• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Sari Buah - Analisis Kandungan Vitamin C dan Natrium Benzoat pada Minuman Sari Buah secara Simultan dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Sari Buah - Analisis Kandungan Vitamin C dan Natrium Benzoat pada Minuman Sari Buah secara Simultan dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minuman Sari Buah

Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah (fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari konsumsi minuman sari buah atau jus yaitu kemudahan dalam menghabiskannya. Selain itu, konsistensi yang cair dari jus memungkinkan zat-zat terlarutnya mudah diserap oleh tubuh. Dengan dibuat jus, dinding sel selulosa dari buah akan hancur dan larut sehingga lebih mudah untuk dicerna oleh lambung dan saluran pencernaan (Wirakusumah, 2013).

Jus merupakan cara mudah mengolah buah menjadi menarik. Mengolah buah menjadi jus sangat baik bagi pertumbuhan anak. Sebab, tubuh anak akan memperoleh sumber mineral, sumber cairan, sumber vitamin dan sumber senyawa fitokimia serta karbohidrat dengan indeks glikemik rendah. Jus buah juga mengandung berbagai mineral seperti fosfor, magnesium, besi, kalsium, dan potasium (Safrilia, 2014).

2.2 Bahan Tambahan Pangan

(2)

ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi, 2012).

Menurut Cahyadi (2012), pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu sebagai berikut.

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan tersebut dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan, contoh pestisida dan antibiotik.

2.3 Bahan pengawet

(3)

Tujuan utama penambahan bahan pengawet makanan adalah untuk memperpanjang umur simpan tanpa menurunkan kualitas makanan dan tidak bersifat mengganggu kesehatan manusia. Oleh karena itu bahan pengawet makanan harus memenuhi persyaratan sebagai bahan tambahan kimia yang layak sebagai bahan tambahan makanan (Afrianti, 2010).

Pengawetan dengan zat pengawetan makanan dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama GRAS (Generally Recognized as Safe), yang biasanya bersifat alami sehingga tidak menimbulkan efek racun pada tubuh. Kedua, pengawet yang ditentukan pemakaiannya oleh ADI (Acceptable Daily Intake), yang disesuaikan dengan batas penggunaan hariannya untuk kesehatan konsumen. Ketiga, zat pengawet yang tidak layak dikonsumsi sama sekali, seperti boraks dan formalin. Penggunaan bahan pengawet makanan sudah ada ketentuannya (Afrianti, 2010).

Menurut Cahyadi (2012), zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya. Berikut merupakan jenis bahan pengawet berdasarkan bahan asalnya :

a. Zat pengawet anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metabisulfit.

b. Zat pengawet organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang organik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.

(4)

2.4 Natrium Benzoat 2.4.1 Uraian Bahan

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia natrium benzoat adalah sebagai berikut:

a. Rumus bangun :

Gambar 1. Rumus bangun natrium benzoat b. Rumus molekul : C

7H5NaO2 c. Berat molekul : 144,11

d. Nama kimia : Natrium benzoat

e. Kandungan : tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C

7H5NaO2,dihitung terhadap zat anhidrat.

f. Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; stabil di udara.

g. Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%.

2.4.2 Mekanisme Kerja sebagai Pengawet

(5)

Turunnya pH medium akan menaikkan proporsi asam yang tidak terdisosiasi karena asam yang tak terdisosiasi penentu utama peranan pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dengan pH rendah, seperti sari buah dan minuman penyegar (Cahyadi, 2012).

Natrium benzoat sebagai anti mikroorganisme berperan dalam mengganggu permeabilitas membran sel. Asam benzoat mempunyai pH optimal untuk menghambat mikroorganisme yaitu pH 2,5-4,0 (Afrianti, 2010).

2.4.3 Efek terhadap Kesehatan

Pada penderita asma dan orang yang menderita urtikaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2012).

2.5 Vitamin C 2.5.1 Uraian Bahan

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia vitamin C adalah sebagai berikut:

a. Rumus bangun :

(6)

b. Rumus molekul : C 6H8O6 c. Berat molekul : 176,13

d. Nama kimia : L-Asam askorbat

e. Kandungan : tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C 6H8O6 f. Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh

cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi.

g. Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzena. 2.6.2 Fungsi Vitamin C

Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah dan mempercepat proses penyembuhan (Wardlaw, 2003).

(7)

Vitamin C dibutuhkan dalam reaksi hidroksilasi di dalam otak untuk hidroksilasi dopamin (dibentuk dari asam amino tirosin) untuk menghasilkan norepinefrin (noradrenalin), yang dapat dikonversikan menjadi bentuk epinefrin (adrenalin) (William dan Caliendo, 1984).

2.5.3 Kebutuhan Vitamin C

Angka Kecukupan Gizi (AKG) vitamin C ialah 35 mg sehari untuk bayi dan meningkat sampai kira-kira 60 mg sehari pada dewasa. Kebutuhan akan vitamin C meningkat 300-500% pada penyakit infeksi, tuberkulosis, tukak peptik, penyakit neoplasma, pasca bedah atau trauma, pada hipertiroid, kehamilan dan laktasi. Pada masa hamil dan laktasi diperlukan tambahan vitamin C 10-25 mg/hari (Dewoto, 2009).

Perokok perlu menambahkan sebanyak 35 mg vitamin C per hari untuk kecukupan gizi yang dianjurkan karena tekanan besar pada paru-paru mereka yang disebabkan oleh zat-zat beracun dari asap rokok. Para ahli gizi terkemuka yang menganjurkan peningkatan penggunaan vitamin C sering merekomendasikan asupan sekitar 200 mg per hari (Wardlaw, 2003).

2.5.4 Defisiensi Vitamin C

(8)

2.5.5 Efek Samping

Vitamin C dengan dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabkan diare. Hal ini terjadi karena efek iritasi langsung pada mukosa usus yang mengakibatkan peningkatan peristaltik. Dosis besar tersebut juga meningkatkan bahaya terbentuknya batu ginjal, karena sebagian vitamin C dimetabolisme dan diekskresi sebagai oksalat (Dewoto, 2009).

2.6 Spektrofotometri Ultraviolet

2.6.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometer ultraviolet adalah alat yang digunakan dalam pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi lebih tinggi (Dachriyanus, 2004). Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan/ atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi tereksitasi lebih tinggi (Satiadarma, dkk, 2004).

(9)

gugus auksokrom pada gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran merah atau pergeseran batokromik) (Rohman, 2007).

2.6.2 Hukum Lambert-Beer

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Rohman, 2007). Menurut Denney dan Sinclair (1991), dalam hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan yaitu:

1. Larutan yang menyerap cahaya adalah campuran yang homogen 2. Menggunakan sinar monokromatis

3. Rendahnya konsentrasi dari senyawa yang menyerap cahaya

Hukum Lambert-Beer umumnya ditulis dalam persamaan sebagai berikut: A = abc

Dimana: A = absorbansi a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan b dan c (Rohman, 2007).

2.6.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet

(10)

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

2.6.3.1 Analisis Kualitatif

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk dilakukan (Satiadarma, dkk, 2004).

Akan tetapi, jika digabung dengan cara lain seperti spektroskopi inframerah, resonansi magnet inti dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk identifikasi atau analisis kualitatif senyawa tersebut (Rohman, 2007).

2.6.3.2 Analisis Kuantitatif

(11)

cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10 sampai 20 μg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor (Satiadarma, dkk, 2004).

Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri ultraviolet dapat digolongkan menjadi analisis zat tunggal atau analisis satu komponen dan analisis kuantitatif dua macam zat atau lebih (analisis multikomponen).

1. Analisis kuantitatif zat tunggal (analisis satu komponen)

Terdapat dua metode penggunaan pengukuran spektrofotometri dalam analisis senyawa, yaitu metode penetapan kadar absolut dan komparatif. Metode penetapan kadar komparatif lebih disukai. Pada jenis penetapan kadar ini, larutan standar obat yang akan dianalisis disiapkan, serapan sampel dan standar ditentukan pada kondisi yang sama (Cairns, 2009), dimana menurut Holme dan Peck (1983), konsentrasi sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝐴𝑠 𝐴𝑡

=

𝐶𝑠 𝐶𝑡

Keterangan: As = Absorbansi baku pembanding At = Absorbansi sampel

(12)

2. Analisis Kuantitatif Campuran Dua Macam Komponen atau Lebih

Analisis campuran dua atau lebih bahan kadang-kadang ditentukan secara simultan dalam sekali pengamatan tanpa dipisahkan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa absorbansi total dari campuran komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut. Menurut Day dan Underwood (1999), ada tiga kemungkinan analisis campuran dua komponen atau lebih, yaitu:

a. Spektrum tanpa tumpang tindih (overlap)

Spektrum tidak saling tumpang tindih memungkinkan untuk menemukan suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak menyerap, serta panjang gelombang serapan maksimum dimana Y menyerap dan X tidak menyerap (Gambar 3). Komponen X dan Y masing-masing diukur pada λ1 dan λ2.

Gambar 3. Spektrum absorpsi senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih pada kedua panjang gelombang yang digunakan)

b. Spektrum tumpang tindih satu arah

Spektrum dari X dan Y tumpang tindih satu arah (Gambar 4). Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ1 tetapi X menyerap cukup banyak

(13)

cukup sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari serapan larutan pada λ1. Kemudian serapan yang diberikan oleh konsentrasi X pada λ2

dihitung dari absorptivitas molar X pada λ2 yang sebelumnya telah

diketahui. Serapan ini dikurangkan dari serapan terukur larutan pada λ2 sehingga diperoleh serapan yang disebabkan oleh komponen Y. Kemudian konsentrasi Y dapat dihitung dengan cara yang biasa.

Gambar 4. Spektrum absorpsi senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah, X dapat diukur tanpa gangguan Y, tetapi X mengganggu pada pengukuran langsung dari Y).

c. Spektrum tumpang tindih dua arah

Spektrum dari X dan Y saling tumpang tindih dua arah (Gambar 5), pada keadaan ini tidak ada panjang gelombang serapan maksimum dimana X dan Y menyerap tanpa gangguan. Maka perlu penyelesaian dua persamaan dengan dua variabel yang tidak diketahui. Hal ini karena serapan total dari campuran beberapa komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut. Sehingga konsentrasi X dan Y yang belum diketahui dalam kedua persamaan dapat diukur dengan mudah. Dengan ditentukan bila nilai-nilai absorptivitas molar (ε) harus diketahui dari pengukuran terhadap larutan murni

(14)

persamaan-persamaan dapat disusun untuk berbagai komponen, asal nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang yang sama banyak dengan komponen itu.

Gambar 5. Spektrum absorbsi X dan Y (tumpang tindih dua arah. Tidak ada panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya)

2.7 Validasi Metode

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Suatu metode harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis dan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang dianalisis (Rohman, 2007).

(15)

sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia) ditambahkan kedalam campuran bahan sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Dalam metode adisi (penambahan bahan baku), sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya (Harmita, 2004).

% Recovery= CF- CA

CA* ×100% Keterangan:

CF = Kadar sampel setelah penambahan baku CA = Kadar sampel sebelum penambahan baku CA* = Kadar larutan baku yang ditambahkan

Presisi (keseksamaan) adalah derajat kesesuain diantara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relative (RSD). Presisi dapat diartikan pula sebagai derajat reprodusibilitas (ketertiruan) atau repeatabilitas (keterulangan) (Satiadarma, dkk, 2004). Nilai RSD dinyatakan memenuhi persyaratan jika < 10-20% (Ermer dan Miller, 2005).

(16)

Menurut Harmita (2004), batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi (LOD) = 3xSB

slope

Batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Batas kuantitasi (LOQ) = 10xSB

slope

Gambar

Gambar 3. Spektrum absorpsi senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih    pada kedua panjang gelombang yang digunakan)
Gambar 4. Spektrum absorpsi senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah, X dapat diukur tanpa gangguan Y, tetapi X mengganggu pada pengukuran langsung dari Y)
Gambar 5. Spektrum absorbsi X dan Y (tumpang tindih dua arah. Tidak ada panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya)

Referensi

Dokumen terkait

Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter.

A foreign researcher who holds Letter of Foreign Research Permit from the Ministry of Research, Technology and Higher Education might apply for research extension. The

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perekat terbaik terhadap briket dan perbandingan bahan campuran bambu dan rumput setaria terhadap nilai kadar air,

Layanan di perpustakaan ideal nya dapat lebih memikat, bersahabat, cepat, dan akurat, ini berarti orientasi pelayanan perpustakaan harus didasarkan pada kebutuhan pengguna,

Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan kesensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya

Guna mengetahui pengaruh kondisi ini, maka dilakukan penelitian dengan melakukan histerisis terhadap spesimen dari bahan baja karbon rendah, karena material ini yang sering digunakan

Penulisan artikel ini didasarkan pada penelitian dengan metode perbandingan hukum, yaitu memperbandingkan bentuk akuntabilitas individual anggota badan perwakilan daerah di

Indeks diversitas berdasarkan Shannon- Wiener pohon riparian di mata air dan saluran irigasi tersier menunjukkan nilai yang bervariasi dari 0-3,1 (Gambar 5). Indeks