• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

NAJIBAH SAMIYAH. D24080276. Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.

Asam fulvat merupakan senyawa yang dihasilkan dari penguraian zat organik yang disebut humus atau senyawa humat. Humat terbagi dalam tiga kategori yaitu asam fulvat, asam humat dan humin. Asam fulvat bersifat sangat reaktif sebagai chelator dalam penyerapan dan transfer zat-zat makanan. Bentuk molekulnya yang sangat ringan dan kecil menyebabkan asam fulvat mudah terserap ke dalam jaringan dan sel. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap performa ayam broiler.

Ternak yang digunakan adalah DOC (Day Old Chick) strain CP 707 sebanyak 375 ekor yang dipelihara selama lima minggu. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Febuari sampai Maret 2012 yang berlokasi di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas (Kandang C), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan dalam penelitian ini adalah R0 (ransum basal tanpa penambahan asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% asam fulvat), R2 (R0 + 0,5% asam fulvat), R3 (R0 + 0,75% asam fulvat), dan R4 (R0 + 1% asam fulvat). Ransum dan air minum diberikan ad libitum.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 15 ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variance), dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas.

Penambahan asam fulvat 0,25% - 1,0% dalam ransum tidak mempengaruhi performa ayam broiler, akan tetapi penambahan 0,50% dapat menurunkan mortalitas ayam broiler sebesar 87,5% dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan asam fulvat.

(2)

ABSTRACT

Effects of Fulvic Acid Supplementation on Performances of Broiler Chickens

Samiyah, N., H. A. Sukria, and Sumiati

Fulvic acid (FA), a class of compounds resulting from decomposition of organic matter, is a part of the humic structure. FA has ability to chelate trace minerals to enhance the uptake of nutrients. This study was designed to investigate whether inclusions of FA into diets of broiler chickens could improve broiler performances. Three hundred and seventy five broilers were allocated into five groups : (R0) control diet (without fulvic acid), (R1) = R0 + 0.25% FA, (R2) = R0 + 0.5% FA, (R3) = R0 + 0.75% FA, (R4) = R0 + 1% FA. Each treatment consisted of 5 replications and used 15 broilers of each. Feed and water were offered ad libitum . Parameters observed were feed intake, final body weight, body weight gain, feed conversion ratio (FCR) and mortality. Data from completely Randomized Design were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and any significant different was further tested using Duncan multiple range test. Feed intake, final body weight, body weight gain, feed conversion ratio were not affected by fulvic acid supplementation (P>0.05). Supplementation of fulvic acid 0.50% decreased mortality rate of broilers composed to the control diet.

(3)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ayam pedaging (broiler) merupakan ternak yang memiliki pertumbuhan yang cepat dalam memproduksi daging sehingga memiliki potensi sangat besar dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), populasi ayam broiler di Indonesia meningkat dari 902.052.418 ekor pada tahun 2008, menjadi 986.871.712 ekor pada tahun 2010. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Selain itu, penambahan zat aditif dalam pakan telah banyak dilakukan untuk membantu proses pencernaan dan metabolisme yang diperlukan agar ransum yang dikonsumsi menjadi efisien digunakan oleh tubuh ayam.

Imbuhan pakan atau feed additives adalah salah satu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adams, 2000). Imbuhan pakan berupa prebiotik, probiotik, enzim dan lain-lain digunakan pada pakan ayam untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Prebiotik adalah substrat yang mampu merubah mikro ekologi usus sedemikian rupa, sehingga mikroba yang menguntungkan dapat berkembang dengan baik. Prebiotik alami dapat diperoleh dari ekstrak tanaman maupun bahan organik yang terdekomposisi, antara lain gambut. Dari hasil ekstrak tanah gambut secara kimiawi diperoleh fraksi humin, asam humat dan asam fulvat (Stevenson, 1994).

(4)

menyerap logam berat dan racun polutan, serta dapat membantu memperbaiki ketidakseimbangan sel. Kompiang dan Supriyati (2007) melaporkan bahwa penambahan asam humat hingga 300 mg/L dalam air minum mempunyai potensi sebagai bahan pakan tambahan yang dapat meningkatkan performa ayam pedaging.

Tujuan

(5)

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler

Broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa genetika teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan ciri khas pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, siap potong dalam usia relatif muda dan menghasilkan daging yang memiliki serat lunak (Bell dan Weaver, 2002). Standar pertumbuhan ayam broiler CP 707 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707

Umur (minggu) Konsumsi Pakan Berat Badan FCR

1 150 175 0,86

2 515 487 1,06

3 1175 932 1,26

4 2120 1467 1,45

5 3297 2049 1,61

6 4625 2634 1,76

7 6021 3177 1,89

Sumber: Charoen Pokphand (2011)

(6)

panas tubuh (Bruzual et al., 2000). Suhu optimum kandang untuk pemeliharaan ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Suhu Optimum Kandang Ayam Broiler

Umur (minggu) Suhu (ºC) Kelembaban (%)

1 30-32 50%-70%

2 29 50%-70%

3 28 50%-70%

4 26 50%-70%

5 23 50%-70%

>5 22 50%-70%

Sumber : Charoen Pokphand (2011)

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa meningkatnya kepadatan kandang akan menyebabkan berkurangnya konsumsi ransum, menurunnya pertumbuhan, menurunkan efisiensi makanan, meningkatnya mortalitas dan meningkatnya kanibalisme. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan kandang yaitu temperatur lingkungan, tipe kandang, ukuran ayam dan umur ayam (Mazia, 2009). Kapasitas kandang ayam pedaging sesuai dengan tingkat umur disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kapasitas Kandang Ayam Pedaging Sesuai dengan Tingkat Umur Umur (hari) Kapasitas (ekor/m2)

1 – 7 40 – 50

8 – 14 20 – 25

>14 8 – 12

Sumber : Mazia (2009)

(7)

tinggi juga meningkatkan suhu dan kelembaban. Pengaruh kepadatan kandang terhadap suhu udara kandang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Suhu Udara Kandang Kepadatan

(ekor/m2)

Suhu (ºC)

Pagi Siang Sore

10 26,30 31,28 28,84

13 26,39 31,43 29,13

16 26,48 31,56 29,36

Sumber : Kususiyah (1992)

Cekaman panas (heat stres) terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah panas yang dilepaskan dari tubuh ke lingkungan dengan jumlah panas yang dihasilkan tubuh sehingga terjadi perubahan fisiologis dan metabolisme dalam upaya mempertahankan diri dengan pengembangan sistem homeostasis yang ada. Cekaman panas berdampak pada terganggunya pembentukan sel-sel darah putih serta terjadinya pelepasan glukokortikoid yang dapat mengganggu kekebalan (imunitas) tubuh (Sugito, 2007).

(8)

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah ransum yang dimakan dengan jumlah dan waktu tertentu dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi ransum pada ayam pedaging tergantung pada strain, umur, aktivitas serta temperatur lingkungan (Wahju, 2004). Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi ransum antara lain adalah besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum.

Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan menurunnya konsumsi ransum. Penelitian Lu et al. (2007) menunjukkan bahwa konsumsi ransum dan pertambahan bobot hidup ayam broiler umur 5-8 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 34 ºC adalah 93,6 dan 22,29 gram/ekor, keduanya nyata lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang dipelihara pada suhu lingkungan 21 ºC yakni 169 dan 61,45 gram/ekor.

Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Setiap minggunya ayam mengkonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2004). Pemberian ransum bertujuan untuk menjamin pertumbuhan berat badan dan menjamin produksi daging agar menguntungkan (Sudarso dan Siriwa, 2007).

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan (PBB) mencerminkan tingkat kemampuan ayam broiler dalam mencerna ransum untuk diubah menjadi bobot badan. Pertambahan bobot badan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses yang sangat kompleks meliputi pertambahan bobot hidup dan pertambahan semua bagian tubuh secara merata dan serentak (Maynard et al., 1979). Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh akan peningkatan sel-sel individual dimana pertumbuhan itu mencakup empat komponen utama yaitu adanya peningkatan ukuran skeleton, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adipose dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam.

(9)

setelah itu mengalami penurunan. Bonnet et al. (1997) menyatakan bahwa PBB ayam pedaging umur 4 s/d 6 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 32 ºC sebesar 515 gram/ekor, sedangkan pada suhu 22 ºC PBB ayam pedaging sebesar 1084 gram/ekor.

Konversi Ransum

Menurut Wahju (2004), konversi ransum adalah jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu unit PBB, semakin besar ukuran dan tua ternak maka nilai konversinya akan semakin tinggi. Angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas ransum, kualitas air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan dan juga faktor pemberian ransum, penerangan dan faktor sosial (Anggorodi, 1979).

Mortalitas

Mortalitas merupakan indikator kematian yang diukur dengan persentase. Angka mortalitas merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam yang mati dengan jumlah total ayam yang dipelihara (Bell dan Weaver, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas antara lain bobot badan, tipe ayam, iklim, kebersihan, suhu lingkungan, sanitasi peralatan, kandang serta penyakit. Pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Angka mortalitas dipengaruhi umur, ayam broiler umur lima hingga delapan minggu memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan umur dua hingga empat minggu (Bell dan Weaver, 2002).

Beberapa penyakit yang biasanya menyerang ayam broiler di suatu peternakan antara lain:

(10)

menyebabkan mukus berwarna kuning dan kental (Bell dan Weaver, 2002). Gejala yang terlihat pada ayam muda adalah adanya indikasi kesulitan bernafas seperti bersin dan nafas yang bersuara (ngorok). Jika termasuk dalam kasus yang parah maka mortalitas dapat mencapai 30% (Ginting, 1988). Menurut Bell dan Weaver (2002), gejala CRD pada ayam dewasa adalah ayam terlihat depresi dan tidak aktif, konsumsi ransum menurun namun mortalitasnya rendah.

2. Sudden Death Syndrome (SDS). Sudden Death Syndrome merupakan kematian yang dikarenakan metabolic disorder. Sudden Death Syndrome biasanya menyerang ayam broiler jantan, bobot badan tinggi, dengan pertumbuhan yang cepat. Kepadatan kandang yang tinggi juga meningkatkan resiko terinfeksi SDS (Bolton et al., 1972). Konfirmasi hasil nekropsi mengenai SDS sulit didapatkan karena tidak ada tanda khusus, daging dalam keadaan baik dan gizzard dalam keadaan terisi penuh. Kematian yang mendadak ini sering disebut juga sebagai heart attack atau flipover (Leeson dan Summers, 2005). Faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya Sudden Death Syndrome adalah kontinuitas pencahayaan (Onowiwu et al., 1979), penyimpangan kandungan kalsium dan fosfor dalam pakan (Scheideler et al., 1995), dan frekuensi makan (Bowes dan Julian, 1988).

Pakan Ayam Broiler

Pakan adalah campuran dari bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang secara khusus mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya (SNI, 2006a dan SNI, 2006b). Pakan ternak terdiri atas pakan buatan pabrik dan buatan sendiri. Pakan buatan pabrik biasanya dikenal dalam bentuk pelet dengan ukuran yang bervariasi, sedangkan pakan buatan sendiri dapat dibuat sepanjang bahan baku tersedia dengan berbasis bahan baku lokal.

(11)

pembakarannya (Sudaryani dan Santoso, 1995). Kebutuhan dan kandungan zat makanan ayam broiler disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Kebutuhan Zat Makanan Ayam Broiler Umur Sumber : Leeson dan Summers (2005)

Keterangan : EM = Energi Metabolis, P avl = P available (P tersedia)

Tabel 6. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher No

Parameter Satuan Starter a Finisher b

(12)

Feed Additive

Imbuhan pakan atau feed additive adalah suatu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas, maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adams, 2000). Imbuhan pakan yang sudah umum digunakan dalam industri perunggasan adalah antibiotika, enzim, prebiotik, probiotik asam organik flavor pewarna dan antioksidan. Dari semua imbuhan pakan, antibiotika merupakan imbuhan pakan yang paling luas penggunaannya di seluruh dunia.

Prebiotik merupakan bahan pakan berupa serat yang tidak dapat dicerna oleh ternak berperut tunggal (monogastrik). Prebiotik disebut juga sebagai nutrisi yang sesuai bagi bakteri menguntungkan, tetapi tidak cocok bagi bakteri yang kurang menguntungkan. Dengan kata lain, prebiotik dapat meningkatkan bakteri yang menguntungkan dalam usus (Gibson et al., 1998).

Asam Fulvat

(13)
(14)

silika dari bahan mineral, protoplasma dan komponen dari jaringan organik segar sehingga bercampur dengan humus. Selain itu, autooksidasi beberapa senyawa organik dan reaksi kimia (kondensasi) juga dapat terjadi pada kondisi alkalin. Oleh karena itu banyak peneliti melakukan ekstraksi bertahap dengan mengkombinasikan beberapa pereaksi. Metode reaksi yang sering dipakai untuk memisahkan asam humat dan asam fulvat adalah metode berdasarkan International Humic Substances Society (IHSS). Pereaksi yang digunakan dalam metode ini ada dua, yaitu asam klorida dan NaOH (Stevenson, 1982). Separasi senyawa humat paling baik dengan menggunakan Na4P2O7 0,1M dan NaOH 0,1N

pada pH 13. Natrium dalam Na4P2O7 akan menggantikan Ca, Fe dan Al yang

terikat pada asam humat ataupun asam fulvat sehingga terbentuk larutan Na-humat/fulvat dan endapan Ca/Fe/Al-pirofosfat (Kononova, 1966).

Gambar 2. Model Struktur Asam Fulvat Sumber : Buffle (1977)

(15)

Suplemen humat mempunyai efek pengobatan pada seluruh sistem pencernaan, menghilangkan racun dan infeksi, berperan sebagai antibiotik dan antivirus yang menghilangkan penyakit dalam aliran darah, mendukung sistem kekebalan dan meningkatkan kesehatan seluruh tubuh (Robert, 2001).

Hasil penelitian Wulandari (2012) menyatakan bahwa suplementasi asam fulvat dalam ransum ayam broiler taraf 0,25%-1% yang dipelihara selama lima minggu memiliki bobot bursa fabrisius dan jumlah leukosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan bobot bursa fabrisius dan jumlah leukosit pada ayam broiler yang tidak mendapat suplementasi asam fulvat. Hal ini menunjukkan bahwa ayam broiler yang mendapat suplementasi asam fulvat memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik terhadap stres dan serangan penyakit. Pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap bobot bursa fabrisius dan jumlah leukosit ayam broiler disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot Bursa Fabrisius dan Jumlah Leukosit Ayam Broiler yang Mendapat Suplementasi Asam Fulvat Dalam Ransum

Peubah R0 R1 R2 R3 R4 Bursa Fabrisius

(gram)

0,74±0,22 0,79±0,08 0,87±0,15 0,74±0,16 0,92±0,08

Leukosit (ribu/mm3)

9,12±6,15 21,2±9,3 17,4±7,5 17,2±2,9 18,6±3,7 Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA),

R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA) Sumber : Wulandari (2012)

(16)
(17)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari hingga Maret 2012. Pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas (Kandang C), pembuatan ransum dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan, analisis bahan baku dan ransum dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 375 ekor ayam broiler umur satu hari (DOC) Cobb strain CP 707 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Jaya Farm dan dipelihara sampai umur 35 hari.

Kandang dan Peralatan

Penelitian ini menggunakan kandang dengan sistem litter yang bersekat dengan jumlah 25 sekat. Masing-masing sekat berukuran 1 x 1,5 m dan berisi 15 ekor ayam. Peralatan penelitian yang digunakan diantaranya thermohigrometer, timbangan digital, tempat pakan, tempat air minum, lampu pijar 100 watt, brooder, detergen, kapur, dan desinfektan.

Ransum

Ransum disusun berdasarkan kebutuhan nutrien menurut Leeson dan Summers (2005). Ransum dibagi menjadi 2 periode yaitu periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35 hari). Ransum diberikan dalam bentuk pellet. Asam fulvat yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam fulvat dalam bentuk cair. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, Corn Gluten Meal (CGM), Meat Bone Meal (MBM), pollard, minyak, dicalcium phospat (DCP), CaCO3, garam, premix,

(18)

Tabel 9. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Periode Starter (0-18 hari) dan Periode Finisher (19-35 hari)

Bahan Pakan Starter Finisher

Jagung (%) 49,66 49,65

Keterangan: 1) Berdasarkan perhitungan software Brill.

2) Hasil Analisis EB di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2012).

3) Hasil Analisis Proksimat di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB (2012).

(19)

Tabel 10. Kandungan Asam Fulvat yang Digunakan Dalam Penelitian

Komponen Jumlah

Asam Fulvat (%) 74,26

Bahan Organik (%) 22,29

Asam Humat (%) 0,55

C (%) 12,90

N (%) 0,51

P (%) 0,04

Na (%) 22,19

K (ppm) 109,00

Ca (ppm) 8,23

Mg (ppm) 4,08

Fe (ppm) 44,85

Zn (ppm) 4,05

pH 9,40 Keterangan : Hasil Analisis di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, IPB (2011)

Prosedur

Pembuatan Ransum. Bahan baku ditimbang sesuai dengan formula ransum. Asam fulvat dicampurkan pada bahan yang tidak mudah menggumpal yakni bungkil kelapa. Setelah pencampuran asam fulvat homogen dicampur dengan bahan baku yang lain. Selanjutnya ransum dimasukkan ke dalam mesin pelleter untuk pencetakkan pellet. Setelah pendinginan pellet, pellet dimasukkan ke dalam mesin crumble. Ransum yang telah selesai dibuat selanjutnya dianalisis kandungan nutrisinya dengan analisis proksimat, analisis Energi Bruto, serta analisis Ca dan P.

(20)

lampu pijar 100 watt dan brooder, serta pemasangan tirai di sekeliling kandang. Kandang diistirahatkan sebelum ayam masuk.

Pemeliharaan Ayam. Masing-masing sekat diisi dengan 15 ekor ayam broiler. Pemeliharaan ayam broiler dilakukan selama lima minggu. Sebelum ayam mendapat perlakuan dilakukan penimbangan bobot badan awal, pemasangan wingband, serta pemberian air gula. Kebutuhan pakan untuk per minggu telah disiapkan dan disimpan dalam plastik berlabel. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Pemberian pakan pada minggu pertama dilakukan setiap tiga jam sekali beserta pemisahan benda asing dari pakan, sedangkan pada minggu selanjutnya pemberian pakan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Pemberian air minum dilakukan setiap pagi dan sore hari. Pencatatan suhu dan kelembaban kandang dilakukan pada jam 07.00, 14.00, dan 17.00. Pada setiap minggu dilakukan penimbangan konsumsi dan sisa pakan serta penimbangan ayam per ekor untuk mengetahui bobot badan dan pertambahan bobot badan.

Rancangan dan Analisis Data Perlakuan

Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : R1 : ransum kontrol (tanpa penambahan asal fulvat) R2 : ransum dengan penambahan asam fulvat 0,25% R3 : ransum dengan penambahan asam fulvat 0,50% R4 : ransum dengan penambahan asam fulvat 0,75% R5 : ransum dengan penambahan asam fulvat 1,0%

Rancangan Percobaan

(21)

௜ ௜௝

߬ ߝ௜௝

Yij = µ +߬ +ߝ Keterangan :

Y : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : nilai rataan umum

: efek perlakuan ke-i

: galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (Anova) dan dilakukan uji Duncan terhadap data yang berbeda nyata (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang Diamati

Konsumsi ransum. Konsumsi ransum rataan per ekor per minggu dihitung dari selisih antara jumlah ransum yang diberikan selama tujuh hari dengan sisa ransum. Perhitungan sisa ransum dilakukan dengan memisahkan ekskreta dan sekam (benda asing) dari sisa ransum.

Bobot Badan Akhir. Bobot badan akhir adalah bobot badan ayam yang ditimbang pada minggu terakhir setelah lima minggu pemeliharaan sebelum ayam dipanen.

Pertambahan Bobot Badan (PBB). Penimbangan bobot badan pertama saat DOC datang dengan dilakukan satu per satu untuk mengetahui bobot badan DOC rata-rata. Bobot badan awal didapat pada saat penimbangan sebelum perlakuan. Penimbangan selanjutnya dilakukan setiap minggu. Perhitungan pertambahan bobot badan dihitung dengan cara penimbangan bobot badan per ekor pada akhir minggu dikurangi bobot badan per ekor dari minggu sebelumnya. Perhitungan PBB dilakukan tujuh hari sekali.

Konversi Ransum. Konversi ransum diperoleh dari perbandingan jumlah konsumsi ransum rataan dengan pertambahan bobot badan (feed/gain) setiap minggu selama penelitian.

(22)
(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum

Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35 hari). Kandungan protein pada periode starter dan finisher adalah 21,57% dan 19,99% dengan kandungan energi pada periode starter dan finisher adalah 4113 kkal/kg dan 4413 kkal/kg. Kandungan protein dan energi ransum tersebut sesuai dengan standar kandungan nutrien ransum ayam broiler periode starter dan finisher yang telah ditetapkan oleh SNI, yakni kandungan protein dan energi periode starter adalah minimal 19% dan 2900 kkal/kg (SNI, 2006a) serta kandungan protein dan energi periode finisher adalah minimal 18% dan 2900 kkal/kg (SNI, 2006b). Selain itu, kadar air yang terkandung dalam ransum juga berada dalam kisaran normal kadar air ransum yang telah ditetapkan oleh SNI, yakni periode starter 11,94% dan periode finisher 6,67 % dimana kadar air ransum menurut SNI adalah maksimal 14% (SNI, 2006a dan SNI, 2006b).

Suhu dan Kelembaban Kandang

Suhu dan kelembaban kandang penelitian dicatat setiap hari pada pagi hari (07.00 WIB), siang hari (14.00 WIB) dan sore hari (17.00 WIB) selama lima minggu. Rataan suhu dan kelembaban kandang disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

(24)

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5

Kelembaban

 

(%)

Minggu ke‐

pagi

siang

sore

Gambar 4. Rataan Kelembaban Kandang Selama Penelitian

Umumnya pada anak ayam umur 1-2 minggu memerlukan suhu lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan ayam broiler umur lebih dari tiga minggu. Pada minggu 1-2 suhu lingkungan telah sesuai dengan suhu kandang yang dibutuhkan oleh anak ayam yakni 29-32 ºC (Charoen Pokphand, 2011). Sedangkan pada ayam broiler umur 3-5 minggu suhu kandang berfluktuatif dimana pada pagi hari 25,2 ºC, siang hari 30,77 ºC dan pada sore hari 27,4 ºC. Suhu yang berfluktuatif tidak sesuai dengan suhu kandang yang dibutuhkan ayam broiler pada usia 3-5 minggu yakni 23-28 ºC (Charoen Pokphand, 2011).

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler

Rataan konsumsi ransum, bobot badan awal, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas ayam broiler setelah lima minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 11.

Konsumsi Ransum

(25)

Tabel 11. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan Awal, Bobot Badan Akhir, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum, dan Mortalitas Selama Penelitian

Peubah R0 R1 R2 R3 R4

Konsumsi ransum (gram/ekor)

2718±86,25 2605±130,36 2620±65,18 2650±86,42 2675±77,24

Bobot badan

1521±90,67 1468±106,04 1474±22,26 1490±70,43 1481±35,04

Pertambahan bobot badan (gram/ekor)

1473±91,38 1421±107,96 1427±23,59 1442±70,09 1431±34,18

Konversi

Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat dalam ransum tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap konsumsi ransum (P>0,05). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Supriyati (2006) dimana penambahan asam fulvat dalam air minum mampu meningkatkan kinerja ayam pedaging, bobot hidup dan rasio konversi ransum. Perbedaan ini diduga akibat perbedaan media pemberian asam fulvat serta perbedaan asam fulvat yang digunakan. Rataan konsumsi ransum ayam broiler setiap minggu selama pemeliharaan disajikan pada Gambar 5.

(26)

Gambar 5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Selama Penelitian

akibat tingginya suhu kandang pada minggu ke-lima. Suhu kandang pada minggu ke-lima berkisar antara 24,9 – 30,5 ºC, sedangkan suhu kandang optimum yang baik untuk broiler pada minggu ke-lima adalah 23 ºC (Charoen Pokphand, 2011). Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan naiknya suhu tubuh ayam. Emmans dan Charles (1977) memperkirakan penurunan konsumsi ransum adalah 1,5% setiap 1 ºC kenaikan suhu lingkungan di atas 18 ºC pada ayam di daerah tropis. Penurunan konsumsi ransum antara lain disebabkan oleh meningkatnya konsumsi air minum yang digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh akibat lingkungan yang bertambah panas.

(27)

Bobot Badan Akhir

1521

1468 1474

1490

1481

1400 1450 1500 1550

R0 R1 R2 R3 R4

Gambar 6. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Selama Penelitian Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA)

Rataan bobot badan akhir ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan berkisar antara 1468–1521 gram/ekor. Bobot badan akhir tertinggi dicapai oleh perlakuan R0 yakni sebesar 1521 gram/ekor. Hasil ini didukung dengan konsumsi ransum perlakuan R0 (kontrol) tertinggi dibanding dengan konsumsi ransum perlakuan yang lain. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat dalam ransum tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap bobot badan akhir ayam broiler (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa asam fulvat tidak mengganggu proses pertumbuhan ayam broiler. Karaoglu et al. (2004) menyampaikan bahwa suplementasi asam humat dalam ransum hingga 0,30% tidak mempengaruhi bobot badan akhir ayam broiler.

Pertambahan Bobot Badan

(28)

0

Gambar 7. Rataan PBB Ayam Broiler Selama Penelitian

Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan ayam broiler pada perlakuan yang diberi penambahan asam fulvat dalam ransum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol (P>0,05). Kocabagli et al. (2002), Karaoglu et al. (2004) dan Yalcin et al. (2005) telah melaporkan bahwa penambahan humat sebesar 0,1%-0,25% tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam broiler.

Konversi Ransum

(29)

0

Gambar 8. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Selama Penelitian Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA),

R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA)

Berdasarkan hasil analisa ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat dalam ransum ayam broiler tidak menunjukkan hasil yang berbeda terhadap konversi ransum (P>0,05). Gambar 7 dapat dilihat bahwa angka konversi ransum meningkat pada setiap minggunya. Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas ransum, kualitas air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan dan juga faktor pemberian ransum, penerangan dan faktor sosial (Anggorodi, 1979).

Mortalitas

Laju mortalitas atau mortality rate didapatkan berdasarkan perbandingan antara jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan dengan total ayam yang dipelihara (Bell dan Weaver, 2002). Mortalitas selama lima minggu pemeliharan berjumlah 25 ekor (6,67%) dengan mortalitas tertinggi terjadi pada perlakuan tanpa penambahan asam fulvat (R0) yakni sebanyak 8 ekor (2,13%) dan mortalitas terendah pada perlakuan dengan penambahan asam fulvat 0,50% (R2) sebanyak 1 ekor (0,27%).

(30)

minggu). Demikian didukung oleh Bell dan Weaver (2002) bahwa angka mortalitas dipengaruhi oleh umur, dimana ayam broiler umur lima hingga delapan minggu memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dibandingkan umur dua hingga empat minggu. Mortalitas yang tinggi pada minggu ke-lima juga diduga diakibatkan karena kekebalan tubuh yang rendah. Pada periode ayam berumur lebih dari tiga minggu merupakan periode dimana peluang terjadinya kematian lebih tinggi karena pada periode tersebut antibodi bawaan telah berkurang (Amrullah, 2003).

Kekebalan tubuh yang rendah pada minggu ke-lima diduga diakibatkan karena bobot badan yang tinggi pada minggu tersebut dan tingginya suhu lingkungan. Pada minggu ke-lima suhu kandang berkisar antara 24,9-30,5 ºC. Ayam broiler kurang toleran terhadap suhu lingkungan yang tinggi, terutama setelah ayam berumur lebih dari tiga minggu (Gunawan dan Sihombing, 2004). Pada ayam broiler yang berumur di atas tiga minggu, keadaan suhu lingkungan optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 20-25 ºC dengan kelembaban berkisar antara 50%-70% (Borges et al., 2004). Sedangkan di Indonesia yang merupakan negara tropis mempunyai suhu dan kelembaban lingkungan harian yang tinggi, dimana suhu mencapai 27,7-34,6 ºC dan kelembaban antara 55,8%-86,6% (Badan Pusat Statistik, 2003). Peningkatan suhu lingkungan juga dapat diakibatkan karena kepadatan kandang yang tinggi (Jahja, 2000) dan kecepatan laju pertumbuhan (Bonnet et al., 1997). Peningkatan kepadatan kandang didukung dengan tingginya bobot badan pada minggu ke-lima atau minggu akhir pemeliharaan. Peningkatan suhu kandang mendukung terjadinya cekaman panas (heat stres).

(31)

yang mengakibatkan semakin beratnya ginjal dan hati bekerja dalam detoksifikasi (Aengwanich dan Simaraks, 2004). Mortalitas yang terjadi dalam penelitian ini diduga disebabkan oleh Sudden Death Syndroem (SDS) dan gangguan pernafasan (Chronic Respiratory Disease / CRD).

Sudden Death Syndrome ditunjukkan dengan gejala ayam mati dengan posisi punggung di bawah (Onowiwu et al., 1979) dan bobot badan mortalitas yang tinggi. Demikian juga yang terjadi pada ayam broiler yang mati dalam penelitian ini, dimana Sudden Death Syndrome (SDS) ditunjukkan dengan gejala ayam mati mendadak dengan posisi punggung di bawah. SDS terjadi akibat ayam mengalami gagal kerja jantung ketika terjadi cekaman panas akibat turunnya tekanan darah (Tony, 2001). Selain itu, kepadatan kandang yang tinggi juga meningkatkan resiko terinfeksi penyakit SDS (Bolton et al., 1972). Faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya Sudden Death Syndrome adalah kontinuitas pencahayaan (Onowiwu et al., 1979), penyimpangan kandungan kalsium dan fosfor dalam pakan (Scheideler et al., 1995), dan frekuensi makan (Bowes dan Julian, 1988). Selain disebabkan oleh SDS, mortalitas ayam broiler dalam penelitian ini juga disebabkan karena Chronic Respiratory Disease (CRD).

Mortalitas akibat Chronic Respiratory Disease (CRD) dicirikan dengan adanya kesulitan bernafas seperti bersin dan nafas yang bersuara atau mengorok (Bell dan Weaver, 2002). Dalam penelitian ini, CRD ditunjukkan dengan terdengarnya ayam yang bersuara atau mengorok. Chronic Respiratory Disease disebabkan karena infeksi dari bakteri Mycoplasma gallisepticum yang menyerang saluran pernafasan di bagian kantong udara. Menurut Amer et al. (2009), pemeliharaan ayam broiler dalam kandang dengan kepadatan tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik dapat menyebabkan ayam broiler terinfeksi bakteri Mycoplasma gallisepticum.

(32)

0,25-1% dalam ransum berkisar antara 17,2-21,20 x 103/mm3 sedangkan perlakuan tanpa suplementasi asam fulvat jumlah leukosit berada di bawah kisaran normal yakni 9,12 x 103/mm3. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa leukosit ayam broiler berkisar antara 16.000 – 40.000/mm3. Jumlah leukosit yang lebih tinggi pada perlakuan dengan penambahan asam fulvat menunjukkan bahwa perlakuan tersebut memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik. Selain dari jumlah leukosit, kekebalan tubuh ayam broiler dapat dilihat pada bobot bursa fabrisius.

Bursa fabrisius merupakan salah satu organ limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentukan antibodi (Scanes et al., 2004). Wirapati (2008) melaporkan bahwa persentase bobot bursa fabrisius ayam broiler umur lima minggu yaitu sekitar 0,04% - 0,12% dari bobot hidup. Wulandari (2012) melaporkan bahwa bobot bursa fabrisius ayam broiler yang mendapat tambahan asam fulvat 0,25% – 1% dalam ransum relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pada perlakuan yang tidak mendapat tambahan asam fulvat. Unggas yang mempunyai bobot relatif bursa fabrisius lebih besar akan lebih tahan terhadap berbagai penyakit (Heckert et al., 2002).

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penambahan asam fulvat 0,25% – 1,0% dalam ransum tidak mempengaruhi performa ayam broiler, akan tetapi mampu menurunkan mortalitas. Penggunaan 0,50% merupakan taraf terbaik dalam menurunkan mortalitas.

Saran

(34)

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM FULVAT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER

SKRIPSI NAJIBAH SAMIYAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(35)

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM FULVAT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER

SKRIPSI NAJIBAH SAMIYAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(36)

RINGKASAN

NAJIBAH SAMIYAH. D24080276. Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.

Asam fulvat merupakan senyawa yang dihasilkan dari penguraian zat organik yang disebut humus atau senyawa humat. Humat terbagi dalam tiga kategori yaitu asam fulvat, asam humat dan humin. Asam fulvat bersifat sangat reaktif sebagai chelator dalam penyerapan dan transfer zat-zat makanan. Bentuk molekulnya yang sangat ringan dan kecil menyebabkan asam fulvat mudah terserap ke dalam jaringan dan sel. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap performa ayam broiler.

Ternak yang digunakan adalah DOC (Day Old Chick) strain CP 707 sebanyak 375 ekor yang dipelihara selama lima minggu. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Febuari sampai Maret 2012 yang berlokasi di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas (Kandang C), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan dalam penelitian ini adalah R0 (ransum basal tanpa penambahan asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% asam fulvat), R2 (R0 + 0,5% asam fulvat), R3 (R0 + 0,75% asam fulvat), dan R4 (R0 + 1% asam fulvat). Ransum dan air minum diberikan ad libitum.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 15 ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variance), dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas.

Penambahan asam fulvat 0,25% - 1,0% dalam ransum tidak mempengaruhi performa ayam broiler, akan tetapi penambahan 0,50% dapat menurunkan mortalitas ayam broiler sebesar 87,5% dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan asam fulvat.

(37)

ABSTRACT

Effects of Fulvic Acid Supplementation on Performances of Broiler Chickens

Samiyah, N., H. A. Sukria, and Sumiati

Fulvic acid (FA), a class of compounds resulting from decomposition of organic matter, is a part of the humic structure. FA has ability to chelate trace minerals to enhance the uptake of nutrients. This study was designed to investigate whether inclusions of FA into diets of broiler chickens could improve broiler performances. Three hundred and seventy five broilers were allocated into five groups : (R0) control diet (without fulvic acid), (R1) = R0 + 0.25% FA, (R2) = R0 + 0.5% FA, (R3) = R0 + 0.75% FA, (R4) = R0 + 1% FA. Each treatment consisted of 5 replications and used 15 broilers of each. Feed and water were offered ad libitum . Parameters observed were feed intake, final body weight, body weight gain, feed conversion ratio (FCR) and mortality. Data from completely Randomized Design were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and any significant different was further tested using Duncan multiple range test. Feed intake, final body weight, body weight gain, feed conversion ratio were not affected by fulvic acid supplementation (P>0.05). Supplementation of fulvic acid 0.50% decreased mortality rate of broilers composed to the control diet.

(38)

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM FULVAT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER

NAJIBAH SAMIYAH D24080276

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(39)

Judul : Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler

Nama : Najibah Samiyah

NIM : D24080276

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc. Agr) (Dr. Ir. Sumiati, M.Sc) NIP: 19660705 199103 1 003 NIP: 19611017 198603 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc, Agr) NIP: 19670506 199103 1 001

(40)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Najibah Samiyah, dilahirkan di Solo pada tanggal 22 Mei 1990. Penulis merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Bapak H. Ahmad Gholib dan Ibu Hj. Jauharotun Nafisah.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1996 di SDN Tanjung 3 Klaten dan pada tahun 2002 Penulis lulus dari SDN 2 Mangkuyudan Solo. Pendidikan

lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Al Muayyad Solo. Pendidikan lanjutan tingkat atas (SMA) diselesaikan pada tahun 2008 di MA Al Muayyad Solo.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kementrian Agama dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Penulis aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan sebagai staf Komunikasi dan Informasi periode 2009-2010. Penulis juga menjadi anggota aktif organisasi CSS MoRA IPB (Community of Santri Scholar of Ministry of Religious Affairs) sevagai staf Divisi Minat dan Bakat periode 2009-2010 dan sebagai kepala Divisi Informasi dan Komunikasi pada periode 2010-2011.

Bogor, Oktober 2012

(41)

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohiim.

Alhamdulillahirrobbil’alamiin.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Asam Fulvat dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Broiler”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi mengenai potensi asam fulvat dalam pakan ayam broiler dan dapat dijadikan referensi yang baik dalam pengembangan ternak unggas khususnya ayam broiler di Indonesia.

Skripsi ini merupakan hasil studi penelitian pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap performa ayam broiler sehingga diharapkan dengan adanya tulisan ini dapat memberikan informasi tentang manfaat asam fulvat dalam bidang ilmu peternakan. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bilamana masih terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Semoga semua yang tertuang dalam tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2012

(42)
(43)
(44)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Standar Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707 ... 3 2. Suhu Optimum Kandang Ayam Broiler ... 4 3. Kapasitas Kandang Ayam Pedaging Sesuai dengan Tingkat Umur 4 4. Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Suhu Udara Kandang ... 5 5. Kebutuhan Zat Makanan Ayam Broiler ... 9 6. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher ... 9 7. Persentase Komposisi Kimia Asam Fulvat dan Asam Humat ... 11 8. Bobot Bursa Fabrisius dan Jumlah Leukosit Ayam Broiler yang

Mendapat Suplementasi Asam Fulvat Dalam Ransum ... 13 9. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Periode

Starter dan Finisher ... 16 10. Kandungan Asam Fulvat yang Digunakan Dalam Penelitian ... 17 11. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan Awal, Bobot Badan

(45)

DAFTAR GAMBAR

(46)

DAFTAR LAMPIRAN

(47)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ayam pedaging (broiler) merupakan ternak yang memiliki pertumbuhan yang cepat dalam memproduksi daging sehingga memiliki potensi sangat besar dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), populasi ayam broiler di Indonesia meningkat dari 902.052.418 ekor pada tahun 2008, menjadi 986.871.712 ekor pada tahun 2010. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Selain itu, penambahan zat aditif dalam pakan telah banyak dilakukan untuk membantu proses pencernaan dan metabolisme yang diperlukan agar ransum yang dikonsumsi menjadi efisien digunakan oleh tubuh ayam.

Imbuhan pakan atau feed additives adalah salah satu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adams, 2000). Imbuhan pakan berupa prebiotik, probiotik, enzim dan lain-lain digunakan pada pakan ayam untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Prebiotik adalah substrat yang mampu merubah mikro ekologi usus sedemikian rupa, sehingga mikroba yang menguntungkan dapat berkembang dengan baik. Prebiotik alami dapat diperoleh dari ekstrak tanaman maupun bahan organik yang terdekomposisi, antara lain gambut. Dari hasil ekstrak tanah gambut secara kimiawi diperoleh fraksi humin, asam humat dan asam fulvat (Stevenson, 1994).

(48)

menyerap logam berat dan racun polutan, serta dapat membantu memperbaiki ketidakseimbangan sel. Kompiang dan Supriyati (2007) melaporkan bahwa penambahan asam humat hingga 300 mg/L dalam air minum mempunyai potensi sebagai bahan pakan tambahan yang dapat meningkatkan performa ayam pedaging.

Tujuan

(49)

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler

Broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa genetika teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan ciri khas pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, siap potong dalam usia relatif muda dan menghasilkan daging yang memiliki serat lunak (Bell dan Weaver, 2002). Standar pertumbuhan ayam broiler CP 707 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707

Umur (minggu) Konsumsi Pakan Berat Badan FCR

1 150 175 0,86

2 515 487 1,06

3 1175 932 1,26

4 2120 1467 1,45

5 3297 2049 1,61

6 4625 2634 1,76

7 6021 3177 1,89

Sumber: Charoen Pokphand (2011)

(50)

panas tubuh (Bruzual et al., 2000). Suhu optimum kandang untuk pemeliharaan ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Suhu Optimum Kandang Ayam Broiler

Umur (minggu) Suhu (ºC) Kelembaban (%)

1 30-32 50%-70%

2 29 50%-70%

3 28 50%-70%

4 26 50%-70%

5 23 50%-70%

>5 22 50%-70%

Sumber : Charoen Pokphand (2011)

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa meningkatnya kepadatan kandang akan menyebabkan berkurangnya konsumsi ransum, menurunnya pertumbuhan, menurunkan efisiensi makanan, meningkatnya mortalitas dan meningkatnya kanibalisme. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan kandang yaitu temperatur lingkungan, tipe kandang, ukuran ayam dan umur ayam (Mazia, 2009). Kapasitas kandang ayam pedaging sesuai dengan tingkat umur disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kapasitas Kandang Ayam Pedaging Sesuai dengan Tingkat Umur Umur (hari) Kapasitas (ekor/m2)

1 – 7 40 – 50

8 – 14 20 – 25

>14 8 – 12

Sumber : Mazia (2009)

(51)

tinggi juga meningkatkan suhu dan kelembaban. Pengaruh kepadatan kandang terhadap suhu udara kandang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Suhu Udara Kandang Kepadatan

(ekor/m2)

Suhu (ºC)

Pagi Siang Sore

10 26,30 31,28 28,84

13 26,39 31,43 29,13

16 26,48 31,56 29,36

Sumber : Kususiyah (1992)

Cekaman panas (heat stres) terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah panas yang dilepaskan dari tubuh ke lingkungan dengan jumlah panas yang dihasilkan tubuh sehingga terjadi perubahan fisiologis dan metabolisme dalam upaya mempertahankan diri dengan pengembangan sistem homeostasis yang ada. Cekaman panas berdampak pada terganggunya pembentukan sel-sel darah putih serta terjadinya pelepasan glukokortikoid yang dapat mengganggu kekebalan (imunitas) tubuh (Sugito, 2007).

(52)

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah ransum yang dimakan dengan jumlah dan waktu tertentu dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi ransum pada ayam pedaging tergantung pada strain, umur, aktivitas serta temperatur lingkungan (Wahju, 2004). Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi ransum antara lain adalah besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum.

Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan menurunnya konsumsi ransum. Penelitian Lu et al. (2007) menunjukkan bahwa konsumsi ransum dan pertambahan bobot hidup ayam broiler umur 5-8 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 34 ºC adalah 93,6 dan 22,29 gram/ekor, keduanya nyata lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang dipelihara pada suhu lingkungan 21 ºC yakni 169 dan 61,45 gram/ekor.

Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Setiap minggunya ayam mengkonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2004). Pemberian ransum bertujuan untuk menjamin pertumbuhan berat badan dan menjamin produksi daging agar menguntungkan (Sudarso dan Siriwa, 2007).

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan (PBB) mencerminkan tingkat kemampuan ayam broiler dalam mencerna ransum untuk diubah menjadi bobot badan. Pertambahan bobot badan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses yang sangat kompleks meliputi pertambahan bobot hidup dan pertambahan semua bagian tubuh secara merata dan serentak (Maynard et al., 1979). Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh akan peningkatan sel-sel individual dimana pertumbuhan itu mencakup empat komponen utama yaitu adanya peningkatan ukuran skeleton, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adipose dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam.

(53)

setelah itu mengalami penurunan. Bonnet et al. (1997) menyatakan bahwa PBB ayam pedaging umur 4 s/d 6 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 32 ºC sebesar 515 gram/ekor, sedangkan pada suhu 22 ºC PBB ayam pedaging sebesar 1084 gram/ekor.

Konversi Ransum

Menurut Wahju (2004), konversi ransum adalah jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu unit PBB, semakin besar ukuran dan tua ternak maka nilai konversinya akan semakin tinggi. Angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas ransum, kualitas air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan dan juga faktor pemberian ransum, penerangan dan faktor sosial (Anggorodi, 1979).

Mortalitas

Mortalitas merupakan indikator kematian yang diukur dengan persentase. Angka mortalitas merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam yang mati dengan jumlah total ayam yang dipelihara (Bell dan Weaver, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas antara lain bobot badan, tipe ayam, iklim, kebersihan, suhu lingkungan, sanitasi peralatan, kandang serta penyakit. Pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Angka mortalitas dipengaruhi umur, ayam broiler umur lima hingga delapan minggu memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan umur dua hingga empat minggu (Bell dan Weaver, 2002).

Beberapa penyakit yang biasanya menyerang ayam broiler di suatu peternakan antara lain:

(54)

menyebabkan mukus berwarna kuning dan kental (Bell dan Weaver, 2002). Gejala yang terlihat pada ayam muda adalah adanya indikasi kesulitan bernafas seperti bersin dan nafas yang bersuara (ngorok). Jika termasuk dalam kasus yang parah maka mortalitas dapat mencapai 30% (Ginting, 1988). Menurut Bell dan Weaver (2002), gejala CRD pada ayam dewasa adalah ayam terlihat depresi dan tidak aktif, konsumsi ransum menurun namun mortalitasnya rendah.

2. Sudden Death Syndrome (SDS). Sudden Death Syndrome merupakan kematian yang dikarenakan metabolic disorder. Sudden Death Syndrome biasanya menyerang ayam broiler jantan, bobot badan tinggi, dengan pertumbuhan yang cepat. Kepadatan kandang yang tinggi juga meningkatkan resiko terinfeksi SDS (Bolton et al., 1972). Konfirmasi hasil nekropsi mengenai SDS sulit didapatkan karena tidak ada tanda khusus, daging dalam keadaan baik dan gizzard dalam keadaan terisi penuh. Kematian yang mendadak ini sering disebut juga sebagai heart attack atau flipover (Leeson dan Summers, 2005). Faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya Sudden Death Syndrome adalah kontinuitas pencahayaan (Onowiwu et al., 1979), penyimpangan kandungan kalsium dan fosfor dalam pakan (Scheideler et al., 1995), dan frekuensi makan (Bowes dan Julian, 1988).

Pakan Ayam Broiler

Pakan adalah campuran dari bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang secara khusus mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya (SNI, 2006a dan SNI, 2006b). Pakan ternak terdiri atas pakan buatan pabrik dan buatan sendiri. Pakan buatan pabrik biasanya dikenal dalam bentuk pelet dengan ukuran yang bervariasi, sedangkan pakan buatan sendiri dapat dibuat sepanjang bahan baku tersedia dengan berbasis bahan baku lokal.

(55)

pembakarannya (Sudaryani dan Santoso, 1995). Kebutuhan dan kandungan zat makanan ayam broiler disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Kebutuhan Zat Makanan Ayam Broiler Umur Sumber : Leeson dan Summers (2005)

Keterangan : EM = Energi Metabolis, P avl = P available (P tersedia)

Tabel 6. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher No

Parameter Satuan Starter a Finisher b

(56)

Feed Additive

Imbuhan pakan atau feed additive adalah suatu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas, maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adams, 2000). Imbuhan pakan yang sudah umum digunakan dalam industri perunggasan adalah antibiotika, enzim, prebiotik, probiotik asam organik flavor pewarna dan antioksidan. Dari semua imbuhan pakan, antibiotika merupakan imbuhan pakan yang paling luas penggunaannya di seluruh dunia.

Prebiotik merupakan bahan pakan berupa serat yang tidak dapat dicerna oleh ternak berperut tunggal (monogastrik). Prebiotik disebut juga sebagai nutrisi yang sesuai bagi bakteri menguntungkan, tetapi tidak cocok bagi bakteri yang kurang menguntungkan. Dengan kata lain, prebiotik dapat meningkatkan bakteri yang menguntungkan dalam usus (Gibson et al., 1998).

Asam Fulvat

(57)
(58)

silika dari bahan mineral, protoplasma dan komponen dari jaringan organik segar sehingga bercampur dengan humus. Selain itu, autooksidasi beberapa senyawa organik dan reaksi kimia (kondensasi) juga dapat terjadi pada kondisi alkalin. Oleh karena itu banyak peneliti melakukan ekstraksi bertahap dengan mengkombinasikan beberapa pereaksi. Metode reaksi yang sering dipakai untuk memisahkan asam humat dan asam fulvat adalah metode berdasarkan International Humic Substances Society (IHSS). Pereaksi yang digunakan dalam metode ini ada dua, yaitu asam klorida dan NaOH (Stevenson, 1982). Separasi senyawa humat paling baik dengan menggunakan Na4P2O7 0,1M dan NaOH 0,1N

pada pH 13. Natrium dalam Na4P2O7 akan menggantikan Ca, Fe dan Al yang

terikat pada asam humat ataupun asam fulvat sehingga terbentuk larutan Na-humat/fulvat dan endapan Ca/Fe/Al-pirofosfat (Kononova, 1966).

Gambar 2. Model Struktur Asam Fulvat Sumber : Buffle (1977)

(59)

Suplemen humat mempunyai efek pengobatan pada seluruh sistem pencernaan, menghilangkan racun dan infeksi, berperan sebagai antibiotik dan antivirus yang menghilangkan penyakit dalam aliran darah, mendukung sistem kekebalan dan meningkatkan kesehatan seluruh tubuh (Robert, 2001).

Hasil penelitian Wulandari (2012) menyatakan bahwa suplementasi asam fulvat dalam ransum ayam broiler taraf 0,25%-1% yang dipelihara selama lima minggu memiliki bobot bursa fabrisius dan jumlah leukosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan bobot bursa fabrisius dan jumlah leukosit pada ayam broiler yang tidak mendapat suplementasi asam fulvat. Hal ini menunjukkan bahwa ayam broiler yang mendapat suplementasi asam fulvat memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik terhadap stres dan serangan penyakit. Pengaruh penambahan asam fulvat dalam ransum terhadap bobot bursa fabrisius dan jumlah leukosit ayam broiler disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot Bursa Fabrisius dan Jumlah Leukosit Ayam Broiler yang Mendapat Suplementasi Asam Fulvat Dalam Ransum

Peubah R0 R1 R2 R3 R4 Bursa Fabrisius

(gram)

0,74±0,22 0,79±0,08 0,87±0,15 0,74±0,16 0,92±0,08

Leukosit (ribu/mm3)

9,12±6,15 21,2±9,3 17,4±7,5 17,2±2,9 18,6±3,7 Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA),

R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA) Sumber : Wulandari (2012)

(60)
(61)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari hingga Maret 2012. Pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas (Kandang C), pembuatan ransum dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan, analisis bahan baku dan ransum dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 375 ekor ayam broiler umur satu hari (DOC) Cobb strain CP 707 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Jaya Farm dan dipelihara sampai umur 35 hari.

Kandang dan Peralatan

Penelitian ini menggunakan kandang dengan sistem litter yang bersekat dengan jumlah 25 sekat. Masing-masing sekat berukuran 1 x 1,5 m dan berisi 15 ekor ayam. Peralatan penelitian yang digunakan diantaranya thermohigrometer, timbangan digital, tempat pakan, tempat air minum, lampu pijar 100 watt, brooder, detergen, kapur, dan desinfektan.

Ransum

Ransum disusun berdasarkan kebutuhan nutrien menurut Leeson dan Summers (2005). Ransum dibagi menjadi 2 periode yaitu periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35 hari). Ransum diberikan dalam bentuk pellet. Asam fulvat yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam fulvat dalam bentuk cair. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, Corn Gluten Meal (CGM), Meat Bone Meal (MBM), pollard, minyak, dicalcium phospat (DCP), CaCO3, garam, premix,

(62)

Tabel 9. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Periode Starter (0-18 hari) dan Periode Finisher (19-35 hari)

Bahan Pakan Starter Finisher

Jagung (%) 49,66 49,65

Keterangan: 1) Berdasarkan perhitungan software Brill.

2) Hasil Analisis EB di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2012).

3) Hasil Analisis Proksimat di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB (2012).

(63)

Tabel 10. Kandungan Asam Fulvat yang Digunakan Dalam Penelitian

Komponen Jumlah

Asam Fulvat (%) 74,26

Bahan Organik (%) 22,29

Asam Humat (%) 0,55

C (%) 12,90

N (%) 0,51

P (%) 0,04

Na (%) 22,19

K (ppm) 109,00

Ca (ppm) 8,23

Mg (ppm) 4,08

Fe (ppm) 44,85

Zn (ppm) 4,05

pH 9,40 Keterangan : Hasil Analisis di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, IPB (2011)

Prosedur

Pembuatan Ransum. Bahan baku ditimbang sesuai dengan formula ransum. Asam fulvat dicampurkan pada bahan yang tidak mudah menggumpal yakni bungkil kelapa. Setelah pencampuran asam fulvat homogen dicampur dengan bahan baku yang lain. Selanjutnya ransum dimasukkan ke dalam mesin pelleter untuk pencetakkan pellet. Setelah pendinginan pellet, pellet dimasukkan ke dalam mesin crumble. Ransum yang telah selesai dibuat selanjutnya dianalisis kandungan nutrisinya dengan analisis proksimat, analisis Energi Bruto, serta analisis Ca dan P.

(64)

lampu pijar 100 watt dan brooder, serta pemasangan tirai di sekeliling kandang. Kandang diistirahatkan sebelum ayam masuk.

Pemeliharaan Ayam. Masing-masing sekat diisi dengan 15 ekor ayam broiler. Pemeliharaan ayam broiler dilakukan selama lima minggu. Sebelum ayam mendapat perlakuan dilakukan penimbangan bobot badan awal, pemasangan wingband, serta pemberian air gula. Kebutuhan pakan untuk per minggu telah disiapkan dan disimpan dalam plastik berlabel. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Pemberian pakan pada minggu pertama dilakukan setiap tiga jam sekali beserta pemisahan benda asing dari pakan, sedangkan pada minggu selanjutnya pemberian pakan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Pemberian air minum dilakukan setiap pagi dan sore hari. Pencatatan suhu dan kelembaban kandang dilakukan pada jam 07.00, 14.00, dan 17.00. Pada setiap minggu dilakukan penimbangan konsumsi dan sisa pakan serta penimbangan ayam per ekor untuk mengetahui bobot badan dan pertambahan bobot badan.

Rancangan dan Analisis Data Perlakuan

Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : R1 : ransum kontrol (tanpa penambahan asal fulvat) R2 : ransum dengan penambahan asam fulvat 0,25% R3 : ransum dengan penambahan asam fulvat 0,50% R4 : ransum dengan penambahan asam fulvat 0,75% R5 : ransum dengan penambahan asam fulvat 1,0%

Rancangan Percobaan

(65)

௜ ௜௝

߬ ߝ௜௝

Yij = µ +߬ +ߝ Keterangan :

Y : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : nilai rataan umum

: efek perlakuan ke-i

: galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (Anova) dan dilakukan uji Duncan terhadap data yang berbeda nyata (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang Diamati

Konsumsi ransum. Konsumsi ransum rataan per ekor per minggu dihitung dari selisih antara jumlah ransum yang diberikan selama tujuh hari dengan sisa ransum. Perhitungan sisa ransum dilakukan dengan memisahkan ekskreta dan sekam (benda asing) dari sisa ransum.

Bobot Badan Akhir. Bobot badan akhir adalah bobot badan ayam yang ditimbang pada minggu terakhir setelah lima minggu pemeliharaan sebelum ayam dipanen.

Pertambahan Bobot Badan (PBB). Penimbangan bobot badan pertama saat DOC datang dengan dilakukan satu per satu untuk mengetahui bobot badan DOC rata-rata. Bobot badan awal didapat pada saat penimbangan sebelum perlakuan. Penimbangan selanjutnya dilakukan setiap minggu. Perhitungan pertambahan bobot badan dihitung dengan cara penimbangan bobot badan per ekor pada akhir minggu dikurangi bobot badan per ekor dari minggu sebelumnya. Perhitungan PBB dilakukan tujuh hari sekali.

Konversi Ransum. Konversi ransum diperoleh dari perbandingan jumlah konsumsi ransum rataan dengan pertambahan bobot badan (feed/gain) setiap minggu selama penelitian.

(66)
(67)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum

Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35 hari). Kandungan protein pada periode starter dan finisher adalah 21,57% dan 19,99% dengan kandungan energi pada periode starter dan finisher adalah 4113 kkal/kg dan 4413 kkal/kg. Kandungan protein dan energi ransum tersebut sesuai dengan standar kandungan nutrien ransum ayam broiler periode starter dan finisher yang telah ditetapkan oleh SNI, yakni kandungan protein dan energi periode starter adalah minimal 19% dan 2900 kkal/kg (SNI, 2006a) serta kandungan protein dan energi periode finisher adalah minimal 18% dan 2900 kkal/kg (SNI, 2006b). Selain itu, kadar air yang terkandung dalam ransum juga berada dalam kisaran normal kadar air ransum yang telah ditetapkan oleh SNI, yakni periode starter 11,94% dan periode finisher 6,67 % dimana kadar air ransum menurut SNI adalah maksimal 14% (SNI, 2006a dan SNI, 2006b).

Suhu dan Kelembaban Kandang

Suhu dan kelembaban kandang penelitian dicatat setiap hari pada pagi hari (07.00 WIB), siang hari (14.00 WIB) dan sore hari (17.00 WIB) selama lima minggu. Rataan suhu dan kelembaban kandang disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

(68)

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5

Kelembaban

 

(%)

Minggu ke‐

pagi

siang

sore

Gambar 4. Rataan Kelembaban Kandang Selama Penelitian

Umumnya pada anak ayam umur 1-2 minggu memerlukan suhu lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan ayam broiler umur lebih dari tiga minggu. Pada minggu 1-2 suhu lingkungan telah sesuai dengan suhu kandang yang dibutuhkan oleh anak ayam yakni 29-32 ºC (Charoen Pokphand, 2011). Sedangkan pada ayam broiler umur 3-5 minggu suhu kandang berfluktuatif dimana pada pagi hari 25,2 ºC, siang hari 30,77 ºC dan pada sore hari 27,4 ºC. Suhu yang berfluktuatif tidak sesuai dengan suhu kandang yang dibutuhkan ayam broiler pada usia 3-5 minggu yakni 23-28 ºC (Charoen Pokphand, 2011).

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler

Rataan konsumsi ransum, bobot badan awal, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas ayam broiler setelah lima minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 11.

Konsumsi Ransum

(69)

Tabel 11. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan Awal, Bobot Badan Akhir, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum, dan Mortalitas Selama Penelitian

Peubah R0 R1 R2 R3 R4

Konsumsi ransum (gram/ekor)

2718±86,25 2605±130,36 2620±65,18 2650±86,42 2675±77,24

Bobot badan

1521±90,67 1468±106,04 1474±22,26 1490±70,43 1481±35,04

Pertambahan bobot badan (gram/ekor)

1473±91,38 1421±107,96 1427±23,59 1442±70,09 1431±34,18

Konversi

Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat dalam ransum tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap konsumsi ransum (P>0,05). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Supriyati (2006) dimana penambahan asam fulvat dalam air minum mampu meningkatkan kinerja ayam pedaging, bobot hidup dan rasio konversi ransum. Perbedaan ini diduga akibat perbedaan media pemberian asam fulvat serta perbedaan asam fulvat yang digunakan. Rataan konsumsi ransum ayam broiler setiap minggu selama pemeliharaan disajikan pada Gambar 5.

(70)

Gambar 5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Selama Penelitian

akibat tingginya suhu kandang pada minggu ke-lima. Suhu kandang pada minggu ke-lima berkisar antara 24,9 – 30,5 ºC, sedangkan suhu kandang optimum yang baik untuk broiler pada minggu ke-lima adalah 23 ºC (Charoen Pokphand, 2011). Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan naiknya suhu tubuh ayam. Emmans dan Charles (1977) memperkirakan penurunan konsumsi ransum adalah 1,5% setiap 1 ºC kenaikan suhu lingkungan di atas 18 ºC pada ayam di daerah tropis. Penurunan konsumsi ransum antara lain disebabkan oleh meningkatnya konsumsi air minum yang digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh akibat lingkungan yang bertambah panas.

(71)

Bobot Badan Akhir

1521

1468 1474

1490

1481

1400 1450 1500 1550

R0 R1 R2 R3 R4

Gambar 6. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Selama Penelitian Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA)

Rataan bobot badan akhir ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan berkisar antara 1468–1521 gram/ekor. Bobot badan akhir tertinggi dicapai oleh perlakuan R0 yakni sebesar 1521 gram/ekor. Hasil ini didukung dengan konsumsi ransum perlakuan R0 (kontrol) tertinggi dibanding dengan konsumsi ransum perlakuan yang lain. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan asam fulvat dalam ransum tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap bobot badan akhir ayam broiler (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa asam fulvat tidak mengganggu proses pertumbuhan ayam broiler. Karaoglu et al. (2004) menyampaikan bahwa suplementasi asam humat dalam ransum hingga 0,30% tidak mempengaruhi bobot badan akhir ayam broiler.

Pertambahan Bobot Badan

(72)

0

Gambar 7. Rataan PBB Ayam Broiler Selama Penelitian

Keterangan : R0 (ransum kontrol tanpa asam fulvat), R1 (R0 + 0,25% FA), R2 (R0 + 0,50% FA), R3 (R0 + 0,75% FA), R4 (R0 + 1,0% FA) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan ayam broiler pada perlakuan yang diberi penambahan asam fulvat dalam ransum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol (P>0,05). Kocabagli et al. (2002), Karaoglu et al. (2004) dan Yalcin et al. (2005) telah melaporkan bahwa penambahan humat sebesar 0,1%-0,25% tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam broiler.

Konversi Ransum

Gambar

Tabel 3. Kapasitas Kandang Ayam Pedaging Sesuai dengan Tingkat Umur
Tabel 6. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher
Tabel 7. PPersentase K
Tabel 9. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Periode Starter (0-18 hari) dan Periode Finisher (19-35 hari)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Upaya untuk memperbaiki kualitas daging ayam broiler yang mengandung asam lemak tinggi dapat dilakukan dengan memberikan ransum dari bahan pakan yang dapat memperbaiki

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap performa ayam

Pengaruh Suplementasi Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa) dalam Ransum terhadap Penampilan Ayam Broiler (Supplementation Effect of Pearl Grass (Hedyotis corymbosa) on Broiler

Disertasi “Respon Ayam Broiler Terhadap Penurunan Tingkat Protein dalam Ransum Berdasarkan Efisiensi Penggunaan Protein dan Suplementasi Asam Amino Metionin dan Lisin..

Data analisis sidik ragam pertambahan bobot badan ayam broiler Data rataan pertambahan bobot badan ayam broiler umur 0-35 hari.... Data analisis sidik ragam konversi ransum

penambahan enzim fitase dalam ransum konvensional terhadap karkas ayam broiler. Universitas

Kesimpulan pemberian enzim fitase sampai level 2000 UFT pada ransum ayam broiler tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase

Kesimpulan dari penelitian ini adalah keberadaan aflatoksin sebesar 191 ppb dalam pakan ayam broiler yang dipelihara selama lima minggu dapat meningkatkan angka