• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN KEINGINAN BERPINDAH (TURNOVER INTENTION) PADA KARYAWAN PT. FAST FOOD INDONESIA Tbk (KFC) CABANG KARAWANG - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN KEINGINAN BERPINDAH (TURNOVER INTENTION) PADA KARYAWAN PT. FAST FOOD INDONESIA Tbk (KFC) CABANG KARAWANG - Repository Fakultas Ekonomi UNJ"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia bisnis sekarang dituntut menciptakan kinerja karyawan yang tinggi

untuk pengembangan perusahaan. Perusahaan harus mampu membangun dan

meningkatkan kinerja di dalam lingkungannya. Keberhasilan perusahaan

tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor penting adalah

sumber daya manusia, karena sumber daya manusia merupakan pelaku dari

keseluruhan tingkat perencanaan sampai dengan evaluasi yang mampu

memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang dimiliki oleh organisasi

atau perusahaan. Keberadaan sumber daya manusia di dalam suatu

perusahaan memegang salah satu peranan sangat penting. Tenaga kerja

memiliki potensi yang besar untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Potensi

setiap sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan harus dapat

dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan output

optimal1.

Setiap individu yang menjadi bagian dari suatu organisasi dituntut

untuk mengembangkan dan merealisasikan kompetensinya secara penuh.

Organisasi akan memanfaatkan kompetensi yang dimiliki oleh individu

       1

(2)

dengan mengembangkan kesempatan bagi tiap individu untuk

mengembangkan karirnya2.

Kinerja suatu perusahaan sangat ditentukan oleh kondisi dan perilaku

karyawan yang dimiliki perusahaan tersebut. Fenomena yang seringkali

terjadi adalah kinerja suatu perusahaan yang telah demikian bagus dapat

dirusak, baik secara langsung maupun tidak, oleh berbagai perilaku karyawan

yang sulit dicegah terjadinya. Salah satu bentuk perilaku karyawan tersebut

adalah keinginan berpindah (turnover intention) yang berujung pada

keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Dengan tingginya

tingkat turnover pada perusahaan, akan semakin banyak menimbulkan

berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan

pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun biaya

rekrutmen dan pelatihan kembali3.

Dalam beberapa kasus tertentu, turnover memang diperlukan oleh

perusahaan, terutama terhadap karyawan dengan kinerja rendah (Hollenbeck

dan Williams), namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar tidak

terlalu tinggi, sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk

memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari

karyawan baru yang lebih besar dibanding biaya rekrutmen yang ditanggung

organisasi4.

       2

(http://journal.uii.ac.id/index.php/JSB/article/viewFile/407/322) Diakses tanggal 06 Januari 2012

3 (http://Puslit.Petra.Ac.Id/Journals/Accounting) Diakses tanggal 27 Desember 2011 4

(3)

Turnover intention harus disikapi sebagai suatu fenomena dari

perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut

pandang individu, maupun sosial, mengingat bahwa tingkat keinginan

berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak yang cukup

signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan5.

Saat ini tingginya tingkat turnover intention telah menjadi masalah

yang serius bagi banyak perusahaan. Bahkan beberapa manajer personalia

mengalami frustrasi ketika mengetahui bahwa proses rekrutmen yang telah

berhasil menjaring staf yang dapat dipercaya dan berkualitas pada akhirnya

ternyata menjadi sia-sia karena staf yang baru direkrut tersebut telah memilih

pekerjaan di perusahaan lain6.

Beberapa faktor yang mempengaruhi turnover intention adalah,

adalah, pertama komitmen organisasi yang rendah. Komitmen organisasi

(organization commitment) adalah Kekuatan relatif pengenalan pada

keterlibatan dalam dari diri seorang individu dalam organisasi tertentu

(Wayne)7.

Komitmen organisasional menurut Williams dan Hazer merupakan

tingkat kekerapan identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi

yang dimasukinya, dimana karakteristik komitmen organisasil antara lain

adalah loyalitas seseorang terhadap organisasi, kemauan untuk

mempergunakan usaha atas nama organisasi, kesesuaian antara tujuan

       5

Ibid 6 Ibid

7

(4)

seseorang dengan tujuan organisasi (goal congruence), dan keinginan untuk

menjadi anggota organisasi8. Jika seorang karyawan dilibatkan dalam suatu

pengambilan keputusan atau pekerjaan yang menurutnya akan mendapatkan

suatu penghargaan lebih terhadap dirinya yang menjadi suatu harapan dan

tujuannya bergabung dalam perusahaan, maka karyawan tersebut akan

memiliki komitmen organisasi yang positif. Artinya, karyawan tersebut akan

meningkatkan loyalitas untuk perusahaan. Namun dalam kenyataanya, jika

tujuan dan harapan karyawan tersebut tidak tercapai karyawan pun akan

berpaling dari perusahaan karena merasa tujuannya tidak sejalan pada saat

awal dia masuk ke perusahaan, maka ia akan mencari perusahaan yang sesuai

dan memberi penghargaan lebih kepadanya. Dapat dilihat pada kasus berikut,

karyawan UD. Jati Makmur Purwodadi. Dalam pemenuhan kebutuhan dan

harapan karyawan, perusahaan ini kurang bisa dijadikan contoh dikarenakan

perusahaan kurang memperdulikan apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh

karyawan, sehingga berpengaruh pada rendahnya komitmen organisasi

karyawan. Contohnya adalah upah yang karyawan terima tidak sebanding

dengan beban kerja yang mereka kerjakan, pun karyawan tidak pernah

dilibatkan dalam pengambilan keputusan apapun yang berhubungan dengan

pekerjaan mereka. Akhirnya berdampak pada adanya keinginan beberapa

karyawan untuk keluar atau bahkan berhenti setelah beberapa bulan bekerja

di perusahaan9.

       8

(http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/viewFile/15683/15675 ) Diakses tanggal 15 Januari 2012

9

(5)

Faktor kedua adalah kepuasan kerja. Karyawan yang memiliki

kepuasan kerja yang tinggi akan lebih produktif, memberikan kontribusi

terhadap sasaran atau tujuan organisasi, dan pada umumnya memiliki

keinginan yang rendah untuk keluar dari perusahaan. Tetapi pada

kenyataanya, masih terdapat karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang

rendah, yang menyebabkan hasil kerja yang tidak diinginkan misalnya

pencurian, mencari pekerjaan sambilan dan dapat memunculkan keabsenan

(absenteeism).

Kepuasan kerja yang rendah pada karyawan juga cenderung

memunculkan praktik tingkah laku penarikan diri dari pekerjaan, seperti

keinginan untuk keluar dari perusahaan (turnover intention) atau

pengunduran diri dan mempertimbangkan kesempatan memperoleh pekerjaan

yang lain (Hellman dalam Samad). Contohnya pada PT. Garam Persero

Surabaya, banyak karyawan pada perusahaan ini yang berkeinginan untuk

keluar atau mangkir dengan alasan karena faktor kepusan kerja yang rendah.

Banyak karyawan yang kurang puas dengan kondisi perusahaan selama ini,

baik dari sisi manajemen yang kurang kooperatif ataupun dari sisi

pelaksanaan pekerjaan yang lebih berat, sehingga banyak karyawan yang

merasa kurang nyaman bekerja di perusahaan tersebut10.

Kepuasan kerja merupakan faktor penting bagi karyawan ketika

bekerja di sebuah perusahaan. Salah satu sasaran penting pada manajemen

sumber daya manusia dalam suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan

       10

(6)

kerja anggota organisasi yang bersangkutan yang lebih lanjut akan

meningkatkan prestasi kerja. Dengan kepuasan kerja tersebut diharapkan

pencapaian tujuan organisasi akan lebih baik dan akurat11.

Selanjutnya faktor ketiga, kompensasi yang tidak sesuai juga

mempengaruhi keinginan untuk berpindah. Salah satu tujuan pemberian

kompensasi adalah untuk memberikan penghargaan yang sesuai atas jasa

yang telah diberikan oleh karyawan kepada perusahaan. Namun pada

kenyataannya, apabila kompensasi tidak kompetitif dan tidak memenuhi

prinsip keadilan, maka akan berimplikasi pada banyaknya karyawan yang

berkeinginan untuk keluar. Contohnya pada karyawan PT. Garam Persero

Surabaya. Menurut salah satu karyawannya salah satu alasan karyawan

berkeinginan untuk keluar adalah karena kurangnya kompensasi yang

diberikan oleh perusahaan, khususnya dalam bentuk insentif atau bonus.

Insentif tidak diberikan secara merata sesuai dengan kontribusi karyawan,

sehingga karyawan merasa tidak puas.Sehingga berpengaruh pada keinginan

karyawan untuk berpindah kerja ke perusahaan lain12.

Dalam hal ini, pengusaha harus cukup memberikan kompensasi yang

kompetitif agar dapat mempekerjakan, mempertahankan dan memberi

imbalan terhadap kinerja setia individu di dalam organisasi. Kepuasan dan

ketidakpuasan atas kompensasi yang diterima adalah fungsi dari

ketidakcocokan antara apa yang dirasakan akan diterima oleh seseorang

      

11 (http://paul02583.files.wordpress.com/2008/05/132316960.pdf) Diakses pada tanggal 20 Januari 2012 12

(7)

dengan berapa banyak yang diterima seseorang. Kepuasan kompensasi dapat

memprediksi tingkat absensi dan turnover karyawan13.

Faktor keempat yang mempengaruhi turnover intention atau

keinginan untuk berpindah, yaitu budaya organisasi yang kurang sesuai.

Budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan,

sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam

organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai

adalah apa yang diyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam

organisasi. Norma adalah aturan yang tidak tertulis dalam mengatur perilaku

seseorang. Pengertian tersebut menekankan bahwa budaya organisasi

berkaitan dengan aspek subjektif dari seseorang dalam memahami apa yang

terjadi dalam organisasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh dalam

nilai-nilai dan norma-norma yang meliputi semua kegiatan bisnis, yang mungkin

terjadi tanpa disadari. Namun, kebudayaan dapat menjadi pengaruh yang

signifikan pada perilaku seseorang14.

Hasil penelitian yang dilakukan O’reilly, dan Caldwell dan Sheridan

menunjukkan arti pentingnya nilai budaya organisasi dalam mempengaruhi

perilaku dan sikap individu. Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi

bahwa terdapat hubungan antara person-organization fit dengan tingkat

kepuasan kerja, komitmen dan turnover karyawan, dimana individu yang

sesuai dengan budaya organisasi memiliki kecenderungan untuk mempunyai

       13

Op cit

14 

(8)

kepuasan kerja dan komitmen tinggi pada organisasi, dan juga memilikii

intensitas tinggi untuk tetap tinggal dan bekerja di organisasi. Namun dalam

kenyataanya masih ada perusahaan yang memiliki budaya organisasi yang

kurang sesuai dengan karyawannya. Individu yang tidak sesuai dengan

budaya organisasi cenderung untuk mempunyai kepuasan kerja dan

komitmen rendah, akibatnya kecenderungan untuk meninggalkan organisasi

tentu saja lebih tinggi15. Dari survey awal yang peneliti lakukan, pada objek

penelitian, yaitu di PT. Fast Food Indonesia Tbk (KFC) cabang Karawang

terdapat budaya organisasi yang kurang sesuai dengan karyawan, yaitu

mengenai peraturan karyawan yang tidak membolehkan karyawannya duduk

sama sekali pada saat jam kerja mereka berlangsung, hal tersebut menjadi

masalah yang besar pada karyawan, dan menjadi salah satu alasan mereka

memiliki keinginan untuk berpindah.

Terakhir yang menjadi faktor kelima yang mempengaruhi terjadinya

turnover intention adalah stres kerja yang tinggi. Terdapat banyak penelitian

mengenai stres kerja karyawan. Robbins mendefinisikan stres sebagai kondisi

dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala

(constrains), atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat

diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti, tetapi

penting. Sementara itu Schuler dan Jackson mengemukakan bahwa terdapat

empat “S” penyebab umum stres bagi banyak pekerja adalah Supervisor

(atasan), Salary (gaji), Security (keamanan) dan Safety (keselamatan).

      

15

(9)

Aturan-aturan yang kerja yang sempit dan tekanan-tekanan yang tiada henti

untuk mencapai jumlah produksi yang kebih tinggi adalah penyebab utama

stres16.

Hendrix, Spencer & Gibson juga menyatakan bahwa job stress atau

stres kerjayang diderita karyawan dipengaruhi oleh life stress mereka, seperti

hubungan dengan pasangan dan anak, serta masalah keuangan, dan job stress

dapat menyebabkan kelelahan yang amat sangat, depresi, somatic symtoms,

episode flu dan mempengaruhi tingkat kehadiran karyawan ke tempat kerja.

Stres kerja yang kapasitasnya rendah sampai menengah dapat meningkatkan

kinerja karyawan17. kenyataan yang ada pada suatu organisasi, stres yang

secara terus menerus dan melebihi kemamapuan yang dialami karyawan

dapat menyebabkan meningkatkannya keinginan untuk berpindah (turnover

intention) karyawan. Dari hasil survey awal yang dilakukan peneliti pada PT.

Fast Food Indonesia Tbk (KFC) cabang Karawang, terdapat keinginan untuk

berpindah karyawan yang salah satunya disebabkan oleh stres keja yang

dialami oleh karyawan. Stres kerja tersebut berupa tekanan-tekanan kerja

yang dialami karyawan, beban kerja yang berlebihan dan lain-lainnya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor

yang mempengaruhi turnover intention atau keinginan untuk berpindah,

yaitu, komitmen ourganisasi yang rendah, kepuasan kerja yang rendah,

kompensasi yang tidak sesuai, budaya organisasi yang tidak sesuai dan stres

       16 

(http://eprints.undip.ac.id/15740/1/Edi_Suhanto.pdf) Diakses pada tanggal 15 Januari 2012

(10)

kerja yang tinggi. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi turnover

intention atau keinginan untuk berpindah dan peneliti tertarik untuk meneliti

hubungan antara stres kerja terhadap keinginan untuk berpindah (turnover

intention) pada PT. Fast Food Indonesia Tbk (KFC) cabang Karawang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas maka dapat dikatakan

bahwa turnover intention atau keinginan berpindah pada karyawan disebabkan

oleh :

1. Komitmen Organisasional yang rendah

2. Kepuasan kerja yang rendah

3. Kompensasi yang tidak sesuai

4. Budaya Organisasi yang tidak sesuai

5. Stres kerja yang tinggi

C. Pembatasan masalah

Dari identifikasi masalah di atas ternyata masalah Tunover Intention

memiliki penyebab yang sangat luas. Berhubung keterbatasan yang dimiliki

peneliti dari segi dana dan waktu, maka penelitian dibatasi hanya pada

masalah : “Hubungan antara stres kerja terhadap turnover intention atau

(11)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dapat

dirumuskan sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara stres kerja

karyawan dengan turnover intention atau keinginan berpindah karyawan?

E. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Peneliti, menambah wawasan berpikir dan pengetahuan tentang masalah

sumber daya manusia dalam perilaku organisasi atau perusahaan terutama

hubungan antara stres kerja karyawan terhadap turnover intention atau

keinginan berpindah karyawan.

2. Bagi Organisasi/Perusahaan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan masukan dalam usaha meningkatkan kualitas perusahaan dan

menekan angka turnover intention pada karyawan baik di perusahaan.

3. Perpustakan FE UNJ (PBE), menambah koleksi perpustakaan UNJ serta

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa turnover intention merupakan niat atau keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi atau pindah kerja ke perusahaan lain baik

Dengan demikian instrumen yang berjumlah 18 butir ini akan digunakan sebagai instrumen final untuk mengukur variabel keinginan berpindah ( turnover intention )...

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa turnover intention merupakan niat atau keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi atau pindah kerja ke perusahaan lain baik

Salah satu bentuk prilaku yang dilakukan karyawan akibat gagalnya perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia yaitu keinginan untuk berpindah kerja ( turnover

Sedangkan keinginan karyawan untuk mencari pekerjaan baru di bidang yang berbeda pada perusahaan lain, dalam variabel t urnover intention, memiliki tingkat yang paling tinggi

Sedangkan keinginan karyawan untuk mencari pekerjaan baru di bidang yang berbeda pada perusahaan lain, dalam variabel turnover intention, memiliki tingkat yang paling tinggi

Budaya organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi karyawan sebagai

Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu dalam perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada system nilai keyakinan dan norma-norma yang berlaku dalam