TIPSU!FTTBZ!
!
STRATEGI PENGEMBANGAN PENGETAHUAN
dalam PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN
Pmfi!;!!
Bmepo!N/I/Q/!Tjobhb!
QFOEBIVMVBO!
Pembahasan tentang Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan secara teoritis telah banyak diberikan. Berbagai tuntutan yang harus dipenuhi sebagai syarat berjalannya strategi yang diharapkan menuntun perkeimbangan Ilmu Pengetahuan harus memenuhi syarat (a) Bebas dari Kekuasaan, (b) Memiliki Fakta yang Relevan dan memiliki keterkaitan dengan Problematika yang dihadapi, (c) Relasi Ilmu dan Keilmuan yang mengarah pada terbentuknya civil society.
Makalah ini mencoba mengulas strategi diatas dengan sebuah ilustrasi perkembangan Pendidikan. Ulasan ini diharapkan dapat menggambarkan bahwa konsep dan prinsip strategi pengembangan ilmu yang sama juga menentukan dan mengarahkan perkembangan Pendidikan sebagai bentuk Perkembangan Ilmu Pengetahuan.
!
TFKBSBI!QFSLFNCBOHBO!QFOEJEJLBO!
Pendidikan telah berkembang sebagaimana berkembangnya peradaban, pengetahuan, baik keilmuan mauun pengetahuan tentang pendidikan itu sendiri. Dunia mencatat perkembangan pendidikan yang dimulai dari masa Yunani Purba sebelum 150SM, masa Helenisme 150-500 SM, masa pertengahan di tahun 500-1500, masa reformasi dan kontra reformasi di tahun 1600an.
QFSJPEF!ZVOBOJ!;!Qfoejejlbo!tfcbhbj!Bmbu!Ofhbsb!
juga membentuk manusia supaya mempergunakan akalnya dengan bijaksana dan Membentuk manusia berkehendak untuk menopang sifat keberaniannya serta
Memunculkan hasrat manusia yaitu memiliki rasa keingin tahuan. Berbeda dengan Plato, Phytagoras memandang pendidikan memiliki tujuan membentuk manusia susila, kerena menurutnya manusia sejak kecil mempunyai keenderungan berbuat jahat. Sementara , Socrates. Menganggap tujuan pendidikan adalah untuk membawa manusia pada kebijakan.
Hal yang lebih maju secara metodologist, adalah apa yang diacu Aristoteles yang berpendapat bahwa dalam pendidikan harus mengenal pembawaan dan kecenderungan anak supaya ia mendapat bimbingan sebaik-baiknya. Pada masa ini umat manusia mulai mngenali adanya proses spesifik dari pendidikan yang memainkan peranan penting menjamin keberhasilan pencpaian tujuan pendidikan.
Pada periode diatas dapat dilihat bahwa perkembangan pendidikan tidak lepas dari kekuasaan dalam hal ini Negara. Hal ini dikarenakan Negara sebagai Kekuasaan memiliki kepentingan untuk memiliki warga Negara dengan spesifikasi tertentu.
QFSJPEF! SBTJPOBMJT! ;! Qsptft! Qfoejejlbo! nfokbnjo! Lfufsdbqbjbo!
Uvkvbo!
mengembangkan pengetahuan dengan eksperimen-eksperimen. Bacon juga berpendapat bahwa bahasa memegang peranan penting, dan karenanya penggunaan bahasa asli lebih diutamakan. Pada masa ini sangat jelas terlibatnya alam, metode berpikir, eksperimen dan pengumpulan fakta empiris serta penggunaan medium bahasa merupakan hal penting dalam pendidikan. Artinya pendidikan telah berkembang seiring pengetahuan tentang pendidikan itu sendiri terus berkembang.
Bagaimana pentingnya bahasa dalam paradigm pendidikan masa ini juga dikuatkan oleh, Johan amos Comenius, dalam bukunya „Jangua Linguarum Reserata‰ yang menggambarkan pentingnya bahasa sebagai buku didaktik besar dan pintu untuk menggambarkan dunia.
QFSJPEF!OBUVSBMJT;!Qfslfncbohbo!Qsptft!ebo!Btbt!Joejwjevbmjt!!!
Perkembangan proses pendidikan semakin besar pada abad ke 18. John Locke Dengan teorinya yang terkenal ialah teori taularasa atau a blank sheet of paper, menuliskan bahwa proses belajar terdiri dari tiga langkah, yaitu: (a.) Mengamati hal-hal yang ada diluar diri manusia, (b.) Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan. Dan (c.) Berfikir.
Selanjutnya pada abad ke-18 ini muncul pula aliran baru yaitu naturalis sebagai reaksi terhadap aliran rasionalis. Dengan J.J. Rousseau sebagai salah satu tokohnya. Menurut Rousseau ada tiga asas pengajar yaitu: (1.) Asas pertumbuhan, (2.) Asas aktifitas dan (3.) Asas individualis. Paradigma ini melengkapi perkembangan proses dalam pendidikan.
QFSJPEF!EFWFMPQNFOUBMJT!;!Joqvu!Joejwjev!zboh!Cfsbhbn!!!
pendidikan sebagai suatu perkembangan jiwa. Pendidikan adalah suatu proses perkembangan yang berlangsung dalam setiap individu. Tokoh-tokoh aliran ini ialah, Pestalozzi yang menyatakan tujuan pendidikan adalah meningkatkan derajat sosial seluruh umat manusia. Dengan mengembangkan semua aspek individualnya yaitu otak, tangan tangan dan hati mereka.
Tokoh developmentalis selanjutnya adalah Herbart yang menginginkan pembentukan manusia yang susila yang bermoral tinggi. Tujuan pendidikannya ialah membentuk watak susila, melalui pengembangan minat yang seluas-luasnya. Sebagai salah satu tokoh, pendidikan pada masa itu, Frobel juga memberikan kontribusi pemikiran bahwa pendidikan bermaksud mengembangkakn semua kapasitas dan kekuatan yang laten pada anak-anak. Frobel yakin, anak-anak lahir berbekal potensi-potensi. Tujuan pendidikannya adalah mengembangkan semua potensi itu akan menjadi aktual. Demikian pada masa ini paradigm pendidikan menjadi semakin lengkap, aspek individual telah mulai dibaca sebagai aspek INPUT penting. Heterogenitas input yang menuntut pendekatan yang berbeda telah ditekankan pada masa ini.
QFSJPEF!OBTJPOBMJTNF!!;!Obtjpobmjtnf-!Mjcfsbmjtnf!ebo!Qptjujwjtnf!
Zaman Nasionalisme pada abad selanjutnya membangun pendidikan sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa, mempertahankan bangsa dari imperialisme. Berbagai perang pada masa itu membentuk pendidikan yang bertujuan untuk menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara. Tokoh utama pada masa ini adalah La Chalotais di Perancis, Fichte di Jerman, dan Jefferson di Amerika Serikat.
masa itu menuntut setiap bangsa menghasilkan masyarakat yang mampu membela negaranya.
QFSJPEF!MJCFSBMJTNF!!;!Qfoejejlbo!ibsvt!Cfsnbogbbu!tptjbm!
Abad ke-19 ditandai oleh liberalisme dan positivisme. Bukti-bukti liberalisme antara lain sekolah sekolah dipakai untuk memperkuat kedudukan penguasa pemerintahan.yang banyak pengetahuan dialah yang berkuasa, yag mengarah ke individualisme.
Berbagai uraian tentang perkembangan pendidikan diatas menunjukkan adanya KEBUTUHAN yang berbeda namun selalu relevan dengan fakta dilapangan dan problematik yang ada. Berangkat dari kebutuhan tersebut, berbagai ilmuwan mencetuskan berbagai dalil yang spesifik dengan tujuan pendidikan. Peran kekuasaan juga berubah sesuai kebutuhan yang berkembang.
QFSLFNCBOHBO!QFOEJEJLBO!EJ!JOEPOFTJB!
Sebagaiamana perkembangan pendidikan dunia, pendidikan Indonesia juga berkembang pada masa Ki Hajar Dewantara, dengan Taman siswa sebagai salah satu ikon penting pendidikan. Pendidikan pada masa itu diarahkan untuk membentuk budi pekerti, karakter kebangsaan dan tetnunya alat elegan untuk kemerdekaan bangsa.
Paradigma pendidikan selanjutnya di rumuskan oleh Negara, pada awalnya sebagai; suatu usaha yang sadar, teratur dan sistematis yang dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi agar anak mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. (Indra Kusuma, (1973).
Paradigma pendidikan terus berkembang sebagaimana KEBUTUHAN yang terus berkembang. Hakekat dasar pembentukan INDIVIDU yang harus memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan SOSIAL (sebagai dampak pendidikan) juga mewarnai pendidikan Indonesia.
Tuntutan ini muncul seiring munculnya berbagai fakta empiris yang dapa dibaca sebagai menggambarkan kurangnya keberhasilan pendidikan. Fakta RELEVAN terkait (a) tingginya tingkat pengangguran, (b) ketidaksesuaian output pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha, dan (c) rendahnya relevansi kompetensi menunujukkan adanya kebutuhan untuk mengembangkan system pendidikan.
Mengacu pada hakikat bahwa Ilmu harus menjadi nilai (fakta) yang relevan dengan fenomena / problem yang dihadapi. Dan bahwa RELEVANSI terhadap nilai harus mengacu pada interpretasi filosofi kepentingan ilmiah (Weber; Michael Root), maka Pendidikan juga harus berkembang kembali.
Pada periode berikutnya, berdasarkan berbagai fakta yang ada, pemerintah mulai merubah paradigma pendidikan.. Pendidikan diredefinisi menjadi usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.(Undang-undang No 20 tahun 2003 SISDIKNAS)
yang didesain dan memiliki pendekatan yang sesuai. Sehngga system pendidikan dapat berperan secara esensial sebagai aspek penting dimana para sumberdaya manusia Indonesia diharapkan dapat dibentuk, bersaing untuk diterima dalam pasar tenaga kerja dan masyarakat, bersaing dan membentuk daya saing sumberdaya manusi Indonesia di ruang global.
Paradigma baru pendidikan juga menggariskan bahwa jangkauan pendidikan menjadi makin luas. Bila pada awalnya kenyataan pendidikan banyak beroeirantasi pada menghasilkan lulusan (output) saja. Maka pada periode ini pendidikan disadari harus dapat menghasilkan keluaran (outcome) yang memiliki dampak social (Impct) yang kuat.
Problematik yang baru muncul dari penterjemahan aspek individu yang mewakili Skill dan Karakter dengan
kesesuaiannya dengan kebutuhan Masyarakat (Profesionalisme dan Kompetensi) sebagai tanggung jawab social pendidikan pada masyarakat.
Keadaan ini mengarahkan fakta terlibatnya dua sisi ekonomi sumberdaya manusia yaitu sisi permintaan dan penawaran. Kedua sisi ini memiliki karakternya sendiri. Bila pada sisi penawaran, dimiliki kebutuhan untuk menyesuaikan output dengan kebutuhan masyarakat (Alignment Need), maka pada sisi permintaan terdapat kebutuhan untuk menempatkan sumberdaya yang sesuai dengan tunttutan pekerjaan (Fullfillment Need).
pendidikan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Fullillment Need akan di pengaruhi oleh kepentingan industry atau masyarakat pengguna. Untuk masa yang lalu jarak antara kedua kepentingan ini sangat lebar.
Lebarnya rentang kepentingan akan menentukan seberapa eksklusif masing masing sisi mengembangkan sistemnya dalam upaya membangun kapasitas sumberdaya manusia. Kepentingan ini tidak terhindarkan karena secara esensial lahir dari hakekat kedua sisi dalam memberikan kontribusi.
Dalam filosofi Ilmu, Jurgen Habermas menyatakan bahwa Theory sebagai Produk tidak akan pernah lepas dari Nilai yang diwarnai Kepentingan (Interest) yang berasal dari
sejumlah FAKTA yang di Ilmiahkan. Misal IPA lahir dari kepentingan teknis berdasarkan
fakta Alamiah. Artinya kedua sisi akan memiliki domain yang Primordial untuk
mengembangkan sisinya sendiri. Masyarakat akan menggunakan berbagai fakta tracer
study untuk mengetahui, mengukur dan merumuskan keterserapan sumberdaya yang
dihasilkan. Demikian pula Industri menggunakan berbagai fakta personalia untuk mengukur
kesesuaian sumberdaya manusia dengan posisi pekerjaan.
Menyadari pentingnya hal tersebut diatas, pada tahun 2009 muncullah beberapa
pemikiran yang mengarah pada pengukuran Allignmnet Index dan Fullfllment Index.
Allignment Indeks dengan rumusan dibawah ini, muncul sebagai sebuah indeks yang
menyatakan keterserapan lulusan lembaga pendidikan berdasarkan dimensi waktu, tempat,
jumlah dan kualitas. Indeks ini boleh dikatakan akan menentukan kualitas lembaga
pendidikan. Semakin besar indeks yang dihasiilkan maka semakin baik upaya sekolah
dalam menyediakan pendidikan yang menjamin lulusan nya dapat diserap dengn baik.
kerja dengan posisi yang diduduki. Indeks ini dikembangkan sebagai gambaran apakah industry mengalami kesulitan dalam memperoleh sumberdaya dengan spesifikasi tertentu. Semakin besar nilai indeks ini, semakin besar pula keseuaian sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan dalam beroperasi, sebaliknya dengan nilai indeks yang makin kecil, maka dapat dikatakan industry mengalami kesulitan memperoleh sumberdaya manusia yang sesuai dengan kebutuhan posisi pekerjaan.
Memperhatikan pernyataan Robert D. Punam yang menyatakan „Pengembangan Ilmu Harus memperhatikan relasi antar ilmu (baca: kepentingan / interest) tanpa mengorbankan otonomi masing-masing disiplin‰. Dapat dikatakan bahwa relasi antara kedua indeks ini merupakan hal yang esensial agar indeks ini dapat bermanfaat dalam menghadapi problematik pendidikan.
Memadukan kedua indeks sebagai manifestasi memadukan kebutuhan dari kedua sisi diatas memandatkan interaksi antara dunia pendidikan dengan industry. Berasumsi bahwa keduanya memiliki peran penting sebagai ilmuwan yang memiliki tanggung jawab social maka dapat diwujudkan sebuah „Civil Society‰ yang memiliki tujuan untuk mencapai tujuan pendidikan sebagai sebuah kebutuhan yang relevan.
kebutuhan di kedua sisi.
Civil society yang terbentuk akan membentuk kolaborasi yang saling menguntungkan. Disatu sisi, dunia pendidikan akan memiliki masukan untuk menyusun perencanaan proses yang tepat sesuai kebutuhan mitra kolaboratifnya. Pada sisi yang lain Industri akan menerima manfaat keghadiran sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi profesonal yang sesuai dengan kebutuhan. Bahkan kolaborasi tersebut akan memberikan peluang keterlibatan industry dalam proses pendidikan. Wacana melibatkan industri dalam proses pendidikan pada kenyataannya telah banyak dicetuskan. Secara sporadis, berbagai lembaga
swadaya masyarakat telah menggunakan mekanisme yang sama walaupun hadir dengan berbagai nama yang berbeda. Beberapa nama seperti „Kelas Profesional‰, „Kelas Inspirasi‰ dan berbagai nama lain merupakan bentuk kolaborasi Industri dalam Pendidikan.
LPOLMVTJ!
Demikian uraian diatas dapat memberikan gambaran, bahwa dalam berbagai jaman sesuai dengna perjalanan sejarah pendidikan dunia, dan Indonesia, perkembangan pendidikan tidak pernah dapat lepas dari kerangkan pengembangan Ilmu Pengetahuan yang mengemukakan strategi yang menuntut :
– Relevansi Fakta dengan Problematika
– Orientasi Kebutuhan (jauh dari pengaruh kepentingan non ilmiah /
– Relasi antar bidang Ilmu (Interest) tanpa mengorbankan Otonomi
disiplin ilmu
– Ilmuwan dalam konteks tanggung jawab dan kontribusi Sosial dapat
berasal dari mana saja
– Relasi antar Ilmuwan dalam membentuk civil society keilmuan
– Pemerintah / Kekuasaan sebagai fasilitator dalam mendorong
perkembangan