• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK

UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI

TINGKAT RUMAH TANGGA

1

Oleh :

Albertus Hendri Setyawan

Pendahuluan

Perkembangan sistem keenergian di Indonesia selama ini menunjukkan bahwa sumber

daya energi fosil masih menjadi penopang utama sumber energi dalam memenuhi kebutuhan

energi di dalam negeri. Energi fosil yang menjadi andalan adalah minyak bumi, gas bumi, dan

batubara. Selama puluhan tahun, minyak bumi mendominasi penyediaan dan pemanfaatan

energi final di dalam negeri berupa bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. BBM dan listrik

merupakan bentuk energi final yang sangat penting peranannya dalam aktivitas di sektor

industri, sektor transportasi, maupun sektor rumah tangga.

Menipisnya cadangan minyak bumi di dalam negeri dan meningkatnya konsumsi

BBM di dalam negeri telah mengantarkan Indonesia menjadi negara net oil importir sejak

tahun 2004. Kondisi demikian menyebabkan Indonesia tidak dapat lagi menggantungkan

penyediaan energi bersumber dari minyak bumi karena harga minyak mentah dunia sangat

fluktuatif sehingga dapat menguras devisa negara dan mengancam ketahanan energi nasional.

Menipisnya cadangan minyak bumi di dalam negeri, berfluktuasinya harga minyak mentah

dunia, dan tersedianya potensi energi alternatif yang beragam di dalam negeri menjadi

beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi perlunya pengembangan energi alternatif di

dalam negeri. Namun saat ini, porsi energi alternatif yang dikembangkan masih bertumpu

pada energi fosil, yaitu meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan gas bumi dan batubara

sebagaimana yang diisyaratkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang

Kebijakan Energi Nasional. Sementara itu, pengembangan energi alternatif terbarukan dan

bersifat ramah lingkungan masih mendapatkan porsi yang relatif kecil meskipun porsinya

telah mengalami peningkatan.

1

(2)

2

Gambar 1. Blue Print Kebijakan Energi Nasional Berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional

Energi tidak dapat dilepaskan dari isu lingkungan. Isu lingkungan yang sedang

mengemuka di tataran global saat ini adalah pemanasan global dan perubahan iklim.

Pengembangan energi alternatif terbarukan dan ramah lingkungan merupakan hal yang sangat

relevan dengan isu energi dan isu lingkungan dewasa ini. Hal ini dikarenakan sektor energi

sangat terkait dengan lingkungan dimana sektor energi dapat memberikan dampak terhadap

lingkungan, mulai dari produksi energi sampai dengan pemanfaatan energi semuanya

memberikan kontribusi terhadap perubahan lingkungan. Pengembangan energi alternatif

terbarukan yang bersifat ramah lingkungan dan tersedia di tingkat lokal dapat menjadi

instrumen yang bermanfaat ganda, yaitu mampu mengurangi kebergantungan kepada energi

fosil, mewujudkan keberlanjutan lingkungan, dan menyediakan energi yang mudah diakses

oleh masyarakat lokal baik secara kuantitas, kualitas, maupun daya beli. Terdapat banyak

energi alternatif terbarukan yang bersifat ramah lingkungan dan tersedia di tingkat lokal yang

dapat dikembangkan, salah satu di antaranya adalah biogas yang bersumber dari kotoran

ternak yang dapat dikembangkan di rumah tangga peternak. Nantinya pengembangan biogas

dapat diintegrasikan dengan kegiatan peternakan dan pertanian setempat sehingga

(3)

3 Potensi Pengembangan Biogas di Indonesia

Indonesia memiliki potensi peternakan yang sangat besar yang tersebar di beberapa

daerah di Indonesia. Ternak yang diusahakan beraneka ragam, antara lain sapi perah, sapi

potong, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras

petelur, itik, dan sebagainya. Data statistik menunjukkan bahwa perkembangan populasi

berbagai jenis ternak di Indonesia memiliki trend yang meningkat.

Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia Tahun 2000 – 2008 (dalam Ribu Ekor)

Jenis Ternak 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Ayam buras 259.257 268.039 275.292 277.357 276.989 278.954 291.085 272.251 290.803

Ayam ras petelur 69.366 70.254 78.039 79.206 93.416 84.790 100.202 111.489 116.474

Ayam ras pedaging 530.874 621.870 865.075 847.744 778.970 811.189 797.527 891.659 1.075.885

Itik 29.035 32.068 46.001 33.863 32.573 32.405 32.481 35.867 36.931

Sumber : http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=24&notab=12

Dengan adanya program mewujudkan swasembada daging pada tahun 2014 di

Indonesia oleh Kementerian Pertanian, maka populasi ternak penghasil daging diproyeksikan

akan terus meningkat di masa-masa mendatang guna mencapai swasembada daging yang

ditargetkan oleh pemerintah. Peningkatan populasi ternak tentunya tidak hanya berimplikasi

pada peningkatan produksi daging, tetapi juga peningkatan produk samping yaitu kotoran

ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pengembangan biogas. Kondisi ini

sangat mendukung ketersediaan bahan baku biogas secara kontinu dalam jumlah yang cukup

untuk memproduksi biogas.

Biogas dapat dipertimbangkan sebagai energi alternatif terbarukan yang dapat

dikembangkan di Indonesia karena di samping potensi sumber daya ternak yang besar,

sebagian besar masyarakat Indonesia masih mengandalkan sektor pertanian dan peternakan

sebagai penggerak perekonomian. Rumah tangga peternak di Indonesia terbilang cukup besar.

Dengan demikian, apabila biogas dapat dikembangkan dengan sukses, maka akan banyak

masyarakat peternak yang mendapatkan manfaat dari biogas ini. Di samping itu, pemanfaatan

biogas akan mengurangi dan menghemat pemanfaatan energi fosil yang ketersediaannya di

(4)

4

besar telah mengalihkan sebagian pemenuhan kebutuhan energinya dari energi fosil ke

biogas. Jika diversifikasi energi tersebut terjadi, maka akan memberikan keuntungan bagi

pemerintah berupa penurunan subsidi BBM sehingga anggaran pemerintah dapat dialokasikan

untuk mengembangkan energi terbarukan lainnya.

Tabel 2 berikut menyajikan data mengenai jumlah rumah tangga peternak beberapa

jenis ternak di Indonesia berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, tetapi belum memasukkan

seluruh rumah tangga peternak. Namun data tersebut telah menunjukkan bahwa jumlah rumah

tangga peternak di Indonesia pada tahun 2003 cukup besar dan diperkirakan jumlahnya sudah

meningkat pada tahun 2010 ini.

Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga Peternak Beberapa Jenis Ternak di Indonesia Berdasarkan Sensus Pertanian Tahun 2003

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh

mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Pada umumnya hampir semua jenis

bahan organik dapat diolah menjadi biogas, antara lain kotoran dan urin hewan, kotoran

manusia, sampah organik, sisa proses pembuatan tahu, dan sebagainya. Terkait dengan

pengembangan biogas di rumah tangga peternak, maka bahan organik yang dapat

dipergunakan adalah kotoran ternak, baik sapi, kambing, ayam, babi, dan lainnya.

Biogas mengandung beberapa gas dengan komposisi sebagaimana ditunjukkan pada

(5)

5

Berdasarkan komposisi gas dalam biogas, terlihat bahwa metana (CH4) adalah gas yang

memiliki kandungan paling tinggi dalam biogas. Metana inilah yang dimanfaatkan sebagai

sumber energi. Metana termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan

terjadinya fenomena pemanasan global. Demikian pula dengan karbondioksida yang juga

termasuk ke dalam gas rumah kaca. Metana memiliki dampak terhadap terjadinya efek rumah

kaca 20 kali lebih tinggi dibandingkan karbondioksida. Pengurangan metana secara lokal

dengan memanfaatkannya sebagai biogas dapat berperan positif dalam upaya mengatasi

persoalan lingkungan global, yaitu efek rumah kaca yang berakibat pada pemanasan global

dan perubahan iklim global.

Pada umumnya peternak menangani limbah secara sederhana, yaitu membuat kotoran

ternak menjadi kompos maupun menyebarkan secara langsung di lahan pertanian.

Pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada

usaha peternakan. Penggunaan biogas memiliki keuntungan ganda, yaitu gas metana yang

dihasilkan dapat berfungsi sebagai sumber energi, sedangkan limbah cair dan limbah padat

yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk organik. Potensi produksi biogas dari

beberapa kotoran ternak ditunjukkan pada tabel 4. Sementara itu, produksi kotoran dari

beberapa jenis ternak ditunjukkan pada tabel 5.

Tabel 4. Potensi Produksi Biogas dari Berbagai Kotoran Ternak

Kotoran Ternak Produksi Biogas per Kg Kotoran (m3)

Domba/kambing 0,010 – 0,031

Kuda 0,020 – 0,035

Sapi/kerbau 0,023 – 0,040

Babi 0,040 – 0,059

Ayam 0,065 – 0,116

Sumber : Wahyuni (2008) dan Suyitno dkk. (2010)

Tabel 5. Bobot Ternak dan Produksi Kotoran Beberapa Jenis Ternak

Jenis Ternak Bobot Ternak (Kg/Ekor) Produksi Kotoran (Kg/Hari)

Sapi potong 520 29

(6)

6

Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi, tidak mengurangi jumlah pupuk

organik yang bersumber dari kotoran ternak. Hal ini karena pada pembuatan biogas, kotoran

ternak yang sudah diproses dikembalikan ke kondisi semula karena yang diambil hanya gas

metana yang digunakan sebagai bahan bakar.

Teknologi Pembuatan Biogas

Secara teknologis, prinsip pembuatan biogas adalah memanfaatkan gas metana –gas

yang mudah terbakar – yang terdapat di dalam kotoran sapi sebagai bahan bakar, terutama

untuk konsumsi rumah tangga. Untuk itu, selain diperlukan adanya ternak sebagai pemasok

kotoran, juga diperlukan sarana penampungan kotoran itu agar dapat berproses menghasilkan

gas metana.

Tangki penampung kotoran hewan yang digunakan sebagai tempat pembentukan

biogas disebut digester. Di dalam digester yang tertutup rapat, kotoran ternak diencerkan

dengan air. Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses keluarnya gas dari kotoran ternak.

Dengan memanfaatkan tekanan gas di dalam digester, gas metana yang terbentuk dialirkan ke

penampungan gas. Tempat penampungan gas dapat berupa kantong plastik berukuran besar,

tetapi ada pula berbentuk tabung dari fiberglass. Dari tempat penampungan ini, gas metana

dapat dialirkan langsung melalui pipa menuju kompor yang ada di dapur.

Instalasi biogas dapat dibuat dengan teknologi sederhana yang akan mampu dikuasai

oleh rumah tangga peternak atau masyarakat setempat setelah sebelumnya diberikan

sosialisasi dan pelatihan dalam membuat instalasi biogas. Instalasi inti biogas meliputi :

a. digester (reaktor biogas), berfungsi untuk menampung material organik (dalam hal ini

kotoran ternak) dan sebagai tempat terjadinya proses penguraian material organik menjadi

biogas;

b. penampung biogas, berfungsi untuk menampung biogas yang dihasilkan dari digester;

c. pipa saluran gas, berfungsi untuk mengalirkan biogas yang dihasilkan dari digester;

d. katup pengaman tekanan, berfungsi untuk mengamankan digester dari lonjakan tekanan

biogas yang berlebihan dimana bila tekanan biogas dalam tempat penampung gas melebihi

tekanan yang diijinkan maka biogas akan dibuang ke luar.

Digester terdiri dari tiga komponen utama sebagai berikut.

a. Saluran pemasukan (inlet)

Saluran ini digunakan untuk memasukkan campuran kotoran ternak dan air ke dalam ruang

(7)

7 b. Ruang digestion (ruang fermentasi)

Ruang fermentasi berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fermentasi yang

menghasilkan biogas. Ruang ini dibuat kedap terhadap udara.

c. Saluran pembuangan (outlet)

Saluan ini digunakan untuk mengeluarkan kotoran/residu dari digester yang telah

mengalami proses fermentasi oleh bakteri. Residu sudah tidak mengandung biogas. Residu

yang keluar pertama kali adalah kotoran yang pertama kali dimasukkan melalui saluran

pemasukan.

Gambar 2. Instalasi Biogas

Dari segi kontruksi, digester dibedakan menjadi dua sebagai berikut.

a. Fixed dome (kubah tetap)

Digester jenis ini dinamakan kubah tetap karena bentuknya menyerupai kubah dan

mempunyai volume yang tetap. Seiring dengan dihasilkannya biogas, terjadi peningkatan

tekanan gas dalam digester. Oleh karena itu, dalam konstruksi digester jenis kubah tetap,

gas yang terbentuk akan segera dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor. Indikator

produksi gas dapat dilakukan dengan memasang indikator tekanan.

b. Floating dome (kubah terapung)

Pada digester jenis ini terdapat bagian yang dapat bergerak seiring dengan kenaikan

tekanan gas dalam digester. Pergerakan bagian kubah dapat dijadikan indikasi bahwa

produksi biogas sudah dimulai atau sudah terjadi. Bagian yang bergerak tadi berfungsi

(8)

8

Gambar 3. Digester Kubah Tetap Gambar 4. Digester Kubah Terapung

Gambar 5. Penampung Biogas yang Terbuat dari Plastik

Digester dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan-bahan yang umum

digunakan, antara lain batu bata/semen/beton, fiber, plastik, dan drum. Digester yang terbuat

dari fiber dan plastik saat ini telah banyak disediakan oleh produsen sehingga pemasangan

instalasi biogas menjadi lebih praktis tanpa harus dilakukan pembuatan digester lagi.

Gambar 6. Digester Biogas yang Dibuat dari Fiber, Plastik, dan Semen

Proses pengolahan kotoran ternak dalam digester akan menghasilkan biogas, residu

padat, dan residu cair. Biogas ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bahar memasak di rumah

tangga. Sementara itu, residu padat dapat diolah menjadi pupuk organik padat dan residu cair

(9)

9

ternak menjadi biogas ini kaya akan unsur hara sehingga sangat baik diaplikasikan untuk

pemupukan pada lahan-lahan pertanian.

Gambar 7. Residu Pengolahan Biogas Gambar 8. Pupuk Organik Hasil Pengolahan Residu

Diagram proses produksi biogas dan pemanfaatannya ditunjukkan pada gambar 9

berikut.

Gambar 9. Proses Produksi Biogas dan Pemanfaatannya Keterangan :

: Input : Proses : Output : Pemanfaatan

Kotoran ternak + air

Bak penampungan sementara

Digester

Biogas Residu/ampas

Rumah tangga untuk memasak

Pengolahan residu

Pupuk organik padat

Pupuk organik cair

(10)

10 Biogas dan Ketahanan Energi

Memasak merupakan aktivitas rutin yang dilaksanakan oleh sebagian besar rumah

tangga. Energi final yang dahulu lazim dimanfaatkan oleh sebagian besar rumah tangga untuk

menjalankan aktivitas memasak adalah minyak tanah. Dengan dicabutnya subsidi terhadap

minyak tanah oleh pemerintah, maka minyak tanah tidak lagi menjadi energi yang harganya

terjangkau bagi masyarakat kecil. Sebagai substitusi terhadap minyak tanah, pemerintah telah

melaksanakan program berupa konversi minyak tanah ke LPG. Bagi masyarakat yang kurang

mampu, pemerintah memberikan subsidi terhadap LPG dengan ukuran tabung 3 kg. LPG 3 kg

ini terbilang murah dibandingkan minyak tanah yang saat ini harganya telah melambung

menjadi Rp 8.000 per liter. Sementara itu, LPG ukuran 3 kg yang harganya sekitar

Rp 14.000/tabung kurang lebih dapat dimanfaatkan untuk memasak selama satu minggu.

Bagi rumah tangga peternak, biogas dapat menjadi energi alternatif yang dapat

dimanfaatkan dalam aktivitas rumah tangga, terutama memasak. Meskipun tersedia LPG

subsidi yang cukup terjangkau, pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas dapat menjadi

pilihan energi yang lebih ekonomis bagi rumah tangga peternak. Investasi pembuatan instalasi

biogas relatif mahal, namun hal tersebut masih lebih ekonomis dibandingkan pemanfaatan

minyak tanah atau LPG sebagai sumber energi di rumah tangga. Pada tabel 6 berikut ini

ditunjukkan komparasi biaya penggunaan bahan bakar minyak tanah, LPG subsidi, dan biogas

di tingkat rumah tangga.

(11)

11

Tabel 6. Komparasi Biaya Penggunaan Bahan Bakar Minyak Tanah, LPG Subsidi, dan Biogas di Tingkat Rumah Tangga

Jenis

Minyak Tanah Rp 8.000/liter 2 liter/hari Rp 16.000 Rp 5.840.000 Rp 50.000 Kompor LPG subsidi

* : hasil pengamatan penulis ke produsen instalasi biogas Cipta Tani Lestari di Kampung Lapan, Desa Cikole, Kecamatan Lembang;

** : digester biogas untuk jumlah pengguna 1 rumah tangga ukuran 2,5 m3; *** : digester biogas untuk jumlah pengguna 1 rumah tangga ukuran 3 m3.

Melihat tabel 6 di atas, pemanfaatan biogas sebagai sumber energi di tingkat rumah

tangga lebih ekonomis dibandingkan pemanfaatan minyak tanah maupun LPG subsidi.

Pengembangan biogas hanya membutuhkan biaya investasi berupa pemasangan digester

biogas yang terbuat dari fiberglass lengkap dengan segala perlengkapannya dengan biaya

sebesar Rp 3.000.000 untuk masa pemakaian sepuluh tahun atau sebesar Rp 300.000 untuk

per tahunnya. Dapat pula dengan melakukan pemasangan digester biogas yang terbuat dari

plastik lengkap dengan segala perlengkapannya dengan biaya sebesar Rp 1.500.000 untuk

masa pemakaian empat tahun atau sebesar Rp 375.000 untuk per tahunnya. Biaya investasi

untuk pemasangan instalasi biogas dapat bervariasi tergantung bahan yang dipilih dan volume

digester. Untuk itu dapat dipilih bahan-bahan yang terjangkau untuk pembuatan digester

maupun perlengkapan lainnya, misalnya plastik atau fiberglass yang harganya relatif

terjangkau. Salah satu komponen dari ketahanan energi adalah affordability, yaitu harga

energi dapat terjangkau oleh masyarakat. Dengan demikian, berdasarkan aspek affordability

ini biogas telah memenuhinya.

Ditinjau dari aspek availability, kotoran ternak sebagai komponen utama penghasil

biogas tersedia di rumah tangga peternak dimana kotoran ternak dihasilkan ternak setiap

harinya. Di samping itu, kotoran ternak mudah diakses oleh rumah tangga peternak sehingga

(12)

12

terhadap biogas masih perlu dibangun. Aspek acceptability ini sangat penting karena

pengembangan biogas harus diawali dengan penerimaan masyarakat dalam hal ini rumah

tangga peternak terhadap biogas. Ada sebagian masyarakat yang merasa jijik terhadap kotoran

ternak sebagai bahan baku pembuatan biogas maupun risih terhadap masakan yang dimasak

dengan menggunakan biogas. Ada pula sebagian masyarakat yang hanya ingin memanfaatkan

energi secara instan yang langsung tersedia sehingga kurang tertarik terhadap pengembangan

biogas yang memang membutuhkan ketelatenan dalam proses pembentukan biogas, dari

pemasukan kotoran ternak ke dalam digester, pengontrolan tekanan gas, hingga pengolahan

residu yang keluar dari digester. Apabila sikap masyarakat telah dibangun untuk bersedia

memanfaatkan potensi-potensi lokal yang ada di sekitar mereka, maka biogas dapat

dikembangkan sebagai energi alternatif yang dapat dibuat secara mandiri dan dimanfaatkan

secara berkelanjutan.

Pengembangan biogas yang berbasis pada peternakan dapat memberikan nilai tambah

bagi peternak. Selama ini peternak hanya mengandalkan pada daging dan anakan sebagai

sumber pendapatan dari usaha peternakan. Dengan memanfaatkan kotoran ternak untuk

pengembangan biogas, maka hal tersebut dapat mengurangi biaya rumah tangga peternak

yaitu biaya energi. Di samping itu, pengembangan biogas dapat menghasilkan produk lain

yang memiliki nilai ekonomis yaitu pupuk organik yang diolah dari residu biogas. Bagi

peternak yang juga memiliki usaha pertanian, maka pupuk organik yang dihasilkan dapat

mengurangi sebagian atau seluruh penggunaan pupuk kimia pada lahan pertanian. Namun

bagi peternak yang tidak memiliki usaha pertanian, maka pupuk organik dapat

diperdagangkan yang saat ini memiliki kisaran harga sebesar Rp 500/kg. Seiring dengan

meningkatnya tren pertanian organik, maka permintaan pupuk organik ada kecenderungan

mengalami peningkatan.

Untuk menjalankan biogas skala rumah tangga, diperlukan kotoran ternak dari 2 – 3

ekor sapi, atau 6 ekor babi, atau 400 ekor ayam yang akan menghasilkan biogas sekitar

4 m3/hari. Biogas sebesar 4 m3/hari ini setara dengan 2,5 liter minyak tanah/hari sehingga

telah mencukupi untuk aktivitas memasak sehari-hari. Kesetaraan nilai kalori biogas

(13)

13

Tabel 7. Kesetaraan Nilai Kalori Biogas dengan Bahan Bakar Lain Biogas Bahan Bakar Lain

Berdasarkan laporan Food and Agriculture Organization yang berjudul “Livestock’s

Long Shadow : Environmental Issues and Options” yang dirilis pada bulan November 2006,

dinyatakan bahwa peternakan melepaskan 9% gas karbondioksida dan 37% gas metana.

Karbondioksida dan metana merupakan beberapa gas yang menyebabkan terjadinya efek

rumah kaca yang kemudian berdampak pada terhadap pemanasan global. Terkait dengan hal

tersebut, peternakan merupakan penghasil gas metana terbesar dibandingkan sektor-sektor

lain.

Emisi gas metana dihasilkan dari hewan ternak jenis ruminansia (memamah biak)

melalui proses metanogenesis di dalam sistem pencernaan. Seekor sapi dewasa diperkirakan

dapat mengemisi 80 hingga 110 kilogram metana per tahunnya. Apabila dihitung secara

global, estimasi emisi gas metana dari hewan ternak ruminansia diperkirakan mencapai 65

juta hingga 85 juta ton per tahun dari emisi total gas metana global, yakni 400 juta sampai 600

juta ton per tahun.

Jumlah gas metana di atmosfer masih relatif kecil yaitu sebesar 0,5% dari jumlah gas

karbondioksida. Meskipun demikian, koefisiensi daya tangkap gas metana terhadap panas

jauh lebih tinggi daripada gas karbondioksida. Berdasarkan IPCC (Intergovernmental Panel

on Climate Change) diketahui secara molekuler efek rumah kaca gas metana 20 kali lebih

kuat daripada gas karbondioksida. Situasinya sekarang, konsentrasi gas metana terus

meningkat dari tahun ke tahun. Sumber gas metana 60% berasal dari aktivitas-aktivitas yang

dilakukan oleh manusia seperti eksploitasi bahan bakar fosil, aktivitas peternakan, pertanian,

pembakaran biomassa dan sampah organik rumah tangga. Sisanya berasal dari

sumber-sumber alamiah, contohnya pembusukan bahan-bahan organik di rawa-rawa, danau, dan

sungai. Dengan daya tangkap yang besar terhadap panas, maka metana menjadi gas yang

(14)

14

mendorong terjadinya pemanasan global. Pemanasan global diperkirakan sekitar 15 persennya

merupakan hasil kontribusi dari gas metana.

Upaya mewujudkan ketahanan energi tidak dapat dilepaskan dari isu-isu lingkungan

baik lokal maupun global. Persoalan lingkungan pada tingkat lokal dari adanya peternakan

adalah timbulnya pencemaran udara yang muncul dari kotoran ternak. Di beberapa tempat,

ada sebagian masyarakat yang membuang kotoran ternak ke sungai sehingga menimbulkan

pencemaran air. Persoalan lingkungan pada tingkat global yang sedang hangat dibicarakan

dewasa ini adalah pemanasan global dan perubahan iklim sebagai pengaruh dari akumulasi

gas rumah kaca.

Pengembangan biogas yang berbahan baku kotoran ternak merupakan salah satu

alternatif penyediaan energi di tingkat lokal, namun memiliki kontribusi terhadap

pengurangan persoalan lingkungan yang bersifat lokal maupun global. Pada tingkat lokal,

pengembangan biogas dapat mengurangi terjadinya pencemaran udara dan pencemaran air

sungai. Pada tingkat global, pengembangan biogas memberikan kontribusi dalam mengurangi

efek rumah kaca yang dilakukan melalui tiga cara sebagai berikut.

a. Biogas menjadi energi yang mensubstitusi atau menggantikan bahan bakar fosil dimana

penggunaan bahan bakar fosil dapat menyumbang gas-gas rumah kaca dalam jumlah yang

besar.

b. Metana yang dihasilkan secara alami oleh kotoran ternak yang menumpuk merupakan gas

penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan

karbondioksida. Penggunaan biogas dapat mengkonversi metana menjadi karbondioksida

yang lebih rendah efeknya terhadap pemanasan global. Karbondioksida yang dihasilkan

pun tidak sebesar karbondioksida yang dihasilkan dari bahan bakar fosil. Dengan

demikian, penggunaan biogas dapat mengurangi jumlah metana di udara.

c. Dengan lestarinya hutan, maka karbondioksida yang ada di udara akan diserap oleh hutan

menghasilkan oksigen.

Pemanfaatan limbah peternakan, khususnya kotoran ternak menjadi biogas

mendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah

lingkungan dapat dicapai. Konsep zero waste dapat diwujudkan dengan mengintegrasikan

(15)

15

Gambar 11. Konsep Zero Waste dengan Mengintegrasikan Peternakan, Pertanian, dan Energi

Edukasi Masyarakat

Mengenalkan atau mensosialisasikan hal yang baru kepada masyarakat bukanlah suatu

pekerjaan yang mudah. Anggota masyarakat memiliki karakteristik yang beragam sehingga

sikap setiap anggota masyarakat terhadap hal-hal yang baru akan beragam pula. Begitu pula

untuk memasyarakatkan pengembangan biogas akan membutuhkan proses karena dibutuhkan

pendekatan kepada masyarakat dalam bentuk edukasi mengenai manfaat energi alternatif

terbarukan yang ramah lingkungan.

Selama ini masyarakat telah dimanjakan dengan penyediaan energi yang murah,

meskipun di balik itu pemerintah mengalami krisis keuangan untuk dapat mengalokasikan

subsidi yang begitu besar nilainya untuk dapat menyediakan energi dengan harga yang

terjangkau bagi masyarakat. Masyarakat saat ini memang sedang diupayakan untuk

mengkonversi penggunaan minyak tanah ke LPG untuk keperluan memasak. Dengan

pencabutan subsidi terhadap minyak tanah, maka minyak tanah menjadi barang mewah yang

akan sulit dijangkau oleh masyarakat kecil dan mendorong masyarakat untuk menggunakan

LPG yang memiliki harga yang lebih murah. Pemanjaan terhadap masyarakat hendaknya

untuk segera diakhiri dan harus mulai dilakukan upaya penyadaran kepada masyarakat.

Penyadaran bahwa terdapat potensi-potensi lokal yang ada di sekitar masyarakat yang dapat

dikembangkan menjadi sumber energi.

Belum banyak masyarakat yang tahu bahwa dari kotoran ternak dapat dihasilkan

energi yang dapat menggantikan peranan energi konvensional yang selama ini mereka

(16)

16

pergunakan. Untuk mensukseskan pengembangan biogas, memang diperlukan inisiasi dari

pemerintah ataupun lembaga-lembaga non pemerintah yang peduli akan pengembangan

energi alternatif terbarukan yang ramah lingkungan. Upaya pengembangan biogas yang telah

dilakukan oleh pemerintah, lembaga-lembaga non pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak

lainnya selama ini perlu untuk dilanjutkan dan ditingkatkan. Kebijakan-kebijakan energi yang

dikeluarkan pemerintah sedapat mungkin juga mendukung pengembangan energi terbarukan

dan perlu dihindari kebijakan-kebijakan yang kontraproduktif, misalnya meningkatkan

subsidi terhadap harga bahan bakar fosil. Jika kebijakan subsidi tersebut ditingkatkan dan

membuat harga bahan bakar fosil lebih rendah dibandingkan harga energi terbarukan, maka

dapat dipastikan pengembangan energi terbarukan akan terhenti karena tidak ada insentif bagi

masyarakat untuk mengembangkannya.

Penyediaan energi bagi masyarakat tidak semata-mata menjadi tanggung jawab

pemerintah. Terdapat energi-energi yang pengembangannya memang harus dilakukan oleh

pemerintah, namun terdapat pula energi-energi yang pengembangannya dapat dilakukan oleh

masyarakat. Untuk itu, masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam mengemban tugas ini

meskipun harus melalui serangkaian proses yang panjang untuk membangun kesadaran dan

kemauan untuk terlibat di dalamnya.

Penutup

Pengembangan biogas merupakan salah satu bentuk solusi alternatif terhadap

terjadinya krisis energi fosil di tingkat daerah maupun nasional. Apabila pengembangan

biogas di berbagai daerah di Indonesia digalakkan, khususnya daerah-daerah yang kaya akan

sumber daya peternakan, maka biogas ini akan menjadi energi alternatif yang terjangkau bagi

masyarakat di tengah melambungnya harga minyak tanah dan LPG yang semakin tinggi.

Pengembangan biogas juga dapat menjadi solusi pengelolaan kotoran peternakan yang dapat

dimanfaatkan secara produktif dan dapat mengatasi persoalan-persoalan lingkungan.

Biogas memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar fosil sehingga layak

untuk dipertimbangkan sebagai pilihan energi terbarukan bagi masyarakat. Sifatnya yang

dapat diperbaharui dan ramah lingkungan merupakan keunggulan yang dimiliki biogas

dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Pengembangan biogas dapat memberikan sejumlah

manfaat ganda, tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi pemerintah dan lingkungan.

Adapun manfaat pengembangan biogas sebagai berikut.

a. Menyediakan energi alternatif bagi masyarakat yang dapat dibuat secara mandiri oleh

(17)

17

b. Menghemat pengeluaran masyarakat karena biogas dapat menggantikan peranan minyak

tanah, LPG, dan kayu bakar untuk memasak.

c. Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan dihasilkannya pupuk organik yang

berkualitas atau dapat menghemat biaya pembelian pupuk bagi yang memerlukannya.

d. Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil sehingga membantu menurunkan emisi gas

rumah kaca dan memperlambat laju pemanasan global.

e. Mengurangi penggunaan kayu bakar sehingga kelestarian hutan terjaga.

f. Memperingan beban keuangan negara karena subsidi LPG dan pupuk kimia dapat

berkurang.

g. Menciptakan peluang-peluang usaha lain yang dapat bersinergi dengan pengembangan

biogas sehingga dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat, seperti usaha

pembuatan peralatan biogas, usaha pembuatan pupuk organik, peternakan cacing untuk

(18)

18

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Aneka Manfaat Biogas dari Kotoran Hewan. http://www.menlh.go.id/home/ index. php?option=com_content&view=article&id=4579%3Aaneka-manfaat-biogas-dari-kotoran-hewan&catid=43%3Aberita&Itemid=73&lang=en.

Anonim. 2010. Peternakan merupakan Penghasil Metana Terbesar. http://bataviase.co.id/ node/271382.

Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian. 2006. Program Bio Energi Pedesaan : Biogas Skala Rumah Tangga. Jakarta.

Kurniawan, T. Konsep Ideal Pengembangan Biogas di Kawasan Argo Banten.

http://riekonaicha.co.cc/2010/03/konsep-ideal-pengembangan-biogas-di-kawasan-agro-banten/.

Rahayu, S., Dyah Purwaningsih, dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosio Kulturalnya. Inotek Volume 13 Nomor 2. FISE Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. http://journal.uny.ac.id/index.php/inotek/article/viewFile/38/13.

Susilaningsih, I., Pristiawan Erik, dan Viddy Oktaviyanto. 2007. Pemanfaatan Limbah Kotoran Sapi sebagai Pengganti Bahan Bakar Rumah Tangga yang Lebih Memberikan Keuntungan Ekonomis. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. http://student-research.umm.ac.id/index.php/pkmi/article/viewFile/8/9_umm_student_ research.pdf.

Suyitno, M. Nizam, dan Dharmanto. 2010. Teknologi Biogas : Pembuatan, Operasional, dan Pemanfaatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Tan, C. Gas Metana, Penyebab Terbesar Pemanasan Global. http://www.alpensteel.com/ article/108-230-pemanasan-global/1591--gas-metana-penyebab-terbesar-pemanasan-global.html.

Wahyuni, Sri. 2008. Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta.

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=24&notab=12.

Gambar

Gambar 1. Blue Print Kebijakan Energi Nasional Berdasarkan Peraturan Presiden No. 5    Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia Tahun 2000 – 2008 (dalam Ribu Ekor)
tabel 3. Tabel 3. Komposisi Gas dalam Biogas
Tabel 4. Potensi Produksi Biogas dari Berbagai Kotoran Ternak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan tanpa rokok merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah, untuk melindungi

Varibel utama yang dikaji se- bagai data penelitian adalah variabel endogen kapasitas pembudidaya ikan dalam pengelolaan usaha (Y1), meliputi kapasitas dalam mengelola

Namun, terlepas dari kondisi ketersediaan bahan baku yang menurun pada saat ini, fluktuasi dan diskontinu kegiatan usaha merupakan karak- teristik yang spesifik dari jenis usaha

Sedangkan dari hasil uji F ternyata Faktor pelayanan merupakan faktor yang lebih berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Bank Muamalat Tulungagung dibandingkan keunggulan produk..

Tahap ini dilakukan desain instrumen penelitian yang akan digunakan oleh peneliti, terdiri atas; 1) instrumen validasi bahan ajar majalah elektronik, 2) instrumen

melaksanakan perkuliahan dengan menggunakan model metaphorming secara keseluruhan ada peningkatan dimana skor nilai akhir 30 dengan prosentase keberhasilan

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan desain Kemmis dan McTaggart yang meliputi 4 tahap tindakan: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan,

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “Analisis Dan Perancangan Sistem Informasi Dalam Siklus Pembeliaan Dan Siklus Penjualan