• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM SEBAGAI SARANA UNTUK MELINDUNGI PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM SEBAGAI SARANA UNTUK MELINDUNGI PE"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM SEBAGAI SARANA UNTUK MELINDUNGI

PEKERJA/BURUH DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL

Oleh : Taufiq Yulianto

Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang 50275

Abstrak

Hubungan kerja tidaklah terbatas hanya hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha saja, tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah. Hubungan antara pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah inilah yang disebut hubungan industrial. Perbedaan kedudukan secara ekonomi dan sosial antara pekerja/buruh dan pengusaha menimbulkan hubungan subordinatif , sehingga menimbulkan posisi yang tidak seimbang. Pemerintah sebagai regulator atau pembuat kebijakan mempunyai kewajiban untuk menciptakan hubungan industrial dalam rangka mencari keseimbangan antara kepentingan pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.

Kata Kunci : Hukum, Perlindungan pekerja/buruh, Hubungan industial

1. Pendahuluan

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil,makmur yang merata,baik materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Demikian juga dalam dunia

ketenagakerjaan, Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam

rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spirituil.

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum, dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Untuk itu diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif , antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan

industrial. Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan .

2. Hubungan Industrial

(2)

menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah ( Asikin, 1997 ). Sedangkan dalam UU Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja , yang mempunyai unsur pekerjaan , upah dan perintah.

Perjanjian kerja yang akan ditetapkan oleh pekerja / buruh dan pengusaha tidak boleh bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah dibuat oleh pengusaha dengan serikat pekerja / buruh atau peraturan perusahaan yang dibuat oleh pengusaha. Perjanjian kerja adalah perjanjian antar pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Pada pasal 1601a KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian kerja adalah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu yaitu buruh mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan dengan upah selama waktu tertentu.

Hubungan kerja tidaklah terbatas hanya hubungan antara pekerja / buruh dan pengusaha saja, tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah. Pemerintah sebagai regulator atau pembuat kebijakan mempunyai kepentingan untuk menciptakan hubungan industrial dalam rangka mencari keseimbangan antara kepentingan pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. Ketiga komponen tersebut mempunyai kepentingan masing-masing, yaitu bagi pekerja / buruh, perusahaan merupakan tempat mereka bekerja dan sekaligus sebagai sumber penghasilan dan penghidupan diri beserta keluarganya , bagi pengusaha, perusahaan adalah wadah untuk mengeksploitasi modal guna mendapat untung yang sebesar-besarnya, sedangkan bagi pemerintah , perusahaan merupakan bagian dari kekuatan ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, karena itulah pemerintah mempunyai kepentingan

dan bertanggung jawab atas kelangsungan dan keberhasilan setiap perusahaan.

Hubungan antara pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah inilah yang disebut hubungan industrial. Penggunaan istilah hubungan industrial sebenarnya merupakan kelanjutan dari istilah hubungan industrial Pancasila ( Khakim , 2003). Istilah Hubungan Industrial Pancasila (HIP) merupakan terjemahan labour relation atau hubungan perburuhan. Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha. Melihat perkembangan dan kenyataan yang ada bahwa masalah hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha ternyata juga menyangkut aspek-aspek lain yang luas.

(3)

Pada pasal 1 angka 16 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perkembangan dunia usaha sangat bergantung kepada adanya hubungan industrial yang baik, karena semakin baik hubungan industrial maka biasanya juga berdampak dengan semakin baiknya perkembangan dunia usaha. Perkembangan ekonomi global dan teknologi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan secara efek domino juga berdampak terhadap bidang ketenagakerjaan.Melihat perkembangan tersebut maka pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

3. Perlindungan Pekerja/buruh dalam

hubungan Industrial

Dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah. Perselisihan antara pengusaha dengan pekerja/buruh kadangkala harus berakhir dengan pemutusan hubungan kerja. Penyelesaian yang menyangkut masalah pemutusan hubungan kerja harus harus bisa memenuhi rasa keadilan masing-masing pihak, terutama bagi pekerja/buruh. Hal ini

dikarenakan berakhirnya hubungan kerja bagi pekerja/buruh berarti kehilangan mata pencaharian, yang berarti pula permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya.

Sebenarnya untuk menjamin kepastian dan ketentraman hidup pekerja/buruh seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja tetapi dalam kenyataannya membuktikan bahwa pemutusan hubungan kerja tidak dapat dicegah seluruhnya.

Hal utama yang harus dipegang teguh dalam menghadapi masalah pemutusan hubungan kerja ialah sedapat mungkin pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Segala upaya berarti bahwa kegiatan-kegiatan yang positif yang pada akhirnya dapat menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja, antara lain pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan memberikan pembinaan kepada pekerja/buruh ( Rusli, 2003 ). Jadi pemutusan kerja adalah merupakan tindakan terakhir jika segala upaya pencegahan telah gagal. Dalam hal segala upaya telah dilakukan tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari maka pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

(4)

juga merupakan kerugian karena harus melepas pekerja/buruh yang telah dididik dan telah mengetahui cara-cara kerja di perusahaannya.Terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan demikian bukan hanya menimbulkan kesulitan bagi pekerja/buruh tetapi juga akan menimbulkan kesulitan bagi perusahaan. Untuk itu pemerintah perlu ikut campur tangan dalam mengatasi masalah pemutusan hubungan kerja.

Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah membuat suatu kebijakan mengenai pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk lebih menjamin adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemutusan hubungan kerja antara lain menetapkan peraturan perundang-undangan tentang pemutusan hubungan kerja, penyelesaian perselisihan hubungan industrial serta berbagai keputusan menteri. Beberapa ketentuan tentang pemutusan hubungan kerja antara lain :

1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

3. Putusan Mahkamah Konstitusi RI perkara No. 012/PUU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 atas Hak Uji Materiil UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

4. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor. SE. 907/Men.PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal

5. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor. SE.13/Men/SJ-HK/I/2005 tentang PutusanMahkamah Konstitusi RI atas Hak Materiil UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun1945

6. Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor. B.600/Men/Sj-Hk/VIII/2005 perihal Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan.

Tujuan hukum perburuhan adalah melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan yang diselenggarakan dengan jalan melindungi pekerja/buruh terhadap kekuasaan pengusaha .Hal ini juga tertuang dalam Pasal 4 huruf c UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.

4. Kesimpulan

Perlindungan pekerja/buruh dari kekuasaan pengusaha terlaksana apabila peraturan-peraturan dalam bidang ketenagakerjaan yang mengharuskan atau memaksa pengusaha bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja tetapi juga diukur secara sosiologis dan filosofis.

Perbedaan kedudukan secara ekonomi dan sosial antara pekerja/buruh dan pengusaha menimbulkan hubungan subordinatif , sehingga menimbulkan posisi yang tidak seimbang. Dalam konteks inilah hukum dijadikan sarana guna memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh, karena sebagai konsekuensi dari hubungan kerja muncul hak dan kewajiban yang harus dijaga dan dilindungi oleh hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Zainal, dkk, 1997, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Jakarta RajaGrafindo Persada.

(5)

Rusli, Hardijan, 2003, Hukum

Ketenagakerjaan 2003, Jakarta

Ghalia Indonesia.

Soepomo, Iman, 1987, Hukum

Perburuhan, Jakarta, Penerbit

Djambatan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi Data Hasil Tes Kekuatan Otot Tungkai, Pengukuran Tinggi Badan, Panjang Lengan dan Kemampuan Smash Bolavoli pada Unit Kegiatan Mahasiswa Bolavoli Putra

Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara strategi bauran pemasaran (produk, price, place, promotion,

Gambar IV.2 Flow Map Diagram pada Sistem yang sedang berjalan Start Data Properti Kavling, Ruko dan Perumahan Proses Legalitas Properti Proses Teknis Properti Stop

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami implementasi framework CodeIgniter pada proses pembuatan CMS, kemudian mengembangkannya menjadi sebuah aplikasi

Sekarang ini teknologi jaringan dan teknologi internet dalam dunia komputer telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan telah mengubah fungsi dari penggunaan

Pengujian pemberian seduhan kopi pada keliling bone island antar kelompok penelitian pada daerah tekanan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna

- pemupukan PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI Meminimalisasi areal terganggu (ha) Membatasi/mengurangi air limpasan dengan membangun:b. Luas areal yang ditanami

Skripsi ini meneliti tentang praktik jual beli padi dengan sistem tebas dan Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa transaksi jual beli padi