BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Motivasi
Motivasi dalam manajemen ditunjukan pada sumber daya manusia
umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara
mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif
berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya
motivasi karena menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia,
supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Menurut Sri Utami (2010:59) Motivasi adalah keadaan dalam pribadi
seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang
akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran
kepuasan. Motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang
dapat disimpulkan, karena adanya sesuatu perilaku yang tampak. Motivasi
merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan
setiap anggota organisasi berbeda, oleh sebab itu pimpinan penting mengetahui
apa yang menjadi motivasi para pegawai atau bawahannya. Adanya motivasi
dalam melaksanakan pekerjaannya secara otomatis akan meningkatnya kinerja
Motivasi merupakan proses mencoba mempengaruhi seseorang agar
melakukan sesuatu yang diinginkan (Zainun, 2000:62). Dari definisi diatas, maka
motivasi dapat didefinisikan sebagai masalah yang sangat penting dalam setiap
usaha kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi,
masalah motivasi dapat dianggap simpel karena pada dasarnya manusia mudah
dimotivasi, dengan memberikan apa yang diinginkannya. Masalah motivasi,
dianggap kompleks, karena sesuatu dianggap penting bagi orang tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah dorongan yang berasal dari dalam
manusia (faktor individual atau internal) dan dorongan yang berasal dari luar
individu (faktor eksternal), (Tampubolon, 2004:86).
2.1.1.1 Teori-teori Motivasi
Dalam pengembangan konsep-konsep motivasi, telah berkembang
teori-teori motivasi yang dapat memberikan penjelasan mengenai motivasi kerja para
anggota organisasi, mulai dari teori dini motivasi seperti teori hirarki kebutuhan
dari moslow, teori X dan Y oleh Mc Gregor, teori motivasi 7 Higien oleh
herzberg, teori ERG dari Al defer, teori kebutuhan dari Mc Clelland yang
kesemuanya bertitik tolak dari kebutuhan individu.
a). Motivasi menurut Douglas Mc. Gregar
Hasil pemikiran Mc. Gregar dari Siagian (2002:106) dituangkannya dalam
karya tulis dengan judul The Human Side of Enterprise. Kesimpulan yang
menonjol dalam karya Mc. Gregar ialah pendapatnya yang menyatakan bahwa
para manajer menggolongkan para bawahannya pada dua kategori berdasarkan
pekerjaan, pemalas, tidak senang memikul tanggungjawab dan harus dipaksa
untuk menghasilkan sesuatu. Para bawahan yang berciri seperti itu dikategorikan
sebagai “manusia X” sebaliknya dalam organisasi terdapat pola para karyawan
yang senang bekerja, kreatif, menyenangi tanggungjawab dan mampu
mengendalikan diri, mereka dikategorikan sebagai “Manusia Y”.
b). Motivasi menurut Frederik Herzberg
Teori Herzberg dari Siagian (2002:107) disebutnya sebagai “teorimotivasi
dan hygiene”. Penelitian yang dilakukan dalam pengembangan teori ini dikaitkan
dengan pandangan para karyawan tentang pekerjaannya. Faktor-faktor yang
mendorong aspek motivasi menurut Frederik Herzberg ialah keberhasilan,
pengakuan, sifat pekerjaan yang menjadi tanggungjawab seseorang, kesempatan
meraih kemajuan dan pertumbuhan. Sedangkan faktor-faktor hygiene yang
menonjol ialah kebijaksanaan perusahaan, kondisi pekerjaan, upah dan gaji,
hubungan dengan rekan sekerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan para
bawahan, status dan keamanan.
c). Harapan
Dalam pengharapan (Victor Vroom), motivasi kerja seseorang sangat
ditentukan khusus yang akan dicapai orang yang bersangkutan. Harapan yang
ingin dicapai karyawan antara lain:
a. upah atau gaji yang sesuai
b. keamanan kerja yang terjamin
c. kehormatan dan pengakuan
e. pimpinan yang cakap, jujur dan berwibawa
f. suasana kerja yang menarik
g. jabatan yang menarik
d). Motivasi menurut Mc. Clelland dan Atkinson
Mc. Clelland dan Atkinson menampilkan adanya tiga macam motif utama
manusia dalam bekerja, yaitu: kebutuhan merasa berhasil, kebutuhan untuk
bergaul atau berteman dan kebutuhan untuk berkuasa. Sekalipun semua orang
mempunyai kebutuhan atau motif ini namun kekuatan pengaruh kebutuhan ini
tidak sama kuatnya pada setiap saat atau pada saat yang berbeda. Namun
demikian Mc. Clelland dan Atkinson sudah menggunakan teori mereka ini untuk
meningkatkan kinerja suatu pekerjaan dengan jalan menyesuaikan kondisi
sedemikian rupa sehingga dapat menggerakan orang kearah pencapaian hasil yang
diinginkanya.
e). ERG
Teori ini dikembangkan oleh Clayton Aldefer, seorang guru besar di
Universitas Yale di Amerika Serikat. Alderfer mengetengahkan teori yang
mengatakan bawa menusia mempunyai tiga kelompok kebutuhan “inti” (core
needs) yang disebutnya eksistensi, hubungan dan pertumbuhan (existence,
relatedness, and Growth – ERG), (Siagian, 2002:108)
f). Cognitive Dissonance
Teori ini dikemukakan oleh Reslinger menyatakan bahwa karyawan yang
memiliki motivasi lebih baik (tinggi) akan memperbaiki kesalahan atau merasa
mengurangi kesalahan dan rasa kekhawatiran tersebut, mereka secara sukarela
mencoba memperbaiki kinerja mereka.
2.1.1.2 Jenis-jenis Motivasi
Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya.
Secara umum motivasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang satu
sama lain memberi warna terhadap aktivitas manusia. Menurut Danim (2004:17),
motivasi yang diberikan digolongkan menjadi empat bagian :
1. Motivasi Positif
Motivasi positif adalah proses pemberian motivasi atau usaha
membangkitkan motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha
mempengaruhi orang lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan
cara memberikan keuntungan tertentu kepadanya.
2. Motivasi Negatif
Motivasi negatif sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari
rasa takut. Motivasi negatif yang berlebihan akan membuat organisasi
tidak mampu mencapai tujuan.
3. Motivasi dari Dalam
Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia menjalankan
tugas-tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja iu sendiri.
3. Motivasi dari luar
Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Memberikan motivasi kepada pegawai oleh pimpinannya merupakan
proses kegiatan pemberian motivasi kerja, sehingga pegawai tersebut
berkemampuan untuk pelaksanaan pekerjaan dengan penuh tanggungjawab.
Tanggungjawab adalah kewajiban bawahan untuk melaksanakan tugas sebaik
mungkin yang diberikan oleh atasan, dan inti dari tanggungjawab adalah
kewajiban (Siagian, 2001:126). Nampaknya pemberian motivasi oleh pimpinan
kepada bawahan tidaklah begitu sukar, namun dalam praktiknya pemberian
motivasi jauh lebih rumit. Siagian menjelaskan kerumitan ini disebabkan oleh:
1. Kebutuhan yang tidak sama pada setiap pegawai, dan berubah sepanjang
waktu. Disamping itu perbedaan kebutuhan pada setiap taraf sangat
mempersulit tindakan motivasi para manajer. Dimana sebagian besar para
manajer yang ambisius, dan sangat termotivasi untuk memperoleh
kepuasan dan status, sangat sukar untuk memahami bahwa tidak semua
pegawai mempunyai kemampuan dan semangat seperti yang dia miliki,
sehingga manajer tersebut menerapkan teori coba-coba untuk
menggerakkan bawahannya.
2. Feeling dan emotions yaitu perasaan dan emosi. Seseorang manajer tidak
memahami sikap dan kelakuan pegawainya, sehingga tidak ada pengertian
terhadap tabiat dari perasaan, keharusan, dan emosi.
3. Aspek yang terdapat dalam diri pribadi pegawai itu sendiri seperti
kepribadian, sikap, pengalaman, budaya, minat, harapan, keinginan,
4. Pemuasan kebutuhan yang tidak seimbang antara tanggungjawab dan
wewenang. Wewenang bersumber atau datang dari atasan kepada
bawahan, sebagai imbalannya pegawai bertanggungjawab kepada atasan,
atas tugas yang diterima. Seseorang dengan kebutuhan akan rasa aman
yang kuat mungkin akan “mencari amannya saja”, sehingga akan
menghindar menerima tanggungjawab karena takut tidak berhasil dan
diberhentikan dan di lain pihak mungkin seseorang akan menerima
tanggungjawab karena takut diberhentikan karena alasan prestasi kerja
yang jelek (buruk).
2.1.2 Kepuasan Kerja
2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah perilaku individual terhadap pekerjaannya.
Organisasi yang karyawannya mendapatkan kepuasan di tempat kerja maka
cenderung lebih efektif dari pada organisasi yang karyawannya kurang
mendapatkan kepuasan kerja (Robbins, 2001:148).
Menurut Apriani (2012:79) kepuasan kerja adalah segala sesuatu yang bergantung kepada apa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya dan apa yang
mereka peroleh. Orang yang paling tidak merasa puas adalah mereka yang
mempunyai keinginan paling banyak, namun mendapat yang paling sedidit.
Sedangkan yang paling merasa puas adalah orang yang menginginkan banyak dan
Menurut Handoko (2000:193) ”Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah
keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana
para karyawan memandang pekerjaan mereka”. Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Dari definisi tersebut dapat diartikan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu respon yang menggambarkan perasaan dari
individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah kombinasi dari kepuasan
kognotof dan efektif individu dalam perusahaan. Kepuasan afektif didapatkan dari
seluruh penilaian emosional yang positif dari pekerjaan karyawan. Kepuasan
afektif ini difokuskan pada suasana hati mereka saat bekerja. Perasaan positif atau
suasana hati yang positif mengindikasikan kepuasan kerja. Sedangkan kepuasan
kerja kognitif adalah kepuasan yang didapatkan dari penilaian logis dan rasional
terhadap kondisi, peluang dan atau ”out come”.
Menurut Rahmatullah (2012:4) Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan
sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem penilaian yang berlaku pada dirinya. Makin
tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu,
maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian,
kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan
sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
Locke dalam Luthans (2006:67) memberikan definisi komprehensif dari
kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif, dan evaluatif dan
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah ”keadaan emosi yang senang atau
seseorang.” Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai
seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Secara
umum, kepuasan kerja adalah sikap yang paling penting dan sering dipelajari.
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kepuasan kerja adalah
perasaan emosi yang menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari penilaian
kerja seseorang atau pengalaman kerja. Terdapat tiga dimensi penting dalam
kepuasan kerja:
1. Kepuasaan adalah respon emosional dari situasi kerja.
2. Kepuasan kerja adalah seberapa hasil yang didapatkan atau apakah
hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan
3. Kepuasan kerja menggambarkan pula perilaku seseorang dengan
tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap
kerja itu, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan
sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu, (Robbins, 2006:149)
2.1.2.2 Teori-teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja akan dikemukakan enam orientasi umum terhadap
kepuasan kerja, yang kesemuanya mencari landasan tentang proses perasaan
orang terhadap kepuasan kerja serta menggambarkan proses yang menentukan
kepuasan kerja bagi individu.
1. Teori Ketidaksesuaian
Menurut Locke kepuasan atau ketidakpuasan dengan aspek pekerjaan
tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan
pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan anda. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih
antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar
kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar
ketidakpuasannya. Jika lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang diterima secara
minimal dan kelebihannya menguntungkan (misalnya: upah ekstra, jam kerja yang
lebih lama) orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari
jumlah yang diinginkan.
Proter mendefiniskan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu
yang “seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”. Konsepsi ini pada
dasarnya sama dengan model Locke, tetapi “apa yang seharusnya ada” menurut
Locke berarti penekanan yang lebih banyak pada pertimbangan-pertimbangan
yang adil dan kekurangan atas kebutuhan-kebutuhan karena determinan dari
banyaknya faktor pekerjaan yang lebih disukai. Studi Wanous dan Laler
menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda
menurut bagaimana kekurangan/selisih itu didefinisikan. Keduanya
menyimpulkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap
pekerjaannya, dan tidak ada “cara yang terbaik” yang tersedia untuk mengukur
kepuasan kerja.
Kesimpulannya teori ketidaksesuaian menekankan selisih antara kondisi
yang diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih jauh antara
menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang
ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas.
2. Teori Keadilan (Equity Theory).
Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi yang mendasari seorang bekerja
akan menganggap fair dan masuk akal insentif dan keuntungan dalam
pekerjannya. Teori ini telah dikembangkan oleh Adam dan teori ini merupakan
variasi dari teori proses perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini
adalah “input, hasil, orang bandingan, keadilan dan ketidakadilan‟. Input adalah
sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya,
seperti: pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan,
jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan
untuk pekerjaannya. Hasil adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang
pekerja yang diperoleh dari pekerjaanya, seperti: upah/gaji, keuntungan
sampingan, simbol status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau
ekspresi diri.
Menurut teori ini, seorang menilai fair hasilnya dengan membandingkan
hasilnya : rasio inputnya dengan hasil : rasio input seseorang/sejumlah orang
bandingan. Orang bandingan mungkin saja dari orang-orang dalam organisasi
maupun organisasi lain dan bahkan dengan dirinya sendiri dengan pekerjaan-
Teori ini tidak memerinci bagaimana seorang memilih orang bandingan
atau berapa banyak orang bandingan yang akan digunakan. Jika rasio hasil : input
seorang pekerja adalah sama atau sebanding dengan rasio orang bandingannya,
maka suatu keadaan adil dianggap ada oleh para pekerja. Jika para pekerja
menganggap perbandingan tersebut tidak adil, maka keadaan ketidakadilan
dianggap adil. Ketidakadilan merupakan sumber ketidakpuasan kerja dan
ketidakadilan menyertai keadaan tidak berimbang yang menjadi motif tindakan
bagi seseorang untuk menegakkan keadilan. Tabel berikut ini merinci
kondisi-kondisi dimana ketidakadilan karena kompensasi lebih, dan ketidakadilan karena
kompensasi kurang, menganggap bahwa input total dan hasil total dikotomi pada
skala nilai sebagai „tinggi” atau „rendah”. Tingkat ketidakadilan akan ditentukan
atas dasar besarnya perbedaan antar rasio hasil : input seseorang pekerja dengan
rasio hasil : input orang bandingan, dianggap semakin besar ketidakadilan.
Teori keadilan memiliki implikasi terhadap pelaksanaan kerja para pekerja
disamping terhadap kepuasan kerja. Teori ini meramalkan bahwa seorang pekerja
akan mengubah input usahanya bila tindakan ini lebih layak daripada reaksi
lainnya terhadap ketidakadilan. Seorang pekerja yang mendapat kompensasi
kurang dan dibayar penggajian berdasarkan jam kerja akan mengakibatkan
keadilan dengan menurunkan input usahanya, dengan demikian mengurangi
kualitas atau kuantitas dari pelaksanaan kerjanya, jika seorang pekerja
mendapatkan kompensasi kurang dari porsi substansinya gaji atau upahnya terkait
pada kualitas pelaksanaan kerja (misalnya upah perpotong) ia akan meningkatkan
Jika pengendalian kualitas tidak ketat, pekerja biasanya dapat
meningkatkan kuantitas outputnya tanpa usaha ekstra dengan mengurangi
kualitasnya. Kesimpulannya teori keadilan ini memandang kepuasan adalah
seseorang terhadap keadilan atau kewajaran imbalan yang diterima.
3. Teori Dua Faktor
Teori ini diperkenalkan oleh Herzberg dalam tahun 1959, berdasarkan atas
penelitian yang dilakukan terhadap 250 responden pada sembilan buah
perusahaan di Pittsburg. Dalam penelitian tersebut Herzberg ingin menguji
hubungan kepuasan dengan produktivitas.
Menurut Herzberg dalam Sedarmayanti (2001:27) mengembangkan teori
hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor
itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier
atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut
dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga
motivator yang merupakan fakor pendorong seseorang untuk berprestasi yang
bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain:
a. Prestasi yang diraih (achievement),
b. Pengakuan orang lain (recognition),
c. Tanggungjawab (responsibility),
d. Peluang untuk maju (advancement),
e. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self),
Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene
factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk
memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman
dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang
merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke
dalam faktor ekstrinsik, meliputi:
a. Kompensasi,
b. Keamanan dan keselamatan kerja,
c. Kondisi kerja,
d. Status,
e. Prosedur perusahaan,
f. Mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat,
dengan atasan, dan dengan bawahan.
Kesimpulannya dalam teori dua faktor bahwa terdapat factor pendorong
yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga membawa
kepuasan kerja, dan yang kedua faktor yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan
kerja. Kepuasan kerja adalah motivator primer yang berkaitan dengan pekerjaan
itu sendiri, sebaliknya ketidakpuasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan
anggota organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan
Karyawan akan merasa puas bekerja jika memiliki persepsi selisih antara
kondisi yang diinginkan dan kekurangan dapat dipenuhi sesuai kondisi aktual
(kenyataan), karyawan akan puas jika imbalan yang diterima seimbang dengan
tenaga dan ongkos individu yang telah dikeluarkan, dan karyawan akan puas jika
terdapat faktor yang pencetus kepuasan kerja (satisfier) lebih dominan daripada
faktor pencetus ketidakpuasan kerja (disatisfier).
4. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam (1960) menyebutkan beberapa
komponen yaitu input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity.
Mangkunegara, (2001:120) mengemukakan beberapa komponen dari teori
keseimbangan di antaranya yaitu:
a. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan. pengalaman, skill, usaha, peralatan
pribadi, jumlah jam kerja.
b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, misalnya
upah, keuntungan tumbahan. status simbol, pengenalan kembali, kesempatan
untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
c. Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama
seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam
pekerjaan sebelumnya.
d. Equity-in-equity adalah teori yang menyatakan seorang pegawai dalam
organisasi merasa puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari
outcome pegawai lain (comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut
dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi,
apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan,
yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan
dirinya) dan sebaliknya under compensation inequity (ketidakseimbangan yang
menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau comparison
person).
5. Teori Pemenuhan Kebutuhan
Pandangan Mangkunegara (2001:121) menjelaskan bahwa teori kepuasan
kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Oleh
karena itu, seorang pegawai akan merasa puas apabila pegawai mendapatkan apa
yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula
pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak
terpenuhi, maka pegawai itu akan merasa tidak puas.
6. Teori Pandangan Kelompok Sosial
Mangkunegara (2001:121) menyatakan bahwa teori kepuasan kerja
pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat
bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai
dianggap sebagai kelompok acuan. Pada hakikatnya, teori pandangan kelompok
sosial atau acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya
maupun lingkungannya. Jadi. pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya
2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan merupakan sebuah hasil yang dirasakan oleh karyawan. jika
karyawan puas dengan pekerjaannya, maka ia akan betah bekerja pada organisasi
tersebut. Dengan mengerti output yang dihasilkan, maka perlu kita ketahui
penyebab yang bisa mempengaruhi kepuasan tersebut. Ada lima faktor penentu
kepuasan kerja yang disebut dengan Job Descriptive Index (JDI) (Luthans dan
Spector dalam Robbins, 2006:149), yaitu:
1. Pekerjaan itu sendiri
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang
menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan
tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas kepuasan kerja.
Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah
keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali
terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
2. Gaji
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi
dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji
memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.
Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan
3. Kesempatan atau promosi
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan
memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk
kenaikan jabatan.
4. Supervisor
Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan
perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan
keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling
besar dengan atasan.
5. Rekan kerja
Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan
terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika
terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat
kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.
Banyak faktor yang dapat menjadi penentu bagi kepuasan pegawai, salah
satunya adalah pekerjaan itu sendiri. Hackman dan Oldham menguraikan yang
dikutip Robbins (2001:447), inti dari pekerjaan adalah sebagai berikut :
1. Skill Varienty
Semakin banyak variasi tugas yang dilakukan oleh pegawai dalam
pekerjaannya, semakin menantang pekerjaan bagi mereka.
2. Task Identity
Sejauh mana pekerjaan menuntut diselesaikannya suatu pekerjaan yang
3. Task Significane
Sejauh apa dampak pekerjaan yang dilakukan dapat mempengaruhi
pekerjaan atau bahkan kehidupan orang lain. Hal ini akan membawa
dampak penghargaan psikologis.
4. Autonomy
Sejauh mana pekerjaan memberi kebebasan, ketidakketergantungan, dan
keleluasaan untuk memngatur jadwal pekerjaannya, membuat keputusan
dan menentukan prosedur pekerjaan yang dipakai.
5. Feedback
Sejauh mana pelaksanaan kegiatan pekerjaan menghasilkan informasi bagi
individu mengenai keefektifan kinerjanya.
Kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh tanggapan terhadap nilai
intrinsik dan extrinsik reward. Yang dimaksud dengan nilai intrinsik reward yaitu
timbulnya suatu perasaan dalam diri pegawai karena pekerjaan yang dilakukan.
Yang termasuk dalam extrinsik reward adalah perasaan suka akan pekerjaannya,
rasa tanggung jawab, tantangan dan pengakuan. Extrinsik reward adalah situasi
yang terjadi diluar pekerjaan, misalnya karena bekerja dengan baik sesuai dengan
apa yang diharapka oleh perusahaan, maka pegawai mendapatkan upah, gaji, dan
bonus.
Harold E. Burt dalam Moh As’ad (2003:112), menyatakan bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Faktor hubungan antar karyawan
b. Faktor fisik dan kondisi kerja
c. Hubungan sosial diantara karyawan
d. Sugesti dari teman sekerja
e. Emosi dari situasi kerja
2. Faktor Individu
a. Sikap orang terhadap pekerjaannya
b. Umur orang sewaktu bekerja
c. Jenis kelamin
3. Faktor-Faktor Luar
a. Keadaan keluarga karyawan
b. Rekreasi
c. Pendidikan dan training
Luthans (2006:243) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh
terhadap:
1. Kinerja
Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi, kinerja akan
meningkat, walaupun hasilnya tidak langsung. Ada beberapa variabel
moderating yang menghubungkan antara kinerja dengan kepuasan kerja,
terutama penghargaan. Jika karyawan menerima penghargaan yang mereka
anggap pantas mendapatkannya, dan puas, mungkin ia menghasilkan kinerja
2. Pergantian karyawan
Kepuasan kerja yang tinggi tidak akan membuat pergantian
karyawan menjadi rendah, sebaliknya bila terdapat ketidakpuasan kerja,
maka pergantian karyawan mungkin akan tinggi.
2.1.3 Kinerja
2.1.3.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah hasil yang dicapai melalui serangkaian kegiatan dan tata cara tertentu dengan menggunakan sumber daya perusahaan untuk mencapai
sasaran perusahaan yang ditetapkan (Mangkunegara, 2005:43). Kinerja
merupakan istilah yang berasal dari kata job performance yang diartikan sebagai
hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai karyawan dalam melaksanakan
tugasnya per satuan periode waktu sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu program kegitan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi,
dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu
organisasi (Moeheriono, 2009:60). Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak
berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan
dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan,
kemampuan, dan sifat-sifat individu. Oleh karenanya, menurut mitra-lawyer
1. Harapan mengenai imbalan
2. Dorongan
3. Kemampuan
4. Kebutuhan dan sifat
5. Persepsi tentang tugas
6. Imbalan internal dan eksternal
7. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.
Dharma (2010:25), Manajemen kinerja adalah sebuah proses untuk
menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan
pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan
kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu
tertentu baik pendek maupun panjang.
Defenisi diatas mengandung unsur-unsur penting sebagai berikut:
a. Suatu kerangka kerja dari sasaran yang telah direncanakan, standar dan
persyaratan kompetensi yang telah disepakati. Manajemen kinerja
adalah suatu kesepakatan diantara seseorang karyawan dengan
manajernya tentang beberapa harapan. Manajemen kinerja
kebanyakkan adalah tentang pengelolaan harapan dari seorang
karyawan.
b. Sebuah proses: Manajemen kinerja bukan hanya serangkaian system
formulir dan prosedur, melainkan serangkaian tindakan yang diambil
untuk mencapai suatu hasil dari hari ke hari dan mengelola
c. Pemahaman bersama: untuk memperbaiki kinerja, para individu perlu
memiliki pemahaman bersama tentang bagaimana seharusnya bentuk
tingkat kinerja dan kompetensi yang tinggi itu dan apa pula yang
hendak dicapai.
d. Suatu pendekatan dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya
manusia. Manajemen kinerja berfokus dalam tiga hal. Pertama,
bagaimana para manajer dan pemimpin kelompok bekerja secara
efektif dengan orang-orang yang ada disekitar mereka. Kedua,
bagaimana peran individu bekerja sama dengan para manajer dan
kelompok. Ketiga, bagaimana individu dapat dikembangkan untuk
meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan kepiawaian mereka dan
tingkat kompetensi dan kinerja mereka.
Adapun Dimensi dari kinerja karyawan yaitu:
1. Kuantitas kerja adalah volume kerja yang dihasilkan dibawah kondisi
normal. Kuantitas juga menunjukkan banyaknya jenis pekerjaan yang
dilakukan dalam satu waktu sehingga efektivitas kinerja dapat
terlaksana sesuai dengan tujuan perusahaan. Indikatornya adalah :
a. Target Kerja
2. Kualitas kerja adalah ketelitian, kerapian, dan keterikatan hasil kerja
yang dilakukan dengan baik agar dapat menghindari kesalahan
didalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Indikatornya adalah :
a. Pelaksanaan pekerjaan tepat
b. Minimalisasi tingkat kesalahan dalam bekerja
3. Pemanfaatan waktu adalah penggunaan masa kerja yang disesuaikan
dengan kebijakan perusahaan agar pekerjaan selesai tepat waktu pada
waktu yang ditetapkan. Indikatornya adalah :
a. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan
b. Batas waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.
2.1.3.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan. Faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja yang baik menurut Mathis dan Jackson
(2006:83) adalah “kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan
pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi”.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:113), ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja karyawan. Faktor–faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan meliputi motivasi individu, kemampun individu dan hubungan individu
dengan organisasi.
1. Motivasi Individual
Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi
kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan untuk
merupakan motivasi bagi karyawan dalam meningkatkan kinerjanya dan
memberikan kontribusi yang baik bagi perusahaan. Kompensasi bisa saja berupa
gaji, tunjangan maupun penghargaan prestasi dalam bentuk non finansial.
2. Faktor Kemampuan
Faktor kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi ( IQ ) dan
kemampuan reality (knowledge dan skill), artinya karyawan yang memiliki IQ
diatas rata–rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya yang dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari maka akan lebih mudah
mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu karyawan perlu ditempatkan
pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
3. Hubungan individu dengan Organisasi
Suatu konsep yang mendiskusikan hubungan para karyawan dengan
organisasi adalah kontrak psikologis yang merujuk pada harapan tidak tertulis
para karyawan dan pemberi kerja tentang sifat hubungan kerja mereka. Karena
kontrak psikologis bersifat individual dan subjektif, ia fokus pada harapan–
harapan akan keadilan yang mungkin tidak didefenisikan dengan jelas oleh para
karyawan.
Menurut Mangkunegara (2000:67) faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan adalah :
1. Faktor kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya karyawan
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka maka ia akan lebih muda mencapai prestasi yang
diharapkan. Oleh sebab itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan
yang sesuai keahliannya.
2. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi (tujuan kerja).
Menurut Anogara (2004:178), ada faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Motivasi
Pimpinan organisasi perlu mengetahui motivasi kerja dari anggota
organisasi. Dengan mengetahui motivasi itu maka pimpinan dapat
mendorong bekerja lebih baik.
2. Pendidikan
Pada umumnya seseorang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan
mempunyai kinerja yang lebih baik, hal demikian merupakan syarat yang
penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Tanpa bekal pendidikan,
mustahil orang akan mudah dalam mempelajari hal-hal yang bersifat baru
3. Disiplin kerja
Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang
senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan
yang telah ditentukan. Disiplin kerja mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan motivasi, kedisiplinan dengan suatu latihan antara lain dengan
bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang
positif terhadap kinerja karyawan.
4. Komunikasi
Komunikasi memiliki bnayak pengaruh terhadap kinerja karyawan.
Komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan serta dengan sesama
anggota karyawan lain dalam perusahaan dapat memotivasi karyawan
untuk melakukan pekerjaan karena komunikasi yang sesuai telah terjalin
dan karyawan mengerti satu sama lain sehingga dapat mencapai tujuan
yang dimaksud. Komunikasi yang dilakukan dapat berupa komunikasi
verbal maupun komunikasi non verbal.
5. Sikap etika kerja
Sikap seseorang atau kelompok orang dalam membina hubungan yang
serasi, selaras dan seimbang didalam kelompok itu sendiri maupun dengan
kelompok lain. Etika dalam hubungan kerja sangat penting karena dengan
tercapainya hubungan yang seimbang antara prilaku dalam proses
6. Gizi dan kesehatan
Daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi oleh gizi dan makanan
yang didapat, hal ini mempengaruhi kesehatan karyawan, dengan semua
itu akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
7. Tingkat penghasilan
Penghasilan yang cukup akan memberikan semangat kerja tiap karyawan
untuk memacu prestasi sehingga kinerja karyawan akan meningkat.
8. Lingkungan kerja dan iklim kerja
Lingkungan kerja dari karyawan termasuk hubungan atara karyawan,
hubungan dengan pimpinan, suhu serta lingkungan penerangan dan
sebagainya. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari
perusahaan karena sering karyawan enggan bekerja, karena tidak ada
kekompakkan dalam kelompok kerja atau ruang kerja yang tidak
menyenangkan. Hal itu tentu menggangu kerja karyawan.
9. Teknologi
Dengan adannya kemajuan teknologi yang meliputi peralatan yang
semakin otomatis dan canggih akan membuat dukungan tingakat produksi
dan mempermudah manusia dalam melaksanakan pekerjaan.
10.Sarana produksi
Faktor-faktor produksi harus memadai dan saling mendukung dalam
11.Jaminan sosial
Perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan, menunjang
kesehatan dan keselamatan. Dengan harapan agar karyawan semakin
bergairah dan mempunyai semangat untuk bekerja.
12.Manajemen
Dengan adanya manajemen yang baik maka karyawan akan berorganisasi
dengan baik, dengan demikian kinerja akan tercapai.
13.Kesempatan berprestasi
Setiap orang dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya,
dengan memberikan kesempatan berprestasi, maka karyawan akan
meningkatkan kinerja.
2.1.3.3 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan atau
masa lalu relative terhadap standar kinerjanya (Dessler, 2010:322). Penilaian
kinerja juga selalu mengasumsikan bahwa karyawan memahami apa standar
kinerja mereka, dan penyelia juga memberikan karyawan umpan balik,
pengembangan, dan insentif yang diperlukan untuk membantu orang yang
bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik atau melanjutkan kinerja
yang baik.
Menurut Sofyandi (2008:122), penilaian kinerja (performance appraisal)
adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan.
Dalam penilaian dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama priode
baik bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi. Apabila penilaian
kinerja dilakukan secara benar, para karyawan, penyelia, departemen SDM, dan
akhirnya organisasi akan diuntungkan dengan melalui upaya-upaya karyawan
memberikan kontribusi yang memuaskan pada organisasi.
Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan
pekerjaan yang ditugaskannya. Penilaian kinerja memberikan dasar bagi
keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian,
pelatihan, transfer, dan kondisi-kondisi kekaryawanan lainnya.
Penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi kerja karyawan dan
penilaian kerja sangat penting bagi manajemen untuk digunakan dalam
menjelaskan tujuan dan standar kerja. Dalam persaingan global, perusahaan
menuntut kinerja yang tinggi. Seiring dengan itu, karyawan membutuhkan umpan
balik atas kinerja mereka sebagai pedoman perilakunya dimasa mendatang.
Penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku
prestasi kerja keryawan serta menetapkan kebijakan selanjutnya (Hasibuan,
2007:87). Adapun tujuan dan kegunaan penilaian kerja adalah sebagai berikut:
1. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi,
demosi, pemberhentian dan penetapan berapa besarnya balas jasa.
2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa
sukses dalam pekerjaannya.
3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program pelatihan dan keefektifan
jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan,
kondisi kerja dan peralatan kerja.
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan yang berada dalam organisasi.
6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga
dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa
hanya sekedar mempunyai sistem penilaian saja, sistem harus efektif, diterima dan
pantas digunakan. Dengan terpenuhinya kondisi-kondisi itu akan menghasilkan
peningkatan yang diperlukan dalam sumber daya manusia.
2.1.3.4 Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja merupakan salah satu bagian siklus berkelanjutan yang
bisa digunakan oleh manajer untuk mengelola kinerja individu dan tim. Menurut
Paul (2001:5), evaluasi kinerja adalah proses yang mencangkup perencanaan sejak
awal dan memeliharanya secara teratur.
Evaluasi kinerja memberi cara untuk menjelaskan bagaimana anggota tim
dapat melaksanakan pekerjaannya, dan bagaimana caranya untuk memperbaiki
kinerja dimasa yang akan datang sehingga karyawan, dan perusahaan dapat
memperoleh manfaat. Evaluasi kerja juga memberi peluang untuk bersama-sama
Moeheriono (2009:63), mengemukakan bahwa evaluasi kinerja itu dapat
diartikan dalam:
1. Sebagai alat yang baik untuk menentukan apakah karyawan telah
memberikan hasil kerja yang memadai dan sudah melaksanakan aktivitas
kinerja sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapka oleh organisasi.
2. Sebagai cara untuk menilai kinerja karyawan dengan melakukan penilaian
tentang kekuatan dan kelemahan keryawan.
3. Sebagai alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat
rekomendasi perbaikan dan pengembangan selanjutnya.
Keberhasilan suatu organisasi dalam berbagai ragam kinerja tergantung
kepada kinerja seluruh anggota organisasi. Unsur individu manusialah yang
memegang peranan penting dan sangat menentukan keberhasilan organisasi
ataupun perusahaan.
Menurut Dharma (2010:120), evaluasi kinerja adalah dasar dari penilaian
atas tiga elemen kunci suatu kinerja yaitu: kontribusi, kompetensi dan
pengembangan yang berkelanjutan. Penilaian harus berakar pada realitas
karyawan. Penilaian bersifat nyata, bukan abstrak dan memungkinkan manajer
dan individu untuk mengambil pandangan yang positif tentang bagaimana kinerja
bisa menjadi lebih baik dimasa depan dan bagaimana masalah-masalah yang
timbul dalam memenuhi standar dan sasaran kinerja dapat dipecahkan.
Evaluasi kerja diperusahaan atau di instansi pemerintah sebaiknya
dibedakan evaluasinya terhadap pimpinan dan bawahan, serta penilai harus
karyawan sebagai bukti awal dalam memecahkan permasalahan karyawan yang
bersangkutan dan dapat melindunginya. Selain itu, juga pabila diperlukan
pelaksanaan pelatihan terlebih dahulu dalam memberikan penilaian pada evaluasi
kinerja agar lebih berhasil, evaluasi kinerja sebaiknya menggunakan metode yang
cocok dan tepat dengan organisasi yang bersangkutan karena sebuah metode yang
tepat di suatu tempat belum tentu cocok dengen tempat lainnya.
Menurut Paul (2001:10), jenis-jenis evaluasi kerja adalah:
1. Evaluasi Kinerja Pengenalan
Evaluasi kinerja pengenalan sering dilakukan antara satu sampai dengan
enam bulan sejak tanggal pengangkatan karyawan untuk menentukan
apakah karyawan tersebut cocok dengan pekerjaannya.
2. Evaluasi Kinerja Tahunan
Evaluasi kinerja tahunan adalah evaluasi yang hampir diperoleh oleh
semua orang yang bekerja diorganisasi. Dokumentasi formal tahunan
mengenai hal-hal yang menonjol ini sangat mempengaruhi keputusan
kepesonaliaan dan akan berakhir menjadi berkas kinerja karyawan (sekali
dan selamanya)
3. Evaluasi Kinerja Khusus
Evaluasi kinerja khusus sama dengan evaluasi kinerja tahunan,
pebedaannya adalah evaluasi ini dilakukan “sesuai kebutuhan” atas
permintaan ketua atau anggota tim. Biasanya, evaluasi ini digunakan untuk
karyawan, perubahan supervisior ataiu pengarahan, penyesuaian gaji,
promosi, dan sebagainya.
4. Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi sering disebut sebagai “peringatan”, evaluasi ini
merupakan bentuk disiplin progresif.
5. Sesi Umpan Balik
Sesi umpan balik merupakan evaluasi merupakan evaluasi kinerja
ditempat kerja yang bersifat informal, dilakukan selama proses pembinaan
sehari-hari antara ketua dengan anggota tim. Catatan yang diperoleh
selama sesi ini sering dimasukkan dalam berkas keryawan yang terus
dipelihara oleh ketua tim.
6. Laporan Status
Laporan status adalah laporan periodik (misalnya, mingguan, bulanan,
kuartalan) yang biasanya disampaikan kepada manajemen untuk
mendokumentasikan kinerja penting yang menonjol dari individu dan tim.
Untuk dapat memiliki kesempatan berhasil, sasaran dan metodologi
evaluasi kinerja harus berjalan dengan harmonis dengan budaya organisasi atau
diperkenalkan secara sengaja sebagai suatu tujuan bagi perusahaan, bergerak dari
manajemen berdasarkan perintah kearah manajemen sasaran. Manajemen kinerja
dan proses evaluasi kinerja dapat membantu dalam mencapai perubahan kultural
Dharma (2010:102), mengemukakan bahwa sasaran evaluasi kinerja
adalah:
a. Memotivasi: untuk merancang orang dalam meningkatkan kinerja dan
mengembangkan keahlian.
b. Pengembangan: untuk memberitakan dasar untuk mengembangakan
dan memperluas atribut dan kompetensi yang relevan atas peran
mereka sekarang maupun peran dimasa depan terutama karyawan yang
memiliki potensi untuk melakukannya. Pengembangan dapat
difokuskan kepada peran yang dipegang saat ini, mnemungkinkan
orang untuk memperbesar dan memperkaya jangkauan tanggung jawab
mereka dan keahlian yang mereka perluakan dan mendapat imbalan
sebagaimana mestinya.
c. Komunikasi: untuk berfungsi sebagai saluran komunikasi dua arah
tentang peran, sasaran, hubungan, masalah kerja dan aspirasi.
Dari uraian diatas, dapat dsimpulkan bahawa evaluasi kinerja sangat
penting untuk memfokuskan dan mengarahkan karyawan terhadap tujuan strategi
pada penempatan, penggantian perencanaan, dan tujuan pengembangan sumber
daya manusia.
2.1.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Rahmatullah Burhanuddin Wahab
(2012) tentang Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Makassar. Hasil penelitian
berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk Makassar. Variabel Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja koefisien
regresi bertanda positif (+) menandakan hubungan yang searah, dengan kata lain
Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja akan meningkatkan kinerja karyawan pada
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Makassar. Korelasi atau hubungan antara
Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Karyawan PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk Makassar adalah sangat kuat sekali sebesar (r= 0,923) dan koefisien
determinasi atau angka R square adalah sebesar 0,853.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Deewar Mahesa (2010) tentang
Analisis Pengaruh Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Dengan Lama Kerja Sebagai Variabel Moderating (Studi pada PT. Coca Cola
Amatil Indonesia (Central Java)). Hasil analisis menggunakan moderated
regresion analysis dapat diketahui bahwa variabel kepuasan kerja dan motivasi
kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dan variabel lama bekerja
memoderasi kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan, sedangkan variabel lama
bekerja tidak berhasil memoderasi motivasi kerja terhadap kinerja. Hasil analisis
menggunakan koefisien determinasi diketahui bahwa 22% variasi dari kinerja
karyawan dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan variabel moderating yang
diteliti dalam penelitian ini dan 78% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar
Berikut ini adalah tabel ringkasan hasil penelitian terdahulu:
Secara bersama-sama Kepuasan kerja dan Motivasi Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Makassar. Variabel Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja koefisien regresi bertanda positif (+) menandakan hubungan yang searah, dengan kata lain Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja akan meningkatkan kinerja karyawan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Makassar. Korelasi atau hubungan antara Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Karyawan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Makassar adalah sangat kuat sekali sebesar (r= 0,923) dan koefisien determinasi atau angka R square adalah sebesar 0,853.
Deewar
2.2 Kerangka Konseptual
Menurut Umar (2008:215) kerangka konseptual adalah suatu kerangka
berpikir tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
teridentifikasi sebagai masalah riset.
Pada umumnya, perusahaan akan berusaha meningkatkan kinerja karyawan
dalam perusahaannya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut.
Diantaranya motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan, apabila motivasi kerja
dan karyawan tidak merasa puas dengan pekerjaannya maka kinerja yang
dihasilkan karyawan akan menjadi buruk dan begitu juga sebaliknya. Di dalam
setiap penelitian sosial, seorang peneliti harus terlebih dahulu menetapkan
variabel-variabel penelitian sebelum memulai pengumpulan data. Hal ini tertuang
dalam kerangka konsep dengan menetapkan variabel yang memudahkan peneliti
untuk melaksanakan penelitiannya.
“Motivasi merupakan penggerak, alasan, dorongan yang ada didalam diri
manusia yang menyebabkan orang lain berbuat sesuatu, yang bisa bersumber dari
: gaji, kemanan kerja, kondisi kerja, status.” (Wursanto, 2002:302) dapat
dikatakan pula bahwa motivasi merupakan dorongan, keinginan, dan hasrat dan
tenaga penggerak yang berasa dari dalam diri manusia untuk berbuat atau untuk
melakukan sesuatu. Motivasi berpengaruh terhadap kinerja, apabila motivasi
seseorang tinggi maka kinerja karyawan terhadap perusahaan akan meningkat.
Dimana karyawan tersebut akan berusaha untuk mencari, menemukan atau
menciptakan peluang, menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat
rendah, maka kinerja karyawan akan menurun. Hal ini yang membuat karyawan
bekerja tanpa tanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya dan kurang
berperilaku proaktif yang menghambat keberhasilan perusahaan dan
mengakibatkan rendahnya kinerja itu sendiri.
Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan terhadap pekerjaannya. Seseorang karyawan yang memiliki
kepuasan kerja yang tinggi akan berprestasi lebih baik dari pada seorang
karyawan yang tidak memiliki kepuasan kerja. Seperti yang dijelaskan Sutrisno
(2009:74), bahwa karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan
berprestasi lebih baik dari pada karyawan yang tidak memiliki kepuasan kerja.
Menurut (Mangkunegara, 2005:43) Kinerja adalah hasil yang dicapai
melalui serangkaian kegiatan dan tata cara tertentu dengan menggunakan sumber
daya perusahaan untuk mencapai sasaran perusahaan yang ditetapkan.
Hubungan antara motivasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan
dapat dinyatakan sebagai berikut:
Gambar 2.2 : Kerangka Konseptual Kepuasan Kerja (X2)
2.3 Hipotesis Penelitian
Menurut Kuncoro (2003:47) Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara
tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan
terjadi.
Berdasarkan perumusan masalah yang sudah diuraikan, maka peneliti