan lemak 0,30 g. Penggunaan bawang merah oleh

masyarakat biasanya cenderung

meningkatkan di saat-saat tertentu seperti

hari raya besar keagamaan. Disamping itu banyak konsumsi seperti nasi goreng, sate, tongseng dan lain-lain yang menggunakan bawang merah sebagai taburan dalam bentuk bawang goreng

.

5.1. Perkembangan serta Prediksi Konsumsi Bawang Merah dalam Rumah Tangga di Indonesia

Konsumsi bawang merah dalam rumah tangga selama periode tahun 2002 - 2014 relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selama periode tahun 2002 – 2014, konsumsi bawang merah terbesar terjadi pada tahun 2007 yang mencapai 3,01 kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi terendah terjadi pada tahun 2006 hanya sebesar 2,09 kg/kapita/tahun. Peningkatan konsumsi bawang merah diprediksikan masih akan terjadi pada tahun 2014

sehingga menjadi sebesar 2,71

(35)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

Tabel 5.1. Perkembangan konsumsi bawang merah dalam rumah tangga di Indonesia, Tahun 2002 – 2012, serta prediksi tahun 2013 - 2014

Seminggu Setahun

(Ons/Kap/Mgg) (Kg/Kap/Tahun)

2002 0,423 2,206

2003 0,427 2,227 0,95

2004 0,421 2,195 -1,41

2005 0,454 2,367 7,84

2006 0,400 2,086 -11,89

2007 0,578 3,014 44,50

2008 0,526 2,743 -9,00

2009 0,484 2,524 -7,98

2010 0,485 2,529 0,21

2011 0,453 2,362 -6,60

2012 0,530 2,764 17,00

Rata-rata 0,471 2,456 3,361

2013 *) 0,515 2,689 -2,71

2014 *) 0,518 2,705 0,59

Tahun Pertumbuhan

(%)

Sumber: Susenas, BPS

Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

-0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(Kg/Kap/Tahun)

(36)

Buletin Konsumsi Pangan

5.2. Perkembangan serta Prediksi

Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Per Kapita Bawang Merah di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM), komponen penyediaan terdiri dari produksi, impor dan ekspor, sementara komponen penggunaan adalah untuk bibit, tercecer dan tersedia sebagai bahan makanan, besaran yang siap tersedia sebagai bahan makanan inilah jika dibagi dengan jumlah penduduk menjadi ketersediaan per kapita dalam satu tahun. Secara rinci penyediaan dan penggunaan bawang merah tahun 2009 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan NBM tahun 2010 penyediaan bawang merah adalah sebesar 722 ribu ton yang berasal dari produksi, impor dan ekspor bawang merah, penyediaan ini naik 9,73% di bandingkan tahun 2009 sebesar 658 ribu ton. Naiknya penyediaan bawang merah di tahun 2010 terutama karena naiknya produksi. Berdasarkan kajian NBM, besarnya penyediaan bawang merah di tahun 2010 ini sebagian besar merupakan penyediaan untuk bahan makanan yaitu sebesar 660 ribu ton, tercecer sekitar 8,36% dari penyediaan atau sebesar 60 ribu ton dan bibit sekitar 0,24% dari penyediaan atau sebesar 2 ribu ton. Pada tahun 2013 besarnya penyediaan bawang merah diprediksi mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 736 ribu

ton atau naik sebesar 1,71%, dimana dari jumlah tersebut digunakan untuk bahan makanan sebesar 673 ribu ton, tercecer 62 ribu ton dan bibit 2 ribu ton (Tabel 5.2.)

Penyediaan bawang merah

diprediksi akan mengalami kenaikan pada periode 2013 – 2014, terutama karena naiknya produksi dalam negeri. Tahun 2013 besarnya penyediaan adalah 736 ribu ton, sementara tahun 2014 diperkirakan sebesar 753 ribu ton atau rata-rata naik sekitar 2,00% setiap tahunnya. Sebagian besar penyediaan bawang merah adalah digunakan untuk bahan makanan, persentasenya lebih dari 90% dari penyediaan, besarnya penggunaan bawang merah untuk bahan makanan ini diprediksi akan terus meningkat seiiring dengan meningkatnya konsumsi bawang merah di masyarakat. Tahun 2013 dan 2014 diprediksi penyediaan bawang merah yang siap dikonsumsi sebagai bahan makanan berturut-turut besarnya 673 ribu ton dan 688 ribu ton, kenaikannya secara rata-rata selama 2 tahun ini sebesar 2,00% setiap tahunnya.

Ketersediaan bawang merah per kapita menurut NBM pada periode tahun 2009 – 2012 masing-masing sebesar 2,60 kg/kapita/tahun, 2,73 kg/kapita/tahun,

2,50 kg/kapita/tahun dan 2,71

(37)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

ketersediaan bawang merah berkisar antara 2,72 - 2,75 kg/kapita/tahun. Perkembangan keter-sediaan bawang

merah per kapita periode 2009 - 2014 dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Tabel 5.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan bawang merah tahun 2009 – 2012 serta prediksi tahun 2013 - 2014

2009 2010 2011*) 2012 **) 2013**) 2014 **)

A. Penyediaan (000 ton) 658 722 671 724 736 753 1. Produksi

- Masukan 965 1.049 893 960 991 1.012

- Keluaran 623 677 577 620 640 653

2. Impor 43 47 104 123 108 112

3. Ekspor 8 2 9 19 12 12

4. Perubahan Stok - - -

-B. Penggunaan (000 ton) 57 62 58 62 63 65

1. Pakan - - -

-2. Bibit 2 2 2 2 2 2 3. Diolah untuk :

- makanan - - -

- bukan makanan - - -

-4. Tercecer 55 60 56 61 62 63 C. Ketersediaan

Bahan Makanan (000 ton) 602 660 614 662 673 688 Ketersediaan kapita/tahun (Kg) 2,60 2,73 2,50 2,71 2,72 2,75

Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

No. Uraian Tahun

2,35 2,40 2,45 2,50 2,55 2,60 2,65 2,70 2,75

2009 2010 2011 2012 2013 2014

(Kg/kapita/thn)

(38)

Buletin Konsumsi Pangan

5.3. Perbandingan Konsumsi

(Susenas) dan Ketersediaan Per Kapita (NBM) Komoditas Bawang Merah

Konsumsi per kapita rumah tangga hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan angka yang lebih kecil bila dibandingkan dengan ketersediaan dari Necara Bahan Makanan (NBM). Hal tersebut dikarenakan bahwa bawang merah per kapita dalam rumah

tangga (Susenas) adalah riil yang dikonsumsi oleh penduduk, sementara ketersediaan bawang merah menurut NBM merupakan angka yang perlu disediakan

dengan memperhitungkan jumlah

penduduk dan penyediaannya, sehingga penyediaannya lebih besar dari pada riil bawang merah yang dikonsumsi oleh rumah tangga, kecuali tahun 2012 terjadi sebaliknya (Tabel 5.3).

Tabel 5.3. Perbandingan konsumsi perkapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan (NBM) komoditas bawang merah, 2009-2014

2009 2010 2011 2012 2013*) 2014 *)

Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 2,52 2,53 2,36 2,76 2,69 2,70 Ketersediaan, NBM 2,60 2,73 2,50 2,71 2,72 2,75

Selisih 0,08 0,20 0,14 (0,05) 0,03 0,04

Variabel Tahun (Kg/kapita/tahun)

Sumber : Susenas, BPS sedangkan Ketersediaan, Neraca Bahan Makanan, BKP Keterangan: *) Angka sementara

5.4.

Penyediaan Bawang Merah di Beberapa Negara di Dunia

Berdasarkan data dari FAO, selama lima tahun (2005-2009), rata-rata penyediaan bawang merah dunia mencapai 63,27 juta ton. Kumulatif penyediaan bawang merah kesepuluh negara ini mencapai 65,73% dari total penyediaan dunia. Menggunakan data rata-rata selama lima tahun (2005-2009), tercatat bahwa China merupakan negara terbesar penyediaan bawang merah di dunia hingga 17,68 juta ton atau sebesar 27,94% dari

(39)

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

Tabel 5.4. Negara dengan penyediaan bawang merah terbesar di dunia, 2005 – 2009

Share Kumulatif

2005 2006 2007 2008 2009 (%) (%)

1 Cina 16.627.434 17.117.486 17.904.274 18.245.666 18.481.936 17.675.359 27,94 27,94 2 India 8.005.310 8.923.135 12.195.780 11.216.110 9.874.292 10.042.925 15,87 43,81 3 Amerika Serikat 3.123.526 3.065.844 3.528.736 3.223.969 3.266.612 3.241.737 5,12 48,94 4 Rusia 2.190.000 2.260.000 1.900.000 2.100.000 1.895.000 2.069.000 3,27 52,21 5 Pakistan 1.646.963 1.918.984 1.715.826 1.879.043 1.585.999 1.749.363 2,77 54,97 6 Iran 1.493.455 1.696.005 1.794.179 1.642.200 1.359.676 1.597.103 2,52 57,50 7 Turki 1.629.069 1.294.186 1.317.258 1.422.780 1.347.273 1.402.113 2,22 59,71 8 Jepang 1.372.284 1.379.459 1.415.334 1.379.648 1.292.336 1.367.812 2,16 61,87 9 Mesir 871.037 803.598 1.136.105 1.651.749 1.680.620 1.228.622 1,94 63,82 10 Brazil 1.023.916 1.211.314 1.224.270 1.230.359 1.360.668 1.210.105 1,91 65,73 Lainnya 20.201.031 20.897.431 20.958.149 21.872.652 23.496.657 21.682.789 34,27 100,00

Dunia 58.184.025 60.567.442 65.089.911 65.864.176 65.641.069 63.266.929

Tahun (Ton)

Rata-Rata Negara

No

Sumber : FAO diolah Pusdatin

27,94

15,87

5,12 3,27

2,77 2,52 2,22 2,16 1,94 1,91

34,27

Cina India Amerika Serikat Rusia

Pakistan Iran Turki Jepang

Mesir Brazil Lainnya

Gambar 5.3. Negara dengan penyediaan bawang merah terbesar di dunia, rata-rata 2005 – 2009

5.4. Ketersediaan Bawang Merah di

Beberapa Negara di Dunia

Rata-rata total penyediaan bawang merah di atas belum mencerminkan besarnya konsumsi atau ketersediaan bawang merah per kapita. Hal ini karena besarnya konsumsi atau ketersediaan tergantung pada banyaknya jumlah

penduduk dalam negara yang

(40)

Buletin Konsumsi Pangan

posisi teratas dengan rata-rata ketersediaan per kapita sebesar 29,76 kg/kapita/tahun. Kemudian negara terbesar ke dua dan ke tiga adalah Tajikistan 24,48 kg/kapita/tahun dan Sudan 23,08 kg/kapita/tahun. Dua negara dengan ketersediaan perkapita terbesar berikutnya adalah Morocco 23,02 kg/kapita/tahun dan Iran 22,36 kg/kapita/tahun. Sedangkan lima negara

berikutnya menyumbangkan kurang dari 22,20% yaitu Algeria, Uzbekistan, Republic of Korea, Kyrgyzstan dan United Arab Emirates. Sementara negara Indonesia merupakan negara urutan ke 118 dalam hal ketersediaaan bawang merah per kapita dunia yaitu sebesar 3,32 kg/kapita/tahun (Tabel 5.5. dan Gambar 5.4).

Tabel 5.5. Ketersediaan bawang merah per kapita per tahun beberapa negara di dunia, 2005 – 2009

2005 2006 2007 2008 2009

1 Libya 33,30 29,90 28,90 28,30 28,40 29,76 2 Tajikistan 23,60 24,50 17,40 25,60 31,30 24,48 3 Sudan 26,90 24,30 24,40 19,30 20,50 23,08 4 Morocco 22,30 27,20 21,40 20,10 24,10 23,02 5 Iran 21,40 24,00 25,10 22,70 18,60 22,36 6 Algeria 19,80 20,00 23,20 20,90 26,60 22,10 7 Uzbekistan 16,60 19,20 19,90 25,00 27,10 21,56 8 Republic of Korea 20,30 17,60 23,50 20,20 26,00 21,52 9 Kyrgyzstan 20,60 20,10 20,20 20,60 23,90 21,08 10 United Arab Emirates 22,90 14,30 23,40 26,10 17,80 20,90

… …

118 Indonesia 3,00 3,20 3,20 3,40 3,80 3,32 Negara Lainnya 7,29 7,37 7,42 7,65 7,59 7,47

Dunia 19,83 19,31 19,84 19,99 21,31 20,05

No Negara Tahun (kg/kapita/tahun) Rata-Rata

1,00 6,00 11,00 16,00 21,00 26,00 31,00

(Kg/Kapita/Tahun)

Gambar

Tabel 3.1. Besaran konversi makanan jadi berbahan dasar beras ke bentuk asal beras
Tabel 3.2.  Perkembangan konsumsi beras dalam rumah tangga di Indonesia,  2002 – 2012 serta prediksi 2013 – 2014
Gambar 3.1.  Perkembangan konsumsi beras dalam rumah            tangga di Indonesia, 2002 – 2014
Tabel 3.3.  Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan padi tahun 2009-2011 serta prediksi tahun 2012 – 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persamaannya adalah rumus yang digunakan dalam menghitung sudut waktu matahari pada awal waktu-waktu salat tidak berbeda dengan metode kontemporer (ephemeris) karena kitab

Pemberitaan yang ada di media NU online juga tidak lepas dari framing untuk membingkai berita yang akan di muat,dimana fakta adalah hasil kontruksi kaerena

Meneruskan Informasi dari Kemenristekdikti, Dalam rangka meningkatkan kemampuan Dosen peneliti, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat,Direktorat Jenderal Penguatan Riset

Dengan diterapkannya sistem pendukung keputusan ini, perusahaan bisa melakukan penilaian dengan lebih objektif dengan perbandingan silang (matriks) pada metode Analytical

Jika Solat Qada’ dan Solat Tunai berturut-turut maka sunat Azan bagi solat pertama sahaja samada dimulai dengan Tunai atau Qada’ kecuali jika dimulai dengan Qada’ dan selepas

Karena banyaknya suatu permasalahan yang timbul dalam sebuah sistem berjalan, maka dibuatlah suatu sistem usulan untuk mengurangi permasalahan yang terjadi dengan

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pada setiap pertemuan di siklus I, yaitu pertemuan 1, dan 2. Observasi untuk mengamati guru dan siswa. Hasil observasi

Pada hari ini RABU tanggal SEPULUH bulan MEI tahun DUA RIBU TUJUH BELAS, kami Kelompok Kerja Pembangunan Balai Nikah KUA dan Manasik Haji Kecamatan Kahayan