• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan Medis di RSIA. Stella Maris Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan Medis di RSIA. Stella Maris Kota Medan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Pustaka

2.1.1. Stress Kerja

2.1.1.1. Pengertian Stress

Melihat pentingnya peran sumber daya manusia dalam perusahaan maka manajemen perusahaan perlu mengelola iklim yang baik dan kondusif dalam aktivitas kerja karyawan untuk mengurangi tingkat stres karyawan. Menurut Robbins (2008:368) stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan tidak penting.

Menurut Spielberger (dalam Rivai, 2009:307) stres adalah tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

(2)

berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stress merupakan kondisi yang menekan diri dan jiwa seseorang yang menciptakan ketidakseimbangan antara fisik dan psikis sehingga bisa berakibat ketidakmampuan seseorang dalam merespon lingkungannya.

2.1.1.2. Penyebab Stres Kerja

Penyebab stress kerja tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, namun stress bisa saja terjadi dari beberapa sebab sekaligus. Menurut Sopiah (2008:87) bahwa penyebab stress terbagi menjadi empat tipe utama, yaitu:

1. Lingkungan fisik

Penyebab stress ditemukan dalam lingkungan fisik pekerjaan, seperti terlalu bising, kurang baiknya penerangan ataupun risiko keamanan. 2. Stress karena peran atau tugas

Stressor karena peran/tugas termasuk kondisi dimana para karyawan mengalami kesulitan dalam memahami apa yang menjadi tugasnya, peran yang dia mainkan dirasakan terlalu berat atau memainkan berbagai peran pada tempat mereka bekerja. Stressor ini memiliki empat penyebab utama, yakni:

a) Konflik peran

(3)

peran yang masing-masing berlawanan. Intra-role conflict terjadi ketika individu menerima pesan berlawanan dari orang yang berbeda. Sedangkan

person-role conflict terjadi ketika kewajiban-kewajiban pekerjaan dan nilai-nilai organisasional tidak cocok dengan nilai-nilai – nilai pribadi.

b) Peran mendua/ambiguitas

Peran mendua (role ambiguity) muncul dan dirasakan ketika para karyawan merasa bimbang tentang tugas-tugas mereka, harapan kinerja, tingkat kewenangan dan kondisi kerja yang lain.

c) Beban kerja

Beban kerja merupakan stresor hubungan peran atau tugas lain yang terjadi karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak.

d) Karakteristik tugas

Sebagian besar tugas penuh stress ketika mereka membuat keputusan pemecahan masalah, monitoring perlengkapan atau saling bertukar informasi. Kurangnya pengendalian, terlalu banyak aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja juga masuk dalam kategori ini.

3. Penyebab stress antarpribadi (inter-personal stressors)

(4)

4. Organisasi

Banyak sekali ragam penyebab stress yang bersumber dari organisasi. Pengurangan jumlah pegawai merupakan salah satu penyebab stress yang tidak hanya untuk mereka yang kehilangan pekerjaan, namun juga untuk mereka yang masih tinggal. Secara khusus mereka yang masih tinggal mengalami peningkatan beban kerja, peningkatan rasa tidak aman dan tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan rekan kerja. Restrukturisasi, privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan perusahaan yang berpotensi memunculkan stress.

Sedangkan menurut Robbins (2008:369) tingkat stress pada tiap orang akan menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi tingkat stress seseorang, yakni:

1. Faktor lingkungan

Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stress yang dialami karyawan. Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan dalam bekerja. Misalnya ketidakpastian ekonomi yang tidak menentu dapat menimbulkan perampingan karyawan dan PHK.

2. Faktor Organisasional

(5)

3. Faktor Individual

Jika dilogikakan, setiap individu bekerja rata – rata 40 – 60 jam per minggu. Sedangkan waktu yang digunakan mengurusi hal-hal diluar pekerjaan lebih dari 120 jam per minggu. Sehingga akan besar kemungkinan segala macam urusan di luar pekerjaan mencampuri pekerjaan. Berbagai hal di luar pekerjaan yang mengganggu terutama adalah isu-isu keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik kehidupan (Robbins, 2008:369).

Menurut Luthans (2006:45) adapun sumber-sumber potensial stress kerja adalah:

1. Konflik kerja yaitu ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya secara bersama-sama, atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai dan persepsi yang berbeda.

2. Beban kerja yaitu keadaan dimana karyawan dihadapkan pada sejumlah pekerjaan yang harus dikerjakan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena standar pekerjaan tersebut terlalu tinggi.

(6)

4. Sikap pimpinan, dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat penting, seorang pemimpin melalui pengaruhnya dapat memberikan dampak yang sangat berarti terhadap aktifitas kerja karyawan. Dalam pekerjaan yang bersifat stressful, para karyawan bekerja lebih baik jika pemimpinnya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan.

2.1.1.3. Gejala-gejala Stress Kerja

Stress bisa muncul dalam berbagai gejala. Seseorang yang mengalami stress yang tinggi dapat menderita tekanan darah tinggi, lekas marah, sulit untuk membuat keputusan, hilang selera makan. Menurut Robbins (2008:375) gejala stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum yaitu:

1. Gejala fisik yaitu orang yang terkena stress cenderung mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada metabolisme organ tubuh seperti denyut jantung yang meningkat, tekanan darah yang meningkat, pernafasan, sakit kepala, dan sakit perut yang dapat kita alami dan harus diwaspadai serta serangan jantung.

2. Gejala psikologis yaitu perubahan-perubahan sikap yang terjadi seperti ketegangan, kegelisahan, ketidaktenangan, ketidakpuasan, kebosanan, cepat marah dan suka menunda-nunda pekerjaan.

(7)

Secara realita kita dapat melihat pada mereka yang mengalami stress sering kemampuan berfikir fokus itu sulit untk dilakukan karena pikiran dan perasaannya masih pada tugas yang harus dikerjakan tersebut. Dampak lain yang sering terlihat pada nafsu makan yang kurang bersemangat. Sehingga berat badan mengalami penurunan, walaupun disajikan makanan yang menjadi favoritnya namun tetap ia merasa tidak menyukainya.

Stress dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Stress dipandang positif karena dengan adanya stress seorang karyawan bisa bekerja dengan lebih baik demi mencapai apa yang diinginkannya. Apabila seorang karyawan memandang stress dari sisi negatif akan menimbulkan dampak yang negatif pula. Stress dapat memiliki dampak yang sangat negatif pada perilaku organisasi dan kesehatan seorang individu.

2.1.1.4. Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stress

Karena stress dianggap bagian dari kehidupan maka seorang karyawan diajarkan untuk bisa mengendalikan stress termasuk mencari solusi bagaimana menghilangkan stress. Menghilangkan stress dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, namun cara yang paling efektif adalah disesuaikan dengan kondisi realitas orang yang bersangkutan. Menurut Siagian (2008:302) ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk menghadapi stress para karyawan antara lain:

(8)

2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stress

3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stress di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langka-langkah tertentu sebelum stress itu berdampak negatif terhadap kerja para bawahannya.

4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stress 5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka

benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stress yang dihadapinya. 6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat

menjadi sumber stress dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini. 7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikiana

rupa sehingga berbagai sumber stress yang berasal dari kondisi kerja dapat diletakkan dan menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka sempat menghadapi stress.

2.1.2. Kepuasan Kerja

2.1.2.1. Pengertian Kepuasan Kerja

(9)

keterikatan atau komitmen lebih besar terhadap perusahaan dibanding karyawan yang tidak puas.

Menurut Robbins (2008:379) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu kondisi perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sedangkan menurut Keits (dalam Mangkunegara, 2009:117) “Job satisfaction is the favorableness or

unfavorableness with employees view their work.” Yang artinya adalah perasaan

menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja.

Sedangkan Hasibuan (2008:202) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Oleh sebab itu, sikap ini akan berdampak pada moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Dengan demikian, kepuasan kerja merupakan tingkat perasaan seseorang dalam memandang pekerjaannya, artinya seorang karyawan yang menyukai atau tidak menyukai pekerjaannya dapat terlihat dari sikapnya terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya.

2.1.2.2. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Menurut Kreitner dan Kinicki (dalam Wibowo, 2014:415) terdapat lima faktor yang dapat memengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut: a. Pemenuhan Kebutuhan

(10)

b. Perbedaan

Model ini menyatakan kepuasan merupakan hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara pap uayang diharapkan dan uang diperoleh individu dari pekerjaan.

c. Pencapaian Nilai

Gagasan pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan merupakan hasil persepsi pekerjaan memberikan pemunuhan nilai kerja individual yang penting.

d. Keadilan

Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.

e. Komponen Genetik

Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan factor genetik.

Menurut Robbins (2008: 342) menyatakan ada empat dimensi dari kepuasan kerja, yaitu:

a. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, seperti kesesuaian pekerjaan dengan keahlian, pekerjaan yang menarik, dimana hal itu terjadi bila pekerjaan tersebut memberikan kesempatan individu untuk belajar sesuai dengan minat serta kesempatan untuk bertanggungjawab.

(11)

c. Kesempatan promosi, yaitu kesempatan untuk menyehatkan posisi pada struktur organisasi seperti keterbukaan informasi dan kesempatan berkarir. d. Kepuasan terhadap rekan kerja yaitu bagaimana hubungan karyawan dengan

rekan kerjanya.

2.1.2.3. Respons Terhadap Ketidakpuasan Kerja

Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat ditunjukan melalui berbagai cara, Robbins (2008: 343) menyatakan ada 4 respon yang berbeda satu sama lain dalam 2 dimensi yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai berikut:

1) Exit, Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.

2) Voice, Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah denganatasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.

3) Loyalty, Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.

(12)

keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.

2.1.2.4. Meningkatkan Kepuasan Kerja

Dalam menjalani sebuah bisnis tentu orang-orang dalam hal ini karyawan yang terlibat dalam sebuah pekerjaan dalam bisnis tersebut menginginkan kepuasan kerja. Seorang karyawan yang memperoleh kepuasan kerja akan bekerja dengan lebih giat, semangat, disiplin, bahkan akan menunjukan kinerja terbaiknya. Kepuasan kerja dibangun oleh faktor-faktor yang mendukungnya. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung kepuasan kerja diantaranya sebagai-berikut:

1. Penempatan pada posisi yang tepat

Orang-orang yang berada pada posisi yang tepat dalam pekerjaan atau dalam suatu bisnis yang dijalankan akan sangat bersemangat untuk bekerja karena mereka merasa mampu untuk melakukan pekerjaan yang terbaik sesuai dengan keahlian atau kecakapan yang mereka miliki. Seseorang yang tidak cakap dalam menjual barang misalnya ditempatkan pada bagian penjualan, maka pertama ia akan menghadapi tekanan karena sebelum ia menjual barang ia akan berupaya keras melawan perasaannya yang merasa tidak mampu untuk tugas tersebut, karena suatu keterpaksaan ia menjalani tugas tersebut.

2. Berat ringannya pekerjaan sesuai kemampuan

(13)

oleh seseorang namun oleh orang lainnya dirasakan ringan, hal ini tergantung juga kepada kecakapan atau kemampuan teknis maupun non teknis yang dimiliki seseorang.

3. Suasana dan lingkungan pekerjaan

Suasana lingkungan yang hangat, nyaman dan mendukung pekerjaan akan makin meningkatkan semangat dan berujung kepada kepuasan kerja. Kondisi seperti ini dapat diciptakan dengan membenahi sikap orang-orang yang bekerja ditempat tersebut.

4. Sarana dan prasarana yang menunjang

Pekerjaan yang dilakukan dengan sarana yang mencukupi untuk keberhasilan pelaksanaan kerja akan makin memuaskan para pekerja dibanding dengan bekerja tanpa didukung dengan sarana yang menunjang. Namun hal ini akan berbeda pada tipe orang tertentu yang akan tetap bekerja dengan baik walaupun dengan sarana yang minimum, tentu tipe orang semacam ini sangat jarang.

2. Sikap pimpinan

Sikap pimpinan yang peduli, partisipatif dan mau mendengar pendapat ataukeluhan bawahannya kan makin meningkatkan partisipasi dari bawahan sehingga mereka makin semangat yang berdampak pada kepuasan kerja yang mereka lakukan.

3. Balas jasa yang layak dan adil

(14)

berdampak pada kurang semangatnya karyawan untuk menunjukan kinerja terbaiknya.

2.1.3. Turnover Intention

2.1.3.1 Pengertian Turnover Intention

Intensi adalah niat atau keinginan yang timbul dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan turnover adalah pergerakan tenaga kerja keluar dari suatu organisasi. Turnover intention merupakan niat perilaku individu untuk secara sukarela meninggalkan profesi atau organisasi (Mobley et all, 2007:238). Menurut Mathis dan Jackson (2006:125) perputaran merupakan proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Sedangkan menurut Rivai (2009:238) turnover adalah keinginan karyawan untuk berhenti kerja dari perusahaan secara sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri.

Robbins (2008:113), menjelaskan bahwa penarikan diri seseorang keluar dari suatu organisasi (turnover) dapat diputuskan secara dua sebab, yaitu:

1. Sukarela (Voluntary Turnover)

Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa menarik pekerjaan yang ada saat ini, dan tersedianya alternatif pekerjaan lain.

2. Tidak Sukarela (Involuntary Turnover)

(15)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa turnover intention merupakan niat atau keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi atau pindah kerja ke perusahaan lain baik secara sukarela maupun tidak sukarela. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi perusahaan dimana karyawan meninggalkan perusahaan pada periode tertentu, sedangkan keinginan berpindah mengarah pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam bentuk tindakan pasti.

3.1.3.2. Indikasi Turnover Intention

Perusahaan yang memiliki turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa karyawan tidak betah bekerja di perusahaan tersebut. Menurut Harnoto (2006:5) indikasi turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain:

1. Absensi yang meningkat

Karyawan yang berkeinginan melakukan pindah kerja biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Dalam fase ini tingkat tanggung jawab karyawan sangat kurang dibandingkan dengan sebelumya.

2. Mulai malas bekerja

Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dirasanya lebih mampu memenuhi semua keinginannya. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja

(16)

Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.

4. Peningkatan protes terhadap atasan

Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa aatau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan tersebut.

5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya

Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan

turnover.

Mobley (2007:239) mengungkapkan bahwa intensi turnover ditandai dengan adanya niatan untuk keluar dari organisasi dan keinginan untuk mencari pekerjaan alternatif lain yang lebih baik dari organisasi sebelumnya. Mobley (2007:239) mengungkapkan bahwa ketertarikan individu untuk mencari alternative pekerjaan lain ini dipicu dari beberapa aspek-aspek berikut, yaitu :

a. Keinginan mencari pekerjaan lain dengan insentif yang lebih baik. b. Keinginan untuk mencari peluang karir yang tidak didapatkan di

(17)

c. Keinginan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki

d. Keinginan untuk mencari pekerjaan lain karena ingin suasana lingkungan dan hubungan kerja yang lebih baik.

3.1.3.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention

Menurut Mobley (2007:240) ada banyak faktor yang membuat individu memiliki keinginan untuk berpindah, yakni:

1. Karakteristik Individu

Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan yang ditentukan secara bersama oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya interaksi yang berkesinambungan dari unsur-unsur organisasi. Individu dengan karakter sendiri dan organisasi juga memiliki karakter tertentu yang saling menyesuaikan.Karakter individu yang mempengaruhi keinginan pindah kerja antara lain umur, lama bekerja, pendidikan dan status perkawinan.

2. Lingkungan Kerja

(18)

dari perusahaan. Tetapi apabila lingkungan kerja yang dirasakan karyawan menyenangkan maka akan membawa dampak positif bagi karyawan, sehingga akan menimbulkan rasa betah bekerja pada perusahaan tersebut dan dapat menghilangkan keinginan pindah kerja (turnover intention).

Mobley (2007:241) menggariskan secara detil faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover :

1. Faktor Eksternal, dari faktor eksternal ada dua sisi yang bisa dilihat: a. Aspek lingkungan. Dalam aspek ini tersedianya pilihan-pilihan

pekerjaan lain dapat menjadi faktor untuk kemungkinan keluar.

b. Aspek individu. Dalam aspek ini, usia muda, jenis kelamin dan masa kerja lebih singkat, besar kemungkinannya untuk keluar.

2. Aspek Internal, dari faktor internal ini, ada lima sisi yang bisa dilihat: a. Budaya Organisasi. Kepuasan terhadap kondisi-kondisi kerja dan

kepuasan terhadap kerabat-kerabat kerja merupakan faktor-faktor yang dapat menentukan turnover.

b. Gaya Kepemimpinan. Gaya kepemimpinan, kepuasan terhadap pemimpin dan variabel-variabel lainnya seperti sentralisasi merupakan faktor yang menentukan turnover.

c. Kompensasi. Penggajian dan kepuasan terhadap pembayaran merupakan faktor- faktor yang dapat menentukan turnover.

(19)

e. Karir. Kepuasan terhadap promosi merupakan salah satu faktor yang dapat mentukan turnover.

Menurut Oetomo (dalam Riley, 2006:4), keinginan untuk keluar dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1. Organisasi

Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar antara lain berupa upah/gaji, lingkungan kerja, beban kerja, promosi jabatan, dan jam kerja yang tidak fleksibel.

2. Individu

Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar antara lain berupa pendidikan, umur, dan status perkawinan.

3.1.3.4. Dimensi Keinginan Untuk Keluar (Turnover Intention)

Adakalanya karyawan berpikir untuk pindah kerja ke tempat yang mereka rasa lebih baik daripada tempat kerja yang sekarang. Menurut Mobley et all (2007: 243) terdapat tiga dimensi terjadinya turnover intention:

1. Perilaku yang mencerminkan ketidakpuasan dalam bekerja

(20)

2. Berpikir dan berencana untuk keluar dari perusahaan

Jika karyawan sudah mulai sering berpikir untuk keluar dari pekerjaannya, karyawan tersebut akan mencoba mencari pekerjaan di luar perusahaannya yang dirasa lebih baik. Ketidakmampuan suatu organisasi untuk memenuhi kebutuhan karyawan dapat memicu karyawan untuk berpikir mencari alternatif pekerjaan pada organisasi yang lain. Hal ini merupakan konsekuensi logis saat perusahaan tidak mampu memberikan/memenuhi kebutuhan karyawan.

3. Berusaha aktif mencari pekerjaan lain

Karyawan yang berniat untuk keluar apabila telah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan nantinya akan diakhiri dengan keputusan karyawan tersebut akan tetap tinggal atau keluar dari pekerjaannya. Keinginan karyawan untuk keluar diindikasikan dengan keaktifan seseorang mencari pekerjaan pada organisasi lain seperti melamar pekerjaan di prusahaan lain, terdaftar dalam situs lowongan pekerjaan dan mencari bantuan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Karyawan akan memiliki motivasi untuk mencari pekerjaan baru pada organisasi lain yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan mereka.

3.1.3.5. Pengendalian Turnover Intention

Berikut sejumlah hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam memerangi tingkat turnover yang tinggi (Mobley, 2007:245):

(21)

2. Mempekerjakan kembali mantan karyawan. Hal ini bisa memberikan kesan pada yang lain bahwa perusahaan ini adalah tempat yang baik untuk bekerja jika sampai orang yang sudah keluar pun masuk kembali. 3. Mempertimbangkan pengembangan rencana pension atau pembagian

keuntungan

4. Meyakinkan bahwa perusahaan telah membuat kesempatan bagi promosi yang adil

5. Membuka saluran komunikasi bagi manajemen. Ketika karyawan tidak mengerti tujuan dari perusahaan dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi hidup mereka, rasa tidak puas bisa berkembang.

6. Meningkatkan penggunaan insentif non financial. Penghargaan terhadap prestasi kerja adalah salah satu cara dalam melakukannya.

7. Melakukan interview pada karyawan yang mau pindah kerja dan meninggalkan perusahaan

(22)

2.2. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Penelitian

Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian Viwi Keluar (Intention

to Leave) simultan Stres Kerja

dan Lingkungan

Kerja berpengaruh

positif dan

signifikan terhadap turnover intention.

Gabriela

Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa kepuasan

kerja dan stres kerja berpengaruh

signifikan terhadap turnover intention. Tetapi disini yang lebih berpengaruh terhadap turnover

intention adalah

(23)

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel

Penelitian

Metodologi

(24)

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel

Penelitian

Metodologi

(25)

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Penelitian

Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian Evelyn, dkk

kepuasan dengan gaji

dan dukungan

pengawasan memiliki rendah intensi keluar.

Namun, komitmen

organisasi memiliki

hubungan yang

signifikan terhadap keinginan berpindah di antara karyawan

Mona variabel stress kerja berpengaruh positif (2013), Olusegun (2013), Qureshi dkk (2013), Evelyn dkk (2013), Manurung (2012)

2.3. Kerangka Konseptual

(26)

2.3.1. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Turnover Intention

Menurut Robbins (2008:369) akibat stress yang dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, turnover karyawan tinggi, tingkat absensi yang tinggi dan kecelakaan kerja. Stres kerja dapat mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang, baik fisik maupun mental. Karyawan yang mengalami stres kerja yang berlebihan berimplikasi terhadap voluntary turnover

(Robbins, 2008:369). Voluntary turnover merupakan keinginan karyawan keluar dari organisasi secara sukarela dengan suatu alasan. Ketika karyawan mengalami tekanan di dalam perkerjaannya, maka karyawan akan merasakan stres yang berlebihan sampai akhirnya akan berpikir untuk keluar dari organisasi.

Pohan (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Stress Kerja,

Motivasi Kerja dan Iklim Organisasi terhadap keinginan untuk keluar (intention to leave) karyawan” menyatakan bahwa stress kerja berkontribusi terhadap

keinginan untuk keluar (intention to leave). Nilai t positif menunjukkan bahwa variabel stress kerja mempunyai hubungan yang searah dengan keinginan untuk keluar (intention to leave). Selanjutnya, penelitian Purba (2015) yang berjudul “

Pengaruh Stres Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan Pada PT. Daihatsu”, mengatakan stres kerja dan lingkungan kerja

(27)

Syahronica (2015) berpendapat bahwa kepuasan kerja dan stres kerja berpengaruh signifikan terhadap turnover intention, yang dipaparkan dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention

(Studi Pada Karyawan Departemen Dunia Fantasi PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk)”. Kemudian, Manurung (2012) juga menambahkan dalam penelitiannya

yang berjudul “Analisis Pengaruh Stress Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap

Turnover Intention Karyawan (Studi pada Stikes Widya Husada Semarang)”

bahwa variabel stress kerja berpengaruh positif terhadap turnover intention

karyawan. Terakhir, Waspodo (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention Pada PT. Unitex di Bogor” bahwa Stres kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap turnover intention karyawan PT. Unitex di Bogor.

2.3.2. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention

(28)

itu lebih kuat daripada apa yang ditemukan dalam kemangkiran. Karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya cenderung mempunyai pikiran untuk keluar, mengevaluasi alternatif pekerjaan lain, dan berkeinginan untuk keluar karena berharap menemukan pekerjaan yang lebih memuaskan.

Sari (2014) juga menambahkan bahwa Kepuasan kerja, stres kerja dan komitmen organisasi secara simultan berpengaruh terhadap turnover intention yang di jelaskan dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja,

Stres Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Turnover Intention (Pada Hotel Ibis Yogyakarta)”. Kemudian, Manurung (2012) juga menambahkan dalam

penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Stress Kerja Dan Kepuasan Kerja

Terhadap Turnover Intention Karyawan (Studi pada Stikes Widya Husada Semarang)” bahwa Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover

intention karyawan. Terakhir, Waspodo (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention

Pada PT. Unitex di Bogor” bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif dan

signifikan terhadap turnover intention karyawan PT. Unitex di Bogor.

(29)

Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Sumber : Robbins (2008 ) dan Mobley (2007), diolah peneliti

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah ditetapkan maka hipotesis yang penulis kemukakan adalah: “Stress Kerja Dan Kepuasan

Kerja Berpengaruh Signifikan Terhadap Turnover Intention Karyawan Medis RSIA. Stella Maris Kota Medan.”

Stress kerja (X1)

Kepuasan Kerja (X2)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Anak mampu mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada ( senang, sedih dan antusias) dalam membuat jus jeruk.. Anak mampu dan terampil dalam menggunakan tangan kanan

Untuk dapat mengurangi dampak keterlambatan dan pembengkakan biaya proyek dapat diusulkan program crashing yang dilakukan pada pekerjaan yang ada di jalur kritis

Dengan berusaha menjadi lebih kreatif, anda juga menjadi lebih sadar akan ide-ide yang baik, maka anda akan lebih siap mengambil resiko yang perlu untuk melaksanakan ide-ide anda

Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima

Hadir Direktur atau yang dikuasakan dengan membawa surat kuasa (yang tercantum dalam akta perusahaan) dan membawa stempel perusahaan. Demikian atas perhatian dan kehadiran

Dalam membaca Al-Quran kita juga harus memperhatikan istilah-istilah yang ada dalam Al Quran supaya kita tidak salah dalam membacanya, seperti ayat sajdah, saktah dan lainnya..

Bersasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1) fungsi komunikasi dan manajemen di PT. Astra International- Honda Tbk Plaju Palembang telah terlaksana

UJI ANTIPIRETIK PATCH EKSTRAK ETANOL BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum L.) DENGAN ENHANCER SPAN-80 DAN MATRIKS HPMC TERHADAP TEMPERATUR TIKUS PUTIH.. FITRI ILLA KHOLI SOTUN