CATATAN PERJALANAN KE PULAU LINGGA, DALAM RANGKA EKSPLORASI Dryobalanops aromatica
Oleh :
Gusmailina dan Sri Komarayati
(FORPRO Majalah Ilmiah Populer Bidang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Vol. 2, No.2, Edisi Desember 2013)
I. Kondisi umum
Pulau Lingga merupakan salah satu pulau yang berada di Kabupaten Lingga, termasuk wilayah Propinsi Kepulauan Riau (Kepri). Untuk mencapai pulau Lingga hanya bisa dicapai dengan menggunakan kapal motor (ferry) selama kurang lebih 5-6 jam melalui pelabuhan Sekupang di Pulau Batam, atau pelabuhan Tanjung Pinang di Pulau Bintan. Pelabuhan Tanjung Pinang dicapai selama 40 menit dengan kapal motor dari pulau Batam. Perjalanan laut dengan kapal motor selama 6 jam cukup mengasyikkan, karena bebas hambatan (tanpa macet dan lampu merah). Untuk mencapai pelabuhan Tanjung Buton di Pulau Lingga, secara rutin kapal motor akan berhenti di lima dermaga kecil di beberapa pulau antara lain : pulau Benan, Tanjung Kelid, Pulon, pelabuhan Jagoh di Dabo Singkep, dan berakhir di Tanjung Buton di Pulau Lingga.
terdapat Gunung Daik yang memiliki 3 cabang puncak, yaitu Gunung Daik (tertinggi), Pejantan atau Pinjam Pinjaman (menengah) dan Cindai Menangis (terendah). Gunung Daik memiliki ketinggian 1165 mdpl dan puncaknya sulit dipanjat.
A B C
Gambar 1. Dermaga Tg. Buton di Pulau Lingga (A), Puncak Gunung Daik Lingga yang unik (lingkaran) dilihat dari laut Lingga (B) dan dari kota Daik Lingga (C)
II. Potensi Hutan di Pulau Lingga
Tabel 1 : Pemanfaatan lahan berdasarkan Citra Satelit di Pulau Lingga
Hutan Lindung Gunung Daik di Pulau Lingga telah ditetapkan berdasarkan SK Kepala Daerah Tingkat I Riau No. Kpts. 96/III/1998/tanggal 23 Maret 1998, dengan luas 14.557,54 Ha. Namun sebelumnya, SK Penunjukan No. 671/XII/78, hutan Lindung Gunung Daik tertulis 49.000 ha. Data spasial yang ada adalah TGHK 1985 yang membagi hutan menjadi hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan mangrove, sehingga data spasial tentang Hutan Lindung Gunung Daik belum dapat ditampilkan. Kawasan hutan ini terletak di daerah Gunung Daik, yang merupakan Gunung tertinggi di Pulau Lingga. Permasalahan yang ada pada hutan ini adalah tata-batas kawasan belum jelas, ada kebun-kebun penduduk di dalam hutan dan pembalakan liar/illegal logging (Aswandi, 2013).
IV. Penjelajahan Dryobalanops
Sesuai dengan tujuan perjalanan ini adalah untuk memperoleh minyak/getah pohon Dryobalanops dimana informasi tentang keberadaan pohon ini sudah diperoleh sebelumnya. Bersama staf Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten Lingga, penjelajahan pencarian pohon Dryobalanops dilakukan mulai tanggal 20–26 Mei 2013. Masyarakat setempat telah mengenal pohon ini dengan nama pohon kapur, dikenal sejak lama, karena selalu dimanfaatkan untuk konstruksi rumah sejak dahulu sebab kayunya sangat kuat dan awet (komunikasi langsung dengan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten Lingga, 2013). Kayu yang digunakan umumnya diperoleh dari areal hutan milik sendiri.
Tegakan Dryobalanops aromatica terdapat di Hutan Lindung Gunung Daik yang membentang sepanjang Pulau Lingga dari utara ke selatan. Sepanjang Gunung Daik ditemukan Pohon Dryobalanops aromatica merupakan pohon yang mendominasi hutan lindung ini, dengan diameter berkisar antara 20 hingga 80 cm. Anakan maupun pancang pohon ini sangat banyak ditemukan, sehingga bisa disimpulkan bahwa Hutan Lindung Gunung Daik Lingga merupakan habitat yang sangat cocok bagi pertumbuhan Dryobalanops aromatica.
Gambar 3. Kondisi sebagian Hutan Lindung Gunung Daik, anakan dan sapling/anakan tingkat pancang di dominasi oleh D. Aromatica yang tumbuh pada kemiringan 10-45 o
Tegakan D.aromatica tumbuh berasosiasi dengan berbagai jenis pohon lainnya dari kelompok Dipterocarpaceae seperti Shorea dan Dipterocarpus. Tegakannya cukup rapat dengan permudaan yang sangat baik yang terlihat dari banyaknya anakan/semai, tiang dan pancang Dryobalanops aromatica. Dari beberapa pohon terpilih yang disadap, diperoleh minyak sekitar 700 ml, karena tidak semua pohon kapur menghasilkan minyak. Selain minyak juga diperoleh getah/damar kapur sekitar 500 gr sebagai bahan untuk pengujian selanjutnya di laboratorium.
Gambar 4. Pengambilan getah/damar kapur D. aromatica
V. Mitos pengambilan minyak kapur
Gambar 5. Menampung minyak kapur setelah pohon dikoak.
“Believe it or not” percaya atau tidak, demikian ungkapan yang paling tepat untuk menyatakan suatu mitos dalam pengambilan minyak kapur (Dryobalanops aromatica). Sama halnya dengan kepercayaan masyarakat di Subulussalam, sebagian besar masyarakat di Daik Lingga juga mempercayai bahwa untuk mengambil minyak kapur ini banyak hal yang harus diperhatikan. Pertama, untuk mengambil minyak kapur kaum hawa (perempuan) dilarang ikut ke hutan karena banyak “peri-peri”, demikian masyarakat menyebutnya. Untuk mengambil minyak kapur, tidak dianjurkan beramai-ramai, karena kalau ramai dan banyak suara, minyak kapur tidak akan keluar. Yang lebih penting adalah, jika seorang suami ke hutan untuk mencari minyak kapur, maka sang isteri, tidak boleh menyapu rumah, mandi, serta bersolek termasuk menyisir rambut hingga suami kembali ke rumah. Wallahu ‘alam..
VI. Sumber Informasi
Aryanto. 2013. Staf Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam. Batam.
Aswandi. 2013. Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan. Kabupaten Lingga
Maidi, H.C. 2013. Staf Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lingga
Kurniawan, N.P. 2013. Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Batam. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam. Batam.