BAB IV
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1. Sekilas tentang Kota Salatiga
Salatiga adalah salah satu kota di propinsi Jawa Tengah, mempunyai
luas wilayah ± 56,78 km², terdiri dari 4 kecamatan, 22 kelurahan,
berpenduduk 176.795 jiwa. Terletak pada jalur regional Jawa Tengah yang
menghubungkan kota regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota
Semarang dan Surakarta, mempunyai ketinggan 450-800 meter dari
permukaan laut1. Data Pembangunan Kota Salatiga dapat dilihat pada Tabel
4.1 berikut:
6. Jumlah Kepala Keluarga 46.568 orang
7. Jumlah Single Parent 9.040
6. Jumlah Penduduk Usia 5-9 tahun 13.628
7. Jumlah Penduduk Usia 10-14 tahun 13.359
8. Kepadatan Penduduk 2.972 Km2
9. Jumlah Rumah Tangga 59.953
10 Rata-Rata Jumlah Anggota Rumah Tangga 3,06
11. Jumlah Keluarga Pra Sejahtera 1.722
12. Jumlah Keluarga Sejahtera I 8,741
Pendidikan
13. Jumlah Sekolah Dasar 96
14. Jumlah Murid Sekolah Dasar 17.176
15. Jumlah Sekolah Menengah Pertama 24
16. Jumlah Siswa Sekolah Menengah Pertama 9.582
Sosial
17. Jumlah Cerai Talak Tahun 2015 379
18. Jumlah Cerai Gugat Tahun 2015 945
Sumber: Data Pembangunan Kota Salatiga Tahun 2016
1
Kota Salatiga terdiri atas 4 kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir,
Sidomukti, dan Sidorejo. Kota Salatiga berada di lereng timur Gunung
Merbabu. Mulai tahun 2015 dilakukan pemekaran wilayah di dalam kota
Salatiga, yaitu membagi kelurahan Kutowinangun menjadi 2 wilayah
sehingga menjadi kelurahan Kutowinangun Lor (utara) dan Kelurahan
Kutowinangun Kidul (selatan) mengingat wilayah yang luas dan jumlah
penduduk yang padat serta permintaan dari warga sebagai latar belakang
pemekaran wilayah dan sudah diajukan kepada pemerintah negara Republik
Indonesia. Seluruh Wilayah Salatiga dibatasi oleh Kabupaten Semarang,
antara lain di bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Tuntang dan
Kecamatan Pabelan, di bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan
Tengaran, di bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Tuntang dan
Kecamatan Getasan, di bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Tengaran
dan Kecamatan Pabelan. Dari letak administratif yang ada menjadikan kota
Salatiga menduduki peringkat luas wilayah ke-18 kotamadya terkecil di
Indonesia (Majalah Hati Beriman Tahun 2016 Vol. I No.2).
4.2. Lingkungan Sarirejo, Kelurahan Sidorejo Lor, Kota Salatiga
Saat ini Lingkungan dijadikan salah satu tempat pariwisata di Kota
Salatiga yang bergerak di bidang hiburan karaoke. Lingkungan Sarirejo
berjarak 4 kilometer dari pusat Kota Salatiga. Sarirejo lebih dikenal oleh
banyak orang di Kota Salatiga dan sekitarnya dengan sebutan Sembir. Sembir
sendiri merupakan sebuah desa yang berada di sebelah Lingkungan Sarirejo.
Sembir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia2 memiliki arti tepi atau
pinggir, sehingga Sarirejo identik dengan sebutan kawasan tepi, pinggir di
Kota Salatiga yang memiliki tempat hiburan karaoke. Meskipun terletak di
pinggiran kota dan dikelilingi oleh hutan karet, namun ketika malam hari
Lingkungan Sarirejo cukup ramai dengan aktivitas hiburannya. Jam
operasional tempat-tempat karaoke di Sarirejo dimulai dari pukul 14:00
hingga 02:00.
Pada awalnya Sarirejo merupakan salah satu tempat lokalisasi di Kota
Salatiga, akan tetapi pada tahun 1998, Sarirejo berubah konsep menjadi
Kawasan Wisata Karaoke berdasarkan keputusan dari Walikota Madya
Nomor 462.3/328/1998 tanggal 1 Juli 1998 tentang Penghentian dan
Penghapusan Segala Bentuk Kegiatan Tuna Susila dan Usaha Rehabilitasi
serta Resosialisasi salam Sistem Lokalisasi di Sarirejo. Sebelum Sarirejo
berubah konsep menjadi Kawasan Wisata Karaoke banyak perempuan
pendatang berkedok sebagai Pemandu Lagu (PK) menawarkan jasa hiburan
kepada setiap tamu.
Gambar 2
Kawasan Wisata Karaoke Sarirejo, Kelurahan Bugel, Kecamatan Sidorejo Lor, Kota Salatiga
Lokasi Sarirejo Kelurahan Sidorejo Lor Salatiga terdiri atas 3 RT,
yaitu RT 1, RT 2, dan RT 3 dengan jumlah keluarga sebanyak 160 kepala
keluarga. Adapun warga yang tinggal di lokasi wisata karaoke desa Sarirejo
Kelurahan Sidorejo Lor Salatiga terdiri atas warga asli dan warga pendatang.
Warga pendatang yang juga merupakan anak binaan yang bekerja sebagai
Lady Companion (LC) sejumlah 240 orang, sedangkan yang bekerja sebagai
Mata pencaharian lain yang ada di desa Sarirejo yaitu, laundry yang
dilakukan secara manual, berjualan kecil-kecilan makanan dan minuman
untuk menjamu para tamu di tempat karaoke. Selain itu, juga terdapat
beberapa orang yang bekerja sebagai karyawan pabrik tekstil. Meskipun
Lingkungan Sarirejo berada di tengah-tengah perkebunan karet, namun
sarana kesehatan kini sangat diperhatikan oleh warga. Hal ini disebabkan
karena pekerjaan mereka sebagai Lady Companion (LC) yang seringkali
didisfungsikan sebagai pekerja seks komersil yang mempunyai resiko tinggi
terhadap penyakit. Di Lingkungan Sarirejo mempunyai satu Puskesmas
dengan 2 orang dokter tersebut secara rutin selalu melakukan check up
kesehatan terhadap warga yang membutuhkan sebanyak 2 kali dalam sebulan.
Selain itu, Lembaga Swadaya Masyarakat yang terdapat di desa tersebut juga
melakukan check kesehatan terhadap para Lady Companion (LC) sebanyak 2
kali seminggu yaitu tiap hari Selasa dan Kamis. Semenjak terbit larangan bagi
para Lady Companion (LC) untuk tinggal di Lingkungan Sarirejo pada tahun
2005, Lady Companion (LC) kini tinggal di beberapa lokasi (indekos) yang
tersebar di beberapa lingkungan di Kota Salatiga seperti: Kemiri, Soka, Pasar
Sapi, Dukuh, Karang Pete, Sukuh Setro dan Banjaran.
Gambar 3
Tempat-Tempat Usaha Hiburan Karaoke di Lingkungan Sarirejo
Kawasan Wisata Karaoke di Lingkungan Sarirejo kini berubah
menjadi studio-studio karaoke yang rapi dan bersih. Terdapat sekitar 50 usaha
sewa karaoke dari berjumlah 2 hingga belasan. Peraturan tentang usaha
karaoke yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Salatiga, diantaranya adalah
larangan menjual minuman yang memiliki kadar alkohol di atas 8% dan
dilarang menyediakan kamar untuk transaksi kegiatan seksual. Biasanya
lokasi karaoke mulai penuh pada pukul 21:00 dengan tarif sewa room berkisar
Rp. 45.000,- hingga Rp. 60.000,- per jam.
Tabel 4.2
Sumber: Arsip RW 009, Kelurahan Sarirejo, 2017 (diolah)
Usaha-usaha untuk menanggulangi dampak sosial dari adanya Kawasan
Wisata Karaoke di Sarirejo oleh Pemerintah Kota diantaranya dengan
Tahun 2009 tentang Kesehatan, Visi dan Misi Dinas Kesehatan serta Instruksi
Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Setidaknya kini minimal setiap dua bulan
sekali Dinas Kesehatan Kota Salatiga mengadakan pelatihan yang dihadiri
oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan warga Sarirejo. Pemberian
layanan kesehatan kepada Lady Companion (LC) tidak melalui persyaratan
prosedural maupun admistrasi yang baku, karena Lady Companion yang
memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) maupun yang tidak memiliki sama
sekali tidak dibedakan dalam hal pelayanan.
4.3. Sarirejo dari Lokalisasi ke Kawasan Karaoke
Awal mula dibangunnya lokalisasi adalah agar pekerja seks dapat
memperoleh pendampingan rutin dan pengecekan kesehatan. Dulu di Kota
Salatiga banyak praktik prostitusi tersembunyi dan tidak diketahui oleh
pemerintah. Bapak Slamet Santoso sebagai tokoh masyarakat Sarirejo
sekaligus Ketua Rukun Warga (RW) 009, berdasarkan wawancara tanggal 23
Agustus 2017 di kediamannya menceritakan sejarah adanya kawasan hiburan
Sarirejo.
“Waktu masih lokalisasi saya gak begitu tau cuma sedikit saja tau jadi kenapa sekarang di RW Sarirejo menjadi tempat kawasan hiburan. La dulunya kan eks lokalisasi. Lokalisasi itu artinya dulu ini kan kebun mas, hutan gitu lah ya, lahan kosong. Sementara dulu di sebelah Hotel Beringin (Jalan Jenderal Sudirman) kan artinya banyak cewek – cewek mangkal, daripada disana itu, karena di kota ya, mungkin mengganggu kondisi yang ada di kota, terus dari Walikota yang dulu itu disuruh masuk kesini.”
Lingkungan Sarirejo di tahun 1970an dikenal sebagai lokalisasi
Pekerja Seks Komersial (PSK), perintis berdirinya lokalisasi dikenal dengan
nama mbah Samad. Hingga memasuki tahun 2000, pemerintah kota Salatiga
mengeluarkan peraturan menutup lokalisasi. Penutupan lokalisasi Sarirejo tak
secara otomatis menghilangkan kegiatan prostitusi, sebab beberapa mucikari
kemudian berinovasi. Bilik - bilik yang sebelumnya digunakan sebagai sarana
lokalisasi lainnya, para PSK juga mengubah predikatnya jadi PK (Pemandu
Karaoke).
Umumnya karaoke menyediakan 4 - 6 LC (Lady Companion) tetap,
yang berasal dari berbagai daerah seperti Cirebon dan Magelang. Rata-rata
LC (Lady Companion) masih berusia cukup muda yaitu pada kisaran 18 tahun
hingga 25 tahun. Lady Companion dapat disewa oleh pengunjung dengan tarif
berkisar Rp. 60.000 rupiah per jam. Lady Companion ini biasanya bertugas
menemani tamu di ruang karaoke. Di dalam ruang karaoke biasanya mereka
menemani tamu bernyanyi, duet, bercerita menkonsumsi makanan dan
minuman bersama serta dapat pula menjadi sexy dancers (jika terdapat
kesepakatan interpersonal dengan tamu). Kegiatan di dalam ruang karaoke
jauh dari kesan formal, aktivitas yang dilakukan tamu dan Lady Companion
sangat santai. Dari observasi peneliti, Lady Companion sangat menonjolkan
penampilan fisiknya, mulai dari cara berpakaian hingga make-up. Pakaian
yang digunakan mulai dari jenis tank top, gaun malam berbelahan V hingga
sack dress.
Bapak Slamet Santoso sebagai tokoh masyarakat Sarirejo sekaligus
Ketua Rukun Warga (RW) 009, berdasarkan wawancara tanggal 23 Agustus
2017 di kediamannya, memberikan gambaran kepada peneliti bagaimana
kondisi kepemilikan usaha karaoke di Sarirejo:
“Mayoritas yang ada di sini ni, kebanyakan memang warga sini, tapi sekarang ini dalam waktu-waktu dekat ini banyak yang artinya orang luar yang berusaha disini tapi modelnya kontrak gitu lo mas. Artinya yang mengelola orang luar hanya sebagian tidak seluruhnya.”
Berdasarkan perspektif teori Bourdieu, dialektika konsep habitus dan
arena (ranah) di Lingkungan Sarirejo melahirkan suatu pandangan bahwa
kegiatan karaoke merupakan suatu pasar yang kompetitif sehingga
memerlukan modal ekonomi yang cukup banyak dalam membangun konsep
beberapa orang di Sarirejo kini mulai bekerjasama dengan investor dari luar
agar dapat membangun konsep usaha bersaing.
Kota Salatiga adalah salah satu kota yang melarang keras adanya
tempat kegiatan hiburan berkedok prostitusi. Walikota Salatiga, telah
menyatakan bahwa Salatiga memiliki peraturan larangan adanya kegiatan
prostitusi melalui keputusan dari Walikota Madya Nomor 462.3/328/1998
tanggal 1 Juli 1998 tentang Penghentian dan Penghapusan Segala Bentuk
Kegiatan Tuna Susila dan Usaha Rehabilitasi serta Resosialisasi salam Sistem
Lokalisasi di Sarirejo.
Gambar 4
Sosialisasi Kondisifitas dan Ketenteraman Masyarakat di Lingkungan Sarirejo
Dari pengamatan peneliti hingga kini terlihat banyak wanita pemandu
karaoke dengan pakaian terbuka yang masih standby di hampir setiap loby
cafe. Pihak Pemerintah Kota juga telah memberikan himbauan dan aturan
bahwa cafe harus sudah berhenti beroperasi sebelum pukul 02:00 WIB.
Larangan tersebut diterapkan untuk menghindari tindak kriminal. Secara
umum keberadaan kawasan karaoke Sarirejo memberikan dampkak positif
Pemerintah Kota melalui Satuan Polisi Pamong Praja rutin memeriksa
izin usaha, sementara dari Aparat Kepolisian mengawasi peredaran minuman
keras dan Lady Companion di bawah umur. Meski dari pihak paguyuban
karaoke dan tokoh masyarakat Sarirejo sangat kooperatif dan mematuhi
peraturan. Hasil observasi yang dilakukan peneliti, Karaoke dan Cafe di
Sarirejo kini memang diawasi dengan ketat, tidak ada lagi pemilik usaha yang
menyewakan kamar untuk kegiatan prostitusi. Hal tersebut juga dipatuhi oleh
para pengelola cafe dengan memberikan denda kepada Lady Companion yang
kedapatan melakukan perbuatan asusila di lingkungan Sarirejo.
Bapak Slamet Santoso sebagai salah satu tokoh masyarakat Sarirejo
sekaligus Ketua Rukun Warga (RW) 009, berdasarkan wawancara tanggal 23
Agustus 2017 di kediamannya, memberikan gambaran kepada peneliti
bagaimana kondisi keamanan dan ketertiban di Lingkungan Sarirejo:
“Ya kerusuhan – kerusuhan yang gak begitu, tapi jarang ya mas. Ada tapi jarang, cuma biasanya kerusuhan cukup kita kan punya satpam satuan keamanan yang kita lihat sendiri dari paguyuban. Kalau kecolongan ya pernah juga mas, artinya orang kelahi itu ya ada saja wong tempat seperti ini ya.”
Meskipun Pemerintah Kota telah bekerja sama dengan aparat
kepolisan dan paguyuban, namun masih ada beberapa dampak ekses yang
ditimbulkan dari aktivitas karaoke di Sarirejo. Seperti dikutip dari
jurnalwarga.com pada tanggal 3 November 2014: dua oknum anggota polisi
dari Lembaga Pendidikan (Lemdik) Binmas Mabes Polri Banyubiru terlibat
perkelahian yang berakhir dengan penembakan pada Sabtu 1 Oktober 2014
dini hari. Akibat kejadian tersebut salah seorang pengunjung karaoke dari
kalangan sipil mengalami luka tembak di bagian kepala.
Pemikiran Bourdieu tentang konsep habitus dapat dikorelasikan
bahwa di Lingkungan Sarirejo merupakan suatu ranah pertemuan habitus,
baik itu dari pengunjung, lady companion, pengelola, paguyuban maupun
ditimbulkan, namun dari kasus pada tahun 2014 hingga 2017 kini kondisi di
Sarirejo telah mulai kondusif. Selama tiga tahun terakhir para aktor telah
mengupayakan pencegahan-pencegahan dari dampak kawasan karaoke
Sarirejo. Peran aktor dalam menjaga kondusifitas ruang di lingkungan
Sarirejo seperti Kepolisian dan Satpol PP juga didukung oleh paguyuban
dengan membentuk satuan pengamanan lingkungan sendiri untuk