• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar, 1995).

Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah) dan pembuangan air limbah (SPAL).

2.1.1. Penyediaan Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. Penyakit- penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi

(2)

tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana (Chandra, 2007).

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar.

Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

b. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2002).

1. Parameter Fisik

Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di bawah

(3)

suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.

2. Parameter Mikrobiologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.

3. Parameter Radioaktifitas

Dari segi parameter radioaktifitas, apapun bentuk radioaktifitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.

4. Parameter Kimia

Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa (Hg), Alumunium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9.

(4)

2.1.1.1. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2002).

Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :

1. Waterborne mechanism

Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomielitis.

2. Waterwashed mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trachoma.

(5)

3. Water-based mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis.

4. Water –related insect vector mechanism

Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.

2.1.1.2. Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007).

1. Air Angkasa (Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia.

(6)

2. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.

3. Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih murni dibandingkan air permukaan.

2.1.2. Pembuangan Tinja (Jamban)

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin, 2002).

Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari

(7)

lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusia. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (faeces) dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Skema Penyebaran Penyakit Melalui Tinja

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher

Sumber : Haryoto Kusnoputranto (2000)

Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain.

Tinja Air Tangan Lalat/serangga Tanah Makanan dan minuman Host Mati Sakit

(8)

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja. Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya (Kusnoputranto, 2000).

2.1.2.1. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut dalam suatu tempat tertentu tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban tersebut sehat jika memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (Depkes RI, 1995)

1. Tidak mencemari sumber air minum (untuk ini dibuat lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari sumber air).

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

(9)

4. Mudah dibersihkan, aman digunakan dan harus terbuat dari bahan-bahan yang kuat dan tahan lama.

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang.

6. Luas ruangan cukup. 7. Ventilasi cukup baik.

8. Tersedia air dan alat pembersih. 9. Cukup penerangan.

2.1.2.2. Jenis-jenis jamban

Menurut Entjang (2000), macam-macam tempat pembuangan tinja, antara lain:

1. Jamban cemplung (Pit latrine)

Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.

2. Jamban air (Water latrine)

Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukannya sama seperti pembusukan tinja dalam air kali.

(10)

3. Jamban leher angsa (Angsa latrine)

Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.

4. Jamban bor (Bored hole latrine)

Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).

5. Jamban keranjang (Bucket latrine)

Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya menimbulkan bau.

6. Jamban parit (Trench latrine)

Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering mengakibat

(11)

kan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.

7. Jamban empang / gantung (Overhung latrine)

Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah.

8. Jamban kimia (Chemical toilet)

Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum misalnya dalam pesawat udara, dapat pula digunakan dalam rumah.

2.1.3. Pengelolaan Sampah

Menurut Mubarak (2009), sampah diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, serta tidak terjadi dengan sendirinya.

Beberapa faktor yang memengaruhi sampah adalah jumlah penduduk, sistem pengumpulan/ pembuangan sampah, pengambilan bahan-bahan yang ada pada

(12)

sampah, faktor geografis, waktu, sosial, ekonomi, budaya, musim, kebiasaan masyarakat, kemajuan teknologi serta jenis sampah (Mubarak, 2009).

Sedangkan jenis sampah, dikenal beberapa cara pembagian, ada yang membaginya atas dasar zat pembentuk (Chandra, 2007), yaitu :

a. Sampah organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur dan buah. b. Sampah anorganik, misalnya logam, pecah belah, abu, dan lain-lain.

Adapun yang membaginya atas dasar sifat, yaitu :

a. Sampah yang mudah busuk b. Sampah yang tidak mudah busuk c. Sampah yang mudah terbakar d. Sampah yang tidak mudah terbakar

Menurut Notoatmodjo (2007) cara-cara pengelolaan sampah antara lain :

a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut diangkut ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat penampungan akhir sampah (TPA).

(13)

Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain :

1. Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

2. Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran (incinerator).

3. Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk.

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat bagi vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang pengerat untuk mencari makan dan ber-

kembang biak dengan cepat sehingga dapat mengganggu kesehatan manusia.

Mengingat efek dari sampah terhadap kesehatan maka pengelolaan sampah harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Tersedianya tempat sampah yang dilengkapi tutup (sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan).

2. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah.

3. Tempat sampah tahan karat dan bagian dalam rata.

(14)

5. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkat oleh satu orang.

6. Tempat sampah dikosongkan setiap 1x24 jam atau 2/3 bagian telah terisi penuh. 7. Jumlah dan volume sampah disesuaikan dengan sampah yang dihasilkan pada

setiap tempat kegiatan.

8. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah.

9. Memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk.

10. Tersedianya tempat pembuangan sampah sementara yang mudah dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak di lokasi yang terjangkau kendaraan pengangkut sampah dan harus dikosongkan sekurang-kurangnya 3x24 jam.

2.1.4. Pengelolaan Air Limbah

Menurut Ehless dan Steel yang dikutip oleh Chandra (2007), air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan.

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain :

a. Air Buangan Rumah Tangga ( domestic waste water)

Air buangan dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang terdiri dari ekskreta (tinja dan urine), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi dimana sebagian besar merupakan bahan-bahan organik.

(15)

b. Air Buangan Kotapraja (minicipal waste water)

Air buangan ini umumnya berasal dari daerah perkotaan, perdagangan, selokan, tempat-tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya.

c. Air Buangan Industri (industrial waste water)

Air buangan yang berasal dari berbagai macam industri. Pada umumnya lebih sulit pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang terkandung didalamnya, misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan lain-lain.

Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut :

1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum. 2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.

3. Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai atau tempat-tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.

4. Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.

5. Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah dan tidak dapat dicapai oleh anak-anak.

6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.

(16)

berikut :

1. Pengeceran (dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.

Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat menimbulkan banjir.

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan didaerah yang terbuka, sehingga memungkinkan memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.

(17)

3. Irigasi (irrigation)

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

2.2. Tempat-tempat Umum

Tempat-tempat umum adalah suatu tempat dimana masyarakat ramai berkumpul untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Sanitasi tempat-tempat umum merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, maka tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit-penyakit yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian maka sanitasi tempat-tempat umum harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat (Mukono, 2006).

(18)

1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum artinya masyarakat umum boleh keluar masuk ruangan tempat umum dengan membayar atau tanpa membayar.

2. Harus ada gedung/ tempat peranan, artinya harus ada tempat tertentu dimana masyarakat melakukan aktivitas tertentu.

3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari pengunjung tempat-tempat umum tersebut.

4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut harus sesuai dengan ramainya, harus mempunyai fasilitas tertentu yang mutlak diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di tempat-tempat umum.

Salah satu diantara tempat-tempat umum tersebut adalah restoran. Menurut UU RI No. 34 Tahun 2000, restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jenis tataboga atau catering.

Pengertian restoran menurut Marsum yang dikutip Anonimous (2008), restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial yang menyelenggarakan pelayanan yang baik kepada semua tamunya baik berupa makan dan minum.

Ada beberapa tipe restoran, yaitu:

a. Restoran main dinning room b. Restoran tradisional

(19)

e. Kafe

f. Warung tenda g. Kantin

h. Street food

Kantin biasanya berlokasi di kampus dan sekolahan, makanan yang di jual tidak terlalu banyak, misalnya bakso, siomay, batagor, minumannya hanya terdiri dari minuman kemasan atau minuman botolan.

Kantin hampir selalu ada di tiap sekolah di Indonesia. Biasanya kantin menjadi tempat berkumpul bagi para murid. Pesan-ambil-bayar-duduk mungkin merupakan prinsip para pengguna fasilitas kantin. Ramainya kantin disebabkan oleh obrolan siswa-siswi yang makan bersama. Kebanyakan murid menganggap penting kantin sebagai tempat bersosialisasi, tempat berkumpulnya seluruh angkatan (Wikipedia, 2008).

Kantin yang sehat secara fisik tentunya harus mempunyai sarana dan prasarana yang memadai. Berdasarkan fisiknya tersebut, kantin sehat dapat dibedakan menjadi kantin dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan terbuka seperti di koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada di ruang terbuka, namun ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam keadaan tertutup. Kedua jenis kantin tersebut harus memiliki sarana dan prasana sebagai berikut: (1) sumber air bersih, (2) tempat penyimpanan, (3) tempat pengolahan, (4) tempat penyajian dan ruang makan, (5) fasilitas sanitasi, (6)

(20)

Kantin dengan ruang tertutup harus mempunyai bangunan tetap dengan persyaratan tertentu, sedangkan kantin dengan ruang terbuka (koridor atau halaman) harus mempunyai tempat tertutup untuk persiapan dan pengolahan serta penyajian makanan dan minuman.

2.3. Vektor

Vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agent penyakit dari satu hewan ke hewan lain atau ke manusia. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor berupa serangga dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra, 2007).

Penularan penyakit yang disebabkan oleh vektor kepada manusia dapat dibedakan atas dua cara, yakni (Azwar, 1995):

1. Penyebaran secara biologi, yang disebut pula penyebaran aktif. Disini bibit penyakit hidup serta berkembang biak di dalam tubuh vektor dan jika vektor tersebut menggigit manusia, maka bibit penyakit masuk ke dalam tubuh sehingga timbul penyakit. Contoh : nyamuk.

2. Penyebaran secara mekanik, disebut juga penyebaran pasif, yakni pindahnya bibit penyakit yang dibawa vektor kepada bahan-bahan yang digunakan manusia (umumnya makanan), dan jika makanan tersebut dimakan oleh manusia maka timbul penyakit. Contoh : lalat.

2.3.1. Lalat

(21)

dengan sayap berbentuk membran ini, maka salah satu yang paling ditakuti ialah lalat. Lalat dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia seperti penyakit typhoid fever, para thypoid fever, disentri basiler, disentri amuba dan lain sebagainya (Azwar, 1995).

Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir di seluruh permukaan bumi. Sampai saat ini dijumpai lebih kurang 60.000-100.000 spesies lalat. Tetapi tidak semua spesies ini perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya untuk manusia ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan. Yang paling penting hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia canicularis).

Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).

Agent penyakit yang dapat dibawa oleh lalat melalui bulu-bulu, kaki dan bagian tubuh lainnya antara lain (Mukono, 2006):

(22)

1. Bakteri

Contoh : Vibrio cholera penyebab penyakit kolera, Salmonella thyposa penyebab penyakit tifoid.

2. Parasit

Contoh : cacing (telur cacing) penyebab kecacingan. 3. Protozoa

Contoh : Entamoeba histolityca penyebab penyakit disentri. 4. Virus

Contoh : polio dan hepatitis.

Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, tipus, perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes RI, 2001).

Untuk mendapatkan hasil pengawasan lalat yang memuaskan, maka sifat-sifat dan cara hidup lalat haruslah diketahui. Beberapa sifat lalat yang terpenting diantaranya adalah (Azwar, 1995) :

(23)

1. Lalat suka hidup di tempat yang kotor, misalnya pada kotoran manusia, kotoran hewan, dan sampah.

2. Untuk berkembang biak lalat membutuhkan udara panas yang lembab serta tersedianya bahan makanan yang cukup.

3. Lalat tertarik pada bau-bauan yang busuk, serta bau dari makanan ataupun minuman yang merangsang.

4. Lalat tertarik pada cahaya lampu. 5. Lalat takut dengan warna biru.

Pengetahuan akan sifat lalat seperti ini, dapat dimanfaatkan untuk mencari atau menemukan sumber lalat, yakni dengan mencari tempat-tempat yang kotor seperti gundukan kotoran, tempat pembuangan sampah, kakus yang tidak bertutup ataupun pada bangkai hewan yang mungkin terdapat di pekarangan. Selain itu, dengan mengetahui sifat-sifat lalat, dapat pula diusahakan cara menghindari lalat yaitu dengan menjaga kebersihan lingkungan dan perseorangan juga menutup makanan sehingga lalat tidak sempat datang atau menghinggapi makanan (Azwar, 1995).

2.3.2. Siklus Hidup Lalat

Lalat mengalami metamorfosis sempurna, dengan stadium telur, larva atau tempayak, pupa atau kepompong dan lalat dewasa. Perkembangan lalat memerlukan waktu antara 7-22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia. Lalat betina telah dapat menghasilkan telur pada usia 4-8 hari, dengan jumlah telur sebanyak

(24)

75-150 butir dalam sekali bertelur. Semasa hidupnya seekor lalat bertelur 5-6 kali. Berikut masing-masing stadium dalam perkembangannya lalat (Wijayantono, 1992) :

1. Stadium Pertama (Stadium Telur)

Stadium ini berlangsung selama 12-24 jam. Bentuk telur lalat adalah oval panjang dan berwarna putih, besar telur 0,8-2 mm. Telur dapat dihasilkan oleh lalat betina sebanyak 150-200 butir. Lamanya stadium ini dapat dipengaruhi oleh faktor panas dan kelembaban, tempat bertelur dimana semakin panas semakin cepat menetas dan berlaku sebaliknya. Telur diletakkan pada bahan-bahan organik yang lembab seperti sampah, kotoran binatang, kotoran manusia atau bahan-bahan lain yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang membusuk.

2. Stadium Kedua (Stadium Larva atau Tempayak) Stadium ini terdiri dari 3 tingkatan yaitu : a. Tingkat I

Telur yang baru menetas disebut instar I, berukuran panjang 2 mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan ganas terhadap makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II.

b. Tingkat II

Ukuran besarnya dua kali dari instar I, setelah beberapa hari maka kulit akan mengelupas dan keluar instar III dan banyak bergerak.

c. Tingkat III

Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memerlukan waktu 3-9 hari, larva tidak banyak bergerak, larva berpindah ke tempat yang kering dan

(25)

sejuk untuk berubah menjadi kepompong.

3. Stadium Ketiga (Stadium Pupa atau Kepompong)

Pada stadium ini jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa, stadium ini berlangsung 3-9 hari atau tergantung suhu setempat yang disenangi lebih kurang 35°C. Pupa ini berwarna coklat hitam dan berbentuk lonjong. Pada stadium ini tubuh larva telah menjadi dewasa, kurang bergerak (tak bergerak sama sekali). Setelah stadium ini selesai maka melalui celah lingkaran pada bagian anterior akan keluar lalat muda.

4. Stadium Keempat (Stadium Lalat Dewasa)

Stadium ini adalah stadium terakhir yang sudah berwujud serangga yaitu lalat. Untuk menjadi lalat dewasa yang matang dan siap untuk melakukan perkawinan memerlukan waktu kurang lebih dari 15 jam. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4 minggu. Perlu kita ketahui faktor suhu setempat, kelembaban udara dan makanan yang tersedia berpengaruh terhadap pertumbuhan lalat baik dari telur hingga menjadi lalat dewasa.

2.3.3. Pola Hidup Lalat

Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992):

1. Tempat Perindukan

(26)

secara kumulatif sangat disenangi oleh larva lalat, sedangkan yang tercecer yang dipakai sebagai tempat berkembang biak lalat.

2. Jarak Terbang

Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia. Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km.

3. Kebiasaan Makan

Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan

yang lain. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-hari, seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah.

Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makan yang basah, sedangkan makanan yang kering dibasahi oleh ludahnya terlebih dahulu lalu dihisap.

4. Tempat Istirahat

Pada siang hari bila lalat tidak makan, mereka akan beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta lalat menyukai tempat-tempat tepi yang tajam dan permukaannya vertikal. Biasanya tempat istirahatnya terletak berdekatan dengan tempat makanannya atau tempat berbiaknya dan biasanya terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut biasanya

(27)

5. Lama Hidup

Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperature. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin bisa mencapai 70 hari.

6. Temperatur

Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dan aktivitas optimumnya pada temperatur 21°C. Pada temperatur dibawah 7,5°C tidak aktif dan di atas 45°C terjadi

kematian pada lalat.

8. Kelembaban

Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Dimana kelembaban ini berbanding terbalik dengan temperatur. Jumlah lalat pada musim hujan lebih banyak daripada musim panas. Lalat sangat sensitif terhadap angin kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar mencari makan pada waktu kecepatan angin yang tinggi.

9. Cahaya

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik (menyukai cahaya). Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban.

(28)

2.3.4. Jenis-jenis lalat

1. Lalat rumah (Musca domestica)

Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia.

Dalam waktu 4-20 hari setelah muncul dari stadium larva, lalat betina sudah bisa mulai bertelur. Telur-telur putih, berbentuk oval dengan ukuran panjang ± 1 mm. Setiap kali bertelur diletakkan 75-150 telur. Seekor lalat biasanya diletakkan dalam retak-retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena sinar matahari. Pada suhu panas telur-telur ini menetas dalam waktu 12-24 jam dan larva-larva yang muncul masuk lebih jauh ke dalam medium sambil memakannya.

Setelah 3-24 hari, biasanya 4-7 hari, larva-larva itu berubah menjadi pupa. Larva - larva akan mati pada suhu yang terlalu panas. Suhu yang disukai ± 30-35°C, tetapi pada waktu akan menjadi pupa mereka mencari tempat-tempat yang lebih dingin dan lebih kering.

Pupa berbentuk lonjong ± 7 mm panjang, dan berwarna merah coklat tua. Biasanya pupa terdapat pada pinggir medium yang kering atau didalam tanah. Stadium pupa berlangsung 4-5 hari, bisa juga 3 hari pada suhu 35°C atau beberapa minggu pada suhu rendah.

(29)

Lalat dewasa keluar dari pupa, kalau perlu menembus keluar dari tanah, kemudian jalan-jalan sampai sayap-sayapnya berkembang, mengering dan mengeras. Ini terjadi dalam waktu 1 jam pada suhu panas sampai 15 jam untuk ia bisa terbang. Lalat dewasa bisa kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu 4-20 hari setelah keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup lengkap 8 hari pada kondisi yang menguntungkan.

Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada musim dingin, mereka paling aktif pada suhu 32,5°C dan akan mati pada suhu 45°C. Mereka melampaui musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan berkembang biak di tempat-tempat yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan gudang-gudang (Santi, 2001).

2. Lalat kecil (Fannia canicularis)

Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka jauh lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian-bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.

3. Lalat kandang (Stomaxys calaitrans)

Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi mereka mempunyai kebiasaan

untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk. Siklus hidupnya 21-25 hari. Jenis lalat ini tidak penting untuk tranmisi penyakit manusia tetapi mereka bisa memindahkan penyakit-penyakit pada binatang.

(30)

4. Lalat hijau ( Lucilia sertica)

Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. Jenis-jenis lalat ini lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran daripada lalat rumah biasa, karena itu mereka dianggap tidak terlalu penting sebagai vektor penyakit manusia.

5. Lalat daging ( Sarcophaga)

Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan daging. Ukuran mereka besar dan terdapat bintik meraka pada ujung badan mereka. Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa juga terjadi dalam kotoran binatang. Beberapa jenis tidak bertelur tetapi mengeluarkan larva. Mereka jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran dan karena itu mereka tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia. Tetapi mereka bisa menyebabkan myasis pada manusia.

2.4. Hubungan Lalat dengan Kesehatan Lingkungan

Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kaki-kakinya dan membuang kotorannya diatas makanan, sehingga makanan menjadi tercemar oleh lalat. Lalat juga menimbulkan gangguan kenyamanan, merusak pemandangan, geli/ jijik, gatal-gatal pada kulit, menimbulkan tidak nyaman akhirnya nafsu makan berkurang. Selain itu dari segi estetika terkesan jorok.

(31)

Lalat erat hubungannya dengan lingkungan dimana lalat akan berkembang biak dengan cepat apabila lingkungan mendukung atau lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan sebaliknya lalat akan berkurang apabila tercipta lingkungan yang tidak memberikan suatu bentuk kehidupan lalat yaitu keadaan lingkungan yang bersih, sejuk dan kering (Depkes RI, Dirjen P2MPL, 2001).

2.5. Kepadatan Lalat

Upaya untuk menurunkan populasi lalat sangat penting, mengingat dampak yang ditimbulkan oleh lalat. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.

Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :

a. Tingkat kepadatan lalat

b. Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat c. Jenis-jenis lalat

Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupa n/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain (Depkes RI, 1992) :

a. Pemukiman penduduk

(32)

c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.

d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.

Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan dengan cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat dilakukan pada :

- Setiap kali dilakukan pengendalian lalat (sebelum dan sesudah)

- Memonitoring secara berkala, yang dilakukan sedikitnya 3 bulan sekali. Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat antara lain :

a. Fly Grill

Fly Grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang disurvei secara alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian fly grill ini didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat tersebut yang bersudut tajam.

Fly grill ini dapat dibuat dari bilahan kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm, dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah. Bilahan-bilahan kayu tersebut hendaknya di cat berwarna putih. Bilahan-bilahan yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan

(33)

sebaiknya pemasangan bilahan pada kerangkanya mempergunakan kayu sekrup sehingga dapat dibongkar pasang setelah dipakai.

Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :

1. Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya

2. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik 3. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan

counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap dihitung.

4. Jumlah lalat yang hinggap dicatat

5. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama 6. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung

rata-ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.

Menurut buku petunjuk pemberantasan lalat penghitungan kepadatan lalat menggunakan fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu :

0-2 : tidak menjadi masalah [ rendah ]

3-5 : perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembang biak lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain) [sedang ]

6-20 : populasi padat dan perlu pengamatan lalat dan bila mungkin direncanakan tindakan pengendaliannya [ tinggi ]

(34)

>21 : populasi sangat padat dan perlu diadakan pengamanan terhadap tempat berkembangbiaknya lalat dan tindakan pengendalian [ sangat tinggi / sangat padat ] (Depkes RI, 1995).

b. Scudder grille

Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan cara diletakkan diatas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas scudder grille itu dengan menggunakan hand counter (alat penghitung).

c. Sticky trap

Pemasangan sticky trap dilakukan untuk menjebak lalat dalam pemantauan populasi dan keberadaan lalat di lapangan. Pemasangan sticky trap dilakukan selama 24 jam. Populasi lalat yang tertangkap pada sticky trap dihitung dengan menggunakan hand counter (alat penghitung).

2.6. Metode Pengendalian Lalat

Upaya pengendalian lalat yang efektif merupakan kunci keberhasilan program pengendalian lalat. Ada beberapa cara pengendalian yang dilakukan yaitu :

2.6.1. Tindakan Perbaikan Lingkungan Hidup

Pada waktu tertentu setiap kawasan memiliki waktu tertentu dalam hal mendukung kehidupan lalat. Tempat-tempat yang banyak mengandung bahan organic seperti sampah basah, tinja, kotoran binatang-binatang dan

(35)

tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk merupakan tempat yang disenangi lalat. Tempat-tempat tersebut harus ditiadakan antara lain :

a. Sampah basah

Sampah ini harus dimasukkan ke dalam bak tertutup rapat sebelum dibuang

ke pembuangan akhir (penyimpanan sampah sementara di rumah tangga) sehingga lalat tidak dapat hinggap langsung. Untuk cara kerja yang efektif sampah dapat dimasukkan ke dalam karung plastik.

b. Tinja

Tinja harus dibuang ke tempat khusus seperti bak yang tertutup rapat seperti jamban yang menggunakan leher angsa.

c. Kotoran binatang

Kotoran binatang agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya lalat harus dijaga kebersihannya dengan cara membersihkan kandang ternak dan kotoran ternak.

d. Tumbuh-tumbuhan yang membusuk

Tumbuh-tumbuhan yang telah ditebang atau mati sebaiknya dibakar atau ditimbun.

2.6.2. Pengendalian Secara Biologi

Pengendalian lalat secara biologi salah satunya adalah dengan sterilisasi lalat jantan, dengan tujuan bila lalat mengadakan perkawinan akan menghasilkan telur

(36)

cara ini bila minyak acorus calaus glius digosokkan pada lalat drosophila melango gaster, dari 200 telur yang dihasilkan hanya ada 6 telur yang menetas menjadi lalat dewasa.

2.6.3. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanis

Pemberantasan ini hanya pelengkap karena hasilnya tidak begitu memuaskan, antara lain :

a. Dengan tindakan perlindungan / screening

Tindakan ini tidak untuk mengurangi jumlah lalat, namun sangat penting untuk mencegah hinggapnya lalat pada makanan dan minuman. Cara yang biasa digunakan yaitu pemasangan kawat kasa pada pintu dan jendela memberikan hasil yang efektif terhadap pencegahan serangga lalat masuk ke dalam rumah. Dengan demikian akan mengurangi bahaya terhadap kontaminasi makanan oleh lalat.

b. Dengan teori udara

Teori udara dibuat dengan meletakkan kipas angin diatas pintu masuk untuk mendapatkan aliran angin dengan tekanan yang cukup kuat untuk mencegah masuknya lalat ke dalam ruangan. Teori ini banyak dilakukan di perusahaan makanan dan restoran.

c. Electrocution

Cara ini adalah dengan memasang kawat kasa pada pintu dan jendela atau perangkap yang dialiri arus listrik dengan mengubah voltase yang cukup tinggi dengan ampere yang cukup rendah. Shock listrik yang ditimbulkan tidak berbahaya

(37)

bagi manusia atau binatang besar lainnya. Namun hendaknya alat ini dipasang oleh instalator yang dapat dipertanggungjawabkan.

d. Pemukulan lalat

Pemukulan lalat yang tampaknya kuno dapat menjadi alat yang efektif di rumah dimana penghuninya tidak menyukai pestisida dalam bentuk apapun. Namun dari segi jumlah lalat yang dihasilkan tidaklah berarti untuk melakukan suatu pengendalian.

2.6.4. Pengendalian dengan Menggunakan Insektisida

Pengendalian lalat menggunakan insektisida dilakukan dengan menggunakan racun serangga. Penyemprotan residu insektisida dilakukan terhadap permukaan yang menjadi tempat hinggap lalat, tempat makan atau tempat beristirahat lalat, juga tempat hinggap pada malam hari sehingga waktu kontak lalat dengan insektisida cukup lama.

Agar pengendalian ini mendapatkan hasil yang memuaskan maka perlu didahului dengan survei untuk mendapatkan data-data mengenai :

1. Kepadatan lalat

2. Kerentanan lalat terhadap racun serangga 3. Fluktuasi dari kepadatan lalat

(38)

2.7. Kerangka Konsep

Sanitasi Dasar Kantin

1. Penyediaan Air bersih 2. Pembuangan tinja (jamban) 3. Pengelolaan sampah

4. Pembuangan Air Limbah

Tingkat Kepadatan Lalat Penghitungan lalat

dengan Fly Grill Memenuhi

syarat

Tidak memenuhi

Referensi

Dokumen terkait

Program Penelitian, Penguasaan, dan Pemanfaatan Iptek meliputi Penelitian dan Pengembangan Sub Kegiatan Tematik, Kompetitif, Insentif Ristek, Insentif Peneliti dan

Tidak Normal : gagal menampilkan halaman jenjang pendidikan Menu jenjang pendidikan tidak tampil Tidak dapat menampilkan halaman jenjang pendidikan 3 Menu Pengaturan

diketahui keduanya melakukan perjalanan keilmuan secara bersama, dengan Musa sebagai seorang murid dan Khidir diposisikan sebagai pengajar yang dipertenukan diantara dua

Pada Gambar 4 terlihat bahwa pengaruh inokulan alami terhadap rata-rata pertambahan cabang baru semakin meningkat dengan bertambahnya dosis inokulan dari P0 sampai

Model konsep kewirausahaan strategis yang telah dikembangkan oleh Ireland dkk menyarankan bahwa perusahaan yang secara linier dan berurutan: menggunakan cara berpikir

penelitian ini menguji kembali pengaruh kemampuan aset pajak tangguhan, beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak dalam memprediksi manajemen laba dimana dalam

Mengingat segala apa yang telah dipersiapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala berupa ganjaran yang besar di sisi-Nya, dengan sebuah pengorbanan dan perjuangan yang tidak seberapa

Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan mengatur pembagian kewenangan dalam tugas pengawasan khususnya di bidang perbankan antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank