• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potret Hidup Mengais Martabat dari Sampa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Potret Hidup Mengais Martabat dari Sampa"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Potret Hidup, Mengais Martabat dari Sampah Oleh: Fikri Mahzumi

Hidup itu adalah perjuangan untuk mempertahankan sebuah martabat (dignity atau karamah). Tapi tidak semua manusia memahaminya, beberapa menjalani hidup tanpa mementingkan nilai-nilai yang menjaganya tetap sebagai manusia yang bermartabat. Berkehidupan tak hanya memasukkan dan mengeluarkan napas ke rogga paru-paru. Lebih dari itu, hidup yang berkualitas dinilai dari sejauh mana manusia bisa mempertahankan martabatnya. Martabat sering dikaitkan dengan harkat yang berarti derajat atau tingkat. Sedangkan martabat sendiri dimengerti sebagai peewakilan harga diri dari individu manusia. Jika digandengkan harkat dan martabat manusia, maka yang dimaksudkan adalah tingkat harga diri yang dimiliki oleh individu tersebut.

Definisi tentang martabat mengantarkan kita pada nilai prinsipil yang semestinya bersifat asali sejak manusia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk hidup. Tapi ketika beranjak dewasa, martabat manusia mungkin bernilai fluktuatif tergantung keberadaannya dalam memegang prinsip-prinsip dalam hidup yang ia jalani. Manusia yang diciptakan dengan kesadaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk lain di jagat raya ini memiliki tanggung jawab lebih besar tidak hanya di kehidupan dunia, melainkan akhirat juga. Dengan akal-budi sebagai alat menimbang nilai baik dan buruk, manusia menempati harkat dan martabat yang lebih mulia dibanding makhluk Tuhan lainnya. Peran akal budi sebagai penilai menempati posisi penting ketika manusia bersinggungan dengan subyek lain di luar dirinya.

Sebagian manusia menyadari bahwa ia memiliki martabat, sehingga dalam sejengkal langkah yang ia lalui, selalu dipertimbangkan dengan kemampuan akal budinya. Dalam pengertian lain, manusia dibebani tanggung jawab yang menjadi konsekuensi logis ketika diberi kesempatan hidup oleh Tuhan. Menjadi manusia bermartabat berarti ia akan selalu merasa bertanggung jawab terhadap hidup yang dianugerahkan Tuhan. Selain itu, kenyataan bahwa ia tidak hidup sendiri, menjadi tanggung jawab sosial yang juga harus diperhatikan selain ketundukannya kepada yang Absolut. Untuk itu, manusia akan terus merasa bahwa kehidupannya selalu diliputi oleh hukum-hukum ideal yang berdasarkan penilaian akal budi.

(2)

diberi bimbingan untuk membedakan antara baik dan buruk. Misi agama ialah sebagai petunjuk (hudan) bagi individu, sedangkan keputusan tetap menjadi tanggung jawab personal yang masing-masing memiliki konsekuensi dalam hukum sebab-akibat. Jika ia tunduk dan taat, maka bernilai pahala dan nikmat. Dan sebaliknya, jika ia lalai dan durhaka, maka berkonsekuensi dosa dan siksa. Sehingga diharapkan daripadanya, muncul suatu kesadaran kolektif terhadap tanggung jawab untuk menjaga martabat dimanapun dan kapanpun. Di sinilah relevansi pesan takwa dalam al-Quran menemukan kontekstualisasinya.

Sakralitas kesadaran terhadap dogma agama, mestinya tidak perlu digugat atas apa yang diyakini tentang pahala dan dosa. Tapi lebih dari itu, kita dapat menariknya ke dalam wilayah profan (duniawi). Berdasarkan alur berpikir dalam konteks yang sama, kita coba melihat bukan pada terma pahala dan dosanya, melainkan kedua terma itu merupakan hasil dari proses yang disebut dengan konsekuensi (musabab bi). Jika pahala dan dosa merupakan perwakilan wilayah akhirat, maka untuk wilayah dunia bisa beragam. Selain hukuman, hilangnya martabat seseorang juga relevan untuk mewakili konsekuensi tindakan yang telah diputuskan oleh manusia dalam kehidupannya. Seorang yang korupsi mungkin akan dipenjara, pernyataan ini bisa benar jika korupsi dianggap sebagai suatu yang buruk dan penjara mewakili siksa karena penderitaan sebab tercabutnya sebuah kebebasan.

Ketika seorang manusia bertahan menjaga martabat yang melakat pada dirinya, ia pun tak pernah goyah oleh bujuk rayu dunia. Jangankan harta, tahta, pangkat dan sebagainya, akhiratpun tak menggoyahkannya untuk tejebak pada penghambaan semu, karena yang sejatinya sedang ia tuju adalah Allah. Itulah arti menjaga martabat dalam semua urusan dunia. Penutur bijak pernah berkata, jangan kau menyembah dan tunduk kepada Penciptamu, karena apa yang diciptakanNya untukmu. Sehingga surga menggadaikan keikhlasan dan neraka mengantikan ketakutan kepadaNya. Sungguh kehidupan fana ini seluruhnya adalah ibarat yang memberi hikmah bagi individu yang mau bertafakur, bahkan dari sepenggal potret hidup yang hendak dituliskan di sini. Potret hidup dari nenek renta pengais sampah yang bagi penulis mencitrakan teladan bagaimana seharusnya manusia nempertahankan martabat yang ia sandang. Di suatu sore, saat penulis berada di destinasi wisata alam, Cuban Rais Batu, di tengah kesenangan yang hampir membuat lalai bahwa tujuan kita di berwisata alam, merupakan medium memenuhi perintah tuhan 'bacalah (iqra). Membaca berarti mampu merefleksikan suatu obyek ke dalam suatu kesadaran yang terbangun atasnya.

(3)

mengatakan besar ketika dihadapannya nampak sebuah gunung dan seterusnya. Tentu, puncaknya adalah rendah hati (tawadhu'), kepasrahan di hadapan Sang Maha Besar (al-kabir).

Kembali ke cerita seorang perempuan tua, di tengah hiruk-pikuk keceriaan dengan kerentaan tubuh, ia mengais sampah menunduk mencari yang baginya berharga. Tak sungkan pemuda-pemudi belia bertengger di atas tempat duduk jati seolah sengaja ingin tidak menyadari ada nenek mereka karena usia yang sedang membongkok di hadapan mereka. Si permpuan tua, meneruskan pekerjaannya memilah sampah. Tidak terlihat jengkel dengan ulah cucu-cucunya karena terpaut usia. Setelah mendapatkan yang ia cari, dimasukkannya ke dalam gangsing yang dibawa. Tetap dengan raut muka yang tidak berubah tetap tenang di balik guratan keriput dan tatap mata tajamnya. Lalu, mengusung sekarung yang kita menyebutnya sampah tapi baginya sangat berharga. Inilah sebuah persepsi yang bernegasi antara subyek yang menilai.

Nenek ini tidak memilih untuk menanggalkan harga dirinya dengan menggantungkan hidup dari belas kasih makhluk. Pun tidak terlalu muluk mendapatkan isi perut. Beda dengan kebanyakan kita yang merasa di jajaran orang terhormat karena profesi atau status sosial kita. Ada pertanyaan, apa pentingnya sebuah status jika kita tidak bermartabat. Boleh saja seseorang menjadi apapun dalam hidup ini, tapi yang tak kalah penting, apapun profesi dan status sosial yang hendak dicapai tidak serta merta menanggalkan martabatnya. Seorang professor akan kehilangan martabat jika ia melakukan plagiasi, maka gelarnya tidak berarti apa-apa. Pejabat apapun, jika ia korupsi maka ia telah menanggalkan martabatnya dan tak berarti setinggi apapun jabatan yang ia sandang. Sebaliknya semiskin apapun seseorang tapi ia mampu bertahan agar harga dirinya tak tergadai oleh apapun, itu mewakili integritas, meskipun ia harus memungut sampah. Martabat merupakan tanggung jawab moral bagi setiap manusia agar tetap berpegang pada nilai yang ia yakini sebagai kebenaran dan tanggung jawab moral.

Berdasar pada pengalaman singkat dari apa yang ditunjukkan oleh nenek renta di atas, ada suatu ibrah yang dapat dipetik tentang cara kita menjalani hidup. Memang disadari, kadan komdisilah yang sering membuat manusia mengenyampingkan martabat yang melekat pada dirinya, utamanya persoalan perut. Kemiskinan sering kali menjadikan manusia lupa akan kodratnya sebagai makhluk yang dibedakan dari binatang. Ketika lapar, hewan akan berburu berdasarkan instingnya. Dan setelah kenyang, ia akan berhenti di titik itu pula. Beda dengan manusia, jika ia lapar maka beragam cara yang bisa dipakai agar rasa laparnya hilang, tapi tidak berhenti di titik itu saja, masih ada nafsu lain yang mendorongya beranjak dari hanya sekedar puas. Itulah yang dikenal dengan serakah. Dorongan yang muncul dari dalam diri manusia, sehingga ia tidak akan pernah terpuaskan. Jika sudah mendapatkan satu, ia beranjak ke angka dua dan seterusnya.

(4)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang konversi lahan pertanian produktif akibat pertumbuhan lahan terbangun di Kota Sumenep bertujuan untuk mengetahui karakteristik perubahan tutupan

kali ini akan dilakukan analisa pada material baja ST 41, yang penggunaannya sangat luas digunakan dalam Reparasi didalam air berbahan material logam, menggunakan metode

Perlakuan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan jumlah cabang, jumlah daun, diameter batang, jumlah bunga, jumlah bintil akar, dan luas daun per pot tanaman kacang pinto

Kepemilikan individu adalah hak individu yang diakui syariah dimana dengan hak tersebut seseorang dapat memiliki kekayaan yang bergerak maupun tidak bergerak.

Hasil sidik ragam (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata terhadap panjang akar sekunder dan interaksi Media*ZPT tidak berbeda nyata,

BUAU Berjadwal atau perusahaan angkutan udara asing yang telah memiliki persetujuan slot time untuk penerbangan berjadwal pada periode musim berjalan/berlangsung

Umur simpan sari buah jeruk ditentukan dengan menggunakan parameter organoleptik dan uji fisiko-kimia (warna, pH, Brix, dan kadar vitamin C). Para- meter mutu pada

n waktu de erbaikan tes s kepada pa aktu maksim permohonan at dan lokasi rtutup bagi maksimal n mahasisw hasiswa yan PETUNJ berkas-berka rtutup akan ruang, over daftar honor