• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TERJEMAHAN TEKS FILM DORAEMON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS TERJEMAHAN TEKS FILM DORAEMON"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TERJEMAHAN TEKS FILM DORAEMON “STAND BY ME” PROPOSAL SKRIPSI

CAHYA BENI PERMADI 1110026000027

ENGLISH LETTER DEPARTMENT FACULTY OF ADAB AND HUMANITIES

(2)

A. Latar Belakang Masalah

Penerjemahan sangat mutlak diperlukan dalam era informasi dan komunikasi yang bergerak cepat seperti saat ini. Proses penerjemahan dan hasil-hasilnya dapat dilihat tersebar dalam segala bidang, mulai dari bidang pendidikan sampai hiburan. Buku, film, dan berbagai media pembawa informasi lainnya yang dibuat tidak dalam bahasa asli memerlukan suatu proses penerjemahan. Penerjemahan sendiri merupakan suatu proses penyampaian informasi dari bahasa sumber ke dalam padanan yang sesuai pada bahasa sasaran. Di dalam proses penerjemahan, sering terjadi pergeseran bentuk yang bisa mengubah makna dan maksud penulis bahasa sumber. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan perbedaan budaya, sosial, politik dan sejarah dari masing-masing penerjemah. Suatu hasil penerjemahan dapat dianggap berhasil apabila pesan, pikiran, gagasan dan konsep yang ada dalam bahasa sumber dapat disampaikan ke dalam bahasa sasaran secara utuh tanpa adanya pergeseran makna.

Dengan kata lain, menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain bukan hal mudah. Penerjemah harus berusaha mengalih bahasakan sedekat mungkin dengan tulisan aslinya, tanpa mengubah makna dan maksud penulis aslinya.

Translating consists in reproducing in the receptor languagethe closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly interm of style.1

Pernyataan Nida dan Taber tersebut menunjukan bahwa penerjemah sebisa mungkin dapat menciptakan kembali pesan dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa) dengan padanan yang sesuai, pertama-tama dalam hal makna kemudian gaya bahasanya.

Penerjemahan berkembang sangat signifikan akhir-akhir ini baik penerjemahan tertulis maupun penerjemahan film. Pada zaman dahulu penerjemahan hanya digunakan dalam ranah keagamaan, sastra, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mana pada waktu itu ketiga bidang tersebut paling dominan. Namun sejak abad 20, penerjemahan telah berkembang cukup signifikan di ranah audiovisual. Tuntutan akan adanya terjemahan ditengah menggeliatnya industri film terus membanjiri dunia hiburan, kebutuhan akan subtitling tak bisa dihindari. Subtitling, atau terjemahan film, berfungsi membantu penikmat film dalam memahami cerita.

Ada dua jenis terjemahan film yakni subtitling dan dubbing atau sulih suara. Kedua jenis penerjemahan ini mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Gambier (1993:276) mengatakan :

(3)

“Subtitling is one of two possible methods for providing the translation of a movie dilaogue, where the original dialogue soundtrack is left in place and the translation is printed along the bottom of the film”.2

Sedangkan dubbing atau sulih suara adalah suatu proses menggantikan suara dalam suatu “soundtrack” untuk membetulkan kesalahan-kesalahan yang ada dan merekam kembali dialog tersebut. Thompson (1990) menegaskan bahwa sulih suara tidak hanya terjadi dari satu bahasa ke bahasa lain (SL ke TL) tetapi sulih suara dapat terjadi dari SL ke SL dengan suara orang yang berbeda.

Subtitling yang merupakan suatu wujud terjemahan di era global dewasa ini makin marak dibutuhkan dalam industri perfilman. Dengan kata lain subtitling adalah terjemahan dialog film yang di tuliskan di bagian bawah pada film tersebut. Seperti halnya sulih suara, tujuan subtitling adalah membantu pemirsa untuk menikmati sebuah film, apakah itu film dokumenter atau cerita, drama, aksi, dan lain-lain. Dalam menerjemahkan terjemahan film seorang subtitler menghadapi suatu tantangan untuk menampilkan sebuah terjemahan yang sesuai dengan aturan yaitu sesuai dengan pembatasan waktu dan tempat, yaitu setiap pemunculan suatu teks film (subtitle) tidak lebih dari dua baris yang terdiri 30-35 huruf setiap barisnya (Gottlieb, 1997; Hatim & Mason,1997).3 Disamping itu, pemirsa memiliki waktu yang relatif pendek dalam membaca subtitle yaitu 2,5 sampai 3 detik untuk satu baris subtitle atau 5-6 detik untuk dua baris subtitle. Selain itu perbedaan budaya dan bahasa juga membawa kesulitan bagi penerjemah saat dia harus menerjemahkan film dengan genre yang berbeda-beda. Dengan adanya tantangan tersebut membuat penerjemahan film berbeda dengan bentuk penerjemahan yang lain.

Dibandingkan dengan dubbing, subtitling dewasa ini lebih disukai. Selain bisa belajar bahasa, pemirsa dapat mendengarkan suara asli pemain film tersebut. Dengan bantuan subtitle, pemirsa dapat mendengar suara asli sambil menikmati film. Subtitling mengubah sulih suara kedalam teks film yang ditampilkan dalam layar. Walaupun berupa tulisan, subtitling hendaknya sama dengan maksud ujaran yang ditampilkan oleh pemainnya. Oleh karenanya sifat subtitling haruslah komunikatif. Seperti yang dituangkan oleh Newmark bahwa terjemahan komunikatif adalah terjemahan yang mampu membawa efek yang sama kepada penikmatnya (Newmark, 1988).4 Dengan kata lain, subtitling yang komunikatif

2 Gambier, Yves. 1993. “Audio Visual Communication: Typological Detour”. Teaching Translation and Interpreting 2. Philadelphia: John Benjamin.

3 Gottlieb, Henrik. 1997. You Got the Picture- On the Polysemiotics of Subtitling Wordplay. In Dirk Delabastita (ed) Essays on Punning and Translation.Manchester: St.Jerome: 206-232.

(4)

mampu membawa pemirsanya mendapatkan pengalaman yang sama dengan pemirsa asli bahasa tersebut saat menikmati film. Jika yang dilihat adalah film komedi, maka pemirsa harus bisa tertawa. Jika yang dinikmati adalah film thriller yang menegangkan, penonton haruslah ketakutan. Jangan sampai pengalaman tersebut terlewati karena bisa mengurangi kesan dalam film tersebut. Oleh karena itu, seorang penerjemah seharusnya dapat lebih bertanggung jawab terhadap hasil terjemahannya agar lebih cocok dari kedua bahasa yang ia terjemahkan dengan menghasilkan yang terbaik. Banyak sekali produk penerjemahan yang memerlukan terjemahan yang baik karena ketidak sesuaian terjemahannya.

Subtitle yang digunakan sebagai data peneltian ini diambil dari Film Doraemon “STAND BY ME” yang dirilis pada tahun 2014 oleh Walt Disney International Japan dan merupakan film animasi 3D. Film Doraemon yang sudah diterjemahkan ke dalam teks dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa Inggris dan Indonesia. Bahasa sumber dalam film ini berbahasa jepang dan terjemahannya berupa teks berbahasa inggris dan indonesia. Bagaimana penerjemah dalam menerjemahkan subtitle film dari bahasa sumbernya yaitu bahasa jepang ke dalam terjemahan subtitlenya bahasa Inggris dan Indonesia sebagai bahasa sasaran mendorong saya untuk melakukan penelitian mengenai strategi, pergeseran bentuk dan makna dan kualitas terjemahan subtitle film dua bahasa tersebut (Inggris dan Indonesia). Seperti contoh subtitle film terjemahan ke dalam bahasa sasaran berikut ini :

BSu : STAND BY ME BSu : You have no brains

Bsa : TETAPLAH BERSAMAKU BSa : Sepertinya kau bingung

BSu : I can still make it BSu : It’s no use going

Bsa : masih belum terlambat BSa : Ini tak akan berhasil

(5)

Selanjutnya penulis akan menggolongkan masing-masing berdasarkan strategi penerjemahan yang bersangkutan.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penelitian ini hanya difokuskan pada Teknik pernerjemahan yang dilakukan penerjemah dalam mengalihkan makna dan pergeseran struktur kalimat pada Penerjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME” dua bahasa (Inggris dan Indonesia).

C. Pertanyaan Penelitian

Dari latar belakang masalah diatas, beberapa pertanyaan penelitian yang akan dikaji secara mendalam adalah sebagai berikut :

1. Teknik-teknik penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah dalam terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME” ?

2. Pergeseran bentuk dan makna apa yang terjadi dalam terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME “ ?

3. Bagaimana tingkat keterbacaan terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME” ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam mengenai strategi penerjemahan yang terjadi pada film Doraemon “STAND BY ME” dua bahasa (Inggris dan Indonesia). Secara khusus, penelitian bertujuan untuk mengetahui :

1. Untuk mengidentifikasi teknik-teknik penerjemahan apa yang digunakan dalam terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME”.

2. Untuk merumuskan pergeseran bentuk dan makna yang terjadi dalam terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME”.

3. Untuk mengukur tingkat keterbacaan terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME”.

E. Manfaat Penelitian

(6)

F. Kajian Teoritis

1. Pengertian Subtitling

Subtitle adalah terjemahan tertulis ringkas dari dialog asli yang muncul dalam bentuk teks baris dan pada umumnya diletakkan di bawah layar (Ed Cintas dan Anderman, 2009 : 21).5 Subtitling adalah aktifitas menerjemahkan. Di sini penulis akan lebih memfokuskan pada teori-teori penerjemahan subtitle karena dalam penelitian ini penulis akan lebih banyak membahas mengenai subtitle. Subtitle bertujuan untuk membantu penonton memahami isi film yang diputar. Berdasarkan jenisnya, ada dua jenis subtitle, yaitu : intralingual subtitle dan interlingual subtitle. Intralingual subtitle atau sering disebut juga dengan captioning, dilakukan dengan menggunakan bahasa yang sama dengan yang digunakan dalam dialog film, subtitle ini bertujuan untuk membantu penonton yang memiliki masalah pendengaran, sedangkan Interlingual subtitle merupakan aktifitas penerjemah dalam menerjemahkan teks dialog asli ke dalam bahasa sasaran. Tujuan dari Interlingual subtitle adalah untuk membantu penonton yang tidak menggunakan bahasa yang sama dengan yang digunakan dalam film.

Tidak seperti menerjemahkan teks di buku, dalam menerjemahkan subtitle ada beberapa hal yang harus dicermati oleh penerjemah karena subtitle memiliki beberapa batasan. Batasan pertama berhubungan dengan masalah teknis. Yang pertama adalah masalah ruang, tempat yang disediakan untuk subtitle sangatlah terbatas sehingga terjemahan haruslah singkat, padat dan jelas. Umumnya untuk setiap pemunculan subtitle maksimal terdiri atas dua baris. Karena keterbacaan adalah hal yang penting maka disarankan agar subtitle merupakan satu kalimat panjang yang terbagi atas klausa-klausa yang dipisahkan per baris. Batasan yang kedua adalah masalah waktu. Dalam subtitling, yang harus diperhatikan adalah timeframe pemunculan subtitle yang didasarkan pada timecode. Pemunculan subtitle amat ditentukan oleh penentuan in-point dan out-point timecode. Selain itu juga diperhatikan waktu untuk membaca. Sebagus apapun terjemahannya akan percuma apabila penonton tidak sempat membaca subtitlenya. Dalam membuat subtitle program anak pada umumnya digunakan pengaturan word per minute (wpm) atau character per minute (cpm) yang rendah karena kecepatan anak-anak dalam membaca tidaklah sama dengan orang dewasa. Batasan terakhir yang menjadi masalah dalam subtitle adalah soal penyajian. Subtitle hanya boleh mengambil ruang maksimal 20% dari luas layar. Ukuran huruf dan posisi pada layar adalah faktor yang penting dalam presentasi.

Dalam penerjemahan teks film terdapat kesulitan, sebagaimana dipaparkan diatas, subtitling adalah suatu penerjemahan yang tidak mudah. Prinsip subtitling menurut Lina

(7)

Hoo (2005) adalah membatu pemirsa memahami isi film bukan membuat pemirsa sibuk membaca, oleh karena itu bahasa subtitling haruslah merupakan bahasa singkat, padat dan tepat sasaran.6 Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ada beberapa kesulitan yang mungkin dihadapi oleh penerjemah. Dari segi bahasa dan budaya, kesulitan yang mungkin dihadapi adalah dalam acuan kultural, idiom, permainan kata, sindiran humor dan makna pragmatik. Kesulitan dalam acuan budaya yang mungkin timbul adalah kadang penerjemah tidak tahu kebiasaan budaya dari bahasa sumber. Begitu pula dengan kesulitan idiom dan permainan kata. Sering kali idiom sulit untuk diterjemahkan dan kadang penerjemah sulit mencari padanan dalam permainan kata-kata tertentu. Selanjutnya sindiran humor dan makna pragmatik juga menjadi kesulitan tersendiri bagi penerjemah. Terkadang sindiran humor yang halus sering luput dari mata awas penerjemah. Terkadang sulit sekali mencari terjemahannya karena sindiran humor tersebut terkait dengan budaya bahasa sumber. Sementara dalam hal makna pragmatik, penerjemah sering menjumpai kesulitan mencari terjemahan yang dapat menggambarkan hubungan antara dua tokoh, terutama tokoh-tokoh yang memakai dialek tertentu.

Dari segi media, ada dua hal yang menyulitkan dalam subtitling yaitu pembatasan waktu dan tempat (layout). Ada beberapa ketentuan dalam tentang tata letak penempatan subtitling, yakni : posisi teks harus di bagian bawah, jumlah baris maksimal dua baris, jumlah karakter perbaris maksimal 35 karakter, pemenggalan kalimat perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan tata bahasa dan logika dalam satu kalimat, jenis font yang umum diketahui (biasanya arial, times new roman atau calibri) ukuran standar dan warna putih. Selanjutnya penerjemah subtitling juga dihadapkan dengan kesulitan ketentuan waktu pemunculan subtitling. Ada beberapa ketentuan waktu kemunculan subtitling, yaitu : durasi untuk dua garis penuh adalah 3 – 6 detik, durasi satu baris tunggal (7 – 8 kata) adalah kurang dari 3,5 detik, durasi satu kata tunggal adalah 1,5 detik, waktu muncul setelah ujaran tokoh adalah 0,25 detik, waktu menghilang setelah ujaran tokoh adalah 2 detik, waktu antara dua subtitling berurutan adalah 0,25 detik, dan subtitling harus menghilang sebelum ‘cut’ karena ‘cut’ menunjukkan perubahan tematik.

2. Pengertian Penerjemahan

Nida dan Taber dalam Hoedoro (1993:1) mengemukakan bahwa penerjemahan merupakan upaya mengungkapkan kembali pesan yang terkandung dalam bahasa sumber di dalam bahasa penerima. Pengungkapan kembali itu dilakukan dengan menggunakan

(8)

padanan yang wajar dan terdekat. Padanan adalah unsur bahasa sasaran yang mengandung pesan yang sama dengan unsur bahasa sumber. Namun sepadan tidak berarti sama.

Translating consists in reproducing in the receptor languagethe closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly interm of style.7

Pernyataan Nida dan Taber tersebut menunjukan bahwa penerjemah sebisa mungkin dapat menciptakan kembali pesan dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa) dengan padanan yang sesuai, pertama-tama dalam hal makna kemudian gaya bahasanya.

Terjemahan adalah interpretasi makna suatu teks dalam suatu bahasa (teks sumber) yang merupakan padanan dalam bahasa lain (teks sasaran atau terjemahan) yang mengkomunikasikan pesan serupa. Terjemahan harus mempertimbangkan beberapa batasan, termasuk konteks, aturan tata bahasa, konvensi penulisan, idiom, serta hal lain antar kedua bahasa. Orang yang melakukan terjemahan disebut sebagai penerjemah. Menurut Catford (1973:15), terjemahan adalah penggantian suatu bahan teks BSu dengan bahan teks yang sepadan dalam Bsa. Catford menekankan bahwa bahan teks penggantian hendaknya sepadan, karena kesepadanan merupakan hal yang amat penting dalam penerjemahan. Padanan itu sendiri menurut Catford adalah bentuk terjemahan yang dilihat dari segi semantiknya mengandung pesan yang sama dengan bentuk dalam BSu. Untuk mendapat padanan yang tepat diperlukan suatu proses.8

3. Pergeseran Bentuk

Larson (1984:3) mengkaitkan kata ‘makna’ dalam mendefinisikan penerjemahan, yang menyatakan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Maknalah yang harus dipertahankan, sedangkan bentuk boleh diubah. Catford memberi uraian yang lebih lengkap mengenai teori pergeseran bentuk (Shifts), lebih dari sekedar perubahan dalam konteks tata bahasa (grammatical). Menurut Catford (1965:20), penerjemah berarti mentransfer bahasa sumber ke bahasa sasaran.

4. Pergeseran Makna

Dalam konteks pergeseran makna, kata, frase, klausa adalah tetap; yang bergeser adalah maknanya. Pergeseran makna tersebut terjadi disebabkan satu kata memiliki makna primer dan makna sekunder. Penjelasannya terlihat dalam pergeseran morfem ‘run’ pada contoh berikut: a. The deer runs = rusa itu berlari, b. The river runs = sungai itu mengalir, c. My nose

(9)

runs = saya pilek. Dalam pergeseran makna, makna dari kata, frase, klausa (bentuk) yang sama bergeser dari makna primer ke makna sekunder pada konteks yang berubah.

5. Teknik Penerjemahan

Molina dan Albir (2002) mendefinisikan teknik penerjemahan sebagai ‘procedure to analyze and classify how translation equivalence works’. Hal tersebut mengacu pada langkah-langkah yang dilakukan penerjemah untuk menerjemahkan. Selanjutnya, Molina dan Albir (2002) menyatakan bahwa teknik penerjemahan mengacu pada ‘actual steps taken by translators in each textual micro unit’. Hal tersebut berarti teknik penerjemahan adalah cara mengalihkan pesan teks dari bahasa sumber ke teks bahasa sasaran yang digunakan untuk tataran mikro seperti tataran kata, frasa, klausa, atau kalimat. Berikut ini teknik-teknik penerjemahan yang dikembangkan oleh Molina dan Albir (2002).

a. Adaptasi (Adaptation)

Teknik penerjemahan yang menggantikan unsur-unsur budaya yang khas dalam BSu dengan unsur budaya yang ada dalam Bsa. Teknik ini dapat digunakan apabila unsur atau elemen budaya tersebut memiliki padanan dalam Bsa.

BSu : His leg felt like a stone

BSa : Tungkai kakinya seperti terpaku

b. Amplifikasi (Penambahan)

Teknik penerjemahan yang menambahkan detail informasi yang tidak terdapat dalam teks bahasa sumber. Penambahan dalam teknik ini hanya informasi yang digunakan untuk membantu penyampaian pesan atau pemahaman pembaca. Penambahan ini tidak boleh mengubah pesan yang ada dalam teks bahasa sumber.

BSu : There are many Indonesian at the ship.

BSa : Banyak warga negara Indonesia di kapal itu.

Kata Indonesian diterjemahkan menjadi Warga Negara Indonesia di sini dimaksudkan untuk memperjelas informasi tanpa mengubah pesan yang terkandung dari kata tersebut.

c. Peminjaman (Borrowing)

(10)

yaitu peminjaman tanpa melakukan perubahan apa-apa, seperti kata “zig-zag”, atau berupa peminjaman alamiah (naturalized borrowing), dimana kata dari BSu disesuaikan dengan ejaan BSa, seperti kata “musik” yang berasal dari kata “music”.

d. Kalke (calque)

Penerjemahan harfiah dari sebuah kata atau frasa dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

BSu : He is the new assistant manager

BSa : Dia adalah asisten manajer yang baru

e. Kompensasi (Compentation)

Teknik penerjemahan yang menggantikan posisi unsur informasi atau efek stilistika dalam BSu pada bagian lain dalam BSa karena tidak dapat direalisasikan pada bagian yang sama dalam BSa.

BSu : A burning desire to share The Secret with the world consumed me.

BSa : Hasrat yang menyala-nyala untuk membagikan Rahasia kepada dunia membakar diri saya.

f. Deskripsi (Description)

Teknik penerjemahan yang mengganti istilah dalam bahasa sumber dengan deskripsinya dalam bahasa sasaran. Teknik ini digunakan ketika suatu istilah dalam bahasa sumber tidak memiliki kesepadanan dalam bahasa sasaran.

BSu : I like dorayaki.

BSa : Saya suka dorayaki, kue tradisional jepang.

g. Kreasi Diskursif (Discursive Creation)

Teknik penerjemahan yang menggunakan padanan sementara yang jauh dari konteks aslinya. Teknik ini sering muncul dalam penerjemahan judul film, buku dan novel.

(11)

Lebih cenderung untuk menggunakan istilah atau ekspresi yang sudah dikenal (baik di dalam kamus atau penggunaan bahasa sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan secara harfiah.

BSu : Sincerely yours

BSa : Hormat kami

i. Generalisasi (Generalization)

Teknik ini lebih cenderung menggunakan istilah yang lebih umum atau lebih netral.

BSu : flat

BSa : apartemen

j. Amplifikasi linguistik (Linguistic Amplification)

Teknik ini digunakan untuk menambah unsur-unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran. Teknik ini biasanya dipakai dalam consecutive interpreting (pengalihbahasaan secara konsekutif) atau dubbing (sulih suara).

Bsu : shall we?

Bsa : bisakah kita pergi sekarang?

k. Kompresi linguistik (Linguistic Compression)

Merupakan teknik penerjemahan dengan cara mensintesa unsur-unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran yang biasanya diterapkan penerjemah dalam pengalihbahasaan secara simultan (simultaneous interpreting) dan penerjemahan teks film (subtitling).

Bsu : I want you to know... Bsa : ketahuilah

l. Penerjemahan Harfiah (Literal Translation)

Merupakan teknik menerjemahkan sebuah kata atau ekspresi kata per katatetapi susunan kata tersebut disesuaikan dengan tata bahasa Bsa.

(12)

Bsa : Dr Augustine juga menulis beberapa buku

m. Modulasi (Modulation)

Merupakan teknik penerjemahan dimana penerjemah mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan bahasa sumber.

Bsu : I cut my finger Bsa : jariku teriris

n. Partikularisasi (Particularization)

Teknik ini lebih memfokuskan pada penggunaan istilah yang lebih konkrit atau persis. Bsu : air transportation

Bsa : pesawat terbang

o. Reduksi (Reduction)

Teknik ini lebih memfokuskan pada pemadatan teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Ini juga bisa disebut sebagai kebalikan dari amplifikasi.

Bsu : the Muslim month of fasting Bsa : Ramadhan

p. Subtitusi (Substitution)

Teknik ini adalah mengubah unsur-unsur linguistik ke parallinguistik (yang berhubungan dengan intonasi dan isyarat tubuh). Teknik ini biasanya dipakai dalam pengalibahasaan secara lisan.

Bsu : he puts his hand on heart Bsa : dia mengucapkan terimakasih

q. Transposisi (Transposition)

Teknik ini adalah mengubah kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit.

Bsu : trousers

(13)

r. Variasi (Variation)

Teknik ini adalah mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik, perubahan tona secara tekstual, gaya bahasa, dialek sosial dan juga dialek geografis. Biasanya teknik ini diterapkan dalam penerjemahan drama.9

Bsu : hi chick? Bsa : hai cewek?

G. Metodologi Peneltian 1. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Kesesuaian ciri pendekatan kualitatif dengan penelitian ini juga terletak pada wujud data yang dimiliki. Data dalam penelitian ini berupa unit terjemahan yang berwujud bentuk-bentuk lingual (kata, frase dan klausa).

2. Prosedur Penelitian a. Objek Penelitian

Objek penelitian ini berupa terjemahan film Doraemon “STAND BY ME” berbahasa jepang sebagai teks sumber dan subtitling (terjemahan film) dalam bahasa Inggris dan Indonesia sebagai teks target.

b. Sajian data dan cara pengumpulan data

Korpus data dalam kajian terjemahan ini adalah korpus bilingual pararel yang terdiri dari teks lisan (bahasa sumber) yang diucapkan oleh para tokoh dalam film Doraemon “STAND BY ME” dan versi terjemahannya (subtitling) sebagai bahasa target. Data dalam penelitian ini bersifat kualitatif kategorikal dengan pengertian bahwa data yang dikumpulkan berwujud non-angka melainkan berupa bentuk-bentuk lingual yang dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu. Wujud data penelitian ini berupa

9 Molina, L. and Albir, A.H..2002. "Translation Tedmiques Revisited:A Dynamic and Functionalist Approadr" dalam Meta: Joutnal iles TrailucteurslMeta: Translators' JoutnaL XLVIL No. 4 hal. 498-512. diunduh dari

(14)

representasi makna subtitling sebagai unit terjemahan dalam bentuk lingual yang terdapat dalam teks sumber dan terjemahannya dalam teks target.

3. Instrumen Penelitian

Penelitian kualitatif ini memanfaatkan diri peneliti sendiri sebagai instrumen utama untuk memperoleh data kualitatif mengenai teks film dari bahasa sumber dan teks terjemahan film tersebut dalam bentuk terjemahan teks film Doraemon dua bahasa (Inggris dan Indonesia). Setelah objek penelitian teks film sumber dan terjemahannya terkumpul, peneliti melakukan beberapa kegiatan berikut : a. Menonton dan membaca teks film bahasa sumber dan terjemahannya secara berulang-ulang untuk menemukan teknik penerjemahannya dan apakah pesan tersampaikan atau tidak ke penonton, b. Menandai dan memberi catatan dialog film tersebut mengenai teknik apa yang digunakan, c. Mengidentifikasi tingkat keterbacaan terjemahan atau tersampainya pesan pengarang terhadap terjemahan tersebut atau tidak.

4. Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data akan dilakukan dengan berdiskusi kepada dosen melalui seminar di jurusan bahasa dan sastra inggris untuk menilai hasil analisis teknik penerjemahan subtitle film yang diteliti.

H. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Tangerang Selatan selama lima bulan dari bulan Agustus – Januari 2015 di Tangerang Selatan.

I. Daftar Kepustakaan

E.A. Nida dan Taber C, The Theory and practice of translation(Leiden: E.Jbrill,1974) h.12.

(15)

Hoed, Benny H. 1991. Beberapa catatan tentang Naskah Buku Pedoman Penerjemahan. Disampaikan dalam Lokakarya Penyususnan Pedoman Penerjemahan, 25-26 November. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Peter Newmark, Approach to Translation (Oxford: Pergamon, 1981) h.5

Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press.

Ho, Lina. 2005. Penerjemahan Film Televisi. Sebuah Gambaran Umum. PT Indosiar Visual

Mandiri.

Cintas, Jorge Diaz dan Gunilla, Anderman (Ed). 2009. Audiovisual Translation: Language Transfer on Screen. New York: Palgrave Macmillan.

Gambier, Yves. 1993. “Audio Visual Communication: Typological Detour”. Teaching Translation and Interpreting 2. Philadelphia: John Benjamin.

Gottlieb, Henrik. 1997. You Got the Picture- On the Polysemiotics of Subtitling Wordplay. In Dirk Delabastita (ed) Essays on Punning and Translation.Manchester: St.Jerome: 206-232. Hatim, B & Mason.1997. The Translator as Communicator.London&New York: Routledge. Hurtado Albir, A. & Molina L. Translation Technique Revisited: A Dynamic and Functional Approach. META, vol. 47, 4. Spain: Universitat Autonoma Barcelona. 2002.

J. Jurnal

(16)

Referensi

Dokumen terkait

FM 2.4, 3.3, 4.3 Melakukan berbagai gerakan terkoordinasi secara terkontrol,seimbang dan lincah Anak mampu mengkoordinasikan tangan dan mata melalui kegiatan melipat KOG

Dalam hal ini, faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi sintaksis pada kalimat tuturan guru sewaktu melaksanakan proses pembelajaran bahasa Indonesia

Kinerja Karyawan BPRS Saka Dana Mulia Kudus mengalami penurunan. Penurunan kinerja Karyawan ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu motivasi kerja islami, disiplin kerja

Hasil analisis sidik ragam perlakuan berbagai konsentrasi CaCl 2 menghasilkan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air dan kadar protein pempek lenjer kering (analisis

yang menggunakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman minimarket, usaha ini berkembang dengan baik dan mengalami peningkatan volume penjualan yang dapat dilihat dari omset

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada perlakuan pemberian dosis pupuk organik padat dan penggunaan varietas berpengaruh nyata terhadap

Tidak berbeda dengan melihat hubungan kebutuhan praktis dengan faktor-faktor yang terkait dengan program, keberhasilan program dilihat melalui hubungan besar pinjaman, akses

Berdasarkan pendapat tersebut, yang dimaksud kualitas tes buatan guru (quality ofteacher tes making) dalam penelitian ini adalah kualitas tes yang dibuat sendiri