• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL KUALITATIF

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEDAGANG KAKI LIMA TIDAK MEMILIKI SURAT IZIN USAHA

(STUDI DI PASAR PANJEREJO,REJOTANGAN, TULUNGAGUNG ) Disusun untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah

“SEMINAR PROPOSAL” Dosen Pengampu : Rokhmat Subagiyo, SE., MEI

Disusun oleh:

Disusun Oleh

Nama : Yevi Dola I A Y NIM : 17402153298 Kelas : ES / VI-G

JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

(2)

2

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... 3

A. Judul Penelitian ... 4

B. Latar Belakang ... 4

C. Fokus Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Kajian Teori ... 6

F. Metode Penelitian ... 10

(3)

3

ABSTRAK

This study aims to determine what factors affect the street vendors (PKL) in Pasar

Panjerojo, Rejotangan, Tulungagung does not have a letter of permission and provide

solutions to the problems faced by street vendors (PKL). Problems faced by street vendors is

the certainty of location placement, levies, capital, the level of consumer presence is

incidental and dirty environment. The solution of the problem is that the street vendors

already have a definite business license, the amount of retribution is adjusted to the income of

street vendors, the facilities for street vendors in obtaining capital from banks and Improved

waiters and providing janitors by the relevant offices.

The result of the research shows that street vendors in Panjerejo, Rejotangan,

Tulungagung market are still many who do not yet have business license, because some of

the reasons such as income are not enough to manage the administration of the permit, people

do not know the rules of the Government on the license of street vendors , and the number of

street vendors coming from other regions. However, the efforts of the Tulungagung Regional

Government on this five-legged Traders are done as well as giving special places for the

street vendors, relocating the Panjerejo Market so that the street traders are more structured

and orderly according to the regional regulation.

KEY WORDS: Street Traders (PKL), Business license

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memepengaruhi

Pedagang Kaki Lima(PKL) di Pasar Panjerojo, Rejotangan, Tulungagung tidak memiliki

surat izin surat serta memberikan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi oleh

Pedagang Kaki Lima (PKL). Masalah yang di hadapi PKL adalah kepastian penempatan

lokasi, retribusi, permodalan, tingkat kehadiran konsumen bersifat insidental dan lingkungan

yg kotor. Solusi dari masalah tersebut adalah PKL sudah memiliki ijin usaha yang pasti,

jumlah retribusi disesuaikan dengan pendapatan PKL, adanya fasilitas bagi PKL dalam

memperoleh modal dari bank dan Peningkatan pelayan dan disediakannya petugas kebersihan

oleh dinas terkait.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Pedagang kaki lima di pasar Panjerejo,

Rejotangan, Tulungagung masih banyak yang belum memiliki surat izin usaha, dikarenakan

beberapa alasan seperti pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk mengurus administrasi

(4)

4

kaki lima, dan banyaknya Pedagang Kaki lima yang datang dari lain daerah lain. Namun

upaya Pemerintah Daerah Tulungagung mengenai Pedagang Kaki lima ini di lakukan seperti

halnya memberikan tempat khusus untuk Pedagang Kaki Lima tersebut, relokasi Pasar

Panjerejo agar Pedagang Kaki Lima lebih terstruktur dan tertib sesuai Peraturan Daerah.

KATA KUNCI : Pedagang Kaki Lima (PKL), Surat izin usaha

A. Judul Penelitian

Judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pedagang Kaki Lima Tidak Memiliki Surat Izin Usaha (Studi Di Pasar Panjerejo, Rejotangan, Tulungagung”

B. Latar Belakang

Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan

pendapatan masyarakat, mensejahterakan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

kesempatan peluang berusaha, meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat serta

meningkatkan hubungan kerjasama antar daerah guna memperluas kegiatan perekonomian.

Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan bermuara pada

manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus merupakan

sumberdaya pembangunan yang harus terus ditingkatkan kualitas dan kemampuannya untuk

mengangkat harkat dan martabatnya.

Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah harus benar-benar memperhatikan

pembangunan ekonomi disetiap daerah, memahami karakteristik daerahnya serta kebutuhan

dan kemampuan masyarakat daerah sehingga pelayanan publik dapat tepat sasaran dan

dipertanggungjawabkan secara administratif. Tulungagung sebagai kota yang berkembang,

hal ini menjadi alasan beberapa sebagian orang dari daerah lain untuk mencari lapangan

pekerjaan yang hal ini akan menimbulkan pada bertambahnya jumlah penduduk, angka

pengangguran dan angka kemiskinan serta berubahnya tata ruang akibat berdirinya

rumah-rumah ilegal dan pedagang kaki lima yang berjualan tanpa surat izin dan tidak pada tempat

yang telah ditentukan, hal ini tentunya dapat menghambat tercapainya visi kabupaten

Tulungagung.

Pedagang Kaki Lima adalah orang (pedagang-pedagang) golongan ekonomi lemah, yang

berjualan barang kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa dengan modal yang relatif kecil,

(5)

5

Pedagang Kaki Lima timbul sebagai akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi

rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi, keterbatasan kemampuan

atau kreaatifitas dan keterbatasan modal yang dimiliki dan bisa juga sebagai akibat dari

kebijakan ekonomi yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi makro dan mengabaikan

ekonomi mikro.

Dalam penyelenggaraan pemberian izin usaha baik untuk kepentingan umum maupun

untuk kepentingan pribadi atau badan, perlu adanya pelayanan, pembinaan, pengaturan,

pengawasan dan pengendalian izin usaha.Untuk hal itu dapat dipungut pajak atau Retribusi

daerah yang dapat menambah pendapatan daerah. Serta dalam hal ini pemerintah di

untungkan atas pendapatan pajak untuk membantu pertumbuhan ekonomi daerah

Tulungagung pada khususnya. Dan upaya penertiban ini dilakukan karena pedagang kaki

lima berjualan disepanjang jalan yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan kebanyakan

pedagang kaki lima berjualan tanpa memiliki izin usaha sehingga semakin menghambat lalu

lintas.

Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) mencatat hingga tahun 2012 terdapat

23,4juta pedagang kaki lima di seluruh Indonesia.5 Pedagang Kaki Lima dipandang sebagai

aktivitas illegal (tidak resmi) dan terkadang diperlakukan seperti kriminal.Studi menunjukkan

bahwa hampir di semua negara-negara Asia, PKL tidak mempunyai status legal dalam

menjalankan usahanya. Keberadaan pedagang kaki lima yang tidak tertata serta tidak

memiliki izin berdagang tentunya mengganggu perencanaan tata ruang kab Tulungagung.

Maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalah yang berkaitan dengan pelaksanaan

perizinan Pedagang Kaki Lima, dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEDAGANG KAKI LIMA TIDAK MEMILIKI SURAT IZIN USAHA

(STUDI DI PASAR PANJEREJO, REJOTANGAN, TULUNGAGUNG )”.

C.Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian sebagai berikut :

1. Faktor apa saja yang membuat Pedagang Kaki Lima di Pasar Panjerejo Rejotangan

Tulungagung tidak memiliki surat izin usaha?

D. Tujuan Penelitian

(6)

6

1. Untuk mengetahui faktor-Faktor Pedagang Kaki Lima di pasar Panjerejo Rejotangan

Tulungagung tidak memiliki surat izin usaha.

pedagang kaki lima dan pedagamg kaki lima musiman.

PKL adalah penjual barang atau jasa secara perseorangan berusaha dalam kegiatan

ekonomi yang menggunaka daerah milik jalan atau fasilitas umum dan bersifat sementara

atau tidak menetap dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak.

Dalam Kurniadi, 2004 : 32)1 mengartikan istilah Pedagang Kaki Lima sebagai

berikut pedagang yang melakukan usaha atau kegiatannya, yaitu berjualan di kaki lima

atau trotoar yang dahulu berukuran lebar dari lima kaki, dan biasanya mengambil tempat

atau lokasi di daerah - daerah keramaian umum seperti di depan pertokoan, pasar, sekolah,

gedung, bioskop, dan lain – lain.2

Istilah PKL sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima.

Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga “kaki” gerobak (yang sebenarnya

adalah tiga roda atau dua roda atau satu roda). Menurut Mulyadi Nitisusastro, PKL

dikatagorikan sebagai jenis usaha kecil atau sering disebut dengan sebutan pekerja pada

sektor non formal.3

Menurut Soetandyo Wignjosoebroto bahwa “para pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan barang dagangannya diberbagai sudut kota sesungguhnya adalah kelompok

masyarakat yang tergolong marginal, dan tidak berdaya.4 Dikatakan marginal, sebab mereka

rata-rata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan ditelikung oleh kemajuan kota itu

sendiri. Sedangkan dikatakan tidak berdaya, karena mereka biasanya tidak terjangkau dan

tidak terlindungi oleh hukum, posisi baggaining (tawar-menawar) nya lemah, dan sering kali

menjadi objek penertiban dan penataan kota yang tak jarang bersifat represif.

1 Romadaniyah R, Implementasi Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL),

https://media.neliti.com, eJournal Administrasi Publik, Volume 4, Nomor 3, 2016, diakses pada tanggal 18 Maret 2018.

2 Ibid, diakses pada tanggal 18 Maret 2018.

3 Zainaal Arifin, Pasar dan Implementasinya , (Yogyakarta: Remaja Rosdakarya, 2012), Hal. 41

(7)

7

Jika ditelusuri dari manakah mereka berasal, ternyata juga sangat beragam. Ada yang

datang dari pinggiran dan atau luar kota, yang dengan demikiasn merupakan pengaruh

urbanisasi. Mereka melakukan urbanisasi karena di desa dan atau di kota setempat tidak

tersedia lapangan kerja. Ada pula, mereka yang sebelumnya adalah para remaja, pelajar dan

mahasiswa yang setelah dewasa dan merupakan angkatan kerja baru yang tidak mendapat

kesempatan kerja, dan yang lainnya berasal dari para pegawai, karyawan dan atau pekerja

yang terkena dampak kebijakan perusahaan dimana mereka bekerja sebelumnya. Tetapi

sebagaian dari para PKL adalah ibu rumah tangga yang tidak mempunyai pekerjaan. Mereka

menempuh cara berjualan seperti itu karena pekerjaan ini relatif mudah dilakukan. Dikatakan

mudah karena menurut mereka berjualan tidak diperlukan. Dikatakan mudah karena menurut

mereka untuk berjualan tidak diperlukan ilmu dan syarat-syarat khusus. Rendahnya

kesempatan kerja yang tercipta tidak dapat dilepaskan dari relatif rendahnya pertumbuhan

ekonomi di Indonesia. Sejalan dengan pemikiran Leonardus Saiman yang mengatakan bahwa

dengan semakin rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, hal ini mengindikasikan bahwa

tidak ada jalan lain, bila semua generasi muda dan juga orang tua untuk mendorong para

puteri-puterinya untuk mengubah paradigma agar tidak berusaha untuk menjadi karyawan

atau mencari pekerjaan, melainkan mengubah paradigma setelah lulus dari bangku kuliah

agar menjadi wirausahawan yang dimulai dari pengusaha mikro kecil atau menjadi pecipta

lapangan pekerjaan bagi orang lain.

Bentuk sarana ini terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu gerobak/kereta dorong tanpa atap

dan gerobak/kereta dorong yang beratap untuk melindungi barang dagangan dari pengaruh

cuaca. Bentuk ini dapat dikategorikan dalam bentuk aktivitas pedagang kaki lima yang

permanen (static) atau semi permanen (semi static), dan umunya dijumpai pada pedagang

kaki lima yang berjualan makanan, minuman dan rokok.

Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) berasal dari jaman Raffles yaitu “5 (five) feets “yang berarti jalur pejalan kaki dipinggir jalan selebar lima kaki (Manning, 1996). Jalur pejalan kaki tersebut lama kelamaan dipaksa untuk area berjualan pedagang kecil

seperti bakso, mie goreng, warung kelontong, tambal ban, penjual obat, sepatu, mainan,

warung makan dan lain-lain.5

b. Pengertian Izin Usaha

(8)

8

Izin usaha merupakan suatu bentuk persetujuan atau pemberian izin dari pihak berwenang

atas penyelenggaraam suatu kegiatan usaha oleh seorang pengusaha atau suatu perusahaan.

Bagi pemerintah, pengertian usaha dagang adalah suatu alat atau sarana untuk membina,

mengarahkan, mengawasi, dan menerbitkan izin-izin usaha perdagangan. Agar kegiatan

usaha lancar, maka setiap pengusaha wajib untuk mengurus dan memiliki izin usaha dari

instansi pemerintah yang sesuai dengan bidangnya.6

2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak memiliki surat izin usaha

a. Mahalnya Sewa tempat baru

Berulangnya PKL kembali menempati lokasi sama meski telah dibongkar juga

perlu dipahami dalam konteks relasi ekonomi dan dicarikan solusinya. Ada alasan

mengapa PKL bertahan di lokasi semula yang dilarang. PKL terikat dengan pembeli yang

menjadi sumber penghasilannya. Keterikatan tersebut membentuk kerumunan masyarakat

yang lambat laun menciptakan pasar tersendiri. Jika pasar itu dibongkar,

ketergantungan yang sudah tercipta terganggu. Pedagang pasti akan kembali ke tempat

itu karena ada permintaan konsumen. Lokasi pengganti bagi PKL yang telah dibangun

juga sebaiknya ditinjau kembali, kondisi lokasi binaan PKL saat ini dianggapnya kurang baik

karena jauh dari lokasi lama, bahkan tidak cukup strategis untuk berjualan karena

sukar diakses pembeli. PKL juga dituntut membayar sewa yang tinggi.7

b. Sarana Pedagang Kaki Lima (PKL)

Bentuk sarana perdagangan yang dipergunakan oleh para pedagang kaki lima dalam

menjalankan aktivitasnya sangat bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Mc. Gree dan Yeung (dalam Novita, 2014) di kota-kota di Asia Tenggara diketahui bahwa

pada umumnya bentuk sarana tersebut sangat sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah

atau dibawa dari satu tempat ke tempat lain dan dipengaruhi oleh jenis dagangan yang dijual.

Adapun bentuk sarana perdagangan yang digunakan oleh pedagang kaki lima. Menurut

Novita (2014), adalah sebagai berikut :

6 Djoko Prakoso, Proses Pembuatan Peraturan Daerah,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009) hal 215.

(9)

9 1) Gerobak/kereta dorong

Bentuk sarana ini terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu gerobak/kereta dorong tanpa atap

dan gerobak/kereta dorong yang beratap untuk melindungi barang dagangan dari pengaruh

cuaca. Bentuk ini dapat dikategorikan dalam bentuk aktivitas pedagang kaki lima yang

permanen (static) atau semi permanen (semi static), dan umunya dijumpai pada pedagang

kaki lima yang berjualan makanan, minuman dan rokok.

2) Pikulan/keranjang

Bentuk sarana perdagangan ini digunakan oleh pedagang kaki lima keliling (mobile

howkers) atau semi permanen (semi static), yang sering dijumpai pada pedagang kaki lima

yang berjualan jenis barang dan minuman. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan

mudah dibawa atau dipindah tempat.

3) Warung semi permanen

Terdiri dari beberapa gerobak/kereta dorong yang diatur sedemikian rupa secara

berderet dan dilengkapi dengan kursi dan meja. Bagian atap dan sekelilingnya biasanya

ditutup dengan pelindung yang terbuat dari kain plastik, terpal atau lainnya yang tidak tembus

air. Berdasarkan sarana usaha tersebut, pedagang kaki lima ini dapat dikategorikan pedagang

permanen (static) yang umunya untuk jenis dagangan makanan dan minuman.

4) Kios

Bentuk sarana pedagang kaki lima ini menggunakan papan-papan yang diatur

sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah bilik semi permanen, yang mana pedagang

yang bersangkutan juga tinggal ditempat tersebut. Pedagang kaki lima ini dapat dikategorikan

sebagai pedagang menetap (static).

(10)

10

Pada Pasal 1 Peraturan Menteri DalamNegeri Republik Indonesi Nomor 41 Tahun 2012

Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan PKL adalah sebagai berikut :8

1) Pedagang kali lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang

melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak

bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan

milik pemerintah dan atau swasta yang bersifat sementara atau tidak menetap.

2) Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui

penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan

penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika,

kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

3) Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah

daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha

dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik

kualitas maupun kuantitas usahanya.

4) Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan

atau bangunan milik pemerintah daerah atau swasta.

5) Lokasi binaan adalah lokasi yang telah ditetapkan peruntukannya bagi PKL yang

diatur oleh pemerintah daerah, baik bersifat permanen maupun sementara.

6) Tanda Daftar Usaha, yang selanjutnya disebut TDU, adalah surat yang dikeluarkan

oleh pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran usaha.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

(11)

11

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dimana

tujuan penelitian kualitatif ini untuk memahami mengenai faktor-faktor pedagang kaki lima

tidak memiliki surat izin yang berbentuk data deskriptif berupa kalimat ataupun paragraf.

Menurut Bogdan dan Taylor (1990) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (Utuh).9

Berdasarkan difinisi diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian kulitatif adalah penelitian

yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang fenomena yang

terjadi yang dihasilkan berupa data deskriptif.

Adapun jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

Penelitian diskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan

menjawab persoalan-persoalan tentang fenomena dan peristiwa yang terjadi saat ini, baik

tentang fenomena sebagaimana adaya maupun analisis hubungan antar variable dalam suatu

fenomena. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif adalah

penelitian yang digunakan untuk menggambarkan suatu fenomena atau gejala yang terjadi

sekarang dan bersifat aktual.

2. Tempat Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dikonsentrasikan di pasar Panjerejo yaitu di daerah desa

Panjerejo kecamatan Rejotangan kabupaten Tulungagung. Penulis memilih lokasi ini dengan

pertimbangan sebagai Berikut:

a. Lokasi yang strategis serta mudah untuk dijangkau

b. Banyak pedagang kaki lima yang berjualan di jalan sekitar pasar tersebut.

c. Mayoritas pedagang kaki lima di kawasan tersebut masih belum memiliki surat izin

usaha.

3. Teknik Pegumpulan Data

Di dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,

diantaranya

a) Metode Observasi

Metode Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

datang langsung ke obyek penelitian untuk selanjutnya melakukan pengamatan. Disini

(12)

12

peneliti melakukan pengamatan di pasar panjerejo secara langsung untuk mengamati keadaan

dan kondisi para pedagang kaki lima yang ada di sekitar pasar tersebut.

b) Metode Wawancara

Metode Wawancara yaitu proses Tanya jawab antara penulis dengan narasumber atau

renponden, guna mendapatkan data yang diperlukan.

c) Dokumentasi

Dokumentasi yaitu sejumlah benda fakta dan data tersimpan yang berbentuk surat-surat,

catatan harian, laporan, artefak, foto dan sebagainya. Dokumentasi dalam penelitian ini

berupa hasil gambaran situasi pasar panjerejo, foto dan serta rekaman suara hasil wawancara.

4. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dari kegiatan wawancara dengan responden, selanjutnya

diklasifikasikan sesuai masalah pokok yang diteliti. Data-data yang telah diklasifikasikan

tersebut kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk penjelasan melalui metode deskriptif,

yaitu data yang berhasil dikumpulkan oleh penulis, dijelaskan secara terperinci dan sistematis

serta menarik kesimpulan sehingga dapat dipahami secara utuh dan jelas tentang masalah

(13)

13

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainaal. 2012. Pasar dan Implementasinya. Yogyakarta: Remaja Rosdakarya.

Gunawan, Imam. 2015. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Prakoso, Djoko. 2005. Proses Pembuatan Peraturan Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia

Wignjosoebroto, Soetandyo. 2008. Hukum dalam Masyarakat. Surabaya: Bayu media.

Madjid, Rachmawati. 2013. Dampak Kegiatan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Terhadap

Lingkungan Di DKI Jakarta. cdc.untagcirebon.ac.id. Jurnal Ekonomi Vol. 1 No. 3.

Diakses pada tanggal 11 Maret 2018.

R, Romadaniyah. 2016. Implementasi Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima

(PKL). https://media.neliti.com. eJournal Administrasi Publik, Volume 4, Nomor 3.

Diakses pada tanggal 18 Maret 2018.

Sastrawan, Wayan. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi

Usaha Pedagang Kaki Lima Di Pantai PenimbanganKecamatan Buleleng, Kabupaten

Buleleng. Jurnal Ekonomi Vol: 5 No: 1. Diakses pada tanggal 10 Maret 2018.

Sumarwanto. 2007. Pengaruh Pedagang Kaki Lima Terhadap Keserasian Dan Ruang Publik

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yg berasal dari Asia. Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yg lalu, jeruk sudah tumbuh di

(a)Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.02.1.23.07.11.6662 tentang analisis kosmetika.. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Although not in the same context of practicing genre-based pedagogy in the teaching of writing in EFL classrooms, similar problems were discovered by Merç

Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak perusahaan agar dapat mengetahui kelemahan dalam keterikatan kerja karyawan yang rendah, dilihat dari sisi budaya

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas VII salah satu SMP di kota Bandung mengenai “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Semakin banyaknya festival musik metal di Kota Bandung, mendorong meningkatnya kebutuhan akan fasilitas pertunjukan para musisi metal tersebut, sedangkan dalam

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN NASABAH TERHADAP LOYALITAS NASABAH (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pembantu Sragen)..

Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan tidak terdapat hubungan yang secara bermakna antara lesi litik dengan kadar kalsium darah, berdasarkan literatur