• Tidak ada hasil yang ditemukan

pembelajaran sastra arab . docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pembelajaran sastra arab . docx"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

KATA PENGANTAR

Sastra merupakan refleksi lingkungan budaya dan merupakan satu teks dialektis antara pengarang dan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra. Sehubungan dengan ini sering dikatakan bahwa syair merupakan antologi kehidupan masyarakat Arab (Diwān al-`Arab). Artinya, semua aspek kehidupan yang berkembang pada masa tertentu tercatat dan terekam dalam sebuah karya sastra (syair).

Penyair bukanlah satu-satunya komunitas yang amat peduli kepada pendidikan syair. Secara umum anggota masyarakat juga memiliki kepedulian yang sama. Untaian kata-kata dalam syair bagi masyarakat Arab bukanlah semata-mata bunyi yang disuarakan lisan yang tanpa makna (absurd), melainkan sarana yang ampuh untuk membakar semangat, menarik perhatian, dan meredam emosi yang bergejolak di tengah kehidupan masyarakat. Bisa dipahami kalau masyarakat meyakini bahwa para penyair memiliki pengetahuan magis yang terekspresikan dalam syair dan keberadaan syair ini sangat diperhatikan dan dipatuhi substansinya karena ia merupakan realitas kehidupan kabilah. Nampaknya inilah alasan yang diyakini masyarakat ketika mereka menempatkan para penyair pada posisinya yang terhormat. Mereka menjadi simbol kejayaan suatu kabilah dan penyambung lidah yang mampu melukiskan kebaikan dan kemenangan kabilah sebagaimana mereka mampu mendeskripsikan kejelekan dan kekalahan perang yang diderita kabilah lain.

Dalam kajian keislaman, pengetahuan tentang sastra mempunyai posisi yang strategis, hal itu karena sumber induk (Al-Qur’an) menggunakan bahasa sastrawi yang begitu indah membuat takjub sastrawan di kawasan itu, selain itu pemahaman terhadap sastra juga merupakan salah satu kunci dalam memahami wahyu Allah, baik yang matluw (Al-Quran) maupun ghair al-matluw (Hadis).

BAB II

PEMBAHASAN

A. Mengenal sasta arab

Secara umum بأدلا berarti berhias diri dengan akhlak yang luhur seperti jujur, amanah dsb, orang bijak mengatakan : يبيأدأت نسحأف يبر ينبأدأ “Robbku telah mendidikku dengan sebaik-baiknya pendidikan.” Dalam definisinya, Al-Jurjani meletakkan Adab sebagai sesuatu yang setara dengan Ma’rifah yang mencegah pemiliknya dari terjerumus kedalam berbagai bentuk kesalahan.

Secara Khusus “Al-Adab” berarti :

ارثن مأ ارعش ناك ءاوس ، نيعماسلاو ءارقلا فطاوع يفريث أتلا ىلإ هب دصقي يذلا غيلبلا يئاشننا ممللا

Artinya : “Yaitu perkataan yang indah dan jelas, dimaksudkan untuk menyentuh jiwa mereka yang mengucapkan atau mendengarnya baik berupa syair maupun natsr atau prosa. “

Kata sastra, bahasa Arabnya adalah : "al-Adab", Sedangkan menurut bahasa Arab, makna kata "al-Adab" dua : yaitu makna secara khusus dan umum.

Makna "al-Adab" secara umum adalah : "Berperilaku dengan akhlak karimah". Seperti jujur, dan amanat. Adapun maknanya secara khusus adalah : "Ucapan yang indah, yang menyentuh (perasaan), dan memberi pengaruh pada jiwa.

v Syarat suatu ucapan masuk dalam kategori adab dengan makna khusus ini adalah: ü Lafadh-lafadhnya mudah dan indah.

(2)

ü Memberi pengaruh dalam jiwa.1[1]

Dalam mendefinisikan adab (sastra) para Udaba’ berbeda-beda : ةيرشب ةبرجتل ةينف ةغايص بأدنا

ungkapan puitis tentang pengalaman manusia sebagian mendefinisikan:

ةغللا هتليسو ةايحلا نع ريبعت بأدنا

ungkapan puitis tentang pengalaman yang indah dengan menggunakan media bahasa ليمج ينف بولسأب اهنعربعملا يرشبلا رلفلا تادلوم نم بأدنا

hasil pemikiran manusia yang diungkapkan dengan ungkapan yang mengandung seni dan keindahan atau seni ungkapan yang indah.

Dari berbagai macam definisi ini dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan seni ungkapan yang indah.

B. Sejarah sastra arab

Sastra merupakan segala aktivitas manusia atau prilakunya, baik yang berbentuk verbal maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Aktifitas itu berupa fakta manusia yang melahirkan aktivitas social tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi cultural seperti filsafat, seni rupa, seni gerak, seni patung, seni music, seni sastra dan yang lainnya. Setiap kita hidup dan beraktivitas, kita tidak sadar bahwa sebenarnya dunia sastra sangat berkaitan erat dengan kita semua. Teuw pernah berpendapat bahwa sastra berada dalam urutan keempat setelah agama, filsafat, ilmu pengetahuan, sebagai disiplin ilmu ia menempati posisi keempat karena menurut hemat penulis ke empat bidang tersebut saling bertransformasi dan merugulasi diri (self regulating) bidang mereka masing masing. Pengaruhnya jelas terasa hingga saat ini dan bangsa Arab menyebutnya miratul haya sebagai cerminan kehidupan mereka, bukan hanya itu dengan bersastra ia akan mengetahui rekaman sejarah kehidupan mereka pada masa lalu.

Pada masa jahili (pra islam) sudah ada dan terdapat tradisi keilmuaan yang tinggi yakni bersyair dan penyair yang terkenal pada masa itu disebut dengan penyair mualaqat. Seluruh hasil karya dari kesepuluh orang penyair itu semunya dianggap hasil karya syair yang terbaik dari karya syair yang pernah dihasilkan oleh bangsa Arab. Hasil syair karya mereka terkenal dengan sebutan Muallaqat. Dinamakan muallaqat (kalung perhiasan) karena indahnya puisi-puisi tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan oleh seorang wanita. Sedangkan secara umum muallaqat mempunyai arti yang tergantung, sebab hasil karya syair yang paling indah dimasa itu, pasti digantungkan di sisi Ka’bah sebagai penghormatan bagi penyair atas hasil karyanya. Dan dari dinding Ka’bah inilah nantinya masyarakat umum akan mengetahuinya secara meluas, hingga nama penyair itu akan dikenal oleh segenap bangsa Arab secara kaffah dan turun temurun. Karena bangsa Arab sangat gemar dan menaruh perhatian besar terhadap syair, terutama yang paling terkenal pada masa itu. Seluruh hasil karya syair digantungkan pada dinding Ka’bah selain dikenal dengan sebutan Muallaqat juga disebut Muzahabah yaitu syair ditulis dengan tinta emas. Sebab setiap syair yang baik sebelum digantungkan pada dinding Ka’bah ditulis dengan tinta emas terlebih dahulu sebagai penghormatan terhadap penyair.

Kendati pada masa ini disebut masa jahili (pra islam), tetapi mereka mempunyai kebudayaan tinggi. Bersyair merupakan sebuah karya yang sangat orisinil bangsa Arab pada masa itu menjadi sumber hukum yang pertama. Baru setelah datangnya masa Islam semua itu berobah total. Islam sebagai rahmatan lil alamin dengan quran dan hadis sebagai sumber

(3)

hukumnya, menyeru kepada kebaikan, menghormati sesama jenis, saling mencintai dan saling mengenal, yang bertitik beratkan kepada aspek moral yakni makarimal akhlak. Dari masa Rasuluah, Khufahurasidin, sampai keruntuhan Abasiah akibat ekspedisi Hulagukhan dengan berimbas berdirinya kerajaan mamluk di Turki (Konstantinopel) sastra Arab masih tetap bertahan kendati mengalami pasang surut pada dinasti keruntuhan Abasiah dan mamluk.

Setelah hampir lima abad berada dalam masa surut bahkan keterpurukan di berbagai bidang, maka pada akhir abad ke-18 M bangsa Arab mulai memasuki fase sejarah “kesadaran dan kebangkitan.” Kesadaran ini semakin mendapat energinya setelah mereka bersentuhan dengan kebudayaan Barat melalui ekspedisi Napoleon Bonaparte ke Mesir pada tahun 1798. Kesadaran dan tambahan energi itu lantas diimplementasikan di masa Muhammad Ali dengan cara mengirimkan banyak sarjana ke Barat. Penerjemahan berbagai karya asing Barat, baik tentang kesusastraan atau ilmu pengetahuan lainnya digalakkan dengan motor Rifa’ah Rafi’ al Tahtawy (1801-1873 M). Banyak percetakan dan penerbitan majalah atau surat kabar muncul. Dalam kondisi penuh semangat pembaharuan ini, kesusastraan Arab merangkak bangkit. Era baru kesusastraan modern pun dimulai.Baru pada masa modern ini sastra Arab mulai berkembang karena girah dan kesadaran akan pentingnya khazanah peradaban yang di pelopori oleh Al-Barudi, Khalil Mutaran Ahmad Syauki dkk. Pada masa ini sudah terjadi transformasi intelektual dengan berpuncak pada revolusi Mesir.2[2]

C. Periodisasi sastra arab

Berbicara mengenai periodesasi kesusastraan Arab, seringkali kita dibuat bingung dengan adanya perbedaan penulisan periodesasi yang ditulis masing-masing penulis sejarah kesusastraan Arab, baik dari segi peristilahannya maupun dari segi waktunya.

Pada umumnya, periodesasi kesusastraan dibagi sesuai dengan perubahan politik. Sastra dianggap sangat tergantung pada revolusi sosial atau politik suatu negara dan permasalahan menentukan periode diberikan pada sejarawan politik dan sosial, dan pembagian sejarah yang ditentukan oleh mereka itu biasanya diterima begitu saja tanpa dipertanyakan lagi (Wellek, 1989:354). Penentuan mulainya atau berakhirnya masa setiap periodesasi hanyalah perkiraan, tidak dapat ditentukan dengan pasti, dan biasanya untuk mengetahui perubahan dalam sastra itu biasanya akibat perubahan sosial dan politik (Jami'at, 1993:18). Di bawah ini akan dipaparkan bentuk penulisan periodesasi yang dilakukan oleh para ahli kesusastraan Arab, antara lain:

Hana al-Fakhuriyyah membaginya ke dalam lima periodesasi, yaitu:

1. Periode Jahiliyyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini dibagi atas dua bagian, yaitu masa sebelum abad ke-5, dan masa sesudah abad ke-5 sampai dengan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (1 H/622 M).

2. Periode Islam, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak tahun 1 H/622 M hinggga 132 H/750 M, yang meliputi: masa Nabi Muhammad SAW dan Khalifah ar-Rasyidin (1-40 H/662-661 M), dan masa Bani Umayyah (41-132 H/ 661-750 M).

3. Periode Abbasiyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M. 4. Periode kemunduran kesusastraan Arab (656-1213 H/1258-1798 M), periode ini di mulai sejak Baghdad jatuh ke tangan

Hulagu Khan, pemimpin bangsa Mongol, pada tahun 1258 M, sampai Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya (1220 H/1805 M).

5. Periode kebangkitan kembali kesusastraan Arab; periode kebangkitan ini dimulai dari masa pemerintahan Ali Pasya (1220 H/1805 M) hingga masa sekarang.

(4)

Adapun Muhammad Sa'id dan Ahmad Kahil (1953: 5-6) membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam enama periode sebagai berikut:

1. Periode Jahiliyyah, dimulai sekitar satu tengah abad sebelum kedatangan Islam sekitar dan berakhir sampai kedatangan Islam. 2. Periode permulaan Islam (shadrul Islam); dimulai sejak kedatangan Islam dan berakhir sampai kejatuhan Daulah Umayyah

tahun 132 H.

3. Periode Abbasiyah I, dimulai sejak berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 H dan berakhir sampai banyak berdirinya daulah-daulah atau negara-negara bagian pada tahun 334 H.

4. Periode Abbasiyah II, dimulai sejak berdirinya daulah-daulah dalam pemerintahan Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Tartar atau Mongol pada tahun 656 H.

5. Periode Turki, dimulai sejak jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol dan berakhir dengan datangnya kebangkitan modern sekitar tahun 1230 H.

6. Periode Modern, dimulai sejak datangnya kebangkitan modern sampai sekarang.

Sedangkan Ahmad Al-Iskandi dan Mustafa Anani dalam Al-Wasit Al-Adab Al-Arobiyah Wa Tarikhihi (1916:10) membagi periodesasi kesusastraan Arab ke dalam lima periode, yaitu:

1. Periode Jahiliyah, periode ini berakhir dengan datangnya agama Islam, dan rentang waktunya sekitar 150 tahun.

2. Periode permulaan Islam atau shadrul Islam, di dalamnya termasuk juga periode Bani Umayyah, yakni dimulai dengan datangnya Islam dan berakhir dengan berdirinya Daulah Bani Abbas pada tahun 132 H.

3. Periode Bani Abbas, dimulai dengan berdirinya dinasti mereka dan berakhir dengan jatuhnya Bagdad di tangan bangsa Tartar pada tahun 656 H.

4. Periode dinasti-dinasti yang berada di bawah kekuasaan orang-orang Turki, di mulai dengan jatuhnya Baghdad dan berakhir pada permulaan masa Arab modern.

5. Periode Modern, dimulai pada awal abad ke-19 Masehi dan berlangsung sampai sekarang ini.

Adanya Perbedaan istilah dalam penulisan periodesasi kesusastraan Arab seperti dua contoh di atas, merupakan suatu hal yang wajar, seperti yang dikemukakan Teeuw (1988: 311-317) bahwa perbedaan itu disebabkan empat pendekatan utama, yaitu:

1. Mengacu pada perkembangan sejarah umum, politik atau budaya. 2. Mengacu pada karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal tersebut.

3. Mengacu pada motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang zaman.

4. Mengacu pada asal-usul karya sastra.3[3]

D. Unsur-unsur sastra arab

Unsur-Unsur Karya Sastra Arab Karya sastra terdiri dari berbagai jenis, seperti cerita, drama, puisi, dan esai. Masing2 mempunyai unsur yang membangunnya. tetapi, ada pula unsur-unsur yang sama, seperti halnya di bawah ini :

1. al-Lafzh

Yang dimaksud dengan Lafzh adalah sarana pengungkapan sastra. Lafzh yang unik dan tepat akan sangat berpengaruh pada fikiran dan hati dan menambah kualitas makna. Sebaliknya, jika lafzhnya berlebihan perasaan kita tidak akan tertarik. Pandangan para kritikus pada lafzh hampir sama hanya mungkin istilahnya saja yang berbeda. menurut mereka, lafzh yang baik harus fashih, yaitu cara penyampaiannya sesuai dengan kondisi, strukturnya baik, tidak ada huruf-huruf yang bertentangan,

(5)

dikenal dan digunakan pada masa si pengarang, tidak menggunakan bahasa sehari-hari, maknanya dekat, tidak perlu menggunakan kamus, mudah diucapkan dan enak didengar, terhindar dari kesalahan tata bahasa, tidak susah untuk mencari subjek yang digantikan oleh kata ganti, dan terhindar dari kesalahan menempatkan kata sambung.

2. al Ma'na

Yang dimaksud dengan al Ma'na adalah tema yang ditampilkan dalam teks. Kadang-kadang berupa satu pikiran, kadang-kadang berupa satu masalah, berupa suatu perasaan tertentu yang dialami penulis. Penulis harus memilih tema yang menarik, yang ditulis dalam bentuk sastra (untuk menyampaikan pikiran, masalah atau perasaan yang dialaminya_Red).

3. al 'A:thifat

adalah perasaan yang tumbuh dalam diri manusia, seperti gembira, sedih, cinta, benci, sakit, dan marah. Macam Aathifah ini ada dua, yaitu al A:thifah adz dzatiyah yang terikat dengan hubungan khusus, seperti sedih atas kehilangan salah satu kerabatnya, senang karena bertemu dengan kekasih. dan al A:thifah al Ghoyriyyat yang ditujukan kepada orang lain, tanah air atau bangsa, nilai kemanusiaan yang mulia, seperti keimanan, cinta tanah air, dan penderitaan orang-orang yang terzholimi. Pada dasarnya al Athifah ini ada pada tiap manusia tetapi pada sastrawan dorongannya lebih kuat karena ia biasanya sensitif. Athifah juga ada pada semua jenis seni sastra, tetapi yang paling tampak adalah pada Syi'r al Wujdaniy.

4. al Khoyyal dan ash Shuurot

khoyal adalah kemampuan yang diberikan Alloh kepada manusia, sehingga ia dapat menggambarkan segala sesuatu yang tidak ada, Menghadirkan Ash Shuurot yakni deskripsi seakan-akan kita berada di hadapannya dan dapat menciptakan segala sesuatu yang tidak ada. Dari mana datangnya imajinasi? Jawabnya, sumber yang paling besar dalam imajinasi pengarang adalah pengalaman-pengalaman yang pernah dialaminya dan tersimpan di dalam pikirannya, segala sesuatu yang dilihat atau didengarnya dan berakar dalam dirinya. Imajinasilah yang membuat nilai puisi itu menjadi lebih estetis dan tinggi. 4[4]

5. al Liqoo' Ass Showtiy

Sastra adalah hasil kreasi manusia yang menggunakan bahasa. Bahasa adalah kata dan ungkapan yang menunjukkan makna. Kata dan ungkapan mempunyai Liqoo' sawtiy atau struktur bunyi. Struktur bunyi akan membuat karya enak didengar di telinga dan mempengaruhi jiwa. Struktur bunyi ada dalam puisi dan prosa. Dalam puisi terdapat pola, rima dan hubungan antar huruf dan harokat. Sementara struktur bunyi dalam prosa terdapat dalam susunan huruf dan harokat yang bentuknya indah dan berirama.

E. Sastra arab jahiliyah

Batasan waktu zaman jahiliyah adalah 150 Thun sebelum kedatangan Islam. Para pengkaji sastra tidak memasuki fase waktu sebelum itu tetapi memfokuskan masa pada 150 tahun sebelum kenabian, suatu masa di mana bahasa Arab mengalami kematangan dan puisi jahili mengalami kematangan.

Kata jahiliyah yang kita kenal pada masa sekarang ini bukan berasal dari kata al-jahl, yang merupakan lawan kata al-ilm. Akan tetapi jahiliyah berasal dari kata al-jahl yang berarti angkuh, kasar, marah yang merupakan lawan kata al-islam yang

(6)

berarti tunduk, pasrah dan ta’at kepada Allah yang melahirkan sikap dan akhlak yang mulia. Tetapi walaupun demikian sastra pada periode ini mengalami perkembangan yang disebabkan beberapa faktor, di antaranya:

· Iklim dan tabi’at alam

· Ciri khas etnik bangsa Arab yang menjadi bangsa yang lahir untuk memuja dan memuji sastra · Peperangan

· Agama

· Ilmu pengetahuan · Politik

· Interaksi dengan berbagai bangsa dan budaya

Selain itu, ada faktor-faktor lain yang mendukung perkembangan sastra, yaitu pasar sastra (al-Aswaq) dan ayyam al-‘Arab (hari-hari orang Arab).

Puisi adalah salah satu jenis sastra Arab jahiliyah yang sangat menonjol karena memiliki puncak keindahan dalam sastra. Sebab puisi itu adalah gubahan yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan keindahan daya khayal, Para penyair pada zaman jahiliyah mewakili kelas tedidik (intelegensia), karena sya’ir dalam bahasa Arab memiliki arti al-‘ilm (pengetahuan). Pada masa ini sastra memiliki cirri-ciri, adapun ciri-ciri itu adalah:

Ø Mementingkan ilmuArudh karenadisepakati sebagai suatu tradisi seni dalam sastra Arab yang melekat kuat pada pendengaran orang-orang Arab yang tak bisa dipisahkan

Ø Mereka menilai wazan sebagai sesuatu yang penting dalam syair

Ø Dalam prosa, mereka mementingkan fasahah (ketepatan diksi) dan bayan (suatu gaya bahasa indah yang menyentuh rasa dan mampu memnggambarkan makna dengan jelas).

Puisi pada zaman jahiliyah diartikan sebagai kata-kata yang berirama dan berqafiah yang mengungkapkan imajinasi yang indah dan bentuk-bentuk ungkapan yang mengesankan lagi mendalam. Adapun di antara penyair-penyair pada masa jahiliyah adalah:

§ Imru’ul Qais

§ Zuhair Ibn Abi Sulma

§ Nabighah Zibyani

§ A’sya Ibn Qais

Dan salah satu contoh puisi pada zaman jahiliyah adalah: انا نم لأست حيرلاو

نامزلا ىنرلنأ ناريحلا اهحور انا نالم ن ىف اهلثم انا

اهتنا نو ريسن ىقبن ءاقب نو رمن ىقبن ىنحنملا انغلب اذإ ءاقشلا ةمتاخ هانلخ ءاضف اذإف

Angin bertanya, siapa aku

Aku adalah jiwanya yang bingung, diingkari zaman Aku seperti dirinya, tidak punya tempat

Selalu berjalan, tanpa akhir Selalu berlanjut, tanpa henti Bila aku sampai di tikungan,

(7)

F. Pembagian sastra

Ø sya’ir (puisi)

Puisi sudah dikenal pada masa jahiliyah karena pada masa ini genre sastra yang paling indah ialah puisi. Saat itu puisi yang paling populer ialah تاقلعملا (Puisi-puisi Yang Tergantung). Disebut demikian karena puisi-puisi tersebut digantungkan di dinding Ka’bah. Dinding Ka’bah kala itu kurang lebih juga berfungsi sebagai “majalah dinding”. Penyair yang paling terkenal pada masa jahiliyyah ialah Imru’ul Qais. Disamping itu tercatat pula nama-nama seperti Al-A’syaa, Al-Khansa, dan Nabighah Adz-Dzibyani.

Berdasarkan temanya, puisi zaman jahiliyah dibedakan atas رخفلا (membangga-baggakan diri atau suku), ةسامحلا (kepahlawanan), حدملا (puji-pujian), ءاثرلا (rasa putus asa, penyesalan, dan kesedihan),ءاجهلا (kebencian dan olok-olok), فصولا (tentang keadaan alam), لزغلا (tentang wanita), راذتعنا (permintaan maaf).

Setelah Islam datang, tidak berarti bahwa puisi-puisi menjadi dilarang. Islam datang untuk memelihara yang sudah baik, memperbaiki yang kurang baik, menghilangkan yang buruk-buruk saja, dan melengkapi yang masih lowong. Tentang puisi, Nabi bersabda,”ةملح رعشششلا نم نإ (Sesungguhnya diantara puisi itu terdapat hikmah)”. Ketika Hasan ibn Tsabit (ممششسلا رعاششش ) mengajak untuk mencemooh musuh – musuh Islam, Nabi berkata, ” كعم ليربج و مهاجه (Cemoohlah mereka, Jibril bersamamu)”. Nabi pernah memuji puisi Umayyah ibn Abu Shalti, seorang penyair jahiliyah yang menjauhi khamr dan berhala. Nabi juga pernah memuji puisi Al-Khansa, seorang wanita penyair zaman jahiliyyah. Bahkan, Nabi pernah menghadiahkan burdah (gamis)-nya kepada Ka’ab ibn Zuhair saat Ka’ab membacakan qasidahnya yang berjudul أداعس تانب . Karena itu, muncullah apa yang disebut dengan Qasidah Burdah. Di masa permulaan Islam ini, berkembang pula genre pidato dan surat korespondensi. Surat-surat pada mulanya dibuat oleh Nabi untuk menyeru raja-raja di sekitar Arab agar masuk Islam.

· Contoh Pusi Arab Modern عومدلا نم ىنيع تفج

فيزنلا نم ىبلق تفجو كبحب ريثا ىبلق لازامو ىيلايل تلازامو ىبلق بذعت قوشلا

نامزلا جاوما عراصي ىبح لازامو ىعمأد ىف بحلا نفس ارجو ىمأد ىف قوشلا نفس ترجو كراظتناو كبح لمحت ءاقللا رظتنت ىنيع تلزامو ىع ومأد ىحسمتو ىتات نا رظتنتو عوجرلا رظتني ىبلق لازامو .. رمعلا بحو

ىبلق بيبح اي كرظتنا تلزامو كليحر دعب نم ىلبت ىنيع تلزامو كبحب ضبني ىبلق لازامو

كبح رظتناو كرظتنا ىبيبح اي كرظتنا كبلق رظتني ىبلقو

كنيعل قاتشت ىنيعو

Artinya: Air mata ini telah habis Luka di hati pun telah kering Aku masih menantimu

(8)

Cintaku masih bergumul dengan zaman Ada perahu cinta mendatangi air mata ini Begitupun dengan perahu rindu

Datang membawa cintamu Yang selalu aku tunggu Aku selalu ingin bertemu Mengharap engkau datang Dan mengusap air mataku, sayang Hati ini menunggu engkau kembali Menuju cinta yang abadi

Ku kan selalu menantimu, cinta Air mata ini selalu datang Semenjak engkau menghilang Tapi, hati tak pernah layu Mengharap cintamu

Aku selalu menunggumu kasih Hatiku menanti hatimu Mataku merindukanmu Aku menunggu cintamu5[5]

Pada masa Bani Umayyah, muncul tema-tema politik dan polemiknya sebagai dampak dari ramainya pergelutan politik dan aliran keagamaan. Namun, pada masa ini Islam juga mencapai prestasi pembebasan (حوتقلا) yang luar biasa, sehingga banyak memunculkan ةيممسلا ةوعدلا و حوتفلا رعش (Puisi Pembebasan dan Dakwah Islam). Para penyair yang terkenal pada masa ini antara lain Dzur Rimah, Farazdaq, Jarir, Akhtal, dan Qais ibn Al-Mulawwih (terkenal dengan sebutan Majnun Laila).

Ø Nastr (prosa)

Adapun prosa ada zaman Bani Abbasiyah, surat menyurat menjadi semakin penting dalam rangka penyelenggaraan sistem pemerintahan yang semakin kompleks. Dalam genre prosa, muncul prosa pembaruan (يديدجتلا رثنلا) yang ditokohi oleh Abdullah ibn Muqaffa dan juga prosa lirik yang ditokohi oleh antara lain Al-Jahizh. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah Kisah Seribu Satu Malam (ةليل و ةليل فلأ). Dalam dunia puisi juga muncul puisi pembaruan yang ditokohi oleh antara lain Abu Nuwas dan Abul Atahiyah.

Masa Bani Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai Masa Keemasan Sastra Arab. Karena Islam juga eksis di Andalusia (Spanyol), maka tidak ayal lagi kesusastraan Arab juga berkembang disana. Pada zaman Harun Al-Rasyid, berdiri Biro Penerjemahan Darul Hikmah. Namun hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa pada masa ini banyak terjadi kekeliruan berbahasa di tengah masyarakat akibat pergumulan yang kuat bangsa Arab dengan bangsa ajam (non Arab).

Contoh Natsr : dalam bentuk khutbah (lihat teks arabnya dalam majalah adz-Dzakhirrah edisi 5)

Khutbah Abu Bakar Ash Shiddiq ketika menjadi khalifah

Sesudah meninggalnya Rasulullah , kaum muslimin memilih Abu Bakar Ash Shiddiq untuk menjadi khalifah, karena keutamaan dan kedudukannya dalam Islam. Abu Bakar Ash Shiddiq adalah orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah dari kalangan laki-laki, beliau adalah orang yang menemani Rasulullah dalam gua (ketika bersembunyi dari kejaran orang kafir), dan beliau adalah seorang yang menemani Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Dan Rasulullah memerintahkan kepada Abu

(9)

Bakar (ketika Rasulullah sakit) untuk menjadi imam kaum muslimin. Dan ketika Abu bakar menjadi khalifah ia berkhutbah kepada manusia. Ia memulai khuthbahnya dengan ucapan tahmid (memuji kepada Allah ) lalu berkata :

(Teks bahasa Arab )

Terjemahannya; :

"Wahai manusia kalian telah menjadikanku sebagai khalifah, dan kalian telah membebaniku dengan suatu perkara padahal aku bukanlah orang yang termulia di antara kalian, maka jika kalian melihatku berada di atas kebenaran bantulah aku, dan jika kalian melihatku berjalan di atas jalan kesesatan maka tunjukilah aku kepada kebenaran, dan hendaklah kalian taat kepadaku selama aku taat kepada Allah ". Dan jika aku durhaka kepada Allah dan perintahku menyelisihi perintah Allah maka janganlah mentaatiku".

"Ingatlah (sesungguhnya) ukuran kuat dan lemah menurutku adalah kebenaran. Orang yang berada di atas kebenaran adalah orang kuat walaupun ia orang yang lemah hingga aku mengambilkan untuknya kebenaran, dan orang yang berada dalam kebatilan adalah lemah walaupun ia kuat hingga aku mengambil darinya kebenaran (yang ia rampas)".

"Inilah perkataanku, dan aku mohon ampunan bagi diriku dan bagi kalian".

Maraji':

Diterjemahkan dari kitab silsilah.

G. Macam-macam sastra

Ø al-adab al-wasfi sering juga disebut dengan al-‘ulum al-adabiyah dan al-adab al-insya’i. Al-adab al-wasfi terdiri dari tiga bagian yakni sejarah sastra (tarikh adab), kritik sastra (naqd adab), dan teori sastra (nazariyah adab).Sejarah sastra adalah bagian al-adab al-wasfi yang memperlihatkan perkembangan karya sastra (kontinuitas dan perubahan sastra sepanjang sastra), tokoh-tokoh, dan ciri-ciri dari masing-masing tahap perkembangan tersebut. Kritik sastra adalah bagian dari al-adab al-wasfi yang memperbincangkan pemahaman, penghayatan, penafsiran, dan penilaian terhadap karya sastra. Teori sastra adalah bagian al-adab al-wasfi yang memperbincangkan pengertian-pengertian dasar tentang sastra, unsur-unsur yang membangun karya sastra, jenis-jenis sastra, dan perkembangan serta kerangka pemikiran para pakar tentang apa yang mereka namakan sastra dan cara mengkajinya.

Ø al-adab al-insyai adalah ekpresi bahasa yang indah dalam bentuk puisi, prosa atau drama yang menggunakan gaya bahasa yang berbeda dari gaya bahasa biasa, karena mengandung aspek estetika bentuk dan makna (memuat rasa, imajinasi, dan pikiran), sehingga memengaruhi terutama rasa, bahkan juga pikiran penikmatnya (pembaca atau pendengar) dan kekuatan isi sebagiannya mengajak mereka pada hal-hal etis.Sementara itu al-adab al-insya’i dibagi ke dalam tiga bagian besar yakni: puisi (as-syi’r), prosa (nasr). Dan drama (al-masrahiyyah). Kendati al-adab al-wasfi dan al-adab al-insya’I sama-sama sastra, tetapi keduanya memiliki beberapa sisi perbedaan. Diantaranya adalah pertama meskipun dalam membaca dan memproduksi al-adab al-wasfi membutuhkan unsure rasa dan imajinasi, tetapi dua hal ini didalamnya lebih kecil disbanding pada adab insyai. Kedua, al-adab al-insyai menjelaskan realitas secara langsung dan bersifat subjektif, sementara al-al-adab al-wasfi menjelaskan realitas secara tidak langsung, karena yang dibahasnya adalah realitas yang ada pada al-adab al-insyai dan harus bersifat objektif (postivistik), meski dalam karya sastra yang bukan fantastic (tidak logis), seperti pada karya realis, harus juga dirujuk pada realitas di luar karya sastra (kebenaran eksternalnya) juga.

Dalam mempelajari tarikh adalah untuk mendapatkan tiga manfaat (faedah) : Untuk mendapatkan pelajaran, mencari pengalaman, dan membuat fatwa.

Faedah pertama : Untuk mendapatkan pelajaran.

(10)

َكششِلَذ }{ ٍقاَو نِم ِا َنّم مُهَل َناششَكاَمَو ْمِهِبوُنُذِب ُا ُمُهَذَخَأَف ِضْرَلْا يِف اًراَثاَءَو ًةّوُق شْمُهْنِم ّدَشَأ ْمُه اوُناَك ْمِهِلْبَق نِم اوُناَك َنيِذّلا ُةَبِقاَع َناَك َفْيَك اوُرُظنَيَف ِضْرَلْا يِف اوُريِسَي ْمَلَوَأ ِباَقِعْلا ُديِدَش ّيِوَق ُهّنِإ ُا ُمُهَذَخَأَف اوُرَفَلَف ِتاَنّيَبْلاِب مُهُلُسُر ْمِهيِتْأَت ْتَناَك ْمُهّنَأِب “Dan apakah mereka tidak berjalan dimuka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang sebelum mereka, mereka itu lebih hebat kekuatannya daripada mereka (lebih banyak) bekas-bekasa mereka dimuka bumi, maka Allah mengadzab mereka disebabkan dosa-dosa mereka dan mereka tidak mempunyai pelindung dari adzab Allah. Yang demikian itu adalah karena telah datang para Rasul kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata lalu mereka kafir, maka Allah mengadzab mereka, sesungguhnya Dia maha keras lagi maha berat siksanya” (QS. Al Mukmin : 21-22).

Faedah kedua : Untuk mencari pengalaman.

Belajar tarikh adalah salah satu cara untuk mencari penglaman, dari sini kamu dapatkan pembelajaran tarikh dalam satu bidang pokok kemiliteran berupa methode (manhaj) belajar pada seluruh bidang militer, sebagai pelajaran tentang berbagai macam peperangan dan bagaimana perang ini bisa mendapatkan kemenangan dan perang ini bisa kalah?

Dengan belajar tarikh akan kamu ketahui sebab-sebab kebangkitan umat dan negara serta sebab-sebab kehancuran dan kekalahannya.

Dengan mempelajari tarikh kamu akan mengetahui karakter-karakter (sifat-sifat) masayarakat dan negara.

Dan bentuk-bentuk yang lainnya dalam mencari pengalaman, semua itu kembali kepada satu hakekat saja yaitu bahwa tarikh akan berulang kembali, karena sesungguhnya sejarah adalah sunnah Allah yang kauniyah dan qadariyah. Dan sunnah-sunnah ini akan tetap dan tidak akan berubah, sebagaiman firman Allah Swt :

ًميِوْحَت ِا ِةّنُسِل َدِجَت نَلَو ًميِدْبَت ِا ِتّنُسِل َدِجَت نَلَف نَيِلّوَلْا َتّنُس ّنِإ َنوُرُظنَي ْلَهَف ِهِلْهَأِب ّنِإ ُءّىّسلا ُرْلَمْلا ُقيِحَيَنَو ِءّىّسلا َرْلَمَو ِضْرَلْا يِف اًراَبْلِتْسا “Tiadalah mereka menanti-nantikan melainkan berlakunya sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang terdahulu, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat pengganti dari sunnah Allah dan sekali-kali kamu tidak akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu” (QS. Al Faathir : 43)

Allah Swt juga berfirman :

ًميِدْبَت ِا ِةّنُسِل َدِجَت نَلَو ُلْبَق نِم اْوَلَخ َنيِذّلا يِف ِا َةّنُس “Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang terdahulu sebelummu dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat perubahan pada sunnah Allah” (QS. Al Ahzaab : 62)

Serta firman Allah Swt :

ًميِدْبَت ِا ِةّنُسِل َدِجَت نَلَو ُلْبَق نِم ْتَلَخ ْدَق يِتّلا ِا َةّنُس “Sebagai suatu sunnah Allah yang telah berlaku sejak dahulu kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan bagi sunnah Allah itu” (QS. Al Fath : 23).

Faedah ketiga : Untuk mengeluarkan fatwa dan hukum-hukum.

Ibnul Qayyim Rhm berkata diberbagai pembahasan di dalam kitabnya (I’laamul Muwaaqi’iin): (Sesungguhnya fatwa adalah memahami yang wajib dalam kondisi sebelumnya) dan yang wajib artinya apa-apa yang dihukumi oleh syareat, sedangkan

Al Waaqi’ adalah keadaan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap hukum syareat di dalamnya. Kadang-kadang kondisi sebenarnya ini bisa menjadi sejarah yang akan datang maupun yang telah lalu. Dan diharuskan di dalam mengeluarkan fatwa untuk melihat di dalam tarikh sesuatu tertentu dan menelitinya. Tidakkah kamu melihat bahwa untuk menghukumi shahihnya (benarnya) hadits atau dhaifnya (lemahnya) harus melihat kepada sejarah-sejarah sejumlah orang yang mereka adalah merupakan rantai sanad hadits tersebut.

(11)

Fil Adaab Al Mu’aashirah) dan kitab (Hu-shuununaa Muhaddidah min Daakhiliha) keduanya karangan DR. Muhammad Muhammad Husain maka kamu akan mengetahui banyak nama-nama orang yang jahat, pemahaman itulah yang mengakibatkan untuk menghukumi mereka diantaranya adalah mengetahui wali-wali (penolong-penolong) mereka yang mengikuti manhaj mereka, dan diantaranya juga peringatan dari kesesatan dan kerusakan mereka, juga larangan melihat kepada buku-buku mereka dan dosa bagi orang yang ikut serta dalam menerbitkan dan menyebarkannya.

Kemudian tidakkah kamu melihat dengan melihat kepada tarikh yang lampau memungkinkan untuk menghukumi akan haramnya mengedarkan beberapa buku-buku yang ada di pasar-pasar kaum muslimin sekarang ini yang sangat banyak mengandung kekufuran yang jelas, seperti buku-buku Arabi Muhyiddin bin (Al Futuuhaat Al Makkiyah) dan (Fu-shuushul Hukmi) yang Ibnu Taimiyah berkata tentangnya bahwa orang itu lebih kafir daripada orang yahudi dan nashrani, Ibnu Taimiyyah berkata : (Syaikh Ibraahiim Al Ja’bari berkata ketika dia berkumpul bersama Ibnu Arabi – pengarang buku ini – beliau berkata : Aku melihanya dia adalah seorang syaikh yang najis yang berdusta dengan setiap kitab yang diturunkan oleh Allah dan setiap nabi yang diutus oleh Allah). Dan Al Faqiih Muhammad bin Abdus Salaam berkata – ketika datang ke Kairo dan orang-orang menanyakan tentang dia – beliau menjawab : Dia adalah syaikh yang jelek dan pendusta yang buruk, dia berkata bahwa alam itu tidak bermula (terjadi dengan sendirinya), dan tidak mengharamkan zina). Ibnu taimiyyah berkata: (perkataannya bahwa : dia berkata bahwa terjadi dengan sendirinya, karena itu adalah perkataannya dan hal ini jelas-jelas merupakan kekufuran, maka Al Faqiih Abu Muhammad juga mengkafirkannya, tidak ada yang lebih jelas daripada apa yang telah dia katakan : Bahwa sesungguhnya alam adalah Allah – hingga perkataannya – dan para Syaikh berkata tentang dia : Sesungguhya dia adalah pendusta lagi pembohong) (Majmu’ Fataawa II / 130-131). Hal ini juga jangan tertipu dengan pujian As Suyuuthi 911 H dan Ibnu Abidin 1202 H, serta selain keduanya kepada Ibnu Arabi 630 H, lihat (Hasyiyah Ibnu Abidin III / 294). Karena mereka hidup beberapa ratus tahun setelahnya dan bukanlah khabar itu seperti melihat secara langsung dan al jarh (kecacatan) lebih dikedepankan daripada At Ta’diil (pengesahan), sedangkan orang yang semasa dengannya dari para ulama’-ulama’ tsiqqah (yang terpercaya) mereka telah menghukuminya kafir, seperti Izzuddiin bin Abdus Salaam 660 H, beliau adalah Abu Muhammad bin Abdus Salaam sebagaimana yang diberi kunyah seperti Ibnu Taimiyyah. Dan masih saja beberapa manusia melakukan kekafiran hingga hari ini disebabkan membaca buku-buku Muhyiddin bin Arabi dan orang-orang yang semisalnya.

Inilah beberapa faedah di dalam mempelajari tarikh baik yang dahulu maupun yang sekarang; mendapatkan pelajaran, mencari pengalaman dan mengeluarkan fatwa yang didasarkan pada pemahaman tentang keadaan-keadaan yang sebenarnya. Inilah keterangan tentang pentingnya mempelajari tarikh, para ulama’ dan pelajar lebih membutuhkan daripada yang lainnya dan pelajaran ini supaya betul-betul dapat menegakkan kewajiban-kewajiban syar’I mereka dengan cara yang benar. Karena itulah kamu dapatkan bahwa para penulis sejarah dari para salaf itu mereka adalah para ulama’ ahli fiqih seperti Ibnu Jariir, Al Haafidz Adz-Dzahabi, Ibnu Katsiir dan Ibnu Khalduun serta yang lainnya, mereka adalah orang-orang yang paling pintar (alim) dengan apa yang telah berlalu dan kondisi yang mana mereka hidup di dalamnya.

Referensi

Dokumen terkait

Namun dewasa ini dengan kedudukan itulah membuat ulama menjadi rebutan banyak golongan, termasuk partai politik dan mereka melamar para ulama untuk menjadi wakil

Menurutnya, yang penting adalah umat Islam dapat melaksankan nila-nilai etik al-Quran dalam kehidupan berpolitik dan bermasyarakat; kedua: Para Ulama al-salaf al-shalih

Sumber hukum Islam adalah al-qur’an dan hadits yang dijelaskan oleh para ulama melaui ijtihadnya, kemudian menghasilkan fiqih, dalam fiqih ada beberapa imam

Memberikan nama kepada anak hukumnya wajib, sebagaimana ucapan Ibnu Hazm rahimahullah: “Para ulama telah sepakat, bahwasannya memberikan nama kepada anak laki-laki dan perempuan

Para ulama telah membahasnya dalam kajian as siyar wa al jihad (perdamaian dan peperangan). Sangat banyak para ahli fiqih yang telah mengkompilasikannya dan dikemudian hari

Karena itulah, paling tidak dapat dijelaskan bahwa simbol 3(tiga) ikan di atas mengungkapkan konsep tasawuf heterodok [Platonisme, Plotinus (Neo- Platonisme), Ibnu

Kita bisa menengok sejarah, bagaimana sikap para imam yang telah disebutkan di atas terhadap para penentang dan ulama-ulama lain yang berbeda pendapat

Pondok Pesantren tra- disional salaf merupakan lembaga pendidikan Islam dibawah kepemimpinan Kyai dan dibantu oleh ses- eorang yang ahli ilmu ulama’ atau para ustadz yang hidup