Peranan Pajak terhadap Penerimaan Negara
Oleh: Ifti Khori Royhan
Pajak merupakan salah satu komponen penerimaan pemerintah dalam APBN selain
penerimaan dari pengolahan SDA, laba BUMN, hibah, serta jenis penerimaan negara bukan
pajak lainnya. Soemitro mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.1 Pendefinisian ini dikenal sebagai pengertian pajak dalam paradigma klasik yang seolah menimbulkan kesan superioritas negara. Dalam paradigma kontemporer,
pengertian pajak lebih disempurnakan dengan memperbaiki beberapa aspek, diantaranya
bahwa pajak tidak boleh memaksa, pajak harus dikembalikan ke masyarakat, pembayar pajak
harus mendapat benefit, dan lain sebagainya. Bahkan, secara lebih jauh lagi, Irianto dalam
perspektif politik perpajakannya berpendapat bahwa pajak merupakan saham politik rakyat
atas negara sehingga rakyat (pembayar pajak) memiliki hak-hak istimewa dalam setiap proses
politik untuk menentukan kebijakan negara.2
Sejak awal tahun 1980-an, Pemerintah Indonesia tidak lagi dapat mengandalkan
penerimaan negara dari sektor minyak bumi dan gas karena turunnya harga minyak
internasional. Akibatnya, pemerintah terpaksa mencari sumber-sumber alternatif penerimaan
negara lainnya. Salah satu sumber penerimaan negara yang menjadi andalan utama
pemerintah sejak saat itu adalah pajak.3 Selanjutnya, sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak, dilakukan reformasi perpajakan pertama di tahun 1983 dengan melakukan
perubahan mendasar dalam sistem pemungutan pajak yang sebelumnya bersifat official
assessment menjadi self assessment.
Sebelum menyimpulkan seberapa besar peran pajak terhadap penerimaan negara,
cukup penting bagi kita untuk memahami tujuan dan fungsi negara terlebih dahulu. Tujuan
negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam bagian Pembukaan UUD 1945 adalah untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia. Negara (dalam hal ini pemerintah) memiliki beberapa fungsi yang sering disebut
sebagai Fungsi Fiskal Pemerintah yakni fungsi alokasi, fungsi distribusi, fungsi stabilisasi,
dan fungsi regulasi. Fungsi alokasi erat sekali kaitanya dengan pengadaan barang publik dan
1
Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto, Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 3.
2
Ibid, hlm. 27. 3
merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi kegagalan pasar. Fungsi distribusi terkait
dengan pemerataan pendapatan agar kesejahteraan dapat menyebar ke seluruh lapisan
masyarakat. Fungsi stabilisasi mengharuskan pemerintah untuk menangani
permasalahan-permasalahan ekonomi makro seperti pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan lain
sebagainya. Fungsi regulasi lebih mengarah pada fungsi pemerintah untuk meminimalkan
potensi eksternalitas negatif yang timbul akibat berbagai aktivitas yang dilakukan di wilayah
negaranya.
Untuk mencapai tujuan dan menjalankan fungsi tersebut, negara/pemerintah
membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pajak sebagai salah satu alternatif pembiayaan telah
menjadi komponen utama dalam penerimaan negara. Sejak tahun 1984, kenaikan penerimaan
pajak telah mencapai hampir sembilan kali lipat dalam kurun waktu 23 tahun. Prosentase
penerimaan pajak terhadap APBN juga terus berkembang dari tahun ke tahun dan mulai
mendominasi pada tahun 1998 yakni sebesar 55,85%.4 Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, sisi penerimaan dalam APBN tahun 2015 ini juga didominasi oleh penerimaan
perpajakan. Dengan proporsi yang cukup besar yakni 67%, pajak berkontribusi besar dalam
menopang dan membiayai pos-pos pengeluaran pemerintah.
Jika dibandingkan dengan alternatif penerimaan yang lain, pajak merupakan alternatif
yang paling mendukung fungsi distribusi pemerintah. Pemungutan pajak didasarkan pada tiga
asas utama yang salah satunya adalah asas equity atau keadilan yang mengandung makna
bahwa pajak dikenakan pada orang yang tepat berdasarkan prinsip ability to pay. Pajak dapat
dijadikan sebagai justifikasi yang digunakan oleh negara untuk “memaksa” golongan
masyarakat kaya untuk menyisihkan penghasilannya. Sehingga melaluinya, negara bisa
menyediakan pelayanan kesehatan yang murah, pendidikan yang terjangkau, serta member i
subsidi atas rumah murah dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.5 Begitupun bagi fungsi stabilisasi dan regulasi, dalam pengendalian inflasi misalnya, pajak dapat dijadikan
sebagai alat pengendali yakni dengan cara menaikkan tarif pajak untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar. Pemerintah juga dapat menggunakan pajak sebagai alat kebijakan,
misalnya penerapan tariff (bea masuk) ketika pemerintah ingin mengadakan kebijakan infant
industry agreement untuk melindungi industri-industri kecil dalam negeri.
Membicarakan penerimaan perpajakan memang tidak dapat dipisahkan dengan isu
efektivitas pemungutan pajak. Penerimaan pajak yang setiap tahunnya selalu meningkat
seiring dengan peningkatan target penerimaanya belum bisa dikatakan efektif dan memenuhi
asas revenue productivity apabila biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pemungutan
pajak tersebut sama dengan atau lebih besar dari tax revenue-nya. Beberapa indikator yang
4
Loc.Cit.
5
dapat digunakan untuk mengukur efektivitas penerimaan pajak adalah tax ratio, tax
buoyancy, tax ela sticity, dan tax coverage ratio. Diantara yang lainnya, tax ratio-lah yang
paling sering digunakan. Pada dasarnya, tax ratio mengukur perbandingan antara penerimaan
pajak dengan gross domestic product (GDP) suatu negara.6
Yang menjadi permasalahan adalah bahwa dengan penerimaan yang sedemikian
besar, tax ratio Indonesia masih cukup rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
yang lain. Tax ratio Indonesia pada kurun 2009-2012 berkisar antara 11,0%-11,9% dan
rata-rata di Asia Tenggara adalah 12,24%. Salah satu penyebab rendahnya tax ratio adalah
kebocoran penerimaan negara yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti tidak semua
penghasilan dilaporkan, Ada penghasilan yang disimpan di negara dengan pajak yang sangat
rendah atau bahkan tidak mengenakan pajak, dan pengalihan penghasilan yang seharusnya
kena pajak ke negara lain (tax haven). 7
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak
sekaligus meningkatkan tax ratio adalah dengan melakukan intensifikasi melalui penguatan,
pembenahan, dan penambahan sumber daya manusia di otoritas perpajakan, penguatan
kelembagaan dan sumber daya pemerintah, sinkronisasi kekbijakan fiskal dan moneter,
pengawasan dan penindakan praktik korupsi perpajakan, tax avoidance dan tax evasion, serta
penguatan kerjasama bilateral dan multilateral mengenai sistem perpajakan.8 Selain itu juga dapat dilakukan ekstensifikasi melalui perluasan populasi wajib pajak orang pribadi,
perluasan basis pengenaan pajak dan pengurangan kelompok barang atau jasa yang bebas
PPN yang tidak memberi manfaat besar bagi perekonomian namun mengorbankan potensi
penerimaan.9 Selain itu juga bisa dengan mengaktifkan kembali peran duta perpajakan untuk melakukan sosialisasi mengenai hak dan kewajiban perpajakan kepada masyarakat.
Sebagai sumber penerimaan negara yang utama, pajak memiliki peran yang sangat
strategis bagi kelangsungan pembangunan nasional dan pelaksanaan fungsi
negara/pemerintah. Pajak merupakan alternatif pembiayaan yang dapat diandalkan karena
potensi penerimaan pajak ada di setiap aktivitas masyarakat. Bahkan, Prof. Dr. Haula
Rosdiana menyebutkan bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara yang aman,
murah dan berkelanjutan jika dibandingkan dengan alternatif pembiayaan yang lainnya. Pajak
mempunyai fungsi untuk mendukung fungsi pemerintah dan oleh karenanya pajak akan tetap
ada selama negara itu ada.
6
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR-RI, Meningkatkan Tax Ratio, 2014, hlm. 1. 7
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12643-quo-vadis-tax-ratio-indonesia, diakses pada 24 April 2015.
8
Wiko Saputra, Evaluasi Penerimaan Pajak Tahun 2013, disampaikan dalam Diskusi Publik PRAKARSA, 2013.
9