• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah. Oleh: Fransina Fiawe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah. Oleh: Fransina Fiawe"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMBELAJARAN SEJARAH INDONESIA PADA

MATERI POKOK KERAJAAN-KERAJAAN HINDU DAN BUDDHA YANG MEMANFAATKAN MEDIA AUDIO VISUAL

BERMUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA (KAJIAN LITERATUR)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh: Fransina Fiawe NIM : 161314050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PEMBELAJARAN SEJARAH INDONESIA PADA

MATERI POKOK KERAJAAN-KERAJAAN HINDU DAN BUDDHA YANG MEMANFAATKAN MEDIA AUDIO VISUAL

BERMUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA (KAJIAN LITERATUR)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh: Fransina Fiawe NIM : 161314050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya pesembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria dan Santo Antonius yang selalu memberikan rahmat dan selalu memberkati saya.

2. Kedua orang tua saya yang sangat saya hormati dan cintai: Bapak Markus Fiawe, dan Ibu saya Karolina Mandesi, keluarga saya Bapak Yohanes Rumbewas, Mama Huberta Fiawe, Nenek Kartini Mandesi, Kakak Leanarda Mandesi, Kakak Marentus F.M Jensei, adik-adik saya Florentina Rumbewas, Helena Rumbewas, Karolina Rumbewas, Sampari Didimus Rumbewas, Etvina Jesika Rumbewas, dan Merlin G. Galgani Rumbewas.

(4)

v MOTTO

Percayalah Kepada Tuhan Dengan Segenap Hatimu, Dan Janganlah Bersandar Kepada Pengertianmu Sendiri. Akuilah Dia Dalam Segala Lakumu, Maka Ia Akan

Meluruskan Jalanmu. (Amsal 3 : 5-6)

“Mengenal Diri Sendiri Membuat Kita Berlutut Dengan Rendah Hati” (Ibu Teresa)

(5)

viii ABSTRAK

PEMBELAJARAN SEJARAH INDONESIA PADA

MATERI POKOK KERAJAAN-KERAJAAN HINDU DAN BUDDHA YANG MEMANFAATKAN MEDIA AUDIO VISUAL

BERMUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA (KAJIAN LITERATUR)

Fransina Fiawe Universitas Sanata Dharma

2020

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) pentingnya pemanfaatan media audio visual bermuatan pendidikan karakter dalam pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di SMA, 2) contoh rancangan pembelajarannya dalam Sejarah Indonesia.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi literatur. Sumber data primer adalah dokumen kurikulum 2013 dan silabus mata pelajaran Sejarah Indonesia, sumber sekunder adalah buku-buku yang berkaitan dengan media audio visual dan pendidikan karakter. Instrumen pengumpulan data berupa kartu data. Analisis data menggunakan teknik model Miles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pentingnya pemanfaatan media audio visual bermuatan pendidikan karakter dalam pembelajaran Sejarah Indonesia karena diyakini dapat menumbuhkan nilai karakter nasionalisme, toleransi, dan multikultural, 2) contoh rancangan pembelajarannya dimulai dari tahap perencanaan, gambaran pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Kata Kunci: Pembelajaran Sejarah, Media Audio Visual, Pendidikan Karakter, Nasionalisme, Toleransi, Multikultural

(6)

ix ABSTRACT

THE USE OF AUDIO VISUAL MEDIA IN INDONESIAN HISTORY IN LEARNING WITH CHARACTER EDUCATION FOR SENIOR HIGH SCHOOLS WITH THE TOPIC OF HINDU AND BUDDHIST KINGDOMS

(A LIBRARY RESEARCH) Fransina Fiawe Sanata Dharma University

2020

This research aims to describe: 1) the importance of utilizing audio visual media with character education in learning Indonesian History in senior high schools with the topic of Hindu and Buddhist kingdoms, 2) examples of the learning plans for Indonesian History lesson.

This study uses a qualitative approach with literature studies. The primary data source is the 2013 curriculum document and the Indonesian History syllabus, while the secondary sources are books related to audio visual media and character education. Data collection instruments are in the form of data cards. To analyze the data, this research uses Miles and Huberman model.

The results show 1) the importance of utilizing audio visual media with character education in studying Indonesian History because it is believed to foster the value of nationalism, tolerance, and multicultural character, 2) examples of learning design starting from the planning stage, implementation picture, and evaluation of learning contained in the learning implementation plan (RPP).

Keywords: Historical Learning, Audio Visual Media, Character Education, Nationalism, Tolerance, Multicultural

(7)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

(8)

xiv

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Kajian Teori ... 10

1. Media Pembelajaran ... 10

2. Media Audio Visual... 17

3. Pendidikan Karakter ... 21

4. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah ... 35

5. Pembelajaran Sejarah... 38

6. Materi Pokok ... 40

B. Penelitian yang Relevan ... 40

C. Kerangka Berpikir ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

A. Jenis Penelitian ... 46 47

B. Setting Penelitian ... 47

C. Sumber Data... 47

D. Fokus Penelitian ... 51

E. Teknik dan Intstrumen Pengumpulan Data ... 51

F. Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 56

A. Hasil Penelitian ... 56

1. Pentingnya Pemanfaatan Media Audio Visual Bermuatan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah Indonesia pada Materi Pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di SMA... 56

(9)

xv

2. Contoh Rancangan Pembelajaran Sejarah Indonesia pada Materi Pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha dengan Menggunakan Media Audio Visual Bermuatan Pendidikan

Karakter di SMA ... 64 B. Pembahasan ... 79 BAB V PENUTUP ... 85 A. Kesimpulan ... 85 B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN ... 94

(10)

xvi

DAFTAR TABEL

(11)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 12 ... Gambar 1. 2 Kerangka Berpikir ... 45 Gambar 1.3 Model Analisis Interaktif ... 55

(12)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus ... 95 Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 102

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan kita, melalui pendidikan terciptalah manusia yang berkualitas. Pendidikan menjadi tempat yang sangat penting untuk proses belajar siswa dan pengajaran bagi guru. Pendidikan hadir untuk membuka wawasan dan pengetahuan siswa akan pentingnya masa depan dengan cara yang tepat yakni melalui proses belajar mengajar di sekolah. Selain itu pendidikan hadir sebagai wadah untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang dapat menjadi pedoman bagi siswa dalam bertingkah laku di lingkungan sekolah, keluarga maupun teman sebayanya.

Dalam proses pembelajaran siswa merupakan subjek yang belajar dan guru merupakan subjek yang mengajar.1 Dengan demikian proses belajar mengajar akan terjadi jika ada keikutsertaan antara guru dan peserta didik yang secara bersamaan memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran. Menurut Konzulin, aktivitas pembelajaran merujuk pada sistem pendidikan dalam memfasilitasi peserta didik untuk menjadi agen perubahan melalui pengalaman, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dilakukannya sendiri serta memperoleh metode untuk belajar mandiri.2 Proses belajar yang dimaksud agar

1 Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto, Media Pembelajaran Manual dan Digital, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2011, hlm. 5

2 Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan Implementasi, Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group, 2014, hlm. 143

(14)

siswa mampu dengan leluasa dalam mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui belajar.

Pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 3 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.3 Dengan demikian di dalam proses pendidikan haruslah sesuai dengan

tujuan Pendidikan Nasional yang mengutamakan pembentukan manusia yang berkualitas. Yang dimaksud berkualitas yaitu pendidikan hadir untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik dan mampu membentuk watak peserta didik menjadi pribadi yang tidak hanya berilmu tetapi juga berkarakter baik.4 Berkarakter baik berarti mengetahui yang baik, mencintai kebaikan dan melakukan yang baik.5

Sebagaimana jika dilihat situasi pendidikan kita saat ini sangat memprihatinkan. Semakin merosotnya nilai moral yang dimiliki peserta didik menjadi masalah terbesar dalam melaksanakan pembentukan karakter. Pendidikan karakter yang diinstruksikan pemerintah kepada seluruh institusi pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi beberapa tahun lalu sekarang

3 Ibid., hlm. 5

4 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, hlm. 1.

5 Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, Pendidikan Karakter di Sekolah: Dari Gagasan ke

(15)

menjadi hal biasa yang tabuh.6 Namun tidak menutup kemungkinan bahwa saat ini di berbagai satuan pendidikan bahkan di perguruan tinggi masih tetap eksis dalam menerapkan pendidikan karakter bagi seluruh civitas akademika. Pendidikan karakter akan berhasil dilaksanakan jika para gurunya berkarakter, dalam budaya sekolah yang berkarakter, dalam budaya masyarakat yang berkarakter, dan tentunya dalam bangsa yang berkarakter.7 Sehingga melalui pendidikan karakter akan tercipta output atau keluaran dari proses pendidikan yang memiliki kepribadian yang baik.

Satuan pendidikan menjadi tempat yang sangat penting untuk menanamkan dan mengembangkan pendidikan karakter yang dilaksanakan melalui proses belajar. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah penanaman nilai-nilai karakter dapat diajarkan secara bersama melalui materi pelajaran di sekolah dan dapat disajikan melalui media pembelajaran yang menarik. Keberhasilan pembelajaran dan nilai karakter yang dibentuk tergantung proses belajar yang dialami siswa.

Dalam pembelajaran di sekolah penggunaan media pembelajaran masih belum disertakan secara khusus pada meteri pelajaran sejarah. Pembelajaran yang berlangsung masih menggunakan metode ceramah dan dilanjutkan dengan pengerjaan LKS (Lembar Kerja Siswa). Sehingga penggunaan media pembelajaran yang bervariasi belum secara maksimal digunakan dalam pembelajaran. Sedangkan penanaman nilai-nilai karakter disertakan di dalam

6 Oemar Hamalik, op.cit., hlm. 4 7 Ibid., hlm. 5

(16)

materi pembelajaran. Dengan demikian penanaman dan pengembangan pendidikan karakter disekolah menjadi tanggung jawab bersama.

Sejalan dengan itu dalam kurikulum 2013 Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menjadi fondasi utama untuk membentuk karakter di dalam dunia pendidikan. Terdapat 18 nilai karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.8 Di antaranya yang terdapat dalam 18 nilai karakter tersebut yaitu nasionalisme, toleransi dan multikultural. Penerapan ketiga nilai ini termasuk menjadi sangat penting dalam membangun karakter bangsa.

Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Pelajaran sejarah merupakan mata pelajaran yang sangat penting dalam menumbuhkan kesadaran siswa akan pentingnya karakter yang harus dimiliki peserta didik. Penanaman nilai-nilai karakter merupakan salah satu bentuk usaha bangsa untuk menyadarkan bahwa peserta didik merupakan generasi peubah bangsa sehingga harus menanamkan nilai-nilai luhur dari para pendiri bangsa. Adapun nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan yaitu nasionalisme, toleransi dan multikultural. Pengembangan nilai karakter ini bertujuan agar siswa dapat memahami bahwa dibalik materi yang dipelajari ada

8Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasi Secara Terpadu di

Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat, Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2013, hlm 39-42

(17)

nilai-nilai kehidupan yang baik bagi peserta didik yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran sejarah penerapan nilai-nilai karakter dapat disajikan melalui media pembelajaran yang menarik. Media pembelajaran yang memuat pendidikan karakter diharapkan mampu memberikan pemahaman tersendiri terhadap siswa akan pentingnya nilai-nilai yang diperoleh melalui pembelajaran. Sejalan dengan adanya kemajuan teknologi yang secara besar-besaran mempengaruhi bidang pendidikan maka dalam proses pembelajaran pun mengalami pembaharuan. Pentingnya alat-alat bantu mengajar atau alat peraga pendidikan atau audiovisual menjadi yang sangat dibutuhkan sekarang sebagai alat bantu penunjang dalam proses pembelajaran.9 Karena mengajar bukan hanya menyampaikan materi kepada siswa sebagai subjek yang belajar melainkan bagaimana materi pelajaran itu dipahami siswa.10 Sehingga media pembelajaran digunakan agar siswa mampu merespon dengan mudah pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Media pembelajaran yang digunakan pun diharapkan memiliki pengaruh yang positif terhadap siswa agar melalui media pembelajaran dapat membangkitkan semangat siswa dalam belajar. Adapun proses pembelajaran yang kurang menarik akan membawa siswa pada rasa jenuh dan kurang aktif selama pembelajaran berlangsung secara khusus dalam pembelajaran sejarah. Pelajaran sejarah sering menjadi pelajaran yang sangat membosankan karena guru masih menerapkan metode ceramah dan penggunaan media pembelajaran yang masih

9 Oemar Hamalik, Media pendidikan, Bandung: Penerbit Alumni, 1982, hlm. 13

10 Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2012,

(18)

kurang bervariasi. Dengan demikian akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Karena pembelajaran yang kurang merespon siswa untuk aktif selama pembelajaran berlangsung. Sehingga guru sangat membutuhkan media pendidikan yang mampu merangsang peserta didik untuk bisa semangat selama proses pembelajaran berlangsung. Guru sebagai sumber belajar diharapkan mampu membuat media pembelajaran yang menarik agar siswa dapat aktif dalam belajar dan membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan adalah media audio visual.

Media audio visual menjadi media yang menarik dan mampu merangsang siswa dalam belajar karena dengan memahami, melihat dan mendengar secara langsung materi pembelajaran dapat memudahkan siswa dalam menerima materi pembelajaran tersebut. Selain itu melalui media audio visual juga sangat membantu guru dalam menjelaskan materi pelajaran kepada siswa. Sehingga guru dan siswa tidak mengalami yang sering disebut miskomunikasi. Media audio visual adalah suatu media yang terdiri dari media visual yang disinkronkan dengan media audio, yang sangat memungkinkan terjalinnya komunikasi dua arah antara guru dan anak didik di dalam proses belajar-mengajar.11 Dengan menerapkan media audio visual siswa dapat melihat dan mendengar serta secara langsung memiliki pengalaman belajar dan siswa termotivasi untuk belajar.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan memanfaatkan berbagai literatur. Penelitian tersebut

11 Andre Rinanto, Peranan Media Audio Visual Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Yayasan

(19)

berjudul “Pembelajaran Sejarah Indonesia Pada Materi Pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha yang Memanfaatkan Media Audio Visual Bermuatan Pendidikan Karakter di SMA (Kajian Literatur)”. Dengan memanfaatkan media audio visual dalam pembelajaran sejarah diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran dan memiliki semangat belajar sehingga melalui media pembelajaran ini siswa juga memperoleh nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran sejarah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Metode ceramah yang membuat siswa mudah merasa jenuh selama proses pembelajaran di kelas

2. Media pembelajaran sejarah yang kurang bervariasi 3. Siswa kurang semangat dalam belajar sejarah

4. Masih rendahnya pembelajaran sejarah dengan menggunakan media audio visual bermuatan pendidikan karakter.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan dengan memfokuskan pada pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha yang memanfaatkan media audio visual bermuatan

(20)

pendidikan karakter di SMA (Kajian Literatur). Adapun karakter yang dikembangkan yaitu nasionalisme, toleransi, dan multikultural.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas di atas, maka diajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa pemanfaatan media audio visual bermuatan pendidikan karakter penting dalam pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di SMA?

2. Bagaimana contoh rancangan pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha dengan menggunakan media audio visual bermuatan pendidikan karakter di SMA ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan pentingnya pemanfaatan media audio visual bermuatan pendidikan karakter dalam pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di SMA.

2. Mendeskripsikan contoh rancangan pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha dengan menggunakan media audio visual bermuatan pendidikan karakter di SMA.

(21)

F. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberi manfaat: 1. Bagi Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha dengan memanfaatkan media audio visual bermuatan pendidikan karakter di SMA. Selain itu dapat dijadikan sumber bacaan dan referensi pustaka yang bermanfaat bagi mahasiswa.

2. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan dan gambaran mengenai pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha dengan memanfaatkan media audio visual bermuatan pendidikan karakter di SMA.

3. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan mampu menarik minat pembaca secara khusus untuk mempelajari lebih lanjut pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha dengan memanfaatkan media audio visual bermuatan pendidikan karakter di SMA.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, dan informasi baru mengenai pembelajaran Sejarah Indonesia pada materi pokok Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha dengan memanfaatkan media audio visual bermuatan pendidikan karakter di SMA (Kajian Literatur). Selain itu dapat bermanfaat bagi peneliti untuk penulisan karya ilmiah.

(22)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Media merupakan sarana pembelajaran yang sangat penting di dalam dunia pendidikan terutama dalam proses pembelajaran. Menurut Bovee, Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (1997).12 Menurut Sri Anitah, kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat.13 Sedangkan menurut Association for Educational Communication and Technology (AECT) sebuah organisasi yang bergerak dalam dunia pendidikan dan komunikasi mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk proses penyaluran informasi.14 Senada dengan itu Briggs

(1970) berpendapat bahwa media adalah wahana atau alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar untuk belajar.15 Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa media merupakan alat atau perantara yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran yang berfungsi sebagai penyalur informasi yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar dan membuat pembelajaran lebih menarik.

12 Hujair A.H. Sanaky, Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,

2013, hlm. 3

13 Hendra Kurniawan, Literasi Dalam Pembelajaran Sejarah, Yogyakarta: Gava Media, 2018,

hlm. 119

14 Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 57 15 Hujair A.H. Sanaky, op.cit., hlm. 4

(23)

Sedangkan yang dimaksud dengan media pembelajaran, menurut Rossi dan Breidle (1966) adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Bedanya antara media dan media pembelajaran terletak pada pesan atau isi yang ingin disampaikan. Artinya alat apapun itu asal berisi tentang pesan pendidikan termasuk kedalam media pendidikan atau media pembelajaran.16 Untuk lebih memahami mengenai media pembelajaran maka, Oemar Hamalik (1986) menegaskan bahwa yang disebut dengan media pembelajaran adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.17 Media pembelajaran digunakan agar dalam proses pembelajaran siswa dapat dengan mudah memahami tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru melalui media pendidikan.

b. Manfaat Media Pembelajaran

Dalam proses belajar mengajar media pembelajaran digunakan agar memberikan pengetahuan secara konkret dan tepat serta mudah dipahami.18

Seperti yang dikemukakan oleh Edgar Dale yang menggambarkan bahwa perolehan pengetahuan siswa akan semakin abstrak apabila disampaikan melalui bahasa verbal.19 Sehingga dalam proses belajar membutuhkan pemanfaatan media

16 Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 58 17 Hendra Kurniawan, op.cit., hlm. 120 18 Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 69 19 Ibid., hlm. 69

(24)

pembelajaran sebagai penyalur pesan yang konkret serta dapat dipahami dan ditangkap melalui panca indera siswa selama pembelajaran berlangsung.

Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu ini Edgar Dale mengadakan klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak. Klasifikasi terebut kemudian dikenal dengan nama kerucut pengalaman (cone of experience). Berikut merupakan kerucut pengalaman Edgar Dale.20

Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Sumber: https://www.terandik.net/201612/edgar-dale-perumus-cone-experience.html?m=l

Dari kerucut pengalaman belajar yang digambarkan diatas maka dapat dijelaskan sebagai berikut:21

20 Arif S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan:Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya,

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, hlm. 8

(25)

1. Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai hasil dari aktivitas sendiri. Pada tahap ini siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara.

2. Pengalaman tiruan adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda atau kejadian yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya. Dengan mempelajari objek tiruan sangat besar manfaatnya bagi siswa terutama untuk mengindari terjadinya verbalisme.

3. Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi yang diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan skenario yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan belajar melalui drama ini agar siswa memperoleh pengalaman yang lebih jelas dan konkret.

4. Pengalaman melalui demonstrasi adalah teknik penyampaian informasi melalui peragaan. Pengalaman yang didapat dari siswa pada tahap ini melalui orang lain. Sehingga pengalaman belajar pun akan lebih sedikit, dibandingkan dengan dramatisasi.

5. Pengalaman melalui wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata, siswa dapat mengamati secara langsung, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi.

6. Pengalaman melalui pameran, siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari seperti karya seni baik seni tulis, seni pahat atau benda-benda bersejarah dan hasil teknologi modern dengan berbagai cara kerjanya. 7. Pengalaman melalui televisi merupakan pengalaman tidak langsung,

sebab televisi merupakan perantara. Melalui televisi siswa dapat menyaksikan berbagai peristiwa yang ditayangkan dari jarak jauh sesuai dengan program yang dirancang.

8. Pengalaman melalui gambar hidup dan film merupakan rangkaian gambar mati yang diproyeksikan pada layar dengan kecepatan tertentu. Dengan mengamati siswa dapat belajar sendiri, walaupun bahan belajarnya terbatas sesuai dengan naskah yang disusun.

9. Pengalaman melalui radio, tape recorder dan gambar. Pengalaman melalui media ini sifatnya lebih abstrak dibandingkan pengalaman melalui gambar hidup sebab hanya mengandalkan salah satu indra saja yaitu indra pendengaran atau indra penglihatan saja.

10. Pengalaman melalui lambang-lambang visual seperti grafik, gambar dan bagan. Sebagai alat komunikasi lambang visual dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada siswa.

11. Pengalaman melalui lambang verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak. Sebab, siswa memperoleh pengalaman hanya melalui bahasa baik lisan maupun tulisan. Kemungkinan terjadinya verbalisme sebagai akibat dari perolehan pengalaman melalui lambang verbal sangat besar.

(26)

Adapun pentingnya pemanfaatan media ini didukung oleh Olsen yang menyatakan bahwa prosedur belajar dapat ditempuh dalam tiga tahap, yaitu (1) pengajaran langsung melalui pengalaman langsung. Pengajaran ini diperoleh dengan teknik karyawisata, wawancara, resource visitor. (2) pengajaran tidak langsung, dapat melalui alat peraga. Pengalaman ini diperoleh melalui gambar, peta, bagan, objek, model, slide, film, TV, dramatisasi, dan lain-lain. (3) pengajaran tidak langung melalui lambang kata, misalnya melalui kata-kata dan rumus-rumus.22 Oleh karena itu peranan media pembelajaran sangat diperlukan dalam suatu kegiatan belajar mengajar karena melalui media pembelajaran hal yang bersifat abstrak bisa menjadi konkret.23

Sejalan dengan itu Arif S. Sadiman (2002) menjelaskan manfaat media pembelajaran sebagai berikut:

1. Memperjelas penyajian agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera. Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film, bingkai atau model.

3. Media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik, sehingga dapat menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan dunia realita, memungkinkan belajar sendiri menurut kemampuan dan minat. 4. Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat guru dapat

mengatasi kesulitan-kesulitan akibat perbedaan sifat, lingkungan maupun pengalaman siswa.24

Sehingga dapat dimaknai bahwa media pembelajaran memiliki kontribusi yang besar terhadap efektifitas pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran

22 Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 69 23 Ibid., hlm. 70

(27)

dapat menimbulkan antusiasme pembelajar yang secara otomatis meningkatkan efektivitas pembelajaran.25

c. Fungsi Media Pembelajaran

Secara teknis, media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar. Yang dimaksud dengan “sumber belajar” yaitu bahwa media sebagai penyalur, penyampai dan penghubung.26 Menurut Mudhoffir dalam bukunya yang berjudul

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar (1992) menjelaskan bahwa sumber belajar pada hakikatnya merupakan komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui media pembelajaran mampu digunakan sebagai penyalur pesan pelajaran terhadap peserta didik.

Penggunaan media pembelajaran memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:

1) Fungsi Komunikatif. Media pembelajaran digunakan untuk memudahkan komunikasi antara penyampai pesan dan penerima pesan.

2) Fungsi Motivasi. Media pembelajaran digunakan agar siswa lebih termotivasi dalam belajar.

3) Fungsi Kebermaknaan. Melalui penggunaan media, pembelajaran dapat lebih bermakna, yakni pembelajaran bukan hanya dapat meningkatkan penambahan informasi berupa data dan fakta sebagai pengembangan aspek kognitif tahap rendah, akan tetapi dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menganalisis dan mencipta sebagai aspek kognitif tahap tinggi.

4) Fungsi Penyamaan Persepsi. Melalui pemanfaatan media pembelajaran diharapkan dapat menyamakan persepsi setiap siswa, sehingga setiap siswa memiliki pandangan yang sama terhadap informasi yang disuguhkan.

25 Ibid., hlm. 121-122

26 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru, Jakarta: Referensi (Gaung

(28)

5) Fungsi Individualitas. Pemanfaatan media pembelajaran berfungsi untuk dapat melayani kebutuhan setiap individu yang memiliki minat dan gaya belajar yang berbeda.27

Selain beberapa pemaparan di atas, Livie dan Lentz (1982) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran secara khusus pada media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Berikut merupakan penjelasannya 1) Fungsi atensi, dalam media visual merupakan inti dan dapat menarik pehatian pembelajar untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. 2) Fungsi afektif, media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan pembelajar ketika belajar membaca teks bergambar. 3) Fungsi kognitif, melalui media visual dapat memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mendengar informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar dengan menggunakan lambang visual. 4) Fungsi kompensatoris, media visual memberikan konteks untuk memahami teks dan membantu pembelajar yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatkannya kembali.28 Melalui penjelasan di atas,

dapat disimpulkan bahwa, fungsi media pembelajaran yang menarik dapat membantu siswa dalam memahami, mendengar, dan mempermudah siswa dalam mengingat materi pembelajaran.

27 Wina Sanjaya, op.cit., hlm. 73 28 Hujair A.H. Sanaky, op.cit., hlm. 8

(29)

2. Media Audio Visual

a. Pengertian Media Audio Visual

Media audio visual merupakan alat yang “audible” artinya dapat didengar dan alat yang “visible” artinya dapat dilihat.29 Dengan demikian media audio visual adalah suatu media yang terdiri dari media visual yang disinkronkan dengan media audio, yang sangat memungkinkan terjalinnya komunikasi dua arah antara guru dan anak didik di dalam proses belajar mengajar. Media audio visual merupakan perpaduan yang saling mendukung antara gambar dan suara, yang mampu menggugah perasaan dan pemikiran bagi yang menonton. Yang termasuk dalam media ini antara lain Sound Slide, TV, Film, dan sebagainya.30 Menurut Sri Anitah melalui media ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu, melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan.31

Media audio merupakan media yang berhubungan dengan indera pendengaran. Berbeda dengan media visual yang hanya berupa pesan-pesan visual yang disajikan dalam berbagai media massa seperti televisi, percetakan dan produksi. Melalui pesan-pesan visual dapat memperjelas informasi, bahkan jauh lagi dapat mempengaruhi sikap seseorang, dan membentuk opini masyarakat. Maka pentingnya penggunaan media jenis audio bersamaan dengan visual dalam pembelajaran akan mendorong pembelajaran menjadi lebih menarik perhatian peserta didik, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.32

29 Amir Hamzah Suleiman, Media Audio-Visual Untuk Pengajaran, Penerangan dan Penyuluhan,

Jakarta: PT Gramedia, 1981, hlm 11

30 Andre Rinanto, op.cit., hlm. 21

31 Sri Anitah, Media Pembelajaran, Surakarta: Yuma Pustaka, 2010, hlm. 49 32 Hendra Kurniawan, op.cit., hlm. 127

(30)

b. Jenis-Jenis Media Audio Visual

Berikut jenis-jenis media audio visual yaitu:33

a) Televisi

Dalam pengertiannya televisi berasal dari dua kata, yaitu: kata tele (bahasa Yunani), yang berarti jauh, dan visi (bahasa Latin), berarti penglihatan. Sedangkan televisi (bahasa Inggris), bermakna melihat jauh. Kata melihat jauh mengandung makna bahwa gambar yang diproduksi pada satu tempat (stasiun televisi) dapat dilihat di tempat melalui sebuah perangkat penerima yang disebut televisi minitor atau televisi set. Televisi sebagai lembaga penyiaran, telah banyak dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran. Dalam siaran televisi yang dimaksud diantaranya menampilkan program dan acara-acara dengan berbagai bentuk, yaitu cerdas cermat, dialog interaktif tentang persoalan politik, ekonomi, pendidikan, hukum, agama dan persoalan sosial kemasyarakatan. Adapun kelebihan televisi sebagai media pendidikan dan pengajaran yaitu: 1) memiliki daya jangkauan yang cukup luas. 2) memiliki daya tarik yang besar, karena sifat audio visualnya. 3) dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. 4) dapat menginformasikan pesan-pesan yang aktual. 5) dapat menampilkan objek belajar seperti benda atau kejadian aslinya. 6) membantu pengajar memperluas referensi dan pengalaman dan 7) sebutan televisi sebagai jendela dunia, membawa khalayak untuk dapat melihat secara langsung peristiwa, suasana dan situasi tempat, kota, daerah-daerah yang di belahan dunia.

b) Video-VCD

Gambar bergerak, yang disertai dengan unsur suara, dapat ditayangkan melalui medium video dan video compact disk (VCD). Sama seperti medium audio, program video yang disiarkan (broadcasted) sering digunakan oleh lembaga pendidikan jarak jauh sebagai sarana penyampaian materi pembelajaran. Media vidio-VCD, sebagai media pembelajaran memiliki karakteristik yaitu 1) gambar bergerak, yang disertai dengan unsur suara, 2) dapat digunakan untuk sekolah jarak jauh, dan 3) memiliki perangkat slow motion untuk memperlambat proses atau peristiwa yang berlangsung. Adapun kelebihan media video dan VCD sebagai media pembelajaran yaitu 1) menyajikan objek belajar secara konkret atau pesan pembelajaran secara realistik, sehingga sangat baik untuk menambah pengalaman belajar. 2) sifatnya yang audio visual, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan dapat menjadi pemicu atau memotivasi pembelajar untuk belajar. 3) sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotorik. 4) dapat mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi persoalan yang ditayangkan. 5) menambah daya tahan ingatan atau retensi (penyimpanan) tentang objek

(31)

belajar yang dipelajari pembelajar dan 6) portable dan mudah didistribusikan.

c) Media Sound Slide (slide bersuara)

Saund slide, merupakan media pembelajaran yang bersifat audio visual. Secara fisik, slide suara adalah gambar tunggal dalam bentuk film positif tembus pandang yang dilengkapi dengan bingkai yang diproyeksikan. Media slide suara juga dapat menampilkan sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara.34 Sebagai media pembelajaran, slide suara dapat menyajikan gambar yang tetap dengan urutan yang tetap, sehingga menjamin keutuhan pelajaran dan gambar tidak mudah hilang, terbalik, atau berubah urutan jika teknik pengemasannya benar dan baik. Adapun kelebihan Saund slide sebagai media pembelajaran yaitu 1) dapat menyajikan gambar dengan proyeksi depan maupun belakang. 2) portable, berukuran kecil, dan mudah didistribusikan sehingga praktis penggunaannya. 3) dapat dikontrol sesuai dengan keinginan pengguna, sehingga memungkinkan untuk dihentikan secara spontan dan dapat diselingi dengan tanya jawab dan diskusi singkat, dan 4) memberikan visualisasi tentang objek belajar seperti apa adanya atau autentik, sehingga dapat mengkonkretkan objek belajar bagi pembelajar.

Adapun jenis-jenis media audio visual menurut Ishak Abdulhak dan Deni Darmawan adalah sebagai berikut:

a. Transparansi

Jenis informasi (bagian-bagian penting) ditulis pada lembaran transparansi tersebut dan disajikan melalui bantuan OHP (Overhead Projector). Proses komunikasi audiens disertai dengan penjelasan secara lengkap dan menyeluruh.

b. Slide

Bahan informasi tersusun dalam satu unit yang dibagi-bagi menjadi perangkat slide yang disusun secara sistematis dan disajikan secara berurutan. Slide satu dengan yang lainnya terlepas-lepas dan tidak bersuara. Bentuk komunikasi ini lebih efektif bila disertai dengan penjelasan lisan atau dibarengi dengan rekaman yang telah disiapkan untuk menunjang sajian melalui slide tersebut.

c. Filmstrip

Satuan informasi dalam media ini disajikan secara berkesinambungan, tidak terlepas-lepas, tapi sebagai satu unit bahan yang utuh. Media ini tidak bersuara, dan karenanya perlu dibantu dan dilengkapi dengan penjelasan verbal atau dikombinasikan dengan penjelasan melalui rekaman.

(32)

d. Rekaman

Semua bahan informasi dirancang dan direkam secara lengkap. Audiens mengikuti sajian sebagaimana halnya mengikuti ceramah: mencatat hal-hal yang dianggap perlu, menulis pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang belum jelas. Media ini bersifat satu arah dan dapat digunakan untuk membantu media lainnya, misalnya siaran radio.

e. Siaran Radio

Program siaran radio dapat dipergunakan dalam pembelajaran jarak jauh. Siaran ini dapat menggunakan rekaman atau komunikator. Si pembicara mengajukan informasi/ pelajaran dalam siaran langsung. Rekaman dan program radio menitikberatkan pada pendayagunaan segi pendengaran (audio), segi visual diabaikan dan komunikasi berlangsung satu arah.

f. Film

Mengombinasikan media audio visual dan media audio. Suatu rangkaian cerita yang disajikan dalam bentuk gambar pada layar putih disertai gerakan-gerakan dari para pelakunya. Keseluruhan bahan informasi disajikan lebih menarik dengan nada san gaya serta tata warna, sehingga sajiannya lebih merangsang minat dan perhatian penonton atau penerima pesan.

g. Televisi

Program siaran televisi lebih unggul dibandingkan dengan siaran radio dan film, bahkan kedua media tersebut sekaligus digunakan dalam program siaran TV. Wilayah jangkauannya lebih luas, lebih bervariasi dan menarik, dapat dirancang secara khusus atau melalui siaran langsung. Program siaran memuat banyak informasi karena adanya siaran langsung. Sistem komunikasi berlangsung satu arah, peningkatan efektivitasnya perlu diupayakan dengan bantuan komunikasi langsung.

h. Tape atau Video Cassette

Media ini hampir sama dengan rekaman (recording), yakni meliputi rekaman gambar. Rekaman diputar ulang dan tampak gambar film yang berkombinasi dengan suara. Media ini hampir sama dengan film biasa, lebih sederhana, dan lebih praktis. Keunggulan yang dimiliki oleh rekaman, radio, film, dan televisi, juga dimiliki media ini.

i. Laboratorium

Pembelajaran melalui laboratorium juga menggunakan rekaman, baik rekaman suara maupun rekaman video cassette dalam suasana laboratorik. Antara komunikator dan audiens dapat berkomunikasi dua arah. Model laboratorik adalah laboratorium bahasa dan laboratorium pengajaran mikro.

j. Komputer

Penggunaan komputer dalam komunikasi pembelajaran pada prinsipnya sama dengan Computerized Assisted Instuction atau CAI. Kemampuannya menerima informasi, menyimpan, dan mengolah serta memproduksinya dalam jumlah yang banyak dan jangka waktu yang lama,

(33)

serta setiap saat dapat digunakan dan dapat menggandakan informasi dalam jumlah tak terbatas.35

c. Manfaat Media Audio Visual

Menurut Sofie Dewayani (2017), pemanfaatan media audio visual dalam pembelajaran memiliki berbagai keunggulan antara lain:

1. Film dan video dibuat dengan teknologi canggih sehingga memungkinkan penyampaian informasi atau ide dalam waktu singkat, mudah diingat, dan meninggalkan kesan.

2. Film dan video tidak hanya menuntut analisis kognitif namun juga melibatkan aspek afektif.

3. Film dan video memiliki variasi tema dan konten yang kaya, kompleks, dan erat dengan pengalaman keseharian siswa.

4. Film dan video meningkatkan motivasi belajar siswa dan energi belajar di dalam kelas. Film dan video cocok bagi siswa dengan gaya belajar visual, auditori, maupun kinestetik.36

3. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Di era moderen saat ini pendidikan merupakan fondasi utama dalam membentuk karakter dan kepribadian seseorang menjadi baik. Pembentukan karakter ini dilakukan melalui adanya penerapan nilai-nilai karakter yang disertakan didalam setiap mata pelajaran sesuai dengan Kurikulum 2013 yang mengharuskan adanya penguatan pendidikan karakter di dalam dunia pendidikan secara khusus dalam proses pembelajaran. Kurikulum 2013 diharapkan mampu mendekatkan peserta didik pada kultur masyarakat dan bangsanya.37

Secara umum pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara metodis, sistematis, dan tekun terus-menerus, berlangsung dalam jangka waktu tertentu,

35 Ishak Abdulhak, Teknologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 84-87 36 Hendra Kurniawan, op.cit., hlm. 134

37 Hendra Kurniawan, Kajian Kurikulum dan Bahan Ajar Sejarah SMA Menurut Kurikulum 2013,

(34)

untuk meneruskan, mendapatkan, dan merangsang pada peserta didiknya, pengetahuan, sikap, nilai, kecakapan, kemampuan, kompetensi, profesionalitas yang dinilai berguna untuk membuat peserta didik berkembang pribadinya dan membekali mereka dengan semua itu, agar pada waktunya mampu berkontribusi berupa produk atau dan jasa kepada masyarakat.38

Menurut Ahmad D. Marimba merumuskan pendidikan sebagai bimbingan atau didikan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan anak didik, baik jasmani maupun rohani, menuju kepribadian yang utama. Menurut pengertian ini, pendidikan hanya terbatas pada pengembangan pribadi anak didik oleh pendidik.39 Artinya bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kepribadian anak menjadi pribadi yang tidak hanya unggul dalam prestasi tetapi juga berkarakter baik. Mengenai karakter Suyanto mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.40

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, pendidikan karakter

38A. M. Mangunhardjana, Pendidikan Karakter: Tujuan, Bahan, Metode dan Modelnya,

Yogyakarta: Grahatma Semesta, 2016, hlm. 20

39 Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasi Secara Terpadu di

Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat, Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2013, hlm. 26

(35)

tidak akan efektif.41 Selanjutnya Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi (2004), “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”. Sedangkan Fakry Gaffar (2010) mendefinisikan pendidikan karakter adalah “sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu”.42 Sehingga yang dimaksud dengan pendidikan

karakter yaitu mentransformasikan nilai-nilai kehidupan untuk mendidik seseorang menjadi pribadi yang dapat bertumbuh dan berperilaku yang baik. Dalam kaitannya dengan pendidikan maka tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). Sedangkan tujuan kedua pendidikan karakter adalah mengkoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Maksud dari kedua tujuan ini ialah bahwa pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku anak yang negatif menjadi positif.43

41 Akhmad Muhamimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter Di Indonesia: Revitalisasi

Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 27

42 Dharma Kesuma dkk, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktek di Sekolah, Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2011, hlm. 5

(36)

b. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. 44 Nilai berasal dari bahasa Latin valere yang memiliki arti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang.45 Nilai akan

selalu berhubungan dengan kebaikan, kebajikan dan keluhuran budi serta akan menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepuasan, dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya.46 Dengan demikian yang dimaksud dengan nilai yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan kebaikan sehingga dapat menjadi tolak ukur seseorang atau sekelompok orang dalam bertindak dan bertingkah laku.

Sedangkan menurut Darmiyati Zuchdi, memaknai watak (karakter) sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral seseorang.47 Karakter dimaknai sebagai “watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebijakan terdiri dari atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat kepada orang lain, dan

44 Syamsul Kurniawan, op.cit., hlm. 39-42

45 Sutarjo Adisusilo, J.R., Pembelajaran Nilai-Karakter: Konstruktivisme Dan VCT Sebagai

Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2017, hlm. 56

46 Ibid, hlm. 57 47 Ibid, hlm. 76

(37)

sebagainya. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa”.48

Ada enam pilar penting karakter manusia yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak/perilakunya, yaitu: respect (penghormatan), responsibility (tanggung jawab), citizenship-civic duty (kesadaran berwarganegara), fairness (keadilan), caring (kepedulian dan kemauan berbagi), dan tustworthiness (kepercayaan).49

Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter

No. Nilai Deskripsi

1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5 Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8 Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9 Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat atau didengar.

48 S. Hamid Hasan, “Pendidikan Sejarah Untuk Memperkuat Pendidikan Karakter”. Paramita Vol.

22 No. 1, Januari 2012, hlm 81-95 diakses pada tanggal 12 Mei 2020 pukul 13.30

49 H. Pupuh Fathurrohman dkk, Pengembangan Pendidikan Karakter, Bandung: PT Refika

(38)

10 Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11 Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

12 Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

13 Bersahabat/ Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15 Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16 Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18 Tanggung

Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME.

Dalam penelitian ini nilai-nilai karakter di atas hanya akan dipilih tiga karakter yang dikembangkan dalam media audio visual sejarah yaitu nilai nasionalisme, toleransi dan multikultural.

(39)

c. Definisi Nilai Nasionalisme, Toleransi dan Multikultural 1. Nasionalisme

a. Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Menurut Hans Kohn (1961), nasionalisme adalah satu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan.50 Sedangkan karakter nasionalisme merupakan suatu karakter hidup bersama dalam suatu komunitas yang selalu menjalankan peraturan bersama demi untuk kesejahteraan dan ketentraman bersama selaku warga negara. Adapun sikap nasionalisme merupakan semangat kebangsaan yang timbul sebagai wujud penghormatan terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang didalamnya terdapat jiwa patriotisme, ketulusan berkorban untuk kepentingan bersama, kemerdekaan dan persatuan bangsa.51

Menurut Sartono Kartodirdjo, Semangat nasionalisme dalam negara kebangsaan dijiwai oleh lima prinsip nasionalisme, yakni: 1) kesatuan (unity), dalam wilayah teritorial, bangsa, bahasa, ideologi, dan doktrin kenegaraan, sistem politik atau pemerintahan, sistem perekonomian, sistem pertahanan dan policy kebudayaan; 2) kebebasan (liberty, freedom, independence), dalam beragama, berbicara dan berpendapat lisan dan tertulis, berkelompok dan berorganisasi; 3) kesamaan (equality), dalam kedudukan hukum, hak dan kewajiban; 4) kepribadian (personality) dan identitas (identity), yaitu memiliki harga diri (self estreem), rasa bangga (pride) dan rasa sayang (depotion) terhadap kepribadian dan identitas bangsanya yang tumbuh dari dan sesuai dengan sejarah dan kebudayaannya; 5) prestasi (achievment), yaitu

50 Heri Susanto, Seputar Pembelajaran Sejarah, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014, hlm. 20-21 51 Ibid., hlm. 26

(40)

cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan (welfare) serta kebesaran dan kemanusiaan (the greatnees and the glorification) dari bangsanya.52 Sehingga sikap nasionalisme dapat dirumuskan melalui sikap dan perilaku yaitu bangga sebagai bangsa Indonesia; cinta tanah air dan bangsa; rela berkorban demi bangsa; menerima kemajemukan; bangga pada budaya yang beraneka ragam; menghargai jasa para pahlawan; dan mengutamakan kepentingan umum.53 Untuk memperkuat sikap nasionalisme maka pendidikan sejarah selain bertugas memberikan pengetahuan sejarah (kognitif) juga sangat berperan penting untuk memperkenalkan nilai-nilai luhur bangsanya (afektif). Menurut Aman, ”pendidikan sejarah akan mampu menumbuhkan sikap nasionalisme apabila diselenggarakan mengacu pada upaya pencapaian tujuan kurikulum yang salah satunya adalah pembentukan sikap nasionalisme”. Menurut Djoko Suryo, Sejarah merupakan mata pelajaran yang dapat menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga masa kini.54

Dalam konteks nasionalisme sejarah memberi peringatan kepada kita tentang pentingnya memahami identitas kebangsaan yang kita miliki dengan cara menengok kembali pada masa lalu pada waktu identitas tersebut terbentuk.55

Artinya dalam pembelajaran sejarah dapat memberikan pemahaman tersendiri bagi pembelajar atau peserta didik agar memiliki kemampuan untuk bisa memaknai dan merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa

52 Aman, Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah,Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2011, hlm. 40-41 53 Ibid., hlm. 42

54 Ibid., hlm. 43

(41)

sejarah, sehingga melalui pembelajaran sejarah dapat menjadi landasan dalam bersikap dan bertingkah laku.

2. Toleransi

a. Pengertian Toleransi

Bentuk pendidikan yang paling tepat dalam masyarakat multikultural adalah pendidikan yang mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati segala perbedaan. Pendidikan dianggap sebagai instrumen penting dalam penanaman nilai toleran.56 Toleransi adalah sikap menerima bahwa orang lain

berbeda dengan kita. Untuk itu penanaman sikap toleransi di mulai dalam satuan pendidikan untuk mendidik anak didik agar bisa menghargai keberagaman dan budaya disekitarnya yang berbeda dari dirinya.

Pada tahun 1995, UNESCO mengeluarkan deklarasi prinsip-prinsip toleransi, salah satunya berbunyi “toleransi adalah penghargaan, penerimaan, dan penghormatan terhadap kepelbagaian cara-cara kemanusiaan, bentuk-bentuk ekspresi dan kebudayaan”. Dalam lingkup kultural, toleransi dapat dipahami sebagai sikap saling mengerti dan menerima segala diversitas kultural dalam hubungan dengan yang lain.57 Sedangkan dalam kehidupan bersama beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan toleransi misalnya sikap menahan diri dalam hubungan dengan apa yang tidak kita sepakati. Kita bisa saja tidak menyukai cara hidup orang lain, tetapi kita harus tetap menghormati kebebasannya. Kita harus

56 Suciartini, Ni Nyoman Ayu.“Urgensi Pendidikan Toleransi Dalam Wajah Pembelajaran Sebagai

Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan”. Jurnal Penjamin Mutu, 28 Februari 2017, hlm. 17 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/JPM/article/view/88 diakses pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 13.40 WIB

(42)

memberi ruang untuk segala kehidupan karena semuanya adalah bagian dari kemajemukan dan keberagaman.58 Dengan demikian peserta didik harus

memahami dan memaknai arti dari toleransi sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupannya bersama orang lain.

Menurut Poerwadarminta (1976), istilah toleransi berarti menghargai, membolehkan, membiarkan pendirian pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau yang bertentangan dengan pendirinya sendiri, misalnya agama, ideologi, ras.59 Sejalan dengan itu menurut Yamin dan Vivi, toleransi merupakan kemampuan untuk dapat menghormati sifat-sifat dasar, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki orang lain. Selain itu, toleransi juga bisa dipahami sebagai sifat atau sikap menghargai, membiarkan atau membolehkan pendirian (pandangan, pendapat, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) orang lain yang bertentangan dengan kita, atau dengan kata lain, hakikat toleransi adalah hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai keragaman.60

b. Sikap Toleransi

Dalam menanamkan sikap toleransi Tilman (2004) menyatakan karakter toleransi sebagai sikap saling menghargai melalui pengertian dengan tujuan

58 Ibid., hlm. 42

59 Ratna Aprilia, Romadi, “Persepsi Siswa Tentang Toleransi dalam Pemebelajaran Sejarah Sub

Materi Indonesia Masa Hindu-Buddha Pada Kelas X SMK AL-ASOR Semarang”. Jurnal Penelitian dan Inovasi Pembelajaran Sejarah. Vol. 8 No. 1, Juni 2019, hlm 80 diakses pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 14.22 WIB

60 Ratna Aprilia, Romadi, “Persepsi Siswa Tentang Toleransi dalam Pemebelajaran Sejarah Sub

Materi Indonesia Masa Hindu-Buddha Pada Kelas X SMK AL-ASOR Semarang”. Jurnal Penelitian dan Inovasi Pembelajaran Sejarah. Vol. 8 No. 1, Juni 2019, hlm 80 diakses pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 14.22 WIB

(43)

kedamaian. Sedangkan Galtung (1976) mengkonsep makna damai itu sendiri sebagai kondisi internal manusia yang memiliki pikiran damai terhadap dirinya sendiri ketika dihadapkan pada situasi tertentu. 61

Tilman (2004) dalam Siti Hamida (2015) menyebutkan butir-butir refleksi dalam toleransi, sebagai berikut: (1) kedamaian adalah tujuan, toleransi adalah metodenya. (2) toleransi adalah terbuka dan reseptif pada indahnya perbedaan. (3) toleransi menghargai individu dan perbedaanya, menghapus topeng dan ketegangan yang disebabkan oleh ketidakpedulian. Menyediakan kesempatan untuk menemukan dan menghapus stigma yang disebabkan oleh kebangsaan, agama dan apa yang diwariskan. (4) toleransi adalah saling menghargai satu sama lain melalui pengertian. (5) benih dari intoleransi adalah ketakutan dan ketidakpedulian. (6) benih dari toleransi adalah cinta, disiram dengan kasih dan pemeliharaan. (7) jika tidak cinta tidak ada toleransi. (8) yang tahu menghargai kebaikan dalam diri orang lain dan situasi memiliki toleransi. (9) toleransi juga berarti kemampuan menghadapi situasi sulit. (10) toleransi terhadap ketidaknyamanan hidup dengan membiarkan berlalu, ringan, membiarkan orang lain ringan. (11) melalui pengertian dan keterbukaan pikiran, orang yang toleran memperlakukan orang lain secara berbeda, dan menunjukkan toleransinya.62

Dalam hal ini butir-butir refleksi dalam toleran sangat penting untuk diwujudkan dalam diri peserta didik sebagai landasan dalam menanamkan sikap

61 Agus Spriyanto dan Amien Wahyudi, “Skala Karakter Toleran: Konsep dan Operasional Aspek

Kedamaian, Menghargai Perbedaan dan Kesadaran Individu”. Jurnal Ilmiah Counselia. Volume 7 No. 2, Nopember 2017, hlm. 63 diakses pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 11.34 WIB

62 Ratna Aprilia, Romadi, “Persepsi Siswa Tentang Toleransi dalam Pemebelajaran Sejarah Sub

Materi Indonesia Masa Hindu-Buddha Pada Kelas X SMK AL-ASOR Semarang”. Jurnal Penelitian dan Inovasi Pembelajaran Sejarah. Vol. 8 No. 1, Juni 2019, hlm 80-81 diakses pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 14.22 WIB

(44)

toleran bagi siswa yang majemuk. Proses penanaman sikap toleran tersebut dapat dilakukan oleh guru melalui materi pembelajaran, secara khusus pada pembelajaran sejarah yang memuat nilai karakter.

3. Multikultural

a. Pengertian Multikultural

Kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran atau paham). Sedangkan multikultural sebagai kata sifat mengacu pada jenis masyarakat yang terdiri dari beraneka macam kelompok budaya.63 Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.64

Sehingga secara khusus ketika berbicara mengenai multikulturalisme berarti berhubungan dengan kebudayaan.

Multikulturalisme sebagai sebuah paham yang menekankan pada kesederajatan dan kesetaraan budaya-budaya lokal tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang lain penting kita pahami bersama dalam kehidupan yang multikultural seperti di Indonesia. Pada prinsipnya, pendidikan mutikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan. Pendidikan multikultural senantiasa menciptakan struktur dan proses dimana setiap kebudayaan bisa melakukan ekspresi.65 Pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang

63 Andre Ata Ujan., dkk, Multikulturalisme: Belajar Hidup Bersama Dalam Perbedaan, Jakarta:

PT Indeks, 2011, hlm, 153

64 Choirul Mahfud, Pendidikan Multicultural, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006, hlm. 75 65 Ibid., hlm xiii-xix

(45)

diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah.

Pendidikan multikultural mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan awal pendidikan multikultural yaitu membangun wacana pendidikan multikultural di kalangan guru, dosen, ahli pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan ilmu pendidikan maupun mahasiswa umum. Harapannya adalah apabila mereka mempunyai wacana pendidikan multikultural yang baik maka kelak mereka mampu untuk menjadi transformator pendidikan multikultural yang mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme, dan demokrasi secara langsung di sekolah kepada para peserta didiknya. Adapun tujuan akhir pendidikan multikultural ini adalah peserta didik tidak hanya mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi diharapkan juga bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis.

Menurut James Banks, pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan). James Banks menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu: 1) Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi

Gambar

Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter ...............................
Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale ...............................................
Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Gambar  bergerak,  yang  disertai  dengan  unsur  suara,  dapat  ditayangkan  melalui  medium  video  dan  video  compact  disk  (VCD)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pokja Pekeriaan KonstuksiUnit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Lebong dengan ini mengumumkan hasil. Pelelanga Umum derqan Pascakualilikasi pda Bidang Bina lftarge

Hadirin yang berbahagia Melihat kondisi kita saat ini yang masih berada pada bulan sya`ban tentu menanamkan sikap senang dan gembira untuk meneliti, menghitung, merenungkan,

Production of crude palm oil inched up 1.1 percent to 1.83 million tons, while exports climbed 8.1 percent to 1.61 million tons, the highest since August 2016, the survey showed..

mitokondria akan diselubungi oleh membran ganda yang merupakan derivat dari sisterna RE. Membran RE kemudian bergabung dengan lisosom untuk.

// Berperahu mengelilingi waduk dan mendatangi rumah makan terapung menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.// Mereka dengan mudah juga bisa mendapatkan ragam ikan segar

STUDI EKSPLORASI KETERSERAPAN LULUSAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI KOTA BANDUNG PADA INDUSTRI OTOMOTIF.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui deskripsi tes formatif Bahasa Indonesia kelas IV ditinjau dari Taksonomi Bloom Revisi, 2) mengetahui analisis butir tes

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviandry (2013) pada 46 pekerja pengelasan dari 12 bengkel yang ada di Kelurahan Gondrong,