KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP
MOTIVASI BELAJAR DI SEKOLAH PADA SISWA
KELAS XII DI SMA XYZ
Diajukan untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia dan Muatan Lokal Karya Tulis Ilmiah
NAMA
:
NIRWAN WIJAYA
NIS
:
151610049
KELAS
:
XI (SEBELAS) IPA
SEKOLAH LENTERA HARAPAN CURUG
KAB. TANGERANG
ABSTRAK
Nirwan Wijaya (151610049)
PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP
MOTIVASI BELAJAR DI SEKOLAH PADA SISWA
KELAS XII DI SMA XYZ
( xii + 70 halaman: 2 gambar; 13 tabel; 2 diagram; 10 lampiran)
Pola asuh orangtua memiliki hubungan erat dengan motivasi belajar. Namun, tidak banyak orang yang mengetahui hubungan di antara keduanya. Pola asuh orangtua selalu berkaitan dengan sikap, cara, dan kebiasaan. Pola asuh orangtua cenderung menentukan sikap dan perasaan anak di dalam kesehariannya. Secara tidak langsung, orangtua memberikan pengaruh kepada anak, sehingga peran orangtua sangat memengaruhi motivasi belajar anak. Penelitian ini dilakukan sebagai tindakan untuk mengetahui hubungan di antara keduanya.
Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan metode penelitian mix method yang merupakan metode penelitian gabungan antara metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh pola asuh orangtua terhadap motivasi belajar siswa. Pengaruh terhadap motivasi belajar terjadi secara positif dan signifikan sebesar 100% melalui 2 (dua) pola asuh orangtua yang berbeda, yaitu 6% pola asuh otoriter dan 94% pola asuh demokratis atau autoritatif. Pengaruh yang diberikan melalui sikap, cara, dan kebiasaan yang diberikan oleh orangtua kepada anak untuk mendorong motivasi belajar anak. Dorongan-dorongan yang diberikan berupa perhatian, penyediaan fasilitas, pemberian penghargaan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa.
Kata kunci : Pola Asuh Orangtua, Motivasi Belajar
ABSTRACT
Nirwan Wijaya (151610049)
THE INFLUENCE OF PARENTS’ PARENTING
STYLE TO LEARNING MOTIVATION IN SCHOOL
ON GRADE XII STUDENTS IN XYZ SENIOR HIGH
SCHOOL
( xii + 70 pages: 2 pictures; 13 tables; 2 diagrams; 10 appendixes)
Parents’ parenting style is closely related to learning motivation. However,
not many people know the connection between them. Parents’ parenting style is always related to attitudes, ways, and habits. Parents’ parenting style tends to determine attitude and feelings of children in their daily life. Indirectly, parents give effect to children, so the role of parents greatly affect children’s learning motivation. This research did as an action to know the relations between them.
The research method used in this research is mix method research which is the combination between quantitative method research and qualitative method research. Based on the research that has been done, the results show that there is influence of parents’ parenting style to student learning motivation. Influence on learning motivation occurs positively and significantly by 100% through 2 (two)
different parents’ parenting style, which are 6% authoritarian parents’ parenting
style and 94% democratic or autoritative parents’ parenting style. Influence given through attitudes, ways, and habits provided by parents to children to encourage children's learning motivation. The encouragement given in the form of attention, provision of facilities, awards, and others. Therefore it can be concluded that
parents’ parenting style effect on student learning motivation.
Key Words : Parents’ Parenting Style, Learning Motivation
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu setia memberkati
peneliti senantiasa, sehingga karya tulis ilmiah dengan judul “PENERAPAN
POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DI SEKOLAH
PADA SISWA KELAS XII DI SMA XYZ” ini dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa
dari berbagai pihak, maka karya tulis ilmiah ini tidak dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini peneliti
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
selama proses penelitian ini, yaitu:
1. Bapak Martin Binsartua, M.Pd., selaku Kepala SMA Lentera Harapan
Curug,
2. Bapak Samuel M. Siagian, S.Pd., dan Bapak Marton M. Yalindua,
S.Pd., selaku wali kelas XI IPA,
3. Ibu Friscila M. Hendrakusuma, S.Pd., Ibu Theresia Y. Rahayu, S.Pd.,
dan Bapak Janwar J. Juriaman, S.Pd., selaku guru pembimbing yang
telah memberikan banyak bimbingan, masukan, serta pelajaran
berharga kepada peneliti,
4. Orangtua dan keluarga peneliti tercinta yang selalu setia memberikan
doa, motivasi, serta dukungan selama proses penelitian dan
v
5. Kakak kelas Margaretha Gabriella, Miming, Lidya Agata, dan Risqi F.
Pratama atas bimbingan, bantuan, serta pengalaman yang diberikan
kepada peneliti ,
6. Keluarga Glow Choir Dynaplast atas kebersamaan yang boleh
dirasakan, juga untuk doa, dukungan, serta semangat yang diberikan
kepada peneliti,
7. Mentor rohani Cici Christie Amelia dan Cici Elya Christian atas doa,
dukungan, semangat, serta waktu bertukar cerita yang diberikan
kepada peneliti,
8. Seluruh anggota OSIS SMA Lentera Harapan Curug atas
kebersamaan, pengalaman, pelajaran, doa, serta dukungan yang
diberikan kepada peneliti,
9. Kakak komunitas Maria Eka Sulistyawati atas bantuan, pengalaman,
pelajaran, serta semangat yang diberikan kepada peneliti,
10.Seluruh siswa/i kelas XII tahun ajaran 2016/2017 di SMA XYZ yang
telah bersedia membantu peneliti di dalam penelitian ini,
11.Teman-teman kelas XI IPA yang tidak dapat dituliskan satu per satu,
terima kasih atas canda, tawa, kebersamaaan, doa, dukungan,
motivasi, serta bantuan yang selama ini diberikan kepada peneliti, dan
12.Pihak-pihak lain yang tidak dapat dituliskan satu per satu, namun
memberikan bantuan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung selama proses penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah
vi
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian juga dengan karya tulis
ilmiah ini. Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalam
karya tulis ilmiah yang masih jauh dari kata SEMPURNA ini. Oleh karena itu,
peneliti menerima segala kritikan dan masukan bermanfaat yang membangun.
Kiranya karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membacanya. Tuhan Yesus memberkati.
Tangerang, 02 Mei 2017
Peneliti
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
2.1 Pola Asuh Orangtua ... 6
2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orangtua ... 6
viii
2.1.3 Jenis, Macam, dan Dampak Pola Asuh Orangtua ... 9
2.1.4 Indikator Pola Asuh Orangtua ... 16
2.2 Motivasi Belajar ... 17
2.2.1 Pengertian Motivasi Belajar ... 17
2.2.2 Fungsi Motivasi Belajar ... 19
2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi Belajar ... 20
2.2.4 Indikator Motivasi Belajar ... 21
2.3 Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Motivasi Belajar ... 23
2.4 Hipotesis Penelitian ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26
3.1 Metode Penelitian ... 26
3.2 Subjek, Waktu, dan Tempat Penelitian ... 27
3.3 Sampel dan Populasi ... 28
3.4 Instrumen Penelitian ... 29
3.4.1 Angket ... 29
3.4.2 Wawancara ... 34
3.5 Validasi Data ... 43
3.6 Teknik Analisis Data ... 43
3.7 Uji Hipotesis ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47
ix
4.1.1 Data Hasil Penelitian Variabel X ... 47
4.1.2 Data Hasil Penelitian Variabel Y ... 52
4.2 Analisis Data Hasil Penelitian dan Pengujian Hipotesis ... 58
4.2.1 Analisis Data Hasil Penelitian Variabel X ... 59
4.2.2 Analisis Data Hasil Penelitian Variabel Y ... 60
4.3 Pembahasan ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1 Kesimpulan ... 68
5.2 Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 : Kerangka Berpikir Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan ... 24
Gambar 4. 1 : Interval Variabel Motivasi Belajar ... 56
Diagram 4. 1 : Persentase Variabel Pola Asuh Orangtua ... 51
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 : Timeline Penelitian ... 27
Tabel 3. 2 : Jumlah Responden ... 28
Tabel 3. 3 : Kisi-kisi Instrumen−Angket ... 33
Tabel 3. 4 : Kisi-kisi Instrumen−Wawancara ... 42
Tabel 3. 5 : Skala Likert ... 44
Tabel 3. 6 : Keterangan Uji Hipotesis ... 46
Tabel 4. 1 : Hasil Angket Variabel Pola Asuh Orangtua ... 50
Tabel 4. 2 : Tabel Distribusi Kelompok Variabel Pola Asuh Orangtua ... 51
Tabel 4. 3 : Hasil Angket Variabel Motivasi Belajar ... 54
Tabel 4. 4 : Kategori Sikap Variabel Motivasi Belajar ... 57
Tabel 4. 5 : Tabel Distribusi Kelompok Variabel Motivasi Belajar ... 57
Tabel 4. 6 : Analisis Data Variabel Pola Asuh Orangtua ... 59
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Lembar Angket Pola Asuh Orangtua ... A-1
Lampiran B. Lembar Angket Motivasi Belajar ... B-1
Lampiran C. Lembar Wawancara ... C-1
Lampiran D. Panel Wawancara... D-1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga dapat diartikan sebagai unit terkecil di dalam masyarakat yang
terbentuk akibat adanya perkawinan berdasarkan agama dan hukum yang sah.
Pengaruh dari keluarga sangatlah penting, karena keluarga merupakan lembaga
sosial primer di dalam kehidupan bermasyarakat. Keluarga menjadi tahapan awal
pembelajaran bagi seorang anak. Wujud nyata yang dapat diberikan dari keluarga
kepada anak salah satunya adalah pendidikan.
Orangtua merupakan motor penggerak kehidupan di dalam keluarga.
Orangtua memiliki peranan utama di dalam pembentukkan karakter anak. Peranan
orangtua dan anggota keluarga lainnya harus dapat memberikan bimbingan dan
layanan kepada anak dengan semaksimal mungkin (Lawang, 2007:103).
Perkembangan pribadi, intelektual, serta pembentukkan karakter anak yang
optimal dapat membantu anak untuk menghadapi petualangan baru di dalam dunia
sekolah dan juga kehidupan selanjutnya. Dalam hal ini, pola asuh orangtua sangat
diperhitungkan sebagai keberhasilan di dalam mendidik dan membentuk karakter
anak.
Pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orangtua yang diterapkan kepada
anak. Pola asuh dianggap sebagai bagian penting dan suatu hal yang mendasar
2
mendidik anaknya dalam hal ini pola asuh yang diterapkan cenderung
mempengaruhi keterampilan sosial yang termasuk di antaranya penerapan
nilai-nilai moral dan kemampuan kognitif anak. Setiap orangtua memiliki pola asuh
yang berbeda-beda untuk diterapkan kepada anaknya sesuai dengan pertimbangan
terbaiknya.
Pola asuh orangtua cenderung menentukan sikap dan perasaan anak di
dalam kesehariannya. Secara tidak langsung, orangtua memberikan pengaruh
kepada anak dalam bentuk verbal, misalnya perkataan. Sikap yang orangtua
berikan kepada anaknya dapat dilihat melalui sikap anaknya, misalnya periang,
pemurung, pemikir, dan lain sebagainya. Peran orangtua yang sangat besar juga
mendorong anaknya untuk memiliki motivasi belajar yang baik. Umumnya, anak
enggan pergi ke sekolah dikarenakan sikap orangtua yang tidak suportif terhadap
anaknya.
Motivasi berasal dari kata move yang berarti bergerak. Secara teoritis, motivasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang menggerakkan atau mendorong
seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Hal ini sesuai dengan pengertian yang tertulis di dalam KBBI (2016) bahwa
motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak
sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi di dalam
arti kata yang sebenarnya bukan berbentuk tingkah laku, tetapi kondisi internal
yang kompleks dan tidak dapat dipahami secara langsung. Motivasi mampu
memengaruhi tingkah laku orang lain. Motivasi merupakan harapan dan keinginan
3
dengan istilah motivation yang berasal dari kata motive dan action, yaitu dorongan untuk melakukan tindakan bagi tujuan tertentu.
Motivasi menunjuk kepada faktor-faktor yang memperkuat perilaku.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri (internal) atau dari luar diri
(eksternal) seseorang. Motif mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu dorongan
terus-menerus, kekuatan pada suatu perilaku, dan perilaku selektif. Pengembangan
terhadap dorongan-dorongan tersebut sangat penting, karena merupakan motif
fundamental yang menentukan perilaku individu (Woodworth & Marquis,
1957:320-321). Di dalam pendidikan di sekolah, motivasi sangat erat kaitannya
dengan proses belajar. Oleh karena itu, peran pola asuh orangtua yang sangat
besar sangat diperlukan untuk memberikan dorongan kepada anak guna
membentuk perilaku dan motivasi belajar yang baik di sekolah.
Berdasarkan permasalahan yang telah diamati oleh penulis selama
beberapa kesempatan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP MOTIVASI
BELAJAR DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XII DI SMA XYZ”. Penulis
juga telah melakukan observasi terhadap permasalahan dari motivasi belajar siswa
kelas tersebut. Melalui penelitian yang akan dilakukan selama beberapa waktu ke
depan, penulis berharap dapat menemukan beragam pola asuh orangtua yang
diterapkan kepada anaknya dan pengaruh atau dampak yang ditimbulkan. Penulis
juga berharap dapat menemukan dan memberikan solusi melalui permasalahan
yang ada selama berjalannya waktu penelitian ini, sehingga dapat memberikan
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis
merumuskan beberapa rumusan masalah untuk menguji penelitian ini, yaitu:
1. Apakah pola asuh orangtua berpengaruh terhadap motivasi belajar di
sekolah pada siswa kelas XII di SMA XYZ?
2. Bagaimanakah pola asuh orangtua berpengaruh terhadap motivasi belajar
di sekolah pada siswa kelas XII di SMA XYZ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka ada
beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui pengaruh pola asuh orangtua terhadap motivasi belajar di
sekolah pada siswa kelas XII di SMA XYZ.
2. Mengetahui cara pola asuh orangtua berpengaruh terhadap motivasi
belajar di sekolah pada siswa kelas XII di SMA XYZ.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh melalui pelaksanaan penelitian ini secara garis
5 1. Manfaat bagi peneliti:
a. Penelitian ini dapat menjadi media untuk menambah pengetahuan,
wawasan, dan keterampilan peneliti.
b. Penelitian ini dapat menjadi suatu latihan untuk mengingkatkan
kemampuan berpikir kritis dan upaya pemecahan suatu permasalahan di
lingkungan sosial sekitar.
2. Manfaat bagi orangtua:
Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan orangtua
dalam menerapkan pola asuh terhadap anak-anaknya, sehingga memiliki
motivasi belajar yang baik di sekolah.
3. Manfaat bagi siswa:
Penelitian ini dapat digunakan sebagai pemahaman siswa terhadap pola
asuh orangtua yang diterapkan kepadanya dan sikap timbal balik yang
seharusnya ditunjukkan.
4. Manfaat bagi guru:
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk memahami
perilaku siswa-siswinya di sekolah dan membimbing siswa-siswinya untuk
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Setelah mendeskripsikan latar belakang pada bab I untuk penelitian ini,
selanjutnya peneliti akan memaparkan landasan teori pada bab II untuk
mendukung penelitian ini. Landasan teori pada bab II terdiri atas 2 (dua) bagian,
yaitu pola asuh orangtua dan motivasi belajar. Di dalam landasan teori ini, peneliti
akan menggunakan pendapat maupun teori-teori menurut para ahli yang
mendukung dan terkait dengan topik penelitian.
2.1 Pola Asuh Orangtua
2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orangtua
Menurut Gunarsa (2008:49), pola asuh adalah perlakuan orangtua
di dalam interaksi yang meliputi orangtua menunjukkan kekuasaan dan
cara orangtua memerhatikan keinginan anak. Pola asuh orangtua
menunjukkan sikap, cara, dan kebiasaan orangtua yang diterapkan untuk
mengasuh, memelihara, dan membesarkan anak di dalam keluarga. Pola
asuh orangtua menuntut adanya komunikasi dan interaksi antara orangtua
dengan anak. Komunikasi dan interaksi di dalam pola asuh orangtua
merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan perilaku,
pertumbuhan, dan perkembangan anak.
Sementara itu, Atmosiswoyo & Subyakto (2002:212)
7
berlaku di dalam keluarga, yaitu bagaimana keluarga membentuk perilaku
generasi berikut seusai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai
dengan kehidupan masyarakat. Pola asuh di dalam masyarakat dapat
bersifat kedaerahan, sehingga berbeda-beda tergantung setiap daerah. Pola
asuh yang diterapkan oleh orangtua di dalam suatu daerah mengikuti nilai
dan norma yang berlaku di dalamnya. Keluarga yang berasal dari daerah
Jawa akan mengajarkan nilai, adat, dan norma yang begitu kental dengan
kelembutan. Namun, pola asuh yang mendasar merupakan pola asuh yang
bersifat menyeluruh, karena berlaku di setiap tempat. Bentuk pola asuh
yang bersifat menyeluruh adalah kasih sayang yang diberikan oleh
orangtua kepada anak.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa pola asuh orangtua
adalah perlakuan orangtua di dalam interaksi keluarga yang ditunjukkan
melalui sikap, cara, dan kebiasaan untuk menunjukkan kekuasaan guna
membentuk perilaku, memerhatikan keinginan anak, dan menerapkan nilai
serta norma yang sesuai sengan kehidupan masyarakat.
2.1.2 Dimensi-dimensi Pola Asuh Orangtua
Dimensi merupakan suatu aspek yang meliputi atribut, elemen,
item, fenomena, situasi, atau faktor yang menjadi dasar suatu pemahaman
(KBBI, 2016). Secara lebih sederhana, dimensi diartikan sebagai suatu
Dimensi-8
dimensi besar yang menjadi dasar dari kecenderungan pola asuh orangtua
terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:
a. Tanggapan atau responsiveness
Dimensi tanggapan atau responsiveness menurut Baumrind (dalam Marlina, 2014:11) berkenaan dengan sikap orangtua yang
menerima, penuh kasih sayang, mendengarkan, berorientasi untuk
memenuhi kebutuhan anak, menentramkan, dan sering memberi
pujian. Proses komunikasi dan sosialisasi yang saling menanggapi
antara orangtua dan anak memungkinkan terjadinya suatu diskusi
terbuka. Melalui hal ini, anak akan merasakan nyaman ketika dirinya
berada bersama orangtua. Wujud nyata yang dapat diberikan melalui
dimensi ini berupa kasih sayang dan simpati.
b. Tuntutan atau demandingness
Tanggapan berupa kasih sayang dan simpati yang diberikan
orangtua kepada anak tidak cukup untuk mengarahkan perkembangan
sosial secara positif. Orangtua perlu mengontrol anak agar menjadi
individu yang kompeten baik dari segi sosial maupun pola pikir atau
intelektual. Oleh karena itu, setiap orangtua memiliki tuntutan yang
berbeda-beda kepada setiap anak. Ada orangtua yang memasang
standar tinggi terhadap anak untuk dipenuhi atau disebut dengan
9
tidak terlalu tinggi atau tidak melakukan usaha yang besar untuk
mendorong perilaku anak disebut undemanding.
Tuntutan-tuntutan tersebut dilakukan sebagai bentuk pengawasan
dan upaya pendisiplinan terhadap anak. Jika tuntutan yang diminta
oleh orangtua tidak terpenuhi oleh anak, maka ada konsekuensi yang
harus diterima oleh anak. Tidak sedikit anak yang menjadi anti sosial,
rendah kreativitas, kurang inisiatif, tidak fleksibel, dan cenderung
memiliki motivasi belajar yang rendah karena tuntutan-tuntutan
ekstrim yang diberikan oleh orangtua. Kesalahpahaman terhadap
makna tuntutan seringkali terjadi pada orangtua.
2.1.3 Jenis, Macam, dan Dampak Pola Asuh Orangtua
Setiap orangtua memiliki pola asuh yang beragam. Berdasarkan
dua dimensi responsiveness dan demandingness yang telah dideskripsikan, pola asuh orangtua menurut Baumrind (dalam Habibi, 2015:82) terbagi
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
a. Otoriter
Menurut KBBI (2016), otoriter berarti berkuasa sendiri dan
sewenang-wenang. Sikap otoriter cenderung menekan orang lain
untuk menunjukkan kekuasaan dan kewenangan diri sendiri.
Sementara itu, Gunarsa (1995:87) mendeskripsikan bahwa pola asuh
otoriter adalah suatu bentuk pola asuh orangtua yang menuntut anak
10
oleh orangtua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau
mengemukakan pendapatnya sendiri. Orangtua memegang seluruh
kendali di dalam pola asuh otoriter.
Pola asuh otoriter merupakan pola asuh orangtua yang tinggi
tuntutan (demandingness) dan rendah tanggapan (responsiveness). Di dalam pola asuh otoriter, orangtua berperan seperti seorang arsitek.
Orangtua cenderung melakukan pendekatan, namun bersifat diktator.
Umumnya, orangtua akan menunjukkan wibawa yang begitu tinggi
dan menghendaki ketaatan pada anak yang mutlak. Anak harus
tunduk, menaati, dan mematuhi semua kemauan orangtua.
Orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter di dalam mendidik
anak cenderung menetapkan standar yang mutlak untuk dituruti.
Standar-standar yang ditetapkan biasanya diikuti oleh berbagai
ancaman dan konsekuensi yang diungkapkan melalui perkataan,
seperti “harus”, “mesti”, “tidak boleh... “, dan “jangan”.
Ciri-ciri pola asuh otoriter yang dapat dilihat menurut Baumrind
(dalam Casmini, 2007:51) adalah:
1. orangtua memberi nilai tinggi pada kepatuhan dan dipenuhi
permintaannya,
2. orangtua cenderung lebih suka menghukum, bersifat absolut
dan penuh disiplin,
3. orangtua meminta anaknya harus menerima segala sesuatu
11
4. adanya aturan dan standar yang tetap diberikan oleh orangtua,
dan
5. orangtua tidak mendorong tingkah laku anak secara bebas dan
membatasi anak.
Dampak yang ditimbulkan melalui pola asuh otoriter menurut
Baumrind (dalam Habibi, 2015:82) antara lain anak merasa tidak
bahagia, sering merasa ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif,
selalu tegang, tidak mampu menyelesaikan masalah. Anak yang
mendapatkan pola asuh orangtua otoriter juga tidak mampu
mengendalikan diri, kurang percaya diri, tidak bisa mandiri, kurang
kreatif, kurang dewasa di dalam perkembangan moral, dan memiliki
rasa ingin tahu yang rendah.
b. Permisif
Menurut Baumrind (dalam Santrock 2003:186) di dalam buku
yang berjudul Adolescnece, 6th Edition mendeskripsikan bahwa pola asuh permisif adalah suatu pola di mana orangtua sangat terlibat
dengan remaja, tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan
mereka. Pola asuh permisif berkaitan dengan ketidakcakapan sosial
remaja, terutama kurangnya pengendalian diri. Pola asuh permisif
cenderung memanjakan anak dengan mewujudkan segala sesuatu
permintaan anak. Akibatnya, anak tidak pernah belajar untuk
mengendalikan perilaku diri sendiri dan berharap selalu mendapatkan
12
Pola asuh permisif merupakan pola asuh orangtua yang rendah
pada tuntutan (demandingness), namun tinggi pada tanggapan (responsiveness). Pola asuh permisif memberikan pengawasan yang sangat longgar. Di dalam hal ini, orangtua memperlihatkan
kecenderungan untuk menghindari konflik dengan anak, sehingga
orangtua banyak bersikap membiarkan apa saja yang dilakukan oleh
anak. Orangtua memberikan kesempatan yang sangat besar bagi anak
untuk melakukan sesuatu tanpa adanya pengawasan. Orangtua
cenderung tidak menegur apabila anak melakukan kesalahan. Pada
akhirnya, anak akan terbiasa dengan hal ini dan memiliki sikap yang
keras terhadap orangtua.
Orangtua yang menerapkan pola asuh permisif biasanya lebih
sering mengalah terhadap anak, karena kalah di dalam
argumen-argumen yang diberikan oleh anak. Hal ini dapat terjadi karena
orangtua terbiasa untuk mewujudkan keinginan anak. Orangtua akan
lebih sering mengatakan “baiklah, ibu mengalah”, “boleh”, “terserah
kamu”, dan “tidak apa-apa kalau kamu suka”.
Ciri-ciri pola asuh permisif yang dapat dilihat menurut
Baumrind (dalam Casmini, 2007:50) adalah:
1. orangtua sangat menerima anak dan lebih pasif di dalam
persoalan kedisiplinan,
13
3. orangtua memberikan kebebasan kepada anak untuk bertindak
tanpa batasan, dan
4. orangtua lebih senang menganggap dirinya sebagai pusat bagi
anak dan tidak peduli anak menganggapnya atau tidak.
Dampak yang ditimbulkan melalui pola asuh permisif menurut
Baumrind (dalam Habibi, 2015:82) antara lain anak akan
mempunyai harga diri yang rendah, tidak memiliki kontrol diri yang
baik, memiliki kemampuan sosial yang buruk, dan merasa bukan
bagian penting di dalam keluarga. Anak yang mendapatkan pola asuh
orangtua permisif juga cenderung bersikap puas diri, karena memiliki
segala sesuatu yang menjadi keinginannya.
c. Demokratis atau Autoritatif
Menurut KBBI (2016), demokratis berarti bersifat demokrasi atau
berciri demokrasi. Berdasarkan kata dasarnya, demokrasi sendiri
memiliki arti gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga negara
.
Sedangkan otorisasi berarti pemberian kekuasaan ataupemberian kuasa. Di dalam hal ini, peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa pola asuh demokratis atau autoritatif merupakan pola asuh
orangtua yang memberikan kekuasaan kepada anak, namun tetap di
14
Baumrind (dalam Santrock, 2003:186) di dalam buku yang
berjudul Adolescnece, 6th Edition mendeskripsikan bahwa:
“pola asuh demokratis atau autoritatif mendorong anak untuk bebas, tetapi orangtua tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan anak. Komunikasi timbal balik dapat berlangsung dengan bebas. Orangtua bersikap hangat dan bersifat membesarkan hati anak. Pola asuh demokratis atau autoritatif berkaitan dengan perilaku sosial anak yang kompeten.”
Pola asuh demokratis atau autoritatif merupakan pola asuh orangtua
yang tinggi pada tuntutan (demandingness) dan tanggapan (responsiveness). Orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis atau autoritatif selalu memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak
segan-segan untuk mengendalikannya. Orangtua bersikap rasional,
realistis, dan menghargai kemampuan anak. Orangtua tidak akan
mengharapkan anak untuk melakukan hal yang di luar
kemampuannya.
Di dalam pola asuh demokratis atau autoritatif, orangtua juga
membebaskan anak untuk memilih dan menentukan pilihannya.
Orangtua akan melakukan pendekatan terhadap anak dengan bersikap
hangat. Orangtua cenderung menganggap sederajat hak dan kewajiban
anak dibanding dirinya. Pola asuh demokratis atau autoritatif
menempatkan musyawarah sebagai pilar di dalam memecahkan
berbagai persoalan dengan anak, mendukung dengan penuh
kesadaran, dan berkomunikasi dengan baik (Baumrind dalam
15
pilih salah satu”, “silakan kamu pikirkan baik-baik”, dan “kamu tahu
kanapa akibatnya?”.
Ciri-ciri pola asuh demokratis atau autoritatif yang dapat dilihat
menurut Baumrind (dalam Casmini, 2007:50) adalah:
1. orangtua bersikap hangat, namun tegas,
2. orangtua mengatur standar agar anak dapat melaksanakan serta
memberi harapan yang konsisten terhadap kebutuhan dan
kemampuan anak,
3. orangtua memberikan kesempatan kepada anak untuk
berkembang secara otonomi dan mampu mengarahkan diri,
namun anak harus memiliki tanggung jawab terhadap tingkah
lakunya, dan
4. orangtua menghadapi anak secara rasional, berorientasi pada
masalah-masalah memberi dorongan dalam diskusi keluarga,
dan menjelaskan disiplin yang mereka berikan.
Dampak yang ditimbulkan melalui pola asuh demokrasi atau
autoritatif menurut Baumrind (dalam Habibi, 2015:82) antara lain anak
akan bersikap mandiri, selalu merasa bahagia, mempunyai kontrol diri
yang baik, dan memiliki rasa percaya diri yang terpupuk. Anak yang
mendapatkan pola asuh demokratis atau autoritatif juga berprestasi,
16
berjiwa besar, dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah
dengan baik.
2.1.4 Indikator Pola Asuh Orangtua
Setiap pola asuh orangtua memiliki standar dan batasan pada
masing-masing jenisnya. Hurlock (1980:125) di dalam bukunya yang
berjudul Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan mendeskripsikan indikator-indikator pola asuh orangtua, yaitu:
a. Pola asuh otoriter
1. Orangtua menerapkan peraturan yang ketat.
2. Tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat.
3. Segala peraturan yang dibuat orangtua harus dipatuhi oleh
anak.
4. Orangtua berorientasi pada hukuman, baik fisik maupun
verbal.
5. Orangtua jarang memberikan hadiah.
b. Pola asuh permisif
1. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada
batasan dan aturan dari orangtua.
2. Anak tidak mendapatkan hadiah ataupun pujian meski anak
berperilaku sosial baik.
3. Anak tidak mendapatkan hukuman meski anak melanggar
17
4. Orangtua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan
anak sehari-hari.
5. Orangtua hanya berperan sebagai pemberi fasilitas.
c. Pola asuh demokratis atau autoritatif
1. Adanya kesempatan bagi anak untuk berpendapat.
2. Hukuman diberikan akibat perilaku salah.
3. Orangtua memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku
yang benar.
4. Orangtua membimbing dan mengarahkan tanpa
memaksakan kehendak kepada anak.
5. Orangtua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat
anak tidak sesuai.
6. Orangtua mempunyai pandangan masa depan yang jelas
terhadap anak.
2.2 Motivasi Belajar
2.2.1 Pengertian Motivasi Belajar
“Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Sedangkan di dalam ranah psikologi pada, motivasi berarti usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu, karena ingin mencapai yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya
18
Dorongan yang timbul berupa dorongan ekstrinsik dan dorongan
instrinsik. Dorongan ekstrinsik merupakan dorongan yang datangnya dari
luar diri seseorang, sedangkan dorongan intrinsik merupakan dorongan
yang tidak perlu disertai perangsang dari luar.
Menurut Donald (dalam Sardiman, 1984:71), motivasi adalah
perubahan energi di dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
perasaan dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Dorongan yang terjadi bekerja sebagai pelepas energi untuk melakukan
sesuatu. Kemudian, dorongan tersebut akan menentukan arah perbuatan
yang hendak dilakukan. Akhirnya, dorongan tersebut akan menyeleksi
perbuatan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
Sementara itu, Ford (dalam Sabran, 2005:7) mendeskripsikan
bahwa motivasi adalah suatu proses membangkitkan, mengarahkan, dan
mengekalkan tindakan tingkah laku mengarah ke tujuan tertentu, di mana
sebelumnya tidak ada gerakan menuju ke arah tujuan tersebut. Motivasi
bukan saja menggerakan tingkah laku, tetapi juga mengarahkan dan
memperkuat perilaku yang bermotivasi untuk menunjukkan minat,
kegairahan, dan ketekunan yang tinggi di dalam melakukan sesuatu.
Motivasi dapat dilihat melalui ciri-ciri tingkah laku yang memperlihatkan
minat, fokus, konsentrasi, dan ketekunan. Pelajar yang memiliki motivasi
belajar tinggi akan memperlihatkan minat, fokus, konsentrasi, dan
ketekunan yang tinggi terhadap pelajaran. Mereka menempatkan pelajaran
19
motivasi belajar rendah akan enggan untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan menunjukkan sikap cepat bosan, mengantuk, dan
berusaha untuk tidak mengikutinya.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa motivasi belajar
adalah dorongan yang ditandai dengan munculnya perasaan menyebabkan
seseorang atau kelompok orang tertentu untuk melakukan suatu tindakan
guna mencapai tujuan tertentu, di mana sebelumnya tidak ada gerakan
menuju ke arah tujuan tersebut.
2.2.2 Fungsi Motivasi Belajar
Motivasi belajar mengarahkan seseorang menuju ke arah yang
lebih baik. Sardiman (2008:85) menuliskan beberapa fungsi motivasi
belajar, yaitu:
1. mendorong pelajar untuk berbuat, sebagai penggerak atau
motor yang melepaskan energi,
2. menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak
dicapai, dan
3. menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan.
Sementara itu, Uno (2008:17) menuliskan teori lain terhadap
20
1. mendorong pelajar untuk melakukan aktivitas yang didasarkan
atas pemenuhan kebutuhan,
2. menentukan arah tujuan yang hendak dicapai, dan
3. menentukan perbuatan yang harus dilakukan.
Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli,
maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa fungsi motivasi belajar
adalah mendorong dan mengarahkan pelajar untuk menentukan perbuatan
yang harus dilakukan guna mencapai suatu tujuan.
2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi Belajar
Setiap pelajar memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda.
Adapun 4 (empat) faktor besar yang memengaruhi motivasi belajar
menurut Wlodkowski & Jaynes (dalam Hawadi, 2001:94-95), antara
lain:
a. Kultur
Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu keluarga akan
berbeda dengan kebudayaan yang dimiliki oleh keluarga
lainnya. Kebudayaan menjadi salah satu faktor yang
memengaruhi motivasi belajar. Orangtua dengan kebudayaan
Jepang akan lebih menekankan tentang usaha daripada
kemampuan. Hal ini berbeda dengan orangtua dengan
kebudayaan Amerika yang lebih mementingkan penampilan
21 b. Keluarga
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Benjamin
Bloom, profesional muda dengan kisaran umur 28-35 tahun
mendapatkan dorongan yang besar dari keluarga semasa
kecilnya. Adanya keterlibatan orangtua di dalam proses belajar
anak menunjukkan hasil yang besar. Peran orangtua di dalam
membimbing dan mengarahkan sangat diperlukan untuk
mendorong motivasi belajar anak.
c. Sekolah
Tuntutan yang diberikan oleh setiap sekolah terhadap
kemampuan pelajar berbeda-beda. Sekolah yang memberikan
tuntutan lebih besar kepada pelajar akan membangkitkan
motivasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan sekolah yang
memberikan tuntutan lebih kecil.
d. Faktor internal anak
Dorongan dari dalam diri anak juga merupakan salah satu
faktor penting yang memengaruhi motivasi belajar. Tanpa
adanya dorongan dari dalam diri sendiri, faktor-faktor yang
berasal dari luar tidak akan memengaruhi motivasi belajar.
2.2.4 Indikator Motivasi Belajar
Ciri-ciri seseorang termotivasi untuk belajar dapat dilihat melalui
22
termotivasi belajar yang dapat digunakan sebagai indikator motivasi
belajar, yaitu:
1. tekun menghadapai tugas,
2. ulet menghadapi kesulitan,
3. menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah,
4. lebih senang bekerja mandiri,
5. cepat bosan pada tugas-tugas rutin,
6. dapat mempertahankan pendapatnya,
7. tidak mudah melepaskan suatu hal yang diyakini, dan
8. senang memecahkan masalah soal-soal.
Sementara itu, Uno (2008:23) mendeskripsikan indikator motivasi
belajar sebagai berikut:
1. adanya hasrat dan keinginan berhasil,
2. adanya dorongan dan kebutuhan di dalam belajar,
3. adanya harapan dan cita-cita masa depan,
4. adanya penghargaan di dalam belajar,
5. adanya kegiatan yang menarik di dalam belajar, dan
6. adanya lingkungan belajar yang kondusif.
Berdasarkan indikator-indikator yang telah dideskripsikan oleh 2
(dua) ahli di atas, peneliti akan menggunakan 10 (sepuluh) indikator
23 1. tekun menghadapai tugas,
2. ulet menghadapi kesulitan,
3. menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah,
4. lebih senang bekerja mandiri,
5. cepat bosan pada tugas-tugas rutin,
6. dapat mempertahankan pendapatnya,
7. senang memecahkan masalah soal-soal,
8. adanya hasrat dan keinginan berhasil,
9. adanya dorongan dan kebutuhan di dalam belajar, dan
10. adanya harapan dan cita-cita masa depan.
2.3 Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah dorongan yang yang ditandai dengan munculnya
perasaan menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu untuk melakukan
suatu tindakan guna mencapai tujuan tertentu, di mana sebelumnya tidak ada
gerakan menuju ke arah tujuan tersebut. Salah satu faktor yang memengaruhi
motivasi belajar adalah keluarga. Peran orangtua di dalam membimbing dan
mengarahkan sangat diperlukan untuk mendorong motivasi belajar anak. Bentuk
bimbingan dan arahan yang yang diberikan kepada anak dapat berupa pola asuh
orangtua. Orangtua dapat menentukan bimbingan dan arahan yang tepat bagi anak
24
Pola asuh orangtua adalah perlakuan orangtua di dalam interaksi keluarga
yang ditunjukkan melalui sikap, cara, dan kebiasaan untuk menunjukkan
kekuasaan guna membentuk perilaku, memerhatikan keinginan anak, dan
menerapkan nilai serta norma yang sesuai dengan kehidupan masyarakat. Setiap
pola asuh orangtua memiliki ciri masing-masing. Pola asuh orangtua
menghasilkan atau memberikan dampak bagi anak. Dampak yang ditimbulkan
dari setiap pola asuh orangtua berbeda-beda. Perbedaan pola asuh orangtua yang
diterapkan kepada anak akan menghasilkan sikap anak yang berbeda pula,
misalnya pola asuh otoriter yang menghasilkan anak yang tidak merasa bahagia
berbeda dengan pola asuh demokratis atau autoritatif yang menghasilkan anak
yang selalu merasa bahagia.
Setiap pola asuh orangtua yang diterapkan kepada anak menjadi faktor
yang memengaruhi motivasi belajar. Orangtua yang menerapkan pola asuh yang
tepat kepada anak dapat meningkatkan motivasi belajar dengan optimal.
Gambar 2. 1 : Kerangka Berpikir Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Motivasi Belajar
X
Y
Otoriter
Permisif
25 Keterangan:
X = Variabel pola asuh orangtua, diantaranya otoriter, permisif, dan
demokratis atau autoritatif (variabel bebas atau independentvariable). Y = Variabel motivasi belajar (variabel terikat atau dependentvariable).
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori maupun pendapat para ahli serta kerangka berpikir yang
telah dideskripsikan, maka peneliti mengajukan hipotesis atau menarik
kesimpulan sementara bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pola
asuh orangtua terhadap motivasi belajar di sekolah pada siswa kelas XII pada
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara
atau metode di dalam suatu penyelidikan untuk meningkatkan sejumlah
pengetahuan melalui usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki
masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Metodologi penelitian pada bab III
terdiri atas 7 (tujuh) bagian, antara lain: (1) metode penelitian, (2) subjek, waktu,
dan tempat penelitian, (3) sampel dan populasi, (4) instrumen penelitian, (5)
validasi data, (6) teknik analisis data, dan (7) uji hipotesis.
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah
metode penelitian mix method. Metode penelitian mix method adalah sebuah metode penelitian yang melibatkan asumsi filosofis yang menentukan teknik
pengumpulan dan analisis data melalui proses campuran kualitatif dan kuantitatif
(Creswell & Clark dalam Herlanti, 2014:10). Sehingga, metode penelitian mix method melibatkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif secara bersamaan. Peneliti menggunakan metode penelitian mix method untuk mengetahui besar pengaruh antar variabel melalui metode penelitian kuantitatif dan cara suatu
variabel memengaruhi variabel lainnya melalui metode penelitian kualitatif.
27
Indonesia berarti metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang
berfokus pada pengumpulan data, analisis, dan tulisan, tetapi tetap berasal dari
prinsip ilmu pengetahuan yang mengalir ke seluruh proses penelitian.
Sementara itu, Sugiyono (2003:14) mendeskripsikan bahwa metode
penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian dengan memperoleh data yang
berbentuk angka atau kualitatif yang diangkakan. Metode penelitian kuantitatif
dianggap lebih sistematis, terencana, dan terstruktur. Hasil yang didapatkan juga
ketat terhadap objektivitas, karena berupa angka yang valid dan mutlak.
3.2 Subjek, Waktu, dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada siswa/i kelas XII di SMA XYZ.
Penelitian ini akan berlangsung sejak awal bulan Maret 2017 hingga awal bulan
April 2017. Berikut jadwal pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan:
MINGGU PERIODE KEGIATAN
2 06 – 10 Maret 2017 Penyusunan angket
3 13 – 17 Maret 2017 Penyebaran angket
4 20 – 24 Maret 2017 Proses wawancara
5 27 – 31 Maret 2017 Proses analisis data terhadap
keseluruhan angket yang telah diisi oleh responden
1 03 – 07 April 2017
28
3.3 Sampel dan Populasi
Di dalam penelitian ini terdapat 52 subjek penelitian, yakni: 29 subjek
penelitian di kelas XII IPA di antaranya terdapat 17 laki-laki dan 12 perempuan
dan 23 subjek penelitian di kelas XII IPS di antaranya terdapat 12 laki-laki dan 11
perempuan.
Tabel 3. 2 : Jumlah Responden
Peneliti akan menggunakan teknik simple random sampling. Easton & McColl (dalam Rahman 2015:53) di dalam buku yang berjudul Lecture Notes on Statistics mendeskripsikan bahwa:
“simple random sampling is the basic sampling technique where we select a
group of subjects−a sample for study from a larger group−a population. Each
individual is chosen entirely by chance and each member of the population has an equal chance of being included in the sample.”
Di dalam Bahasa Indonesia berarti simple random sampling merupakan teknik pengambilan sampel sederhana di mana peneliti memilih sekelompok subjek
sebagai sampel dari sekelompok subjek yang lebih besar yang disebut sebagai
populasi untuk diteliti. Setiap individu yang terpilih sepenuhnya secara kebetulan
dan setiap anggota di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama rata untuk
29
3.4 Instrumen Penelitian
Di dalam penelitian ini, Peneliti akan menggunakan instrumen penelitian
berupa angket dan wawancara. Berikut penjelasannya:
3.4.1 Angket
Angket merupakan suatu lembaran berisi daftar pertanyaan atau
pernyataan yang harus diisi oleh responden untuk tujuan tertentu. Menurut
Kartono (dalam Sarwono, 2010:34) di dalam buku yang berjudul Pintar
Menulis Karangan Ilmiah – Kunci Sukses dalam Menulis Ilmiah, angket
adalah suatu masalah yang umumnya menyangkut kepentingan umum atau
orang banyak, kemudian dilakukan dengan mengedarkan formulir secara
tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan jawaban atau
tanggapan. Hal ini semakin diperjelas oleh Juliandi dkk. (2014:69),
bahwa angket adalah pertanyaan atau pernyataan yang disusun peneliti
untuk mengetahui pendapat atau persepsi responden penelitian tentang
suatu variabel yag diteliti. Berdasarkan bentuknya, angket di bagi menjadi
2 (dua) bagian, yaitu angket terbuka dan angket tertutup. Angket terbuka
memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab sesuai dengan
persepsi atau pendapat tanpa terbatas pada pilihan jawaban yang
disediakan, sedangkan angket tertutup menyediakan pilihan jawaban untuk
dipilih oleh responden tanpa memberikan jawaban tambahan lain,
sehingga responden terbatas hanya pada pilihan jawaban dan tidak
memiliki kesempatan untuk mendeskripsikan persepsi dan pendapat
30
tertutup dengan pilihan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) kepada responden untuk diisi
melalui penyataan-pernyataan yang telah disediakan berdasarkan pendapat
dan kondisi responden sesungguhnya. Berikut kisi-kisi instrumen angket
31
JUDUL VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR NO. ANGKET
PENGARUH POLA
harus dipatuhi oleh anak 3
Orangtua berorientasi pada
32
JUDUL VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR NO. ANGKET
Orangtua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan
anak sehari-hari
4
Orangtua hanya berperan
sebagai pemberi fasilitas 10
33
JUDUL VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR NO. ANGKET
Motivasi Belajar -
Tekun menghadapi tugas 1, 11
Ulet menghadapi kesulitan 2, 12
Menunjukkan minat terhadap
bermacam-macam masalah 3, 13
Lebih senang bekerja mandiri 4, 14
Cepat bosan pada tugas-tugas
34
3.4.2 Wawancara
Wawancara adalah kegiatan interaksi dua orang atau lebih yang
melibatkan seorang pewawancara dan seorang narasumber untuk
mendapatkan suatu informasi. Menurut Kartono (dalam Sarwono,
2010:34) di dalam buku yang berjudul Pintar Menulis Karangan Ilmiah –
Kunci Sukses dalam Menulis Ilmiah, wawancara adalah suatu percakapan
secara lisan antara dua orang atau lebih yang saling berhadapan secara
fisik untuk diarahkan pada suatu masalah tertentu. Hal ini semakin
diperjelas oleh Juliandi dkk. (2014:69), bahwa wawancara adalah dialog
langsung antara peneliti dengan responden penelitian. Berdasarkan
bentuknya, wawancara di bagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu wawancara
terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur
merupakan wawancara yang diarahkan melalui pedoman yang telah
disusun, sedangkan wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara
yang tidak diarahkan, karena tidak adanya pedoman yang disusun oleh
pewawancara. Di dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan
wawancara secara terstruktur kepada responden untuk mendapatkan
informasi tambahan sebagai pendukung berdasarkan pendapat dan kondisi
narasumber sesungguhnya. Berikut kisi-kisi instrumen wawancara yang
35
JUDUL VARIABEL INDIKATOR WAWANCARA
PENDAPAT NARASUMBER peraturan yang harus Anda lakukan?
1. Orangtua saya memberikan
peraturan yang harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar.
pernah memberikan peraturan untuk saya lakukan.
2. Orangtua saya memberikan
kebebasan kepada saya untuk
melakukan segala hal. pendapat di dalam diskusi keluarga.
3. Orangtua selalu menolak pendapat
yang saya berikan.
Pola asuh otoriter
Adanya kesempatan bagi anak untuk
berpendapat
1. Orangtua saya selalu melibatkan
saya di dalam diskusi keluarga.
2. Orangtua saya selalu memberikan
36
JUDUL VARIABEL INDIKATOR WAWANCARA
PENDAPAT NARASUMBER
KALIMAT KUNCI INTERPRETASI
penjelasan secara rasional jika pendapat
anak tidak sesuai
untuk memberikan pendapat
terhadap suatu hal.
4. Orangtua terkadang menolak
pendapat saya, namun dengan
1. Orangtua saya sering memberikan
hukuman kepada saya bila ada
memberikan hukuman kepada saya sekalipun saya melakukan suatu kesalahan.
Pola asuh permisif
Hukuman diberikan akibat perilaku salah
1. Orangtua saya terkadang
memberikan hukuman kepada saya atas kesalahan yang saya buat.
2. Orangtua memberikan hukuman
kepada saya sesuai dengan tingkat
1. Apakah orangtua sering
menanyakan kegiatan
yang Anda lakukan di sekolah?
2. Apakah orangtua sering
menanyakan materi
pelajaran yang Anda pelajari di sekolah?
3. Apakah orangtua sering
1. Orangtua saya hampir tidak pernah
menanyakan kegiatan sehari-hari
saya, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2. Orangtua saya tidak pernah
37
JUDUL VARIABEL INDIKATOR WAWANCARA
PENDAPAT NARASUMBER
KALIMAT KUNCI INTERPRETASI
mendorong Anda untuk belajar di rumah?
4. Bentuk perhatian seperti
apa yang orangtua
berikan kepada Anda?
rumah.
4. Orangtua saya selalu menyediakan
fasilitas bagi saya.
5. Orangtua saya selalu memenuhi
kebutuhan bahkan keinginan saya.
ataupun hadiah kepada Anda?
2. Seberapa sering
orangtua memberikan
penghargaan, pujian,
ataupun hadiah kepada Anda?
3. Mengapa orangtua
memberikan
penghargaan, pujian,
ataupun hadiah kepada Anda?
1. Orangtua saya jarang atau bahkan
tidak pernah memberikan
penghargaan, pujian, ataupun hadiah
kepada saya walaupun saya
2. Orangtua saya selalu memberikan
penghargaan, pujian, dan hadiah atas perbuatan baik yang saya lakukan, misalnya mendapatkan nilai yang baik.
2. Apakah orangtua selalu
mendukung minat dan bakat Anda?
3. Adakah batasan-batasan
yang diberikan orangtua terhadap masa depan
1. Orangtua saya selalu mendukung
minat dan bakat saya.
2. Orangtua saya tidak pernah memberi
target atau batasan terhadap cita-cita dan masa depan saya.
3. Orangtua saya selalu mendorong
saya untuk belajar dengan giat agar saya berhasil di masa depan.
Pola asuh demokratis atau autoritatif
38
JUDUL VARIABEL INDIKATOR WAWANCARA
PENDAPAT NARASUMBER
KALIMAT KUNCI INTERPRETASI
depan yang jelas terhadap anak
Anda?
4. Apakah orangtua selalu
mendorong Anda untuk belajar dengan giat dan
Anda saat mendapatkan
tugas dari guru di
sekolah?
2. Apakah Anda selalu
bersemangat saat
mendapatkan tugas dari guru di sekolah?
1. Saya selalu merasa senang dan
bersemangat jika guru saya
memberikan tugas untuk saya
kerjakan.
Motivasi belajar tinggi
1. Saya selalu merasa malas dan tidak
bersemangat jika guru saya
memberikan tugas untuk saya
kerjakan.
1. Ketika saya mengalami kesulitan
belajar, saya selalu mencari cara agar
saya bisa memahami materi
pelajaran tersebut.
Motivasi belajar tinggi
1. Ketika saya mengalami kesulitan
belajar, saya akan mengabaikannya karena saya memang tidak bisa memahami materi pelajaran tersebut.
39
JUDUL VARIABEL INDIKATOR WAWANCARA
PENDAPAT NARASUMBER
KALIMAT KUNCI INTERPRETASI
Menunjukkan minat terhadap
bermacam-macam masalah
1. Apa yang Anda lakukan
ketika menemukan
soal-soal yang di luar
kemampuan Anda?
2. Bagaimana pendapat
Anda dengan
pernyataan: lebih baik menguasai satu mata
pelajaran secara
maksimal daripada
menguasai banyak mata pelajaran, namun tidak maksimal?
1. Saya sangat menyukai soal-soal yang
menantang dan di luar bagian dari kemampuan saya.
2. Saya cenderung lebih tertarik untuk menguasai banyak mata pelajaran.
Motivasi belajar tinggi
1. Saya mampu mengerjakan soal-soal
yang sudah saya pahami, namun tidak untuk soal-soal baru yang di luar bagian dari kemampuan saya. 2. Saya cenderung lebih tertarik untuk
secara individu atau
berkelompok?
secara berkelompok, karena
pekerjaan akan terasa lebih ringan jika dikerjakan secara bersama-sama.
2. Saya bisa mengandalkan teman
ketika bekerja di dalam kelompok.
Motivasi belajar rendah
Cepat bosan pada tugas-tugas rutin
1. Apakah Anda menyukai
tugas dengan variasi yang beragam?
2. Bagaimana perasaan
Anda ketika mendapat
1. Saya sangat menyukai tugas dengan variasi yang beragam, sehingga saya
akan mudah bosan apabila
mendapatkan tugas dari guru dengan variasi yang sama.
40
JUDUL VARIABEL INDIKATOR WAWANCARA
PENDAPAT NARASUMBER
KALIMAT KUNCI INTERPRETASI
tugas dari guru di
sekolah dengan variasi yang sama?
1. Saya mampu mempertahankan
pendapat di dalam suatu diskusi dengan menambah argumen yang mendukung pendapat saya.
Motivasi belajar tinggi
1. Saya akan memercayai pendapat
teman saya di dalam suatu diskusi,
soal-soal yang memiliki
keterkaitan antar
pelajaran?
2. Bagaimana perasaan
Anda ketika mendapat soal-soal dengan konsep analisis dan pemecahan masalah?
1. Saya sangat menyukai soal-soal yang
memiliki keterkaitan antar pelajaran,
karena mendorong saya untuk
berpikir lebih kritis melalui konsep analisis dan pemecahan masalah.
Motivasi belajar tinggi
1. Saya sangat tidak menyukasi soal-soal yang memiliki keterkaitan antar pelajaran, apalagi soal-soal dengan konsep analisis dan pemecahan masalah.
Motivasi belajar rendah
Adanya hasrat dan keinginan berhasil
1. Apakah Anda memiliki
perasaan takut untuk
mengalami suatu
kegagalan?
2. Apa yang akan Anda
1. Saya tidak pernah takut pada
kegagalan, karena saya belajar
banyak hal dari suatu kegagalan.
2. Saya percaya bahwa suatu kegagalan
adalah suatu keberhasilan yang
41
JUDUL VARIABEL INDIKATOR WAWANCARA
PENDAPAT NARASUMBER
KALIMAT KUNCI INTERPRETASI
lakukan jika mengalami
suatu kegagalan,
misalnya mendapatkan
nilai ulangan harian
yang jelek?
tertunda.
3. Saya akan belajar lebih giat jika saya mendapatkan nilai ulangan harian yang jelek.
1. Saya takut untuk mengalami suatu
kegagalan.
2. Saya tidak pernah takut pada
kegagalan, karena saya menganggap kegagalan yang telah berlalu biarlah berlalu.
3. Saya akan bersikap cuek walaupun
saya mendapatkan nilai ulangan harian yang jelek.
matang terhadap masa depan Anda?
3. Bagaimana perencanaan
yang Anda miliki
terhadap masa depan Anda?
1. Saya memiliki perencanaan yang
matang terhadap masa depan saya.
Motivasi belajar tinggi
1. Saya belum tahu pekerjaan yang
akan kerjakan ke depan.
2. Saya belum memiliki perencanaan
yang matang terhadap masa depan
1. Lingkungan seperti apa
yang membuat Anda
1. Saya butuh tempat yang sunyi, sejuk,
dan tenang untuk belajar dengan baik.
Motivasi belajar tinggi
1. Saya bisa belajar di mana saja,
karena saya tidak memiliki kriteria tempat untuk belajar.
2. Kemampuan belajar saya memang
42
JUDUL VARIABEL INDIKATOR WAWANCARA
PENDAPAT NARASUMBER
KALIMAT KUNCI INTERPRETASI
rendah.
43
3.5 Validasi Data
Validasi adalah suatu tindakan yang membuktikan keakuratan suatu data,
proses, atau metode di dalam suatu penelitian. Suatu data, proses, atau metode
yang telah divalidasi memiliki tingkat validitas. Bruce (dalam Swarjana,
2016:39) di dalam buku yang berjudul Statistik Kesehatan mendeskripsikan
bahwa validitas merupakan kapasitas sebuah tes, instrumen, atau pernyataan untuk
memberikan hasil yang benar. Tahap validasi dapat dilakukan orang-orang yang
ahli di dalam bidangnya atau orang-orang yang lebih senior. Orang-orang yang
melakukan validasi disebut sebagai validator. Di dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa ahli sebagai validator untuk melakukan validasi terhadap
instrumen yang akan dipakai. Beberapa ahli sebagai validator yang akan
melakukan validasi, antara lain (1) guru mata pelajaran Karya Tulis Ilmiah,
sehingga mampu melakukan validasi terhadap pola instrumen angket dan
wawancara, dan (2) guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, sehingga mampu
melakukan validasi terhadap struktur kalimat dan kebahasaan instrumen angket
dan wawancara.
3.6 Teknik Analisis Data
Di dalam penelitian ini, data yang akan diperoleh berbentuk ordinal.
Peneliti akan menggunakan teknik analisis data dengan menggunakan skala
ordinal melalui skala Likert. Menurut Rangkuti (2007:69), skala ordinal adalah
skala yang bertujuan untuk membedakan antara kategori-kategori di dalam satu
44
menunjukkan urutan nilai atau peringkat di dalam suatu data. Skala ordinal
menjadi dasar di dalam teknik analisis data skala Likert.
Skala Likert merupakan skala yang mengukur kesetujuan atau
ketidaksetujuan seseorang terhadap serangkaian pernyataan berkaitan dengan
keyakinan atau perilaku mengenai suatu objek tertentu (Hermawan, 2009:134).
Skala ini dikembangkan oleh seorang ahli bernama Rensis Likert, sehingga
dikenal dengan skala Likert. Pada umumnya, skala Likert menggunakan 5 (lima)
angka penilaian, yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat
setuju. Namun, di dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menggunakan 4
(skala) angka penilaian, yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat
setuju.
SKALA PREDIKAT NILAI
Likert
menggunakan prinsip perhitungan menurut teori ahli Arikunto (2010:190).
Arikunto mengenalkan prinsip perhitungan melalui 4 (empat) pilihan. Prinsip
perhitungan yang akan digunakan oleh peneliti bertujuan untuk menghitung
45
terhadap jenis pola asuh orangtua yang diterapkan. Berikut prinsip perhitungan
yang akan digunakan oleh peneliti:
Keterangan:
SSV = Skor Sub Variabel
BCKSTS = Banyak Centang Kolom Sangat Tidak Setuju
BCKTS = Banyak Centang Kolom Tidak Setuju
BCKS = Banyak Centang Kolom Setuju
BCKSS = Banyak Centang Kolom Sangat Setuju
TS = Total Skor yang diperoleh dari keseluruhan jawaban responden
Di dalam analisis data angket untuk variabel motivasi belajar di sekolah,
peneliti masih menggunakan prinsip perhitungan yang sama seperti yang telah
dideskripsikan dengan model yang berbeda. Prinsip perhitungan yang akan
digunakan oleh peneliti bertujuan untuk menghitung tingkat motivasi belajar di
sekolah dan besar pengaruh pola asuh orangtua terhadap motivasi belajar di
sekolah. Berikut prinsip perhitungan yang akan digunakan oleh peneliti:
46
Keterangan:
Q1 = Daerah kuartil 1 yang menunjukkan tingkat motivasi belajar yang rendah
Q2 = Daerah kuartil 2 yang menunjukkan batas tengah tingkat motivasi belajar
Q3 = Daerah kuartil 3 yang menunjukkan tingkat motivasi belajar yang tinggi
3.7 Uji Hipotesis
Di dalam penelitian ini, peneliti membuat suatu ketentuan untuk menguji
hipotesis yang telah dirumuskan pada bab II. Berikut ketentuan uji hipotesis yang
akan dipakai peneliti di dalam penelitian ini:
POLA ASUH ORANGTUA
MOTIVASI
BELAJAR KETERANGAN
+
+ Terpengaruh
- Tidak Terpengaruh
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Di dalam bab IV, peneliti akan mengolah data yang telah diperoleh
melalui penyebaran angket dan hasil wawancara. Kemudian, peneliti akan
melakukan analisis dengan landasan teori yang terdapat di dalam bab II untuk
menjawab rumusan masalah yang dituliskan di dalam bab I.
4.1 Penyajian Data Hasil Penelitian
Peneliti telah menyebarkan lembar angket kepada jumlah populasi
sebanyak 52 subjek penelitian. Dari jumlah populasi yang tersedia, peneliti
mengambil 30% bagian sebagai sampel untuk diteliti. Sampel yang didapatkan
terdiri dari 16 subjek penelitian, di antaranya terdapat masing-masing 4 laki-laki
dan perempuan di kelas XII IPA dan XII IPS. Berikut penjelasannya:
4.1.1 Data Hasil Penelitian Variabel X
Pada lembar angket pola asuh orangtua yang telah disebarkan oleh
peneliti pada tahap pertama, peneliti akan melakukan perhitungan data
untuk mengetahui jumlah persentase masing-masing jenis pola asuh yang
diterapkan oleh orangtua kepada anak, kemudian mengambil persentase
tertinggi sebagai kesimpulan pola asuh orangtua yang diterapkan pada
siswa/i kelas XII IPA dan XII IPS. Untuk melakukan perhitungan, peneliti
menggunakan teknik analisis data yang sudah dituliskan di dalam bab III.
48
pada responden, namun peneliti hanya akan memberikan satu contoh
perhitungan terhadap pola asuh otoriter pada responden 1 sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa pola asuh otoriter
yang diterapkan oleh orangtua responden 1 sebesar 27,27%. Perhitungan