• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA MENGGUNAKAN METODE PEMODELAN DI SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA MENGGUNAKAN METODE PEMODELAN DI SEKOLAH DASAR"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH

YESENIA ZURINDAYU

NIM F32112007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

(2)

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA

MENGGUNAKAN METODE PEMODELAN

DI SEKOLAH DASAR

ARTIKEL PENELITIAN

YESENIA ZURINDAYU

NIM F32112007

Disetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Hj. Siti Halidjah, M.Pd.

Drs. H. Mastar Asran, M.Pd.

NIP 197205282002122002

Mengetahui,

Dekan FKIP,

Ketua Jurusan Pendidikan Dasar

(3)

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA

MENGGUNAKAN METODE PEMODELAN

DI SEKOLAH DASAR

Yesenia Zurindayu1, Siti Halidjah2, Mastar Asran2

1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan Pontianak 2Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan Pontianak

Email : yesezurindayu@gmail.com

Abstract

Common problem in this research is whether by using modeling method can improve speech skill at third grade student of Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Kota?. The general purpose of this study is to describe the use of modeling methods that can improve the speaking skills of third grade students of State Elementary School 34 Pontianak Kota. This research uses descriptive method with class action research form, and the nature of research is collaborative. Setting the research took place at the State Elementary School 34 Pontianak Kota with the subject of the study of students class III C which amounted to 31 people. Data collection techniques used are interview techniques, direct observation techniques, measurement techniques with data collection tool that is the observation sheet. The data collected in the analysis with the average calculation. This research was conducted 3 cycles. In cycle I the average score of students is 73,23. While in cycle II the average value of students to 76.45 increased by 3.22. In cycle III the average score of 81.61 students increased by 5.16. With the implementation of modeling methods in learning Indonesian language can improve speaking skills, so it can be concluded that the use of modeling methods can be used to improve the ability of speaking class III students in SD Negeri 34 Pontianak Kota.

Keywords: Improvement, Speech Skills, and Modeling Methods

PENDAHULUAN

Berbicara merupakan keterampilan berbahasa Indonesia yang berkembang pada kehidupan. Keterampilan berbicara bukanlah suatu jenis keterampilan yang diwariskan secara turun menurun walaupun pada dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat berbicara. Keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan dan pengarahan. Siswa yang memiliki keterampilan berbicara yang baik, pembicaraannya akan lebih mudah dipahami oleh penyimaknya. Siswa yang tidak mampu berbicara dengan baik dan benar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran disemua mata pelajaran.

Tidak semua siswa dapat berbicara bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam berkomunikasi secara lisan. Berbicara sangat erat berhubungan dengan penguasaan

kosa kata yang diperoleh siswa. Oleh karena itu pembelajaran keterampilan berbicara menjadi pusat perhatian guru terhadap siswa dalam berkomunikasi sehari-hari di dalam kelas maupun di luar kelas. Berdasarkan hasil observasi di SDN 34 Pontianak Kota, terlihat bahwa keterampilan berbicara di sekolah dasar tersebut kurang diperhatikan.

Banyak siswa yang berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang belum baik dan benar. Berdasarkan hasil observasi di Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Kota kelas III tahun ajaran 2016/2017, yang terdiri dari 30 orang, siswa yang berkemampuan baik dalam berbicara hanya sekitar 8 orang 27% dan 73% siswa belum dapat berbicara dengan baik dan benar dalam berbicara bahasa Indonesia.

Kondisi seperti ini kalau dibiarkan terus akan berdampak kurang baik terhadap proses

(4)

2

melatar belakangi adanya upaya peningkatan pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa SDN 34 Pontianak Kota kelas III.

Beberapa faktor yang melatar belakangi masalah rendahnya keterampilan berbicara pada siswa diantaranya yaitu: (1) siswa kurang berminat dan termotivasi dalam kegiatan berbicara, Setiap pada pembelajaran terkait kemampuan berbicara siswa kurang antusias dan tidak memperhatikannya dengan baik, (2) sikap siswa ketika berbicara dalam kegiatan berbicara terlihat tegang dan kurang rileks. Pada umumnya siswa merasa takut dan malu ketika harus berbicara di depan kelas. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kualitas siswa yang masih kesulitan dalam mengucapkan bahasa lisan yang akan di sampaikan, (3) kurang latihan keterampilan berbicara diterapkan dalam pembelajaran. Keadaan ini mengakibatkan siswa tidak terbiasa terlatih kemampuan berbicara terutama di depan kelas dan ketepatan. Siswa dalam menggunakan bahasa masih kurang, siswa kurang mampu mengorganisasikan perkataannya sehingga pembicaraan masih terbata-bata, (4) saat proses pembelajaran keterampilan berbicara yang di terapkan guru masih menggunakan metode konvensional, sehingga mengurangi minat dan antusias bagi siswa dan biasa guru hanya terpaku kepada buku pelajaran dan mengunakan metode penugasan berbicara secara individu yang menyita banyak waktu.

Beberapa faktor penyebab rendahnya keterampilan berbicara akan berdampak pada rendahnya keterampilan berbicara siswa yang akan berkelanjutan di kedepannya. Keadaan tersebut juga menyebabkan siswa kurang terampil saat berbicara terutama di depan kelas maupun diluar kelas, sehingga keadaan tersebut juga mempengaruhi prestasi siswa dan nilai criteria ketuntasan minimal yang telah di terapkan oleh sekolah.

Sebagai salah satu untuk mengatasi hal tersebut peneliti menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Metode dalam pembelajaran memang banyak dan baik tetapi tidak semua metode tepat digunakan dalam pencapain tujuan pembelajaran keterampilan berbicara, salah satu metode yang diterapkan secara tepat dan melibatkan seluruh siswa di

kelas aktif berbicara adalah dengan metode pemodelan.

Beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan metode pemodelan, misalnya Tarmizi (2013:89) menyatakan peningkatan keterampilan berbicara dengan menggunakan metode pemodelan dapat meningkatkan motivasi anak sehingga hasil belajar lebih baik, sedangkan menurut Sodikin (2009:55), menyatakan bahwa anak-anak tertarik dalam pembelajaran bila contoh atau model.

Penelitian ini menggunakan metode pemodelan sebagai metode yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas III SDN 34 Pontianak Kota. Dengan metode pemodelan diterapkan untuk mengatasi masalah keterbatasan berbicara pada siswa. Melalui metode pemodelan siswa dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, menghilangkan rasa takut, siswa menjadi berani, mampu menumbuh kembangkan potensi intelektual, sosial dan emosional dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Metode pemodelan membuat siswa merasa senang dengan melakukan aktivitas belajar sambil bermain.

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan umum adalah Apakah dengan menggunakan metode pemodelan dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Kota?”

(5)

mengembangkan kepribadian, serta memperluas wawasan kehidupan (6) Siswa menghargai, membanggakan sastra sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas,2006:18) bahwa, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencangkup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Ruang lingkup pembelajaran Bahasa Indonesia mengarah kepada peningkatan kemampuan berkomunikasi, karena keempat kemampun bahasa tersebut saling berkaitan dan memiliki peranan penting dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.

keterampilan sebagai kemampuan anak dalam melakukan berbagai aktivitas seperti motorik, berbahasa, sosial emosional, kognitif dan afektif. Keterampilan merupakan kemampuan melakukan suatu kegiatan sesuai bidang dengan cekat, cepat, tepat dan tidak ragu-ragu dalam menyelesaikan sesuatu. Keterampilan perlu dilatih kepada siswa sejak dini supaya masa yang akan datang anak akan tumbuh menjadi seseorang yang terampil dan cekatan dalam melakukan segala aktivitas.

Tarigan (2008:15) menyatakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta gagasan dan perasaan menyampaikan pikiran, Sejalan dengan Tarigan, Mulgrave 1954 (dalam Solchan T.W, dkk:11.9) berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi kata-kata atau bahasa untuk mengekspresikan pikiran. Berbicara adalah kemampuan manusia dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi, berkomunikasi, atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan maksud (gagasan, pikiran, ide, atau isi hati) kepada orang lain sehingga maksud tersebut mudah dipahami oleh orang lain. Setiap manusia di karuniai kemampuan berbicara. Oleh karena itu, keterampilan berbicara sedini mungkin di berikan kepada siswa.

Kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi/kata-kata untuk mengespresikan, menyatakan serta mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Bahasa lisan sebagai alat komunikasi berupa simbol yang di hasilkan oleh ucap manusia. Dawson, (Tarigan 2008:5) berbicara dengan bantuan alat peraga akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik kepada pihak penyimak. Umumnya, sang anak akan mempergunakan/meniru bahasa yang di dengarnya.

Manfaat dari keterampilan berbicara adalah untuk memperlancar komunikasi antar sesama manusia, pemberitahuan berbagai informasi, sehingga pesan itu dapat diterima secara utuh, serta meningkatkan kepercayaan diri dan kewibawaan diri.

Puji Santoso, dkk (2008:7.19-7.24) mengemukakan bahwa ada tiga jenis tes yang dapat digunakan untuk menilai atau mengukur kemampuan berbicara, yaitu tes respons terbatas, tes terpandu dan tes wawancara. Keterampilan berbicara adalah cara berinteraksi/berkomunikasi dengan orang-orang disekitar. Dengan metode pemodelan siswa dapat berkomunikasi menemukan pengalaman, meningkatkan pengetahuan, serta dapat mengembangkan bahasanya sehingga keterampilan berbicara siswa dapat meningkat.

Supriyadi (2005:178) menyatakan bahwa apabila anak seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antar individu. Keuntungan profesional diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan, fakta-fakta pengetahuan, menjelaskan, mendeskripsikan.

(6)

4

diterima oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya hubungan timbal balik secara aktif dalam kegiatan berbicara antara pembicara dengan pendengar membentuk kegiatan berkomunikasi menjadi lebih efektif dan efisien.

Puji Santosa, dkk (2008:6.35) bahwa jenis berbicara berdasarkan situasinya sebagai berikut: (1) berbicara berdasarkan tujuannya, (2) berbicara berdasarkan situasi, (3) berbicara berdasarkan penyampaian, dan (4) berbicara berdasarkan jumlah pendengar.

Willem (Syukur Gazali, 2010:142) berpendapat bahwa para pembelajar harus bisa menggunakan strategi-strategi dalam komunikasi dengan tepat agar bisa menjadi kesenjangan antara kemampuan yang sudah ia dapatkan didalam kelas dengan tuntutan dari situasi komunikasi nyata, untuk mencapai ketrampilan berbicara tergantung dari strategi individu dan cara yang harus dilakukan. Baik itu berupa latihan mendengar, menyimak, atau membaca membantu untuk berkomunikasi dengan lancar dan tepat.

Nurhadi (2010:49) Pemodelan dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan membahaskan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demontrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.

Metode pemodelan harus diikuti dengan kesiapan guru, dalam hal ini guru harus merencanakan metode pemodelan yang efektif.

Burhan Nurgiyantoro (2010:37), Penilaian hasil pembelajaran merupakan kurikulum dari pelaksanaan pendidikan secara keseluruhan. Maka, pengembangan sistem evaluasi hasil pembelajaran haruslah di rancang bersamaan dengan pengembangan suatu kurikulum sehingga terjadi keselarasan dengan komponen yang lain. Lewat penilaian itu diperoleh informasi tentang seberapa baik keberhasilan peserta didik dan sekaligus sebagai umpan balik, oleh karena itu penilaian

harus mendapatkan perhatian secukupnya dalam proses pembelajaran.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Menurut Puji Santosa, dkk (2008:6.34) Berbicara sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial karena berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologist, dan linguistik secara luas.

Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut (Igak Wardhani, dkk ,2007:1.4) penelitian yang dilakukan oleh guru didalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

Penelitian ini bersifat kolaboratif yaitu antara peniliti dengan guru. Menurut Sukardi (2015:19) Prinsip bekerja secara kolaboratif dalam penelitian tindakan kelas, sesuai dengan teori dasar undulasi yang memandang bahwa kebenaran dari suatu objek atau subjek yang ingin diteliti dapat diperoleh melalui kemampuan peneliti, di mana penelitian ini lebih baik dilakukan dua orang atau lebih. Maksud pendapat para ahli diatas adalah peneliti dan guru berkerja sama mencari suatu penyebab permasalahan kurang antusiasnya siswa di saat pembelajaran, dan melakukan tindakan perbaikkan untuk meningkatkan keterampilan peserta didiknya dengan metode tertentu.

Suharsimi Arikunto (2010:137) bahwa dalam Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

Subjek penelitian ini adalah guru sebagai peneliti dan seluruh siswa kelas III C Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Kota. Berjumlah 31 orang, terdiri dari 16 orang laki-laki dan 15 orang perempuan.

(7)

Menurut Sugiyono (2016: 308) “Teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah Lembaran pengamatan berupa IPKG 1 dan IPKG 2 yang sudah dimodifikasi mengamati kemampuan guru merancang, melaksanakan pembelajaran. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah lembaran pengamatan dan lembaran pencermatan dokumen.

Untuk menganalisis kemampuan guru merancang, melakukan, serta meningkatkan keterampilan berbicara siswa peneliti menggunakan, rumus untuk mencari rata-rata menurut Burhan Nurgiantoro (2010: 219) yaitu sebagai berikut:

𝑋̅ =∑ 𝑥𝑁 ... (1) Keterangan :

𝑋̅ = nilai rata-rata (mean)

∑ x = jumlah nilai seluruh siswa N = jumlah siswa

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas (classroom action research) ini dilaksanakan pada siswa kelas III C Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Kota dengan jumlah siswa 31 orang yang terdiri atas 14 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Penelitian ini dilakukan sebanyak tiga siklus. Untuk melihat perbandingan peningkatan hasil pelaksanaan penelitian pada tiap siklus, berikut akan dipaparkan hasil penelitian pembelajaran berbicara dengan menggunakan metode pemodelan di kelas III Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Kota sebagai berikut. pada siklus I nilai rata-rata siswa 73,23. Sedangkan pada siklus II nilai

rata-rata siswa menjadi 76,45 meningkat sebesar 3,22. Pada siklus III nilai rata-rata siswa 81,61 meningkat sebesar 5,16.

Pembahasan

Proses pelaksanaan penelitian dilakukan dengan mengadakan 3 siklus pada saat pembelajaran berbicara menggunakan metode pemodelan. Berikut pembahasan sesuai dengan sub masalah yang sudah ditentukan.

Rekapitulasi hasil penelitian terhadap kemampuan guru merancang pembelajaran (RPP) berbicara menggunakan metode pemodelan adalah sebagai berikut.

Tabel 1

Kemampuan Guru Merancang Pembelajaran Menggunakan Metode Pemodelan

No Aspek yang Diamati Siklus

I

Siklus II

Siklus III 1 Perumusan tujuan pembelajaran 3,00 3,00 3,50 2 Pemilihan dan Pengorganisasian Materi Ajar 2,67 3,00 3,17 3 Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran 3,00 3,00 3,50 4 Skenario/kegiatan pembelajaran 3,03 3,43 3,83 5 Penilaian hasil belajar 3,00 3,30 3,83

Skor Total 14,70 15,73 17,83

Skor Rata-Rata 2,94 3,15 3,56

Kategori Sedang Baik Baik

Sekali

Berdasarkan analisi tabel di atas hasil penilaian kemampuan guru merancang pembelajaran pada siklus I sebesar 2,94

dengan kategori “sedang”. Hal ini dikarekan

pada aspek penilaian hasil belajar

memperoleh nilai sebesar 3, khususnya aspek pemilihan dan pengorganisasian materi ajar hanya memperoleh nilai 2,67, sedangkan pada siklus II sebesar 3,15 dengan kategori

(8)

6

pembelajaran ada peningkatan menjadi 3,43 karena ada perbaikan berdasarkan saran yang diberikan kolaborator untuk memperbaiki. Pada siklus III sebesar 3,56 dengan kategori

“baik sekali”, hal ini menunjukkan adanya

perbaikan dalam beberapa aspek, khususnya

aspek penilaian hasil belajar yang meningkat menjadi 3,83.

Kemampuan guru melaksanakan pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2

Kemampuan Guru Melaksanakan Pembelajaran Menggunakan Metode Pemodelan

No. Aspek yang Diamati Siklus

I

Siklus II

Siklus III

1 Prapembelajaran peninggatan keterampilan

berbicara menggunakan metode pemodelan 3,00 3,25 3,50

2

Membuka Pembelajaran peninggatan

keterampilan berbicara menggunakan metode pemodelan

3,00 3,25 3,50

3

Kegiatan Inti Pembelajaran peninggatan keterampilan berbicara menggunakan metode pemodelan penelitian berlangsung guru lupa menyampaikan refleksi pembelajaran, pada aspek kegiatan inti hanya memperoleh skor 2,96. Kemudian pada siklus II meningkat menjadi 3,29 hal ini dikarenakan masukan dari kolaborator untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang sudah dibuat, sehingga ada perbaikan pada aspek refleksi pembelajaran dan memperoleh skor

3,50. Pada siklus III aspek refleksi pembelajaran melibatkan siswa meningkat menjadi 3,67. Sedangkan kemampuan guru melaksankan pembelajaran pada siklus I sebesar 2,99 dengan kategori “sedang”, kemudian pada siklus II sebesar 3,29 dengan

kategori “baik”, pada siklus III sebesar 3,50 dengan kategori “baik sekali”.

Hasil analisis keterampilan siswa berbicara menggunakan metode pemodelan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

(9)

No

Nama

Siklus I

Siklus II

Siklus III

Total

skor

Nilai

teks

Total

skor

Nilai

teks

Total

skor

Nilai

teks

6

AP

13

65

15

75

17

80

7

AA

16

80

17

80

18

80

8

CO

14

70

15

75

17

80

9

CG

14

65

14

70

17

80

10 CS

17

80

18

85

19

90

11 CP

17

75

18

85

19

90

12 DA

15

75

17

80

18

85

13 FT

12

65

13

70

15

75

14 FS

14

65

14

70

14

75

15 IA

17

80

17

85

18

85

16 IS

14

70

14

70

16

80

17 KR

17

80

18

85

19

90

18 KA

17

80

18

80

19

85

19 MA

13

70

15

75

17

80

20 MR

14

70

15

75

16

80

21 NO

18

80

18

80

18

85

22 PF

14

70

15

70

15

80

23 PZ

15

80

17

80

18

85

24 RA

15

75

16

75

17

80

25 RW

13

65

13

70

14

75

26 RR

18

80

18

80

19

85

27 RO

13

65

14

70

15

75

28 RF

15

75

17

75

18

80

29 RA

15

75

16

75

18

80

30 SF

14

70

15

70

17

75

31 SR

15

80

16

80

18

85

Jumlah Skor Keseluruhan

Siswa

461

491

529

2530

Skor Rata-rata

14.87

15.84

17.06

Nilai Teks Rata-rata

73.23

76.45

81.61

Jumlah Siswa yang Tuntas

16

23

28

Jumlah Keseluruhan Siswa

31

31

31

Ketuntasan Belajar Klasikal

51.61%

74.19%

90.32%

Berdasarkan hasil analisis tabel di atas, keterampilan siswa berbicara mengalami peningkatan setiap siklusnya. Pada siklus I nilai rata-rata siswa 73,23 sedangkan ketuntasan klasikal kelas 51,61%, dari 31

(10)

8

merespon ketika guru sedang menjelaskan, selain itu guru juga masih belum mampu menguasai kelas secara menyeluruh. Pada siklus II nilai rata-rata siswa 76,45 sedangkan ketuntasan klasikal kelas 74,19%, Dari 31 orang siswa, 23 siswa tuntas. Pada siklus III nilai rata-rata siswa 81,61 dengan ketuntasan klasikal kelas sebesar 90,32%, dari 31 orang yang tuntas 28 orang. Hal ini menunjukkan bahwa setiap siklusnya ada peningkatan baik dalam aspek nilai rata-rata siswa maupun dalam aspek ketuntasan klasikal kelas.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kemampuan guru merancang RPP dari siklus I yaitu 2,94 meningkat pada siklus II menjadi 3,15 dengan peningkatan 0,21, kemudian pada siklus III meningkat lagi menjadi 3,56 dengan peningkatan 0,41 dengan kategori baik sekali.

Kemampuan guru melaksanakan pembelajaran pada siklus I sebesar 2,99 mengalami peningkatan di siklus II menjadi 3,29 dengan peningkatan 0,30. Pada siklus III meningkat lagi menjadi 3,50 dengan selisih 0,21 dengan kategori baik sekali.

Keterampilan siswa berbicara mengalami peningkatan setiap siklusnya. Pada siklus I nilai rata-rata siswa 73,23. Sedangkan pada siklus II nilai rata-rata siswa menjadi 76,45 meningkat sebesar 3,22. Pada siklus III nilai rata-rata siswa 81,61 meningkat sebesar 5,16. Hal ini menunjukkan bahwa metode pemodelan sudah baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Kota.

Saran

Guru sekolah dasar dapat memilih metode yang sesuai dengan karakter siswa, dalam hal ini yaitu menggunakan metode pemodelan untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa.

Guru pengampu mata pelajaran hendaklah lebih meningkatkan kompetensi, baik kompetensi peningkatan mutu pembelajaran maupun kompetensi dalam

penyusunan strategi pembelajaran khususnya dalam pembelajaran menulis.

Dalam setiap pembelajaran, guru hendaklah memberikan penguatan yang bervariasi dan lebih memotivasi siswa, sehingga siswa tidak mudah jenuh di dalam kelas pada saat pembelajaran berlangsung.

DAFTAR RUJUKAN

BNSP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta:

Departemen Pendidikan Sekolah Dasar.

Burhan Nurgiyanto. (2010). Penilaian

Pembelajaran Bahasa.Yogyakarta:

BPFE-Yogyakarta.

Henry Guntur Tarigan. (2008). Berbicara

Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Henry Guntur Tarigan. (2009) Pengajaran

Kompetensi Bahasa. Bandung:

Angkasa.

Henry Guntur Tarigan. (2009). Strategi

Pengajaran Dan Pembelajaran Bahasa.

Bandung: Angkasa.

Igak Wardhani. (2007). Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.

Puji Santosa. (2008). Materi dan

Pembelajaran Bahasa indonesia SD.

Jakarta: Universitas Terbuka

Sodikin. (2009). Peningkatan Kemampuan Bercerita melalui Pemodelan dalam Video Compact Disk pada Siswa Kelas

Suharsimi Arikunto. (2010). Penelitian

(11)

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2015). Metode Penelitian

Pendidikan Tindakan Kelas

Implementasi dan Pengembangan.

Jakarta: Bumi Aksara

Syukur Ghazali. (2010). Pembelajaran

Keterampilan Berbahasa Dengan

Pendekatan Komunikatif-Interaktif:

Guru besar universitas Malang.

Tarmizi. (2013). Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Siswa dengan Teknik Pemodelan di Kelas VIIID SMP Negeri

19 Kota Bengkulu. Tesis: Universitas

Gambar

Tabel 1
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi implementasi itu adalah untuk membentuk hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran kebijakan Negara di wujudkan sebagai : “outcome (hasil

• Bapak Rudy Susanto, S.Kom., selaku Kepala Laboratorium Penelitian dan Pengem- bangan Jurusan Sistem Komputer, beserta seluruh karyawan, yang telah memberikan pelayanan yang

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning dan alat peraga Visual Gambar Peraga Daur Air dapat

Penetapan tersangka dilakukan Bareskrim Polri setelah melakukan gelar perkara terbuka terbatas di Mabes Polri sejak kemarin, Selasa (15/11/2016).”Diraih

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran 27 Gambar 3.1 : Skala Interval Variabel Asas Transaksi Syariah 30 Gambar 3.2 : Skala Interval Variabel Sikap Terhadap Risiko 31 Gambar 3.3

Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah pada tujuan penelitian, yaitu penelitian ditujukan untuk mengetahui pengaruh toleransi risiko terhadap

Berdasarkan hasil penelitian di atas, kemauan membayar pajak dan tingkat pemahaman wajib pajak mempunyai nilai yang signifikan 0,079 dan 0,000, yang artinya nilai ini lebih kecil

• Dalam implementasi dengan bahasa Ada, fungsi Valid dapat dihilangkan, karena dalam pembentukan sebuah JAM dapat memanfaatkan sub type untuk HH, MM dan SS serta