BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Karakteristik Lahan Salin
Luas tanah salin belum diketahui secara pasti. Namun Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai garis pantai yang luas. Menurut Sudjana (1991) perkiraan luas lahan salin di Indonesia mencapai 39,4 juta hektar.
Tanah salin yaitu tanah dengan konsentrasi garam yang tinggi. Salinitas menunjukkan kadar senyawa kimia yang terlarut seperti: Na+, Mg2+, K+, Cl+, SO42-, HCO3-, dan CO32-dalam suatu larutan dalam tanah, sehingga dapat menjadi cekaman pada tanah dengan menurunkan produktivitas tanah. Kandungan ion Na yang tinggi dalam tanah akan mengganggu keseimbangan unsur hara, menurunkan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman dandapat merusak struktur tanah. Cekaman salinitas dalam tanah juga menyebabkan jeleknya sifat fisik tanah karena terbentuknya ion-ion beracun seperti OH-, HCO3-, dan Na+. Garam Na+ yang dapat dipertukarkan akan berpengaruh terhadap sifat tanah jika terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Penyerapan Na+ oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan penutupan pori-pori tanah dan pembengkakan yang memperburuk material koloid tanah, struktur tanah, pertukaran gas, serta menaikan pH tanah karena kompleks serapan dipenuhi oleh ion Na+. Penyerapan oleh partikel-partikel tanah juga akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas, serta dispersi material koloid tanah (Candrabarata, 2011). Kondisi tanah dengan NaCl yang tinggi akan menyebabkan rusaknya struktur tanah, sehingga permeabilitas tanah dan aerasi menjadi sangat rendah. Keadaan tersebut akan mengakibatkan populasi mikroba didominasi oleh golongan mikroba halofilik.
Salinitas tanah yang tinggi akan menyebabkan tanaman keracunan. Keracunan ini disebabkan oleh ion-ion spesifik seperti ion SO4, Na dan Cl yang banyak terdapat pada tanah dengan tingkat salinitas tinggi. Hal ini akan mempengaruhi proses fisiologi tanaman seperti transpirasi, sintesis klorofil dan fotosintesis (Hasibuan, 2008).
pertumbuhan akar jelek, sterilitas biji meningkat dan kurangnya bobot 1000 butir gabah dan kandungan protein total dalam biji karena penyerapan Na yang berlebihan, dan berkurangnya penambatan N secara biologi dan lambatnya mineralisasi tanah (Dobermann and Fairhurst, 2000).
Nilai pH dapat berpengaruh dalam dinamika unsur di dalam tanah (Achmad, 2006). pH yang tinggi akan menyebabkan ketersediaan unsur hara mikro lebih rendah dan ketersediaan unsur hara makro lebih tinggi, dan berlaku sebaliknya pada pH rendah, ketersediaan unsur hara mikro pada umumnya berlebihan dan unsur hara makro menurun, sehingga dapat meracuni tanaman (Achmad, 2006). Ada beberapa permasalahan yang ditimbulkan sehingga tanah salin jarang digunakaan untuk budidaya tanaman di antaranya: (1) rendahnya C-organik tanah salin, (2) rendahnya unsur N dan K, (3) tingginya pH, (4) kandungan Na+ yang tinggi dan (5) tekanan osmotik tanaman yang rendah (FAO 2005).
Intrusi air laut merupakan penyusupan air laut ke dalam aliran air tanah daratan. Pengambilan air tanah yang berlebihan akan menimbulkan ruang kosong di bawah tanah yang dapat memungkinkan terjadinya pengisian ruang tersebut dengan air laut. Beberapa penelitian mengenai intrusi air laut dengan menggunakan parameter Daya Hantar Listrik (DHL) menurut Indriatmoko dan Myra (2005), terdapat kaitan antara peningkatan jumlah pengambilan air tanah dengan pergerakan air asin dalam sistem akuifer.
2.1.2 Peran Amelioran sebagai Manipulasi Lingkungan Tanah Salin
Ada tiga cara umum yang dapat dipakai agar efek buruk tanah-tanah salin terhadap tanaman dapat dihindari. Pertama adalah eradikasi garam, yaitu dengan drainase, pencucian, dan seraping (mengkerok). Kemudian yang kedua dengan konversi ke dalam bentuk tidak berbahaya, seperti memanfaatkan gypsum atau bahan amelioran lainnnya yang memiliki kemampuan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah dan mengoptimalkan hara tanah. Kemudian yang ketiga dengan pengendalian yaitu dengan irigasi dan menggunakan tanaman yang kuat/tahan terhadap salinitas (Buckman dan Brady, 1982).
meningkatkan derajat pH secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, dan memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi. Bahan amelioran dapat berupa bahan anorganik ataupun organik. Penambahan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen juga dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik beracun.
Pemberian bahan amelioran seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk organik, kapur pertanian, abu sekam, purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat meningkatkan pH tanah dan basa-basa tanah (Subiksa et al., 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999). Berikut merupakan beberapa jenis amelioran yang di rekomendasikan oleh BPTP Jateng untuk pengelolaan tanah salin:
1. Zeolit
Zeolit digunakan sebagai "soil conditioning" yang dapat menaikkan dan mengontrol pH serta kelembaban tanah. Jenis zeolit yang sering digunakan dalam bidang pertanian terutama adalah jenis klinoptilolit dengan rumus kimia (Na4K4)(Al8Si4OO96).24H20, mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) 200-300 me/100g dan mempunyai potensi untuk menukarkan kation (Husaini, 2002). Zeolit mempunyai pengaruh yang baik pada tanah dikarenakan mempunyai muatan negatif yang tinggi, sehingga dapat menekan unsur yang beracun seperti Fe, Zn, Mn, Cd, Pb, Cu dan Al, memiliki sifat memegang air yang tinggi, serta dapat mengikat unsur hara dan meloloskannya sedikit demi sedikit. Zeolit juga dikaitkan dengan efisiensi pemupukan, karena mampu mengikat atau menyimpan pupuk dan melepaskannya kembali sesuai dengan kebutuhan tanaman (Budiono, 2004). Selain sebagai "slow release fertilizer", zeolit juga digunakan sebagai carrier herbisida/fungisida dan pestisida. Sutakarya et al., (1992) menyebutkan bahwa salah satu kekurangan dari penambahan zeolit pada pupuk untuk tanah yaitu akan dapat terjadi akumulasi zeolit pada lahan pertanian yang akan menimbulkan dampak lain. Oleh karena itu, penambahan zeolit sebaiknya tergantung pada jenis tanah yang akan diberi perlakuan, untuk tanah arid dan semi arid penggunaan zeolit sebagai campuran pupuk mungkin perlu dikurangi.
2. Dolomit
bermanfaat untuk pengapuran tanah masam dan juga sebagai pupuk yaitu sebagai penyuplai unsur Magnesium (MgO) dan Kalsium (CaO) untuk kebutuhan tanaman. Kalsium diserap tanaman dalam bentuk Ca, walaupun semua bentuk pupuk Ca mampu meningkatkan kandungan nitrogen tanaman dan meningkatkan hasil tanaman.
Kecukupan Kalsium menjadikan sel-sel tanaman lebih selektif dalam menyerap hara tanaman (Saifuddin 1993). Kalsium diambil dari tanah sebagai kation Ca yang memiliki fungsi penting dalam mengatur permeabilitas dinding sel, mengatur enzim, polong dan ginofor pada tanaman, mencegah cairan sel menjadi masam, mempercepat pembelahan sel-sel meristem, dan membantu pengembalian nitrat. Selain menambah Ca itu sendiri, pemberian kapur pada tanah juga berperan untuk menjaga unsur lain pada lapisan ginofor maupun pada daerah akar tanaman untuk dapat tersedia (Wijaya, 2011).
3. Gypsum
Gypsum (CaSO4.2H2O) dapat menggantikan ion Na+ dalam tanah dengan Ca2+. Hal tersebut dapat meningkatkan perkolasi tanah dengan cara membuang ion Na+ secara aktif (FAO, 2005). Hanafiah (2007) menyebutkan bahwa penyerapan Na+ di dalam akar juga akan dibatasi oleh peran Ca2+ sehingga dapat meningkatkan penyerapan kalium. Na+ dalam kompleks pertukaran akan dapat digantikan dengan Ca2+ secara bersamaan mudah larut dalam air tidak akan mempengaruhi pH dan bersama air dapat menurunkan Na+ (Tan, 1995). Aplikasi gypsum dan bahan organik menyebabkan berkurangnya gangguan dari salinitas dan memperbaiki kondisi tanah karena terjadi penurunan nilai reaksi tanah (pH) dan Exchangeable Sodium Percentage (ESP) dan meningkatkan permeabilitas tanah (Choudhary et al., 2013).
4. Pupuk organik
Penggunaan pupuk organik dalam sistem pertanian organik dapat memberikan berbagai manfaat seperti meningkatkan kandungan bahan organik tanah, sehingga memperbaiki kemampuan tanah menahan air, suplai hara makro dan mikro, serta meningkatkan kegiatan renik dalam tanah dan menambah porositas tanah. Penambahan bahan organik selain menambah unsur hara tanah juga akan memperbaiki sifat tanah lainnya seperti kemampuan tanah mempertukarkan kation dan perubahan pH tanah (Sugito et al 1995)
2.1.3 Padi varietas Ciherang
Padi varietas Ciherang merupakan varietas padi yang saat ini paling banyak ditanam petani. Varietas ini dilepas Balai Besar Padi Sukamandi pada tahun 2000. Karena cocok ditanam di musim hujan dan kemarau, maka varietas ini disukai oleh banyak para petani karena rasa nasinya yang enak dan pulen.
Komoditas: Padi Sawah
Tahun: 2000
Anakan Produktif: 14-17 batang
Anjuran: Cocok ditanam di sawah dengan ketinggian < 500 mdpl
Bentuk Gabah: Panjang ramping
Bobot: 1000 butir = 27-28 gr
Dilepas Tahun: 2000
Golongan: Cere
Hasil: 5 -8,5 ton/Ha
Nomor Pedigri: S3383-Id-Pn-41-3-1
Tahan Hama: Wereng coklat biotype II dan III
Tahan Penyakit: Hawar Daun (HDB)Bakteri strain lll dan lV
Tekstur Nasi: Pulen
Tinggi Tanaman: 107-115 cm
Umur Tanaman: 116-125 hari
Warna Gabah: Kuning bersih
Tabel 2.1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang (Badan Litbang Kementrian Pertanian, 2016)
2.2 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, model hipotesis dan tinjauan pustaka maka dapat diajukan hipotesis, sebagai berikut:
1. Pemberian bahan amelioran memberikan pengaruh yang efektif pertumbuhan dan hasil tanaman padi.