M.K. Biometeorologi Hari, tanggal : Kamis, 2 Mei 2013
Dosen : Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto,M.Agr.
RESPON TERMOREGULASI (FAKTOR LINGKUNGAN) PADA SAPI JENIS FRIES HOLLAND (FH)
Sheronif Kurniawan (G24100063)
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh beberapa unsure cuaca seperti suhu, kelembaban udara, radiasi dan kecepatan angin. Interaksi keempat faktor ini akan menghasilkan indeks produktivitas yang berbeda beda pada ternak. Factor cuaca mempengaruhi produksi sapi perah karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi, dan keseimbangan tingkah laku ternak.
Sapi bangsa Fries Holland (FH) adalah sapi perah yang produksi susunya terbanyak dibandingkan dengan sapi perah lainnya. Bangsa sapi FH berasal dari negara Belanda tepatnya di Provinsu North Holland dan Wet Friesland. Sapi FH yang didatangkan dari negara negara eropa cocok berada di iklim sedang (temperate) dengan kisaran suhu termonetral (13-25 0C). Berdasarkan kondisi iklim asal tersebut, sapi perah FH sangat peka terhadap perubahan suhu tinggi.Oleh karena itu pengaruh termoregulasi pada hewan ternak khususnya sapi FH penting diketahui.
I.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui respons termoregulasi (faktor lingkungan) pada sapi jenis Fries Holland (FH).
II. METODOLOGI temperature), suhu bola kering (dry bulb temperature), suhu bola hitam, dan suhu bola hitam basah otomatis
Stopwatch
Software Microsoft Excel
Air
II.2 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada Kamis tanggal 25 April 2013 dan 2 Mei 2013 di kandang sapi perah Fakultas Peternakan IPB.
Praktikum hari Kamis (25 April 2013) Parameter strees pada sapi 1) Menghitung Td dan Tw
2) Melakukan pengukuran nafas , detak jantung, dan suhu rektal sapi 3) Pengukuran dilakukan setiap 30 menit sekali dengan 3 kali
pengambilan data.
Praktikum hari Kamis (2 Mei 2013) Pengaruh lingkungan terhadap kondisi internal sapi
1) Mempersiapkan sensor termometer dan dua sapi yang akan diuji, dua ekor diletakkan di luar kandang di luar kandang diberi pakan. 2) Memasukkan sensor termometer dari sambungan termometer digital
ke dalam rektal sapi
3) Pengukuran dilakukan setiap 10 menit sekali (termometer berada di dalam rektal sapi), kemudian dilakukan pengulangan hingga didapat 5 kali pengukuran.
4) Saat melakukan pengukuran suhu rektal, juga dilakukan pengamatan suhu lingkungan, benda hitam basah dan kering dengan dua buah sensor termometer dan dua benda berwarna hitam, salah satunya diberi air dan lainnya dibiarkan kering.
5) Kedua benda hitam yang berisi sensor termometer di tempat sapi berada, di luar kandang
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sapi Fries Holland (FH) sangat peka terhadap perubahan kondisi lingkungan. Apabila sapi FH ditempatkan pada lokasi yang memiliki suhu tinggi maka sapi sapi tersebut akan mengalami cekaman panas terus menerus yang berakibat pada menurunnya produktivitas sapi FH. Hal ini disebabkan karena cekaman panas akan memperpanjang siklus estrus dan memperpendek periode estrus. Suhu lingkungan yang tinggi memungkinkan untuk terjadinya gangguan perkembangan eembrio yang menyebabkan kematian atau merubah status hormonal induk.
peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell 1972). Oleh karena itu kondisi cekaman panas penting diketahui untuk menjaga kondisi stabil pada sapi FH.
Frekuensi nafas sapi FH yang sehat dan berada pada daerah yang nyaman normalnya adalah 10-30 kali/ menit sedangkan denyut jantungnya berkisar antara 60-70 kali/menit. Pernafasan merupakan respons tubuh ternak untuk membuang atau mengganti panas dengan udara di sekitarnya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tambahan panas dari luar tubuh ternak, maka suhu organ tubuh ternak akan meningkat sehingga ternak mengalami cekaman panas (Anderson 1983). Pernafasan yang sangat cepat dibanding dengan keadaan normal menandakan sapi FH ini memang berusaha untuk mengurangi panas yang berasal dari luar tubuh dengan meningkatkan tingkat frekuensi pernafasannya.
Berikut data yang menunjukkan kondisi nafas, detak jantung dan suhu rektal pada sapi FH saat diberikan perlakuan suhu yang lebih tinggi dari tempatnya. Tabel 1 Parameter stress pada sapi
Tabel 2 Parameter stress pada sapi yang terkena radiasi matahari langsung
Suhu Permukaan (oC) Rata-Rata
2 10,23 25,4 30,9 39,2 44,2 34,7 42,0 40,8 45,5 37,2 100,0 100,0
3 10,33 25,0 31,2 38,7 44,3 39,4 45,4 37,5 46,6 39,2 121,5 115,6
4 10,43 25,2 31,8 39,8 45,2 39,9 46,6 37,4 48,0 40,5 110,8 114,9
Hasil dari tabel 1 tidak berbeda jauh dengan tabel 2 dimana suhu mempengaruhi detak jantung, nafas, dan suhu rektal. Nilai R-square pada detak jantung sebesar 54.92%, ini menunjukkan bahwa data tersebut dapat tepat karena lingkungan mempengaruhi detak jantung. Peningkatan denyut jantung merupakan respons dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ organ yang dingin. Dapat dilihat bahwa denyut jantungnya bertambah lebih besar dibanding denyut jantung yang normal yaitu berkisar antara 72- 117 kali/menit. Begitu juga dengan pernafasan, nilai R-squarenya 18.74% ini menunjukkan bahwa data tersebut dapat dikatakan cukup untuk menyatakan lingkungan cukup mempengaruhi pernafasan.
Saat terjadi cekaman panas sapi bernafas dan berdetak lebih cepat pula untuk mengurangi tambahan panas dari luar tubuh ternak, maka suhu organ tubuh ternak akan meningkat sehingga ternak mengalami cekaman panas, dapat dilihat bahwa frekuensi pernafasan sapi berkisar dari 86-156 kali/menit dan sangat berbeda jauh dengan kisaran frekuensi pernafasan saat berada di kondisi nyaman dan normal. Nilai R-square suhu rektal sebesar 6.69% ini menunjukkan bahwa data tersebut dapat dikatakan cukup karena lingkungan dapat mempengaruhi suhu rektal. Semakin tinggi suhu lingkungan maka suhu rektal semakin tinggi juga.
Suhu kulit sapi di sebelah kiri dan kanan memiliki perbedaan. Hal ini dimungkinkan dari corak yang berbeda dari dua sapi tersebut. Sebelah kiri merupakan sapi dengan corak dominan putih dan kanan merupakan sapi dengan corak dominan hitam. Suhu yang lebih tinggi di bagian sapi yang bercorak dominan putih ini mungkin disebabkan karena kulitnya yang lebih menyerap panas sehingga suhunya pun juga lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang memiliki corak dominan hitam. Perbedaan suhu permukaan kulit sapi ini terjadi dikarenakan perbedaan nilai albedo warna kulit sapi.
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B. E. 1983. Temperature Regulation and Environmental Physiology. In: Dukes’ Physiology of Domestic Animal. 10 Thed. M. J. Swenson (Ed). Cornell Univ. Press. P. 719-726.
McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W.H. Freeman and Company, San Frascisco.p.1-128.