commit to user
PENGARUH SUPLEMENTASI BETAIN DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMAN AYAM BROILER BETINA
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh : Dwi Yulianingsih
H0507033
Oleh :
Susan Dikta Mentari
H0507071
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
commit to user
PENGARUH SUPLEMENTASI BETAIN DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMAN AYAM BROILER BETINA
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh :
Susan Dikta Mentari
H0507071
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
1
PENGARUH SUPLEMENTASI BETAIN DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMAN AYAM BROILER BETINA
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
Susan Dikta Mentari
H0507071
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 24 Januari 2012
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan tim penguji
Ketua
Dr. sc. agr. Adi Ratriyanto, S.Pt., MP NIP. 19720421 200012 1 001
Anggota I
Nuzul Widyas, S.Pt., MSc NIP. 19810718 200501 2 002
Anggota II
Wara Prastitis S. S, S.Pt., MP NIP. 19730422 200003 2 001
Surakarta, Maret 2012 Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 1 001
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan pada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat dan nikmat yang penulis dapatkan, sehingga pada kesempatan kali ini
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Suplementasi Betain
dalam Ransum terhadap Performan Ayam Broiler Betina.
Penulis menyadarai bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, tidaklah mungkin skripsi ini dapat terselesaikan pada saat ini. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Kepala Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian UNS Surakarta.
3. Dr. sc. agr. Adi Ratriyanto, S. Pt, MP. selaku pembimbing utama dan dosen
penguji.
4. Nuzul Widyas, S.Pt, MSc. selaku pembimbing pendamping dan dosen penguji.
5. Wara Prastitis S. S, S.Pt., MP. selaku dosen penguji.
6. Bapak, Ibu dosen dan Staf Jurusan Peternakan atas pengajaran dan bimbingan.
7. Orang tua, kakakku, kakak iparku, dan ponakanku atas cinta, kasih sayang,
doa dan materiil.
8. Kakakku “Samuel Agus K.” yang selalu memberi doa, bantuan dan semangat.
9. Teman-teman Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
Maret Surakarta angkatan 2007 serta semua pihak yang telah membantu
sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.
Surakarta, Maret 2012
commit to user
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMANPENGESAHAN ... ii
KATAPENGANTAR ... iii
DAFTARISI ... iv
DAFTARTABEL ... vi
DAFTARGAMBAR ... vii
DAFTARLAMPIRAN ... viii
RINGKASAN ... ix
SUMMARY ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Ayam Broiler ... 4
B. Betain ... 5
C. Performan Ayam Broiler ... 7
1. Konsumsi Ransum ... 7
2. Pertambahan Bobot Badan ... 8
3. Konversi Ransum ... 9
4. Rasio Efisiensi Protein ... 9
HIPOTESIS ... 11
III.MATERI DAN METODE ... 12
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 12
B. Bahan dan Alat Penelitian ... 12
C. Persiapan Penelitian ... 15
D. Pelaksanaan Penelitian ... 16
commit to user
v
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
A. Kondisi Umum ... 18
B. Konsumsi Ransum ... 18
C. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) ... 19
D. Konversi Ransum ... 20
E. Rasio Efisiensi Protein (REP) ... 21
V. KESIMPULAN ... 23
DAFTAR PUSTAKA ... 24
commit to user
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Judul
1. Kebutuhan Nutrien Ayam Broiler ... 12
2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan untuk Ransum dalam BK ... 13
3. Susunan Ransum Basal Fase Starter dan Fase Finisher (as-fed) ... 13
4. Kandungan Nutrien Ransum Basal Fase Starter dan Fase Finisher (%) dalam BK ... 13
5. Program Pemberian Vaksin ... 14
6. Rerata Konsumsi Ransum Ayam Broiler Betina Selama Penelitian (g/ekor/hari) ... 18
7. Rerata PBBH Ayam Broiler Betina Selama Penelitian (g/ekor) ... 19
8. Rerata Konversi Ransum Ayam Broiler Betina Selama Penelitian ... 20
9. Rerata REP Ayam Broiler Betina Selama Penelitian ... 21
commit to user
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Struktur Kimia Betain ... 5
commit to user
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman
1. Analisis Variansi Rerata Konsumsi Ransum Ayam Broiler Betina
(g/ekor/hari) ... 28
2. Analisis Variansi Rerata Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Ayam Broiler betina (g/ekor) ... 30
3. Analisis Variansi Rerata Konversi Ransum Ayam Broiler Betina ... 32
4. Analisis Variansi Rerata Rasio Efisiensi Protein (REP) Ayam Broiler Betina ... 34
5. Suhu Lingkungan dan Dalam Kandang selama Penelitian ... 36
6. Denah Kandang ... 38
commit to user
x
PENGARUH SUPLEMENTASI BETAIN DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMAN AYAM BROILER BETINA
Susan Dikta Mentari
H0507071
RINGKASAN
Betain merupakan aditif pakan yang berfungsi sebagai osmolit dan sebagai
donor gugus metil. Sebagai osmolit, betain menjaga stabilitas sel epitel saluran
pencernaan terhadap perbedaan tekanan osmotik, sehingga dapat meningkatkan
kecernaan nutrien. Betain mempunyai tiga gugus metil (CH3) dan dapat
melepaskan gugus tersebut pada reaksi transmetilasi untuk mensintesis berbagai
substansi metabolik yang penting seperti karnitin dan kreatin. Betain sebagai
donor gugus metil diharapkan meningkatkan ketersediaan metionin untuk sintesis
protein sehingga menghasilkan pertumbuhan yang optimal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi betain dalam ransum cukup
metionin dan level suplementasi betain yang paling optimum terhadap performan
ayam broiler betina.
Penelitian ini dilaksanakan di Mini Farm Program Studi Peternakan di Desa
Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, selama 42 hari
mulai tanggal 29 Juni sampai 9 Agustus 2011. Materi yang digunakan adalah
ayam broiler betina sebanyak 200 ekor yang dibagi dalam 4 macam perlakuan dan
5 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam broiler betina. Penelitian ini
dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Ransum basal tersusun dari jagung kuning, bekatul, bungkil kedelai, tepung
ikan, onggok, L-lysine HCl, DL-methionine, kalsit, premix, garam dan betain dalam bentuk betain anhidrous. Perlakuan yang diberikan meliputi ransum basal
tanpa suplementasi betain (P0), sedangkan ransum basal yang disuplementasi
betain sebesar 0,1, 0,2, dan 0,3% disebut sebagai P1, P2 dan P3. Peubah yang
diamati meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian (PBBH),
commit to user
xi
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa suplementasi betain sampai taraf
0,3% memberikan pengaruh tidak nyata terhadap semua peubah yang diamati.
Kesimpulan adalah suplementasi betain sampai taraf 0,3% dalam ransum tidak
mempengaruhi konsumsi ransum, PBBH, konversi ransum dan REP ayam broiler
betina.
commit to user
xii
EFFECT OF BETAINE SUPPLEMENTATION IN THE DIET
ON PERFORMANCE TRAITS OF FEMALE BROILERS
Susan Dikta Mentari
H0507071
Summary
Betaine is a feed additive which acts as an osmolyte and as a methyl group
donor. As an osmolyte, betaine stabilize the epithelial cells against the osmotic
gradient along the intestinum, thus may increase the digestibility of nutrients.
Betaine has three methyl groups (CH3) and can release its methyl group into
transmethylation reactions to synthesismetabolically important substances such as
carnitine and creatine. As a methyl donor, betaine is expected to increase the
availability of methionine for protein synthesis to produce optimal growth. This
study aimed to determine the effect of betaine supplementation in a methionine adequate diet and the optimum level of betaine supplementation on performance
traits of female broilers.
The study was conducted for 42 days started on 29 Juny to 9 August 2011,
in experimental farm of Department of Animal Science, Faculty of Agriculture
Sebelas Maret University located in Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar. The
material used were 200 female broiler chicks which were divided into four
treatments and five replicates, every replication consisted of ten female broilers.
The research was carried out experimentally using the Completely Randomized
Design (CRD).
The basal rations consisted of yellow corn, wheat, soybean meal,fish meal,
tapioca waste, L-lysine HCl, DL-methionine, limestone, premix, salt and anhydrous betaine. The basal diet without betaine supplementation was defined as
P0, whereas the rest three treatments were basal diet supplemented with betaine as
commit to user
xiii
The observed variables included feed consumption, average daily gain (PBBH),
feed conversion, protein efficiency ratio (REP).
The results of analysis variance indicated that betaine supplementation did
not affect performance traits. It can be concluded that betaine supplementation up
to 0.3% in the diet did not improve on feed consumption, average daily gain, feed
conversion and protein efficiency ratio of female broilers fed diet adequate in
methionine.
commit to user
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ayam broiler merupakan ternak yang ekonomis karena mampu
menghasilkan daging dalam waktu yang cepat. Kelebihan ayam boiler tersebut
dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya
untuk mencukupi kebutuhan daging. Usaha peningkatan kualitas dan kuantitas
produk dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan nutrien ayam broiler dalam
ransum melalui suplementasi nutrien misalnya dalam bentuk pemberian aditif pakan
(feedadditive).
Salah satu aditif pakan yang memegang peranan penting baik pada
saluran pencernaan maupun pada metabolisme adalah aditif sebagai donor
gugus metil (CH3) (Eklund et al., 2005). Pada hewan vertebrata, termasuk unggas, gugus metil tidak dapat disintesis di dalam tubuh sehingga menjadi
komponen yang harus dipenuhi di dalam ransum. Bahan aditif sebagai donor
gugus metil yang potensial untuk digunakan adalah metionin, kolin dan betain.
Akan tetapi ketersediaan substansi-substansi tersebut untuk transmetilasi tidak
setara. Metionin yang digunakan sebagai donor gugus metil harus dikonversi
menjadi S-adenosilmetionin (SAM), untuk kemudian menjadi homosistein dan
sebagian besar metionin diperlukan untuk sintesis protein. Sedangkan, kolin
harus dikonversi terlebih dahulu menjadi betain. Fungsi kolin digunakan dalam
pembentukan membran sel dan neurotrasmitter. Betain dapat secara langsung digunakan sebagai donor gugus metil (Metzler-Zebeli et al., 2009; Pillai et al., 2006; Ratriyanto et al., 2009).
Betain merupakan bahan aditif yang mempunyai potensi meningkatkan
status nutrisi pada ternak tanpa menyediakan nutrien secara langsung, tetapi
mengoptimalkan penggunaan nutrien yang ada pada ransum. Berdasarkan
struktur kimiawinya (Gambar 1), betain mempunyai berbagai peran baik pada
saluran pencernaan maupun metabolisme (Ratriyanto et al., 2009). Pada metabolisme, betain berfungsi sebagai donor gugus metil pada proses
commit to user
transmetilasi. Betain mempunyai tiga gugus metil dan dapat melepaskan gugus
metil yang dimilikinya pada reaksi transmetilasi untuk mensintesis
substansi-substansi yang sangat penting untuk metabolisme, misalnya karnitin dan
kreatin (Kidd et al., 1997). Betain sebagai donor gugus metil diharapkan meningkatkan ketersediaan metionin untuk sintesis protein sehingga
menghasilkan pertumbuhan yang optimal. Selain itu pada saluran pencernaan
betain memiliki fungsi osmotik baik bagi sel epitel maupun mikroflora saluran
pencernaan, sehingga berpotensi meningkatkan kecernaan nutrien.
Meningkatnya kecernaan nutrien berkorelasi dengan meningkatnya performan
ternak (Eklund et al., 2005).
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa suplementasi betain sebesar
0,1% dalam ransum mempengaruhi kinerja pertumbuhan ayam broiler dalam
kondisi cekaman panas (Farooqi et al., 2005). Menurut Honarbakhsh et al. (2007a, b) suplementasi betain sebanyak 0,08-0,23% dalam ransum dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan nilai konversi pakan
pada ayam broiler jantan. Level optimum suplementasi betain terhadap
performan, pengaruh kondisi yang optimal dan betain sebagai suplemen dalam
ransum yang berkecukupan metionin belum diketahui. Oleh sebab itu,
dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dan level optimum
suplementasi betain dalam ransum terhadap performan ayam broiler betina.
B.Rumusan Masalah
Betain mempunyai peran baik pada saluran pencernaan maupun
metabolisme. Osmoregulasi adalah kemampuan sel untuk mempertahankan
struktur dan fungsinya dengan mengatur pergerakan air dari dan keluar sel.
Proses pencernaan dan penyerapan nutrien membutuhkan perlindungan dari
substansi osmolit untuk menjaga stabilitas pertukaran air dalam sel usus.
Betain dianggap penting sebagai substansi osmolit. Betain memiliki fungsi
osmotik baik bagi sel epitel maupun mikroflora saluran pencernaan, sehingga
berpotensi meningkatkan kecernaan nutrien. Meningkatnya kecernaan
commit to user
berfungsi sebagai donor gugus metil pada proses transmetilasi. Betain
mempunyai tiga gugus metil dan dapat melepaskan gugus tersebut pada reaksi
transmetilasi untuk memsintesis berbagai substansi metabolik yang penting
seperti karnitin dan kreatin. Betain sebagai donor gugus metil diharapkan
meningkatkan ketersediaan metionin untuk sintesis protein sehingga
menghasilkan pertumbuhan yang optimal.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan level optimum
dari suplementasi betain dalam ransum terhadap performan ayam broiler
betina.
C.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh suplementasi betain dalam ransum terhadap
performan ayam broiler betina.
2. Mengetahui level optimum suplementasi betain dalam ransum terhadap
commit to user
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan hasil rekayasa genetika dengan cara
perkawinan silang sehingga diperoleh ayam yang memiliki pertumbuhan
cepat dan memiliki karakteristik ekonomis (Murtidjo, 1987; Yusdja, 2011).
Ayam Broiler merupakan ayam penghasil daging yang memiliki kecepatan
tumbuh pesat dalam kurun waktu singkat (Rasyaf, 1994). Suprijatna et al, 2005) menyatakan ayam broiler mampu memproduksi daging secara optimal
dengan hanya mengkonsumsi ransum dalam jumlah relatif sedikit.
Keunggulan ayam broiler adalah dagingnya empuk, ukuran badan
besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap ransum cukup
tinggi, sebagian besar dari ransum diubah menjadi daging dan pertambahan
bobot badan sangat cepat. Keunggulan ayam broiler tersebut didukung oleh
sifat genetik dan keadaan lingkungan yang meliputi ransum, suhu lingkungan
dan pemeliharaan (Murtidjo, 1987). Pertumbuhan yang paling cepat terjadi
sejak menetas sampai umur 4-6 minggu (Suprijatna et al, 2005). Hal ini sesuai dengan Aviagen (2007) bahwa ayam broiler strain New Lohmann merupakan ternak yang ekonomis karena mampu menghasilkan daging dalam
waktu yang cepat. Bobot badan untuk ayam broiler betina pada umur 42 hari
mencapai 2,3 kg dengan konversi ransum sekitar 1,8.
Pemilihan strain ayam broiler sangat menentukan hasil produk. Strain
ayam broiler sudah banyak dan mudah ditemukan dipasaran (Prambudi,
2009). Jenis strain ayam broiler yang dapat diperoleh antara lain Lohmann 202, Brahma, Pilch, Yabro, Tegel 70, ISA, Kim cross, Hyline, Vdett, Hybro, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Hypeco-Broiler, Goto, Arbor arcres, Tatum, Indian river, Cornish, Langshans, Super 77, Ross, Marshall”m”, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, CP 707 (Setiawan, 2009).
commit to user B. Betain
Betain merupakan bahan alami yang banyak terdapat pada tumbuhan
dan jaringan hewan. Betain terdapat pada hewan invertebrata yang hidup di
perairan, tanaman bit dan gandum (Kidd et al., 1997). Sumber utama betain adalah gula bit dan produk sampingannya seperti molases. Sebagai bahan
aditif, betain terdapat dalam bentuk yang sudah dimurnikan yaitu betain
anhidrous, betain monohidrat dan betain hidrokhorid. Struktur kimiawi betain
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia betain (Eklund et al., 2005).
Aditif pakan sebagai donor gugus metil yang potensial untuk
digunakan dalam pakan ternak adalah metionin, kolin dan betain. Sebagian
besar metionin diperlukan untuk sintesis protein, sedangkan kolin digunakan
dalam pembentukan membran sel dan neurotrasmitter (Metzler-Zebeli et al., 2009; Ratriyanto et al., 2009). Betain dapat secara langsung digunakan sebagai donor gugus metil, sedangkan kolin harus dikonversi terlebih dahulu
menjadi betain. Metionin dapat digunakan sebagai donor gugus metil harus
dikonversi terlebih dahulu menjadi S-adenosilmetionin (SAM) untuk kemudian menjadi homosistein (Pillai et al., 2006; Ratriyanto et al., 2009).
Transfer gugus metil terjadi pada hati dengan melibatkan donor gugus
metil. Transfer gugus metil pada transmetilasi terjadi melalui aktivasi
metionin menjadi SAM yang mentransfer gugus metil kepada aseptor. Reaksi
transmetilasi yaitu aktivasi betain melepaskan gugus metil untuk mengubah
homosistein menjadi metionin (Kidd et al., 1997). CH3
CH2 CH3
CH3
-commit to user
Bagan transmetilasi dapat dilahat pada gambar 2.
Gambar 2. Transfer gugus metil pada transmetilasi. Ket enzim: 1) metionin
adenosiltransferase; 2) sistationin β-sintase; 3) betain-homosistein metiltransferase; 4) 5-metiltetrahidrofolatmetiltransferase; 5) kolin oksidase. THF : tetrahydrofolate; CH3THF : methyltetrahydrofolate (Pillai et al., 2006).
Transfer gugus metil pada transmetilasi terjadi melalui aktivasi
metionin menjadi SAM yang mentransfer gugus metil kepada abseptor
(Kidd et al., 1997). Selama reaksi SAM terdegradasi menjadi S-adenosil
homosistein dan berubah menjadi homosistein. Homosistein dapat mengalami 2 jalur metabolisme yang berbeda. Transfer gugus metil menghasilkan
transformasi betain menjadi dimetilglisin. Gugus metil dapat dipecah menjadi
fragmen karbon tunggal kemudian ditranfer untuk membentuk metionin dari
homosistein (Eklund et al., 2005).
Betain mempunyai potensi meningkatkan status nutrisi pada ternak
tanpa mensuplai nutrien secara langsung, tetapi mengoptimalkan penggunaan
nutrien yang ada pada ransum. Betain mempunyai berbagai peran baik pada
saluran pencernaan maupun metabolisme (Ratriyanto et al., 2009). Pada saluran pencernaan, betain memiliki fungsi osmotik baik bagi sel epitel
maupun mikroflora saluran pencernaan, sehingga berpotensi meningkatkan
commit to user
Sementara itu, pada tingkat metabolisme, betain berfungsi sebagai donor
gugus metil pada proses transmetilasi (Eklund et al., 2005).
Kebutuhan betain bagi ternak dipengaruhi oleh kandungan donor
gugus metil di dalam ransum dan variasi osmotik di dalam saluran
pencernaan. Apabila jumlah betain yang dibutuhkan tidak dapat dicukupi oleh
metabolisme, maka suplementasi betain pada ransum sangat diperlukan untuk
menjaga atau meningkatkan kesehatan dan performan ternak
(Ratriyanto et al., 2009).
C. Performan Ayam Broiler
1. Konsumsi Ransum
Secara biologis ayam mengkonsumsi ransum untuk proses
hidupnya. Kebutuhan energi untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar
reaksi-reaksi asam amino dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak
ayam mengkonsumsi ransum digunakan untuk kebutuhan ternak tersebut.
Oleh karena itu, kualitas dari bahan pakan dan keserasian komposisi
nutrien sesuai dengan kebutuhan merupakan dua hal yang dapat
menentukan tercapainya performan puncak (Wahju, 2004).
Konsumsi ransum dihitung dengan cara menimbang jumlah ransum
yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum selama penelitian dinyatakan
dengan g/ekor/hari (Rasyaf, 1994). Konsumsi ransum dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: umur, strain, temperatur, palatabilas ransum,
aktivitas ternak, energi dan tingkat protein ransum (Anggorodi, 1990).
Penelitian terdahulu menunjukkan suplementasi betain dapat
menggantikan hingga 25% dari total metionin dalam ransum dan tidak
mempengaruhi rata-rata konsumsi ransum harian ayam broiler
(Sun et al., 2008). Menurut Pillai et al. (2006) dan Konca et al. (2008) suplementasi betain 0,28% dan 0,02% dalam ransum tidak mempengaruhi
commit to user
2. Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot
jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan
semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak). Kemampuan ternak
mengubah nutrien ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan.
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan
untuk mengukur pertumbuhan (Anggorodi, 1990).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler antara lain
faktor nutrisional yang meliputi energi, protein, vitamin, mineral dan
kalsium serta faktor manajerial meliputi genetik, jenis kelamin, umur,
penyakit, manajemen pemeliharaan (Wahju 2004). Pertumbuhan ayam
broiler juga dipengaruhi oleh faktor genetik, dimana masing-masing
individu ternak mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda
(Suprijatna et al., 2005).
Pertambahan bobot badan merupakan silisih bobot badan awal dan
bobot akhir selama pemeliharaan yang dinyatakan dalam g/ekor (Rasyaf,
1994). Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan
bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan
berulang-ulang dan dinyatakan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap
minggu, atau tiap bulan (Tillman et al, 1991).
Pada ayam broiler, suplementasi betain sebesar 0,04 sampai 0,07%
dalam ransum yang defisien metionin dapat meningkatkan rata-rata
pertambahan bobot badan harian dibandingkan ransum yang tidak
disuplementasi betain (Attia et al., 2005). Suplementasi betain 0,14% pada ransum yang mengandung gugus metil cukup dapat meningkatkan
pertambahan berat badan dan efisiensi pakan pada ayam broiler (Hassan et al., 2005) dan kalkun (Noll et al., 2002). Di pihak lain, Esteve-Garcia and
Mack (2000) melaporkan bahwa suplementasi betain sebesar 0,05% dalam
commit to user
3. Konversi Ransum
Konversi ransum (feed conversion ratio/FCR) adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan, bila rasio
kecil berarti penggunaan ransum efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar
badan dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan
temperatur lingkungan (Rasyaf, 1994).
Kualitas ransum menentukan konversi ransum. Kualitas ransum
ditentukan oleh keseimbangan nutrien dalam ransum itu untuk memenuhi
kebutuhan tubuh ayam. Ransum yang berkualitas baik dapat menghasilkan
pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan ransum akan semakin
efisien bila jumlah ransum yang dikonsumsi minimal namun menghasilkan
pertambahan bobot badan yang tinggi. Ransum yang kekurangan salah
satu unsur gizi akan mengakibatkan ayam mengkonsumsi ransum secara
berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang diperlukan oleh tubuh
(Tillman et al., 1991).
Suplementasi betain sebesar 0,04-0,07% dalam ransum defisien
metionin dapat memperbaiki konversi ransum ayam broiler (Attia et al., 2005). Demikian juga menurut Honarbakhsh et al. (2007a, b) suplementasi betain sebesar 0,08-0,23% dalam ransum dapat menurunkan nilai konversi
ransum pada ayam broiler jantan dalam kondisi cekaman salinitas (kadar
garam dalam air minum). Sedangkan, menurut penelitian Zulkifli et al. (2004) menyatakan bahwa suplementasi betain dalam ransum sebesar 1%
tidak mempengaruhi konversi ransum pada ayam broiler yang dipelihara
dalam kondisi cekaman panas.
4. Rasio Efisiensi Protein (REP)
Rasio efisiensi protein (REP) atau Protein Efficiency Ratio didefinisikan sebagai pertambahan berat badan per satuan konsumsi
protein (Anggorodi, 1990). REP merupakan salah satu metode untuk
mengukur kualitas protein yang dihitung dengan cara membagi
pertambahan berat badan dengan konsumsi protein (Wahju, 2004).
commit to user
of Official Analytical Chemist (AOAC) dan digunakan untuk mengukur kualitas protein.
Nilai REP akan bervariansi dengan sumber protein yang berbeda
karena kualitas dan komposisi protein bervariansi terhadap asam asam
amino esensial (Anggorodi, 1990). Menurut Tillman et al. (1991) nilai REP dipengaruhi juga oleh umur, jenis kelamin, lamanya pemeliharaan
dan kadar protein dalam ransum.
Nilai REP pada ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan
metionin dalam ransumnya. Suplementasi metionin sintetis sebesar 0,08%
dan 0,12% pada ransum menyebabkan nilai efisiensi penggunaan protein
pada ayam pedaging lebih tinggi daripada suplementasi metionin pada
tingkat 0,04% maupun tanpa suplementasi metionin. Suplementasi
metionin sebesar 0,12% memiliki nilai efisiensi penggunaan protein
commit to user
III. MATERI DAN METODE
A.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Mini Farm Program Studi Peternakan
yang berlokasi di Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar. Analisis Proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan
Makanan Ternak, Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan selama 42 hari, dimulai
tanggal 29 Juli sampai 9 Agustus 2011.
B.Bahan dan Alat Penelitian
1. Ternak
Penelitian ini menggunakan 200 ekor Day Old Chicks (DOC) ayam broiler betina strain New Lohmann (MB 202) grade Platinum yang diproduksi PT. Multibreeder Adirama Indonesia Tbk. Rerata bobot DOC
44,66±0,08 g dan rerata bobot badan awal perlakuan umur 8 hari adalah
149,53±2,52 g dengan Coefficient of Variation (CV) 1,68%. Ayam broiler dibagi dalam 4 perlakuan dan 5 ulangan.
2. Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tersusun dari jagung
kuning, bekatul, bungkil kedelai, tepung ikan, onggok, L-Lysine HCl, DL-methionine, kalsit, premix, garam dan betain dalam bentuk betain anhidrous. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum dan susunan ransum
basal fase starter dan finisher dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Ayam Broiler
No. Nutrien Starter
(1-21 hari)
Finisher (22-42 hari) 1. Energi termetabolis (Kkal/kg) 3200 3200
commit to user
Tabel 2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penyusun Ransum (BK)
Nama Bahan ME1) PK3) Ca1) P Trs1) Lisin1) Met1)
Hasil Analisis Lab.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta(2011)
Tabel 3. Susunan Ransum Basal Fase Starter dan Fase Finisher (as-fed). No. Bahan ransum Starter (%) Finisher (%)
Tabel 4. Kandungan Nutrien Ransum Basal Fase Starter dan Fase Finisher (%) dalam BK
commit to user
3. Vaksin dan Vitamin
Vitamin yang diberikan yaitu Vita Stress dan Fortevit produksi PT. Medion Bandung yang diberikan melalui air minum. Program
pemberian vaksin selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Program Pemberian Vaksin
No Vaksin Umur (hari) Cara Pemberian
1 ND B1 4 Melalui tetes mata
2 Gumboro 9 Air minum
3 ND La Sota 14 Air minum
4. Kandang dan Peralatan
Penelitian ini menggunakan 20 petak kandang litter dengan ukuran 1,0 x 1,0 x 0,5 m. Bahan untuk sekat tiap kandang dari bambu dan untuk
litter dari sekam dengan ketebalan 5 cm dari alas kandang. Peralatan kandang yang digunakan adalah :
a. Tempat pakan
Tempat pakan yang digunakan tempat pakan gantung terbuat dari
bahan plastik sebanyak 20 buah yang ditempatkan 1 buah pada setiap
petak kandang.
b. Tempat air minum
Tempat air minum yang digunakan tempat minum gantung
terbuat dari bahan plastik sebanyak 20 buah yang ditempatkan 1 buah
pada setiap petak kandang.
c. Termometer
Termometer yang digunakan adalah termometer ruang untuk
mengetahui suhu ruang kandang.
d. Lampu pijar
Lampu pijar yang digunakan adalah lampu pijar 25 watt sebanyak
20 buah yang ditempatkan 1 buah untuk setiap petak kandang dan
commit to user
e. Timbangan
Timbangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
timbangan digital merk Camry EK 3651-05 kapasitas 5 kg dengan
kepekaan 1 gram untuk menimbang ransum dan ayam. Timbangan
digital merk Tanita kapasitas 2 kg dengan kepekaan 1 gram untuk
menimbang DOC. Timbangan AND kepekaan 0,001 gram untuk
menimbang betain.
C.Persiapan Penelitian
1. Persiapan kandang
Kandang terlebih dahulu dibersihkan dan dilakukan desinfeksi
dengan Rodalon dengan kadar 1,5 ml Rodalon per liter air sebelum digunakan. Desinfeksi bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang dan
sanitasi kandang dari mikrobia patogen. Kegiatan lain yang dilakukan
adalah pencucian lantai kandang, pengapuran lantai dan penyekat,
pencucian peralatan seperti tempat pakan dan tempat minum dengan
merendamnya dalam larutan antiseptik kemudian dikeringkan dibawah
sinar matahari dan dimasukkan ke dalam kandang. Sekam sebagai litter juga didesinfeksi. Ayam broiler ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam petak kandang perlakuan secara acak.
2. Persiapan ayam
Ayam sebanyak 200 ekor dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan,
setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 10
ekor ayam. DOC yang baru datang diberi minum air gula 2%
(Setiawan dan Sujana, 2009).
3. Penentuan petak kandang
Penentuan petak kandang dilakukan untuk menentukan petak
commit to user D.Pelaksanaan Penelitian
1. Macam perlakuan
Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan (P0, P1, P2, dan P3), masing-masing perlakuan
diulang 5 kali dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam broiler. Adapun
keempat perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :
P0 = ransum basal + betain 0% (kontrol)
P1 = ransum basal + betain 0,1%
P2 = ransum basal + betain 0,2%
P3 = ransum basal + betain 0,3%
2. Pemberian ransum
Pemeliharaan dilaksanakan selama 42 hari. Pada umur 1 sampai 7
hari, ayam diberi ransum kontrol dan ransum perlakuan diberikan mulai
umur 8 hari. Pemberian ransum dan air minum secara ad libitum. 3. Peubah Penelitian
a. Konsumsi ransum
Konsumsi ransum dihitung dengan cara menimbang jumlah
ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum selama penelitian
yang dinyatakan dengan g/ekor/hari (Rasyaf, 1994).
Konsumsi ransum = ransum yang diberikan – ransum yang tersisa
b. Pertambahan bobot badan harian (PBBH)
Pertambahan bobot badan harian merupakan silisih bobot badan
awal dan bobot akhir selama penelitian yang dinyatakan dalam g/ekor
(Rasyaf, 1994).
PBBH Ĩ Bobot akhir bobot awal g/ekor
commit to user
c. Konversi ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membagi jumlah ransum
yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama penelitian
(Rasyaf, 1994).
Konversi ransumĨ Ransum yang dikonsumsi g/ekor
PBB g/ekor
d. Rasio Efisiensi Protein (REP)
REP diperoleh dengan cara pertambahan berat badan dibagi
konsumsi protein selama penelitian (Wahju, 2004).
REPĨ PBB g
Konsumsi protein g
E.Cara Analisis Data
Data yang diperoleh dalam percobaan ini dianalisis menggunakan analisa
variansi berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan suplementasi
betain sebagai faktornya, untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan
terhadap peubah yang diamati. Model matematika yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada satuan perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ = nilai tengah perlakuan ke-i τi = level suplementasi betain ke-i
εij = error (galat) percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j.
Apabila hasil analisis variansi menunjukkan adanya pengaruh yang
nyata, dilanjutkan dengan pembandingan secara Polinomial Ortogonal.
Pengaruh level suplementasi betain dapat berbentuk linier, kuadratik, maupun
kubik sehingga hasil akhirnya dapat diketahui level optimum antara 4
commit to user
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Kondisi Umum
Ternak dipelihara dalam kondisi optimal dan sehat. Selama pemeliharaan
3 ekor ayam mati dan 9 ekor ayam di-culling. Rata-rata temperatur dalam kandang pada pagi hari 25,4ºC, pada siang 31,8ºC dan pada sore 29,1ºC.
Rata-rata temperatur luar kandang pada pagi hari 24,8ºC, pada siang 33,6ºC dan
pada sore 27,6ºC. Coefficient Variation (CV) peubah berkisar antara 2,07%-4,76%, ini menunjukkan bahwa sebaran data bersifat homogen.
B.Konsumsi Ransum
Konsumsi ayam broiler betina yang disuplementasi betain dalam ransum
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rerata Konsumsi Ransum Ayam Broiler Betina Selama Penelitian (g/ekor/hari).
Perlakuan Ulangan Rerata
1 2 3 4 5
Analisis variansi dari keempat perlakuan menunjukkan bahwa
suplementasi betain sampai taraf 0,3% tidak berpengaruh terhadap konsumsi
ransum (Lampiran 1). Hal ini diduga ketidakseimbangan asam amino sebagai
donor gugus metil pada ransum. Jika jumlahnya berlebih akan ada reaksi
transmetilasi yang berlebihan. Hal tersebut menyebabkan berlebihnya transfer
gugus metil kepada homosistein untuk remetilasi (negative feed back).
Konsumsi ransum yang berpengaruh tidak nyata juga dipengaruhi oleh kualitas
nutrien dalam ransum, terutama kandungan energi dan protein. Masing-masing
ransum perlakuan mempunyai perbandingan energi dan protein yang relatif sama,
sehingga pemberian ransum dengan energi yang sama menyebabkan ayam broiler
betina mengkonsumsi ransum dalam jumlah yang relatif sama.
commit to user
Sejalan dengan penelitian ini, Pillai et al. (2006) menyatakan bahwa pemberian betain sebesar 0,28% dalam ransum tidak mempengaruhi konsumsi
ransum ayam broiler. Pemberian betain dalam ransum berkecukupan metionin
dapat mengakibatkan terjadinya penurunan efektivitas betain sebagai donor
gugus metil sebagai akibat berlebihnya homosistein untuk remetilasi. Hal ini
sejalan dengan Kidd et al. (1997) bahwa pemberian betain dalam ransum yang bercukupan metionin tidak efektif untuk meningkatkan kinerja performan.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa respon ayam terhadap
suplementasi betain dalam ransum bervariasi. Menurut Sun et al. (2008) variasi tersebut diantaranya perbedaan kandungan metionin dalam ransum dan kondisi
kesehatan ayam broiler. Eklund et al. (2006) menyatakan bahwa efektivitas betain juga dipengaruhi oleh jenis atau sumber betain yang digunakan.
Sementara itu Wahju (2004) menyatakan bahwa kualitas dari bahan pakan dan
keserasian komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan merupakan dua hal yang
dapat menentukan tercapainya performan puncak.
C.Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
PBBH ayam broiler betina yang disuplementasi betain dalam ransum
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rerata PBBH Ayam Broiler Betina Selama Penelitian (g/ekor).
Perlakuan Ulangan Rerata
1 2 3 4 5
Analisis variansi dari keempat perlakuan menunjukkan bahwa
suplementasi betain sampai taraf 0,3% tidak berpengaruh terhadap PBBH
(Lampiran 2). Asam amino metionin dalam ransum basal fase starter dan fase finisher sebesar 0,5% dan 0,38%. Hal tersebut diduga menyebabkan proses transmetilasi dapat berlangsung dengan baik tanpa suplementasi betain sebagai
commit to user
metionin, cekaman panas, koksidosis dan kurangnya kebersihan. Sedangkan,
Eklund et al. (2005) menyatakan bahwa betain merupakan substansi yang mengandung nitrogen (N) sehingga memerlukan energi untuk
mengekskresikannya. Tingginya suplementasi betain menyebabkan semakin
bertambahnya energi yang digunakan untuk mengekskresikan betain dan energi
yang digunakan untuk pertumbuhan berkurang.
Suplementasi betain tidak mempengaruhi PBBH, hal ini diduga pula
karena poliferasi sel tidak di bawah kondisi stress sehingga betain sebagai
substansi osmolit tidak berjalan dengan baik. Hal ini didukung oleh Ratriyanto
et al. (2009) bahwa proses pencernaan dan penyerapan gizi membutuhkan mekanisme perlindungan dari tekanan osmotik di dalam sel epitel usus. Betain
dianggap penting sebagai substansi osmolit untuk mengkontrol tekanan
osmotik di dalam sel epitel usus.
Pada ransum defisien metionin dapat terjadi peningkatan efektivitas
betain sebagai donor gugus metil sebagai akibat kurangnya homosistein untuk
remetilasi karena metionin yang disintesis pada proses metilasi digunakan
untuk sintesis protein dan tidak diubah kembali menjadi homosistein
(Metzler-Zebeli et al., 2009). Hal ini sejalan dengan Kidd et al. (1997) bahwa suplementasi betain dalam ransum yang berkecukupan metionin tidak efektif
untuk meningkatkan performan. Sejalan penelitian ini, Zulkifli et al. (2004) menyatakan bahwa suplementasi betain 1% dalam ransum tidak mempengaruhi
berat badan ayam broiler yang dipelihara dalam kondisi cekaman panas.
D.Konversi Ransum
Pengaruh suplementasi betain dalam ransum terhadap konversi ransum
ayam broiler betina selama penelitian disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rerata Konversi Ransum Ayam Broiler Betina Selama Penelitian.
Perlakuan Ulangan Rerata
commit to user
Angka diatas pada ransum perlakuan P0 menggambarkan bahwa ayam
broiler betina pada percobaan mengkonsumsi sebanyak 2,42 g untuk
menaikkan 1 g bobot badannya, dan seterusnya. Semakin kecil nilai konversi
ransum maka didapat nilai efisiensi ransum yang lebih tinggi. Analisis variansi
menunjukkan bahwa suplementasi betain sampai taraf 0,3% tidak berpengaruh
terhadap konversi ransum (Lampiran 3). Tidak berpengaruhnya konsumsi dan
pertambahan bobot badan harian ayam broiler betina dalam penelitian
menyebabkan konversi ransum tidak berpengaruh.
Suplementasi betain tidak mempengaruhi konversi ransum karena respon
ternak terhadap suplementasi betain diduga tergantung pada komposisi nutrien
ransum, metionin dalam ransum dan taraf suplementasi betain. Sejalan
penelitian ini, Zulkifli et al. (2004) menyatakan bahwa suplementasi betain sebesar 1% dalam ransum tidak mempengaruhi konversi ransum pada ayam
broiler yang dipelihara dalam kondisi cekaman panas. Besar kecilnya konversi
ransum tergantung pada besar kecilnya konsumsi dan pertambahan bobot badan.
Menurut Rasyaf (1994) konversi ransum dipengaruhi oleh bangsa ayam, tahap
produksi, kadar energi dalam ransum dan temperatur lingkungan.
E.Rasio Efisiensi Protein
Pengaruh suplementasi betain dalam ransum terhadap REP ayam broiler
betina selama penelitian disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rerata REP Ayam Broiler Betina Selama Penelitian.
Perlakuan Ulangan Rerata
1 2 3 4 5
Analisis variansi menunjukkan bahwa suplementasi betain sampai taraf
0,3% tidak berpengaruh terhadap REP (Lampiran 4). Tidak berpengaruhnya
dari nilai REP diduga konsumsi protein dan PBB yang dicapai relatif sama.
commit to user
tersebut dapat digambarkan dengan meneliti imbangan efisiensi protein, yang
diukur melalui pertambahan berat badan dan konsumsi protein. Menurut
Tillman et al. (1991) nilai REP dipengaruhi juga oleh umur, jenis kelamin,
lamanya percobaan dan kadar protein dalam ransum.
Betain mempunyai tiga gugus metil dan dapat melepaskan gugus tersebut
pada reaksi transmetilasi sehingga betain terlibat dalam metabolisme protein
dan energi (Kidd et al., 1997). Dalam penelitian ini metionin dalam ransum cukup, sehingga metabolisme protein dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
suplementasi betain sebagai donor gugus metil. Menurut Anggorodi (1990)
nilai REP akan bervariasi dengan sumber protein yang berbeda karena kualitas
commit to user
23
V. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
suplementasi betain sampai taraf 0,3% dalam ransum tidak mempengaruhi