BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dilihat dari sisi aktualisasinya, pendidikan merupakan
proses interaksi antara guru (pendidik) dengan peserta didik
(siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang di
tentukan. Pendidik, peserta didik dan tujuan pendidikan
merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk
suatu triangle, yang jika hilang satunya, maka hilang pulalah
hakikat pendidikan. Namun demikian, dalam situasi tertentu
tugas guru bisa di wakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti
media teknologi. Mendidik adalah pekerjaan profesional, karena
itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik
profesional.1
Peranan guru sebagai pendidik profesional akhir-akhir ini
mulai dipertanyakan eksistensinya secara fungsional. Hal ini
antara lain disebabkan oleh munculnya serangkaian fenomena
para lulusan pendidikan yang secara moral cenderung merosot
dan secara intelektual akademis juga kurang siap untuk
memasuki lapangan kerja. Jika fenomena tersebut benar adanya,
maka baik lansung maupun tidak lansung akan terkait dengan
peranan guru sebagai pendidik profesional.
1 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik,
Sejalan dengan permasalahan tersebut, di dalam skripsi ini
saya akan coba menguraikan tentang apa yang dimaksud
dengan kode etik profesi guru ? Mengapa kode etik guru itu
diperlukan dalam menunjang keberhasilan pendidikan ? Dan,
bagaimanakah upaya-upaya yang harus dilakukan untuk
mewujudkan kode etik profesi guru itu ? Bagaimanakah
hubungan profesionalisme guru dengan peningkatan mutu
pendidikan ?
Untuk menjawab berbagai pertanyaan yang merupakan
ruang lingkup pembahasan skripsi ini, tulisan ini akan
menggunakan data-data yang bersumber dari literatur yang
ditulis oleh pakar yang otoritatif dalam bidangnya. Data-data
tersebut akan dideskripsikan dan dianalisis dengan
menggunakan pendekatan ilmu kependidikan, khususnya
didaktik dan metodik.
Kode etik berasal dari dua kata, yaitu kode yang berarti
tulisan (kata-kata, tanda) yang dengan persetujuan memiliki arti
atau maksud yang tertentu (untuk telegram dan sebagainya;
sedangkan etik dapat berarti aturan tata susila, sikap, atau
akhlak.2 Dengan demikian, kode etik secara kebahasaan berarti
ketentuan atau aturan yang berkenaan dengan tata susila dan
akhlak. Akhlak itu sendiri sebagai disebutkan oleh Ibn Miskawaih
dan Imam al-Ghazali (w. 1111 M) adalah ekspresi jiwa yang
tampak dalam perbuatan dan meluncur dengan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi.3
Para ahli pendidikan, pada umumnya memasukkan guru
sebagai tenaga profesional, yaitu pekerjaan yang hanya dapat
dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan
bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak
dapat memperoleh pekerjaan lain.4
Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut
melaksanakan tugasnya secara profesional saja, tetapi juga
harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Dalam
diskusi pengembangan model pendidikan profesional tenaga
kependidikan yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun
1990, dirumuskan 10 ciri suatu profesi, yaitu : (1) memiliki fungsi
dan signifikan sosial; (2) memiliki keahlian/keterampilan tertentu;
(3) keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori
dan metode ilmiah; (4) didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas;
(5) diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang
cukup lama; (6) aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional; (7)
memiliki kode etik; (8) Kebebasan untuk memberikan judgement
dalam memecahkan masalah dalam lingkungan kerjanya; (9)
memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi; dan (10) ada
3Lihat Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq, (Mesir: Dar al-Kutub, t.t.), hlm 231; Imam al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din Jilid III, (Mesir: Dar al-Ma’arif, t.t.), hlm. 144;
Abuddin Nata, Akhlak/tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), cet. 1, hlm. 14
pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan
profesinya.5
Jika ciri-ciri profesionalisme tersebut di atas ditujukan
untuk profesi pada umumnya, maka khusus untuk profesi
seorang guru dalam garis besarnya ada tiga.
Pertama, seorang guru yang profesional harus menguasai
bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik.
Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang
diajarkannya. Selanjutnya kerena bidang pengetahuan apapun
selalu mengalami perkembangan, maka seorang guru profesional
juga harus terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan
ilmu yang diajarkannya, sehingga tidak ketinggalan zaman.
Untuk dapat melakukan peningkatan dan pengembangan ilmu
yang diajarkannya itu, seorang guru harus secara terus-menerus
melakukan penelitian dengan menggunakan berbagai macam
metode.
Kedua, seorang guru yang profesional harus memiliki
kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang
dimilikinya (transfer of knowledge) kepada murid-muridnya
secara efektif dan efisien. Untuk ini, seorang guru harus memiliki
ilmu keperguruan. Dahulu, ilmu keguruan ini terdiri dari tiga
bidang keilmuan, yaitu pedagogik, didaktik, dan metodik. Istilah
pedagogik diterjemahkan dengan kata ilmu mendidik, dan yang
dibahas ialah bagaimana mengasuh dan membesarkan seorang
anak. Sedangkan, didaktik adalah pengetahuan tentang interaksi
belajar mengajar secara umum. Yang diajarkan di sini antara lain
cara membuat persiapan pengajaran sesuatu yang sangat perlu,
cara menjalin bahan-bahan pelajaran, dan cara menilai hasil
pelajaran. Adapun metodik adalah pengetahuan tentang cara
mengajarkan suatu bidang pengetahuan.6 Beberapa mata
pelajaran dipandang memerlukan cara-cara khusus untuk
menyajikannya, dan untuk ini dikembangkan metodik khusus.
Pelajaran yang memerlukan metodik khusus ini misalnya
menggambar, menyanyi, pekerjaan tangan, dan olahraga.
Ketiga, seorang guru yang profesional harus berpegang
teguh kepada kode etik profesional sebagaimana tersebut di
atas. Kode etik di sini lebih dikhususkan lagi tekanannya pada
perlunya memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang
demikian itu, maka seorang guru akan dijadikan panutan, contoh,
dan teladan. Dengan cara demikian ilmu yang diajarkan atau
nasihat yang diberikannya kepada para siswa akan didengarkan
dan dilaksanakannya dengan baik. Tentang perlunya akhlak yang
baik bagi seorang guru yang profesional ini sudah lama menjadi
perhatian dan kajian para ulama Islam di zaman klasik. Ibn
Muqaffa (lahir di persia tahun 106 H) misalnya mengatakan
bahwa guru yang baik adalah guru yang mau berusaha memulai
6 Mochtar Buchori, Ilmu Pendidikan & Praktek Pendidikan dalam Renungan,
dengan mendidik dirinya, memperbaiki tingkah lakunya,
meluruskan pikirannya, dan menjaga kata-katanya terlebih
dahulu sebelum menyampaikan kepada orang lain.7 Sementara
itu, Imam al-Ghazali (w.1111 M) menyatakan bahwa seorang
guru yang menyampaikan ilmu pengetahuan harus berhati
bersih, berbuat dan bersikap yang terpuji.8
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian yang berjudul “ Profesionalisme Guru
dalam mewujudkan Generasi yang Bermoral dan Berintelektual
tinggi ” Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeteksi sedini
mungkin dampak real di lapangan bagaimana bentuk dan cara
guru untuk mewujudkan generasi yang baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas,
maka permasalah yang dapat dirumuskan adalah:
1. Bagaimana Profesionalisme seorang guru dalam
menjadikan siswa yang Bermoral dan memiliki
intelektual yang tinggi ?
7 Ibn Al-Muqaffa, al-Fikr al-Tarbawy ind Ibn Al-Muqaffa (Adab al-Shaghir), Aljahid, (Beirut: Dar iqra’ 1403), cet. 1, hlm. 117.
2. Metode apa saja yang dilakukan guru guna menjadikan
siswa yang Bermoral dan memiliki intelektual yang
tinggi ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kesigapan seorang guru profesional
dalam menuntun dan memberi arahan kepada muridnya
agar memiliki moral dan intelektual yang tinggi.
2. Untuk mengetahui Upaya guru profesional dalam
mengatasi penyebab moral cenderung merosot dan secara
intelektual terlalu rendah. 2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan program pendidikan strata satu (S1) pada prodi
PAI, UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Secara umum, penelitian ini
diharapkan dapat menambah wawasan dalam dunia pendidikan
dalam memberikan bimbingan terhadap guru agar profesional
dalam menjalankan tugasnya, sehingga menghasilkan lulusan
yang bermoral dan memilki intelektual yang tinggi.
Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat memberi
mengenai profesionalisme guru dalam mewujudkan generasi
yang bermoral dan memiliki intelektual yang tinggi.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian lapangan (Field Research), dimana proses
pengumpulan data penulis melakukan langsung di lokasi
penelitian, dengan harapan dapat memberikan jawaban terhadap
bagaimana peran Profesionalisme seorang guru dalam
mewujudkan siswa yang Bermoral dan memiliki intelektual yang
tinggi. Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis, yaitu penelitian
yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta,
kejadian-kejadian atau gambaran dalam suatu kesatuan yang
diamati lalu di analisa.9
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian kualitatif diharapkan mampu
menghasilkan suatu rumusan mendalam tentang ucapan, tulisan
yang dapat diamati dalam konteks tertentu yang dikaji dari sudut
pandang yang utuh, komprehensif dan holistik.
9 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi,
Menurut J. Moleong dengan mengutip pendapat S. Margono
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan penelitian kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.10
3. Sumber Data dan Populasi
Data penelitian ini adalah bersumber dari sejumlah hasil
wawancara atau interview dengan objek penelitian, yaitu
pimpinan 1 orang, dan sejumlah dewan guru.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memporoleh data dan informasi yang akurat,
berkaitan dengan jenis penelitian kualitatif, maka teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan
tiga cara, yaitu: pengamatan/ observasi, wawancara dan
dokumentasi. Ketiga teknik pengumpulan data tersebut adalah:
1. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data
yang dilakukan melalui suatu pengamatan secara lansung di
lapangan, yang disertai dengan pencatatan terhadap kegiatan
dan kejadian yang ada di lapangan.
2. Wawancara
Wawancara adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh
pewawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada yang diwawancarai untuk mendapatkan
jawaban-jawaban tertentu.
3. Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto, mengungkapkan pengertian
metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai
hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan, transkrip,
prasasti, buku, surat kabar, majalah dan sebaginya.11 Metode
yang penulis gunakan untuk memperoleh data dari
dokumen-dokumen atau arsip-arsip yang ada dilokasi penelitian, seperti
sejarah berdirinya, letak geografis, dan kondisi
4. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat bantu pada saat peneliti
menggunakan sebuah metode.12 Setiap metode pengumpulan
11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Reneka Cipta, 2006), hlm. 188.
data mempunyai instrumen tersendiri, yang disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan dalam setiap penelitian. Dengan
mempersiapkan instrumen yang matang, diharapkan semua
informasi penting yang menyangkut dengan penelitian dapat