• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKUSI PUBLIK RUU KUHP. Banjarmasin, Selasa 20 April NOTULENSI DISKUSI PUBLIK RUU KUHP KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISKUSI PUBLIK RUU KUHP. Banjarmasin, Selasa 20 April NOTULENSI DISKUSI PUBLIK RUU KUHP KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

NOTULENSI

DISKUSI PUBLIK RUU KUHP

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DIREKTORAT JENDRAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM

Pembicara dan Moderator:

1. Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiarej, S.H., M.Hum (Keynote speaker)

2. H. Asrul Sani, S.H., M.Si – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (pembicara)

3. Prof. Hakristusi Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D – Guru Besar dalam Hukum Pidana Universitas Indonesia (pembicara)

4. Y. Ambeg Paramarta, S.H., M.Si – Staff Ahli Menteri Bidang Politik dan Keamanan Hukum dan HAM. (pembicara)

5. Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, S.H., M.H. – Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Krisna Dwipayana (pembicara)

6. Prof. Dr. Topo Santoso, S.H. M.H. – Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (pembicara)

7. Dr. Surastini Fitriasing, S.H., M.H. – Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (pembicara)

8. Dr. Dhahana Putra, Bc.IP., S.J., M.Si– Moderator 9. Dr. Sri Puguh Budi Utami, Bc.I.P., M. Si– Sambutan

Pembicara

Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.

• Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hukum di Indonesia harus dilandasi nilai yang ada dalam Pancasila yaitu ketuhanan kemanusiaan persatuan kerakyatan dan keadilan. Sebagai negara hukum segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan kebangsaan dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan hukum untuk mewujudkan negara hukum yang berlandaskan Pancasila memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis sinergi komprehensif dan dinamis melalui upaya pembangunan hukum.

(2)

• Upaya pembangunan hukum merupakan upaya yang dilaksanakan melalui pengembangan lembaga-lembaga hukum dan substansi hukum sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat nasional maupun internasional salah satu proses pembangunan hukum yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah khususnya di bidang hukum pidana adalah dengan melakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. RUU KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem kodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan jaman kolonial Hindia Belanda. Sejak kemerdekaan KUHP warisan kolonial Belanda telah berkembang secara masif dan banyak menyimpang dari asas asas hukum pidana umum yang diatur dalam kodifikasi. perkembangan ini berkaitan baik dengan hukum pidana murni maupun hukum pidana admistrasi termasuk perda.

• Permasalahan tersebut berkaitan erat dengan tiga permasalahan utama dalam hukum pidana yaitu perumusan perbuatan yang dilarang perumusan pertanggungjawaban pidana dan perumusan sanksi baik berupa pidana pada punisman maupun tindakan treatment. Sehingga perkembangan hukum pidana yang terjadi perlu diintegrasikan kedalam sistem hukum pidana Indonesia dengan melakukan upaya rekodifikasi yang mencakup konsolidasi dan sinkronisasi peraturan hukum pidana vertikal maupun horizontal kedalam suatu kitab UU yang sistematis. Upaya rekodifikasi ini menghasilkan rancangan undang-undang tentang KUHP pembentukan RUU KUHP telah melalui langkah panjang yang dimulai sejak seminar hukum nasional pertama pada tahun 1963. Walaupun telah melalui waktu yang tidak sebentar dalam pembentukannya dan silih bergantinya akademisi maupun praktisi yang duduk dalam tim pembentukannya serta telah melalui koordinasi dan konsolidasi dengan kementerian lembaga organisasi masyarakat organisasi profesi praktisi akademisi dan pakar sesuai dengan bidang keahliannya.

• Namun tetap sesuai dengan kaidah hukum asas hukum pidana prinsip dan tujuan pembaharuan tindakan, meskipun demikian perjalanan pembentukan RUU KUHP tidak selalu berjalan lancar. Pro dan kontra diserukan oleh berbagai kalangan masyarakat mulai dari mahasiswa, organisasi masyarakat, instansi pemerintah, dan organisasi internasional. Perbedaan pemahaman dan pendapat yang terjadi antara pihak yang mendukung dengan pihak yang menentang disahkannya RUU KUHP antara lain meliputi pengaturan mengenai peraturan yang hidup di masyarakat pidana

(3)

mati dan tindak pidana khusus. RUU KUHP merupakan general (gk jelas) yang disusun bagi sebuah simboperadaban bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sehingga seyogyanya dibangun dan dibentuk dengan mengedepankan prinsip nasionalisme dan mengapresiasi seluruh partisipasi masyarakat. oleh karena itu perbedaan pemahaman dan pendapat dalam pengaturan RUU KUHP tentunya merupakan kontribusi yang positif yang perlu disikapi dengan melakukan diskusi yang komprehensif dan menyeluruh dari seluruh komponen anak bangsa khususnya para akademisi, praktisi, dan pakar dibidang hukum pidana agar dalam implementasi dan aplikasi dari pelaksanaannya RUU KUHP dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah hukum asas hukum pidana prinsip dan tujuan hukum pidana.

• Mengutip guru besar hukum pidana universitas Diponegoro almarhum profesor Mulyadi bahwa kunci keberhasilan perumusan perundang-undang terletak pada sosialisasi yang perlu dilakukan secara masif atas dasar tersebut pemerintah membuka ruang diskusi dengan berbagai elemen masyarakat yang menyuarakan pendapatnya dengan mengundang serta menerima masukan dari berbagai kementerian maupun lembaga, aparat penegak hukum, organisasi masyarakat, organisasi internasional, serta negara lain. Dibukannya ruang diskusi ini bertujuan untuk menghimpun masukan-masukan dari para pihak yang menaruh perhatian terhadap perkembangan hukum pidana khususnya RUU KUHP untuk menyamakan persepsi masyarakat terhadap pasal RUU KUHP dan sebagai pertanggungjawaban proses pembentukan Peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara transparan serta melibatkan masyarakat.

• Upaya sosialisasi pada tahun 2021 telah diselenggarakan 7 kali dimulai dengan diselenggarakan diskusi publik RUU KUHP pada tanggal 23 Februari di Medan dan terakhir pada tanggal 12 April di Padang. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian sosialisasi menyeluruh yang diselenggarakan secara bertahap ke beberapa kota di Indonesia yang diselenggarakan dalam bentuk diskusi dua arah dengan mengangkat 6 tema utama yaitu tindak lanjut pembahasan RUU KUHP, perkembangan RUU KUHP, pembaharuan RUU KUHP, struktur RUU KUHP, isu kursial RUU KUHP dan tindak pidana khusus dalam RUU KUHP. Hadirin yang berbahagia sumbangsih pemikiran para hadirin yang hadir dalam kesempatan pada hari ini akan tercatat sebagai pihak yang turut serta menyampaikan gagasan terkait pembentukan RUU KUHP yang merupakan produk estafet dari para pendahulu yang mutlak harus kita

(4)

wujudkan sebagai salah satu Magnum opus karya anak bangsa yang patut kita banggakan. Demikian beberapa hal yang dapat kami sampaikan untuk mengantarkan diskusi publik RUU KUHP besar harapan kami kiranya diskusi publik ini dapat menghasilkan masukan-masukan yang konstruktif guna menghasilkan hukum pidana materiil yang lebih baik bagi Indonesia.

H. Arsul Sani, S.H, M.Si

• Nampak tilas pembahasan RUU KUHP. ini kita mulai sejak pertengahan tahun 2015 ketika presiden Jokowi yang menyampaikan survei mengenai RUU yang merupakan inisiatif pemerintah yaitu RKUHP atau RUU hukum pidana. Kalau kita lihat pada RUU yang disampaikan oleh pemerintah terdiri dari dua buku, buku mengenai ketentuan umum dan buku dua mengenai tindak pidana dengan jumlah total pasal termasuk ketentuan penutup 786 pasal. Komisi 3 DPR RI yang ditugaskan oleh DPR untuk membahas periode 2015-2019 membentuk panca yang kemudian bersama sama dengan tim pemerintah secara intensif membahas RKUHP. Namun pada saat itu kita mengetahui banyak apa protes banyak keberatan terhadap sejumlah pasal yang nanti saya singgung sedikit, kemudian pada saat mau disahkan di rapat paripurna DPR itulah kemudian presiden Jokowi melalui pak menkum HAM menyampaikan permintaan agar menunda pengesahan RKUHP itu menjadi undang-undang karena adanya berbagai keberatan. Kemudian sejalan dengan perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan ya yaitu melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 ya kemudian disepakati ini memang menjadi komitmen politik bersama antara DPR dan pemerintah untuk melanjutkan pembahasan RUU KUHP pada periode DPR 2019-2024 ini memang disepakati pada saat itu bahwa pembahasan yang akan dilakukan periode ini adalah kepuasan dengan model carry over tetapi memang prinsip carry over yang disepakati itu tidak secara tegas disebutkan di dalam pasal 71 a dari Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 itu bagaimana harus dilaksanakan.

• Tetapi yang ingin saya sampaikan bahwa kami di komisi 3 selalu terus bagaimana undang-undang yang lain terutama untuk RKUHP menerima aspirasi yang variatif ini mencerminkan masyarakat yang berbhineka tunggal ika. Dalam cara pandangnya terhadap beberapa hal yang terkait dengan RKUHP. Teman-teman yang

(5)

berkeberatan atau kelompok yang keberatan termasuk 22 besar negara Eropa yang pernah berkunjung itu selalu berparadigma terkait dengan delik kesusilaan adalah bahwa negara tidak boleh masuk dalam ruang privasi orang tetapi sebaliknya juga ada sisi lain misalnya berbagai elemen umat Islam dan menginginkan agar hal-hal yang yang sudah bersesuaian dengan hukum Islam dipertahankan yang belum bersesuaian itu juga harus diperbaiki atau dirubah di bawah ini adalah sejumlah pasal kontroversial yang kemudian membuat RKUHP yang sudah disetujui pada pembahasan tingkat pertama itu akhirnya ditunda. Beberapa pasal yang kontroversial itu antara lain;

- pasal terkait hukum yang hidup dalam masyarakat (pasal 2) - Pasal terkait penghinaan presiden pasal (218-219)

- Pasal terkait makar pasal (191-196)

- Pasal terkait mempertunjukkan alat kontrasepsi (pasal 414) - Pasal terkait aborsi (pasal 470)

- Pasal terkait perzinahan dan kohabitasi (pasal 417-419) - Pasal terkait tindak pidana korupsi (pasal 604-607)

• Pasal-pasal tersebut dinilai kontroversial karena dikawatirkan akan terjadi di over kriminalisasi di samping akan meringankan sanksi pidana bagi pelaku Tipikor. Proyeksi pembahasan RUU KUHP dengan direvisinya undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan maka keberlanjutan pembahasan RKUHP berikutnya dimungkinkan untuk dilakukan carry over. Perlu ada pembicaraan lebih lanjut antara DPR dan pemerintah terkait carry over agar pembahasan rkuhap tidak terlalu jauh ke belakang. Meskipun tercantum dalam longlist KUHP masuk dalam prolegnas prioritas 2021 artinya masih ada cukup waktu untuk mempersiapkan carry over pembahasan RUU KUHP pada tahun berikutnya. DPR akan menyihir kembali sejumlah pasal yang dinilai kontroversial, kemudian diperbaiki misalnya dengan memberi koridor dalam penjelasan pasal untuk meminimalkan potensi terjadinya over kriminalisasi. Dalam kaitannya dengan reformasi hukum pidana, pembahasan sejumlah RUU seperti RUU PKS, RUU kejaksaan dan RUU narkotika harus selaras pengaturan dalam KUHP.

Y. Ambeg Paramartha

• Kita mengetahui bersama bahwa KUHP kita yang berlaku sekarang adalah merupakan peninggalan kolonial Hindia Belanda yang bernama Wetboek Van

(6)

Strafrecht voor Netherlands Indie (WvS) yang dimaksudkan dalam stb no. 732 yang berlaku tahun 1915 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 1918 Ini tidak terlepas juga dari perubahan yang terjadi di dalam hukum dasar atau grondwet yang ada di Belanda, dimana masa itu Belanda melakukan perubahan terhadap hukum dasar yang diberlakukan pada negara-negara koloninya. Dan di Indonesia sendiri mulai 1 Januari 1918 diberlakukannya wetboek van strafrecht voor Netherlands indie jadi merupakan hukum yang kemudian dipergunakan di jajahan Belanda pada waktu itu. Dan dan dalam sejarah perkembangan berikutnya setelah kemerdekaan an-nur dasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945 dan kemudian juga diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 1945 dikeluarkan pada tanggal 10 Oktober 1945 yang antara lain bahwa menyebutkan segala aturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan undang-undang dasar dinyatakan tetap berlaku dan ini kemudian diturunkan ke dalam sejumlah undang-undang yaitu terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana yang ini memberlakukan peraturan hukum pidana itu bagi penduduk di wilayah Jawa dan Madura dan kemudian dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1958 ini memberlakukan wetboek Van strafrecht voor Netherland indie.

• Bapak ibu sekalian yang saya hormati walaupun kemudian diberlakukannya hukum kolonial di dalam peraturan hukum pidana nasional namun tersirat dalam pembukaan UUD 1945 semangat untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas dalam suasana tertib tertib hukum artinya bahwa sebetulnya kalau kita bicara tentang tertib hukum makan di situ juga ada mandat dari undang-undang untuk melakukan pembaharuan hukum termasuk didalamnya pembaruan hukum pidana. Oleh karena itu pada tahun 1958 upaya pembaharuan hukum pidana ini mulai dilakukan oleh pemerintah Indonesia walaupun amanat itu ada pada tahun 1945 yang ditandai dengan pembentukan lembaga pembinaan hukum nasional atau yang sekarang dikenal dengan BPHN yang sejak berdirinya senantiasa secara periodik menyelenggarakan apa yang disebut dengan seminar hukum nasional di dalam seminar hukum nasional itu berkumpul para ahli para akademisi hukum di Indonesia dalam rangka membicarakan tentang pembentukan hukum nasional dan upaya ini kemudian dilanjutkan dengan melalui seminar hukum nasional yang pertama pada tahun 1963 yang resolusinya antara lain adalah desakan untuk diselesaikan KUHP nasional dan berdasarkan resolusi ini maka pada tahun 1964 telah dirumuskan RUU KUHP dan selesai pada pada buku pertama yaitu menyangkut ketentuan umum.

(7)

• Sejak pembentukan RUU KUHP sebetulnya pembaharuan hukum pidana rumusan-rumusan rumusan-rumusan yang dimulai dari pada tahun 1964 sudah bersumber dari berbagai kajian ilmiah, pertemuan ilmiah baik itu seminar, kongres, lokakarya baik yang bersifat nasional maupun internasional termasuk juga mengadopsi atau mempertimbangkan berbagai konvensi internasional dan juga dalam draf RUU KUHP yang dimulai pada tahun 1964 tersebut di situ tergabung pemikiran dari sejumlah guru besar yang bahkan tercatat 9 guru besar yang berpulang dan terakhir pada tahun yang lalu adalah Profesor Muladi. Kalau kita melihat pembaharuan hukum pidana dilakukan atau pembaharuan hukum pidana nasional ini adalah merupakan upaya total final reform. Dan kemudian pada tahun 2015 pemerintah melakukan kembali pembahasan RUU KUHP dengan DPR dan kalau kita melihat jalan panjang yang disampaikan oleh narasumber pertama kita mencatat sampai dengan tahun 2015 ternyata KUHP dan RUU KUHP sudah berumur 97 tahun bahkan pada tahun 2021 ini sudah berumur 103 tahun. Jadi bayangkan kita sudah 100 tahun menggunakan WvS itu menjadi hukum pidana nasional dan kita tidak melakukan perubahan terhadap WvS hanya melakukan perubahan-perubahan yang bersifat parsial terhadap beberapa atau sejumlah delik terutama pada delik pidana khusus dan memang jangan panjang ini pada umumnya sudah dialami masyarakat dengan ciri yang heterogen kita mengetahui bersama bahwa Indonesia masyarakatnya adalah heterogen terdiri dari etnis multibudaya tentu untuk mencapai kesepakatan terhadap sebuah hukum pidana nasional ini memerlukan upaya yang sangat luar biasa berbagai perbedaan yang ada di dalam masyarakat tentu akan banyak terjadi pengalaman kita menunjukkan bahwa jalan panjang juga akan ditempuh karena terjadi banyak perbedaan.

• Yang terakhir pada bulan Desember tahun 2019 tepatnya setelah disepakatinya RUU KUHP pada pembicaraan tingkat pertama terjadi gelombang demo besar-besaran dan ini mempersoalkan terkait dengan RUU KUHP walaupun sebenarnya tujuan dari demo itu adalah terkait dengan pengesahan perubahan dari undang-undang tentang KPK yang kemudian ini berimbas kepada RUU KUHP dan kalau kita melihat perkembangan pembahasan RUU KUHP sendiri yang sebagaimana disampaikan oleh Bapak Arsul Sani draft RUU KUHP ini pertama diserahkan kepada DPR itu oleh presiden SBY yaitu pada tahun 2012 yang senjata diserahkan kemudian pada periode itu tidak sempat dilakukan pembahasan kemudian pada tahun 2015 presiden Jokowi menyampaikan kembali draf RUU KUHP ini kepada DPR dan Alhamdulillah sejak tahun 2015 dilakukan pembahasan intensif dengan DPR dan pada 18 September 2019 itu disetujui RUU KUHP pemerintah dengan DPR pada pembahasan tingkat 1 untuk

(8)

dibahas dalam pembahasan tingkat 2 yaitu tinggal diambil keputusan di rapat paripurna. Jadi dijelaskan oleh Ahrul Sani bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan dari Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan maka dimungkinkan melakukan carry over undang-undang yang tidak selesai pada periode sebelumnya. Namun belum ada mekanisme yang sampai saat ini diturunkan sebagai operasionalisasi undang-undang nomor 15 tadi karena di dalam undang-undang nomor 15 hanya disebutkan bahwa terhadap undang-undang yang sudah masuk pembahasannya itu sudah masuk ke ke mekanisme carry over.

• Kemudian di tanggal 26 September 2019 pemerintah menunda pembahasan RUU KUHP dengan catatan pemerintah berkewajiban sosialisasi terhadap RUU KUHP oleh karena itu diskusi publik ini adalah dalam rangka memenuhi amanat dari penundaan yang dilakukan oleh pemerintah sementara perkembangan RUU KUHP pada saat ini RUU KUHP ini sudah masuk di dalam Prolegnas jangka menengah tahun 2020-2024 dan ruu-kuhp ini sebetulnya dikeluarkan dari prioritas untuk tahun 2020 dan 2021 dan selama kurun waktu penundaan 2019 pemerintah telah melakukan penyempurnaan dengan melakukan reformulasi dan memberikan penjelasan terhadap pasal-pasal kontroversial berdasarkan masukan berbagai unsur masyarakat serta lembaga terkait juga kalangan akademisi.

Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, S.H., M.H.

• Kita memahami bahwa rancangan KUHP yang pada buku kesatunya saya ada enam bab 187 pasal buku keduanya 36 bab dengan 440 pasal jumlah halamannya sekitar 272 halaman. Fokus pembahasan dari tim khususnya dari saya mengenai pembaharuan hukum pidana saya rasa tidak mungkin dalam waktu yang singkat ini bisa menjelaskan keseluruhan dari rancangan KUHP kita yang terkodifikasi jadi sementara ini kita melihat dengan banyaknya pasal substansi dari rancangan KUHP ini kita lihat yang mana pembaharuan yang dianggap bisa dikodifikasi dan sudah ada dalam kodifikasi di dalam rancangan KUHP. Jadi kita lihat bagaimana juga fungsi kodifikasi KUHP sebenarnya sebagai sosial kontrol khususnya untuk mendapatkan apa yang dinamakan dengan integratif meganizeme of social systeme. Jadi ada sistem sosial untuk melihat bagaimana mekanisme integrasi dari apa yang dinamakan kodifikasinya kita ini, kita lihat juga di dalam rancangan KUHP ini sumber-sumbernya kita tidak juga hanya berpijak kepada regulasi yang ada khususnya kodifikasi di dalam

(9)

KUHP tetapi juga doktrin, ilmu hukum, yurisprudensi, dan konferensi konferensi internasionl yang kita bisa masuk masukan untuk memenuhi fokus dari rancangan KUHP yang terkodifikasi ini, ada dua yang bisa jadi afensi pembaharuan hukum pidana ini. Kita harus mengetahui misi atau sasaran dari KUHP ini. Kedua yang menjadi afensi di mana ada tiga pilar atau Trias dari rancangan KUHP kita ini satu mengenai apa yang dinamakan tindak pidana atau kriminal x. Bangunan kedua adalah pertanggungjawaban pidana yang ketiga adalah pidana dan pemidanaan.

• Rancangan KUHP sejak awalnya adalah rekodifikasi walaupun terbatas memang awalnya terjadi perdebatan mana yang akan digunakan kodifikasi yang full atau kodifikasi yang terbuka. jalan yang paling moderat dan disetujui oleh pemerintah dan DPR akhirnya dipergunakan Dengan pemahaman kodifikasi terbuka artinya rancangan KUHP yang kodifikasi ini tetap dapat menerima pancaran hukum hukum pidana khusus yang berada diluar KUHP masuk ke dalam kodifikasi. Karena bentuk multidisipliner hukum pidana mengakui dinamisasi hukum pidana. Hukum pidana juga mengakui dan memberikan tempat kepada hukum hukum pidana khusus yang eksternal. Yang lainnya yaitu demokratisasi itu mengakui asasi dan norma yang universal terkait demokratis regulasi misal saja adanya delik materiil dan delik aduan pada diri keamanan negara atau delik penghinaan terhadap harkat martabat presiden atau wakil presiden sebagai filter dari abuse power kekuasaan atau delik terhadap agama dan kehidupan beragama.

• Selanjutnya ada aktualisasi RUU KUHP menempatkan norma dan asas universal yang memang dianggap aktual polemik seperti delik delik perzinahan yaitu incest, fornication cohabitation maupun delik marital rape. Modernisasi KUHP menempatkan doktrin ilmu hukum, konvensi-konvensi internasional misalnya corruption UNCAC 2003 yang telah diratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, TPPU konvensi Palermo yang telah diratifikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009, UN convention against illicit traffic in narcotic drugs, terorisme, international convention for the suppression terorist bombings 1997, HAM berat, statuta Roma ICC. Harmonisasi dan sinkronisasi telah melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap asas dan norma aturan umum hukum pidana kodifikasi dengan hukum pidana diluar kodifikasi.

(10)

• Pembaharuan pembaharuan dalam hukum pidana ini yang terkodifikasi dengan melihat tiga pilar pembaruan yang terkodifikasi. Tindak pidana ini basementnya yang dinamakan tindak pidana kriminal x. Pembaruan yang dilakukan di dalam pembahasan tindak pidana atau kriminal x mengenai buku kesatunya setelah itu mengenai buku keduanya. Buku kelas itu mengatur tentang aturan umum asas-asas yang ada buku 1 itu sangat penting karena mengatur pelaksanaan dari semua sistem peradilan pidana dalam implementasi terhadap buku keduanya itu. Selanjutnya ada buku kedua norma-norma tindak pidana yang berisikan antara lain mempertahankan pasal perlindungan harkat martabat presiden dan wakil presiden, pasal contempt of court, pengaturan dan satu bab tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama, pengaturan tipidsus, pengaturan fornication, incest, dan cohabitation.

• Bangunan yang kedua mengenai pertanggungjawaban pidana. Ada perluasan tanggung jawab pidana sebagai pengakuan atas keadilan. Prinsip dari Liabillity based on fault yaitu terkait dengan asas culpabilitas kita disini membicarakan opzet dan culpa juga doktrin yang mendukung dari KUHP yang lama mengenai perbuatan melawan hukum dan itu tetap prinsip-prinsip dari liabillity based on fault selalu ada yang dinamakan dengan sporting principles yaitu doktrin, ilmu hukum, yurisprudensi itu semua dalam praktek KUHP yang lama itu tetap terkait dan menjadi dukungan dalam asas hukum culvabilitas. Liability without fault terdapat beberapa asas di dalamnya seperti asas strict liability, asas vicarious liability, asas judicial pardon semua terkait teori identifikasi, beneficial owner, doktrin piercing the corporate veil sebagai konteks material kriminal responsibilities.

• Pidana dan pemidanaan kalau pidana kita bicara mengenai jenis yang bisa dilakukan double track system dimana pidana bisa diterapkan penjatuhan pidana bisa diterapkan juga dengan pidana pokoknya misal jenis pidana kita tidak bicara bentuk pidana dan jenis pidana ada pidana pokok ada tindak pidana tambahan dan ada sekarang tindak pidana khusus. Untuk tindak pidana pokok kita tidak membicarakan keseluruhan untuk tindak pidana tambahan sama kita tidak juga membicarakan keseluruhan. Tindak pidana penjara juga bisa dijatuhkan pidana penjara secara alternatif jadi kenapa penjara tidak dijatuhkan yang dijatuhkan adalah pidana pengawasan yang dijatuhkan adalah atau pidana pekerja sosial.

(11)

Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H.

• Didalam perjalanan yang sudah hampir 75 tahun banyak sekali perubahan-perubahan yang dilakukan dengan cara mengubah dan menambah Undang-Undang ataupun peraturan-peraturan yang setingkat dengan undang-undang, jadi kalau kita lihat mulai dari Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 pun sudah dilakukan beberapa kali perubahan terhadap WvS misalnya dilihat dari kondisi dan situasi negara kita yang sudah merdeka pada saat itu kemudian juga ada beberapa istilah yang disesuaikan. Kemudian juga ada beberapa undang-undang yang membuat misalnya memasukkan delik baru ke dalam RKUHP dengan undang-undang kejahatan penerbangan kejahatan terhadap sarana dan prasarana penerbangan kemudian juga penyesuaian deliknya dan juga sangsinya yang tadinya denda itu nilainya sangat kecil kemudian berusaha untuk disesuaikan dengan nilai rupiah dan situasi dan kondisi Indonesia saat itu meskipun tetap saja tidak digunakan sampai saat ini itulah yang menjadi penyebab MK mengeluarkan PERMA dua tahun 2012 untuk menyesuaikan nilai mata uang. Berkaitan dengan itu sudah tambah sulam RKUHP kita yang berlaku sekarang oleh karena itu sebetulnya RKUHP ini adalah kesempatan untuk membuat KUHP yang sesuai dengan kondisi dan situasi perkembangan masyarakat baik masyarakat Indonesia maupun perkembangan-perkembangan luar negeri.

• Tadi sudah di sampaikan beberapa kali bahwa berbeda dengan KUHP yang berlaku RKUHP itu hanya berlaku 2 buku. KUHP terdiri dari 49 bab dan 569 pasal sedangkan di dalam RUU KUHP terdapat 42 bab dan 628. Ada 3 buku di dalam KUHP suku pertama yaitu aturan umum yang terdiri dari 9 bab dan 103 pasal sementara di RUU KUHP terdapat 6 bab dan 187 pasal. Kemudian buku kedua tentang kejahatan terdiri dari 31 BAB dan 385 pasal dan pelanggaran 9 bab dan 81 pasal. Sementara di RUU KUHP hanya dijadikan satu kejahatan dan pelanggaran jadikan satu menjadi 36 BAB serta 441 pasal. Aturan umum itu berisikan bab 1 sampai bab 8 asas-asas hukum pidana kemudian bab 9 merupakan pengertian. Sementara RKUHP buku satu yang aturan umum terdiri dari 6 bab azas-azas itu ada di bab 1-4 bab 5 tentang pengertian dan yang bab 6 tentang ketentuan penutup jadi kalau dibandingkan sebetulnya memang yang ada di RUU KUHP lebih rinci tapi isinya lebih banyak yang ada di RUU KUHP ini dibagi-bagi menjadi bab, bagian dan paragraf. Di dalam kuhp buku 1 itu bab satunya itu sama dengan yang ada di RUU KUHP Yaitu tentang ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana menurut waktu dan tempat, di bab 2 di KUHP atur

(12)

tentang pidana tetapi yang tidak ketahui di dalam kuhp tidak terlalu menonjol tentang tindakan, tindakan yang dikenakan hanya untuk orang sakit jiwa dan untuk anak-anak dan yang lebih dikedepankan itu adalah tentang pidananya itu diatur dalam bab 2. Sementara tentang pidana dan pemidanaan di dalam RUU KUHP diatur dalam bab 3. • Bentuk ketiga yang terdapat di kabupaten mengatur tentang alasan-alasan penghapus pidana kemudian juga yang mengurangi dan memberatkan pidana sedangkan di KUHP ketentuan tentang penghapusan pidana diatur terpisah. Untuk dasar penghapus pidana yang berupa dasar pembenaran itu dimasukkan di bab 2 di bawah bagian tindak pidana sementara untuk yang dasar pemaaf karena ini kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana diletakkan di bawah pertanggungjawaban pidana. Di dalam kuhp percobaan pernyataan dan tindak pidana aduan diatur dalam bab tersendiri yaitu BAB ke-4 bab 5 dan bab ke 7 sedangkan di dalam RUU KUHP percobaan pernyataan dan tindak pidana aduan diatur dalam bab yang sama yaitu bab 2. Selanjutnya di dalam kuhp pengulangan diatur di bab tersendiri yaitu buku kedua BAB XXI sedangkan di KUHP pengulangan merupakan bagian dari pemberatan pidana yang diatur dalam buku kesatu bab kedua.

• Lanjut lagi dalam kuhp perbarengan dengan diatur dalam bab tersendiri itu bab 6 kalung di dalam RUU KUHP kebarongan merupakan bagian dari bab ketiga pemidanaan, pidana, dan tindakan. Di dalam kuhp atau penutup tidak diatur dalam bab tersendiri yang kan di RUU KUHP aturan penutup diatur dalam bab 6. Penggabungan bab kejahatan dan pelanggaran dalam RUU KUHP alasannya yang pertama konsep kejahatan sebagai rechtdelict dan pelanggaran sebagai wetsdelict tidak diterapkan secara konsisten kawasan kedua ada perbuatan yang sama diatur dalam bab kejahatan dan pelanggaran. Perubahan dalam buku kedua RUU KUHP. Selain karena telah digabungnya kejahatan dan pelanggaran buku kedua RUU KUHP berubah makna karena

- Integrasi TP diluar KUHP yang bersifat "Mala per se" - Integrasi tepe yang berasal dari konvensi internasional - Rekodifikasi terbuka (core crime TP khusus)

(13)

Perbandingan buku kedua

1. Dalam kuhp kejahatan terhadap keamanan negara yang ditambahkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 1999 disisipkan diantara pasal 107 dan 108 KUHP sedangkan di dalam RUU KUHP dijadikan bagian ke-1 dari bab tindak pidana terhadap keamanan negara dengan judul ul tindak pidana terhadap ideologi negara.

2. Bab keempat mengatur mengenai kejahatan terhadap melakukan dan hak kenegaraan sedangkan RUU KUHP bab keempat mengatur tindak pidana terhadap rapat lembaga legislatif dan badan pemerintah dan tidak mengatur mengenai TP terhadap pemilihan umum

3. Mengenai tindak pidana terhadap ketertiban umum yang terdapat dalam buku kedua bab kelima dan pelanggaran terhadap ketertiban umum yang terdapat pada buku ketiga bab kedua diatur dalam bab yang terpisah sedangkan dalam RUU KUHP buku kedua bab kelima dan buku ketiga bab kedua KUHP digabung menjadi bab 5 tindak pidana terhadap ketertiban umum RUU KUHP.

4. KUHP tidak mengatur mengenai tindak pidana terhadap proses peradilan dalam bab tersendiri di dalam RUU KUHP mengatur tindak pidana terhadap proses peradilan dalam bab VI

5. Di dalam kuhp tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama diatur dalam bab 5 kejahatan terhadap ketertiban umum yaitu ada dalam Pasal 156 a KUHP dalam RUU KUHP tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama diatur dalam bab tersendiri

6. Bab mengenai kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, bab pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan, dan pelanggaran mengenai tanah tanaman dan pekarangan diatur dalam bab yang terpisah dalam RUU KUHP ketika bab tersebut digabung dalam bab VIII tindak pidana yang membahayakan ketertiban umum bagi orang, kesehatan, barang dan lingkungan hidup.

7. Bab mengenai kejahatan dan pelanggaran sama diatur dalam bab yang terpisah sedangkan dalam RUU KUHP kedua bak tersebut digabung dalam bab IX tindak pidana terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.

8. Bab 11 mengatur mengenai pemasukan materi dan merek dalam RUU KUHP bab 12 RUU KUHP mengatur mengenai pemalsuan materi dan ditambahkan pengaturan mengenai pemalsuan cap negara dan tera negara.

(14)

9. Bab mengenai kejahatan pelanggaran diatur dalam bab yang terpisah sedangkan di dalam RUU KUHP ke-2 buah tersebut digabung ke dalam bab 14 tindak pidana terhadap asal usul dan perkawinan.

10. Dalam kuhp tindak pidana perkosaan merupakan bagian dari bab XXIV kejahatan terhadap kesusilaan sedangkan dalam RUU KUHP tindak pidana perkosaan di masuk ke dalam bab XXII tindak pidana terhadap tubuh.

11. Mengenai meninggalnya orang yang perlu ditolong dan pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan diatur dalam bab yang terpisah dalam RUU KUHP kedua bab tersebut diatur dalam bab ke-16 tindak pidana penelantaran orang.

12. Bab XXVIII kejahatan terhadap kemerdekaan orang (324-337) tidak mengatur mengenai perdagangan orang. Dalam KUHP hanya ada perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki dibawah umur yang diatur dalam pasal 14 kejahatan terhadap kesusilaan dalam RUU KUHP bab ke-19 tindak pidana terhadap kemerdekaan orang mengadopsi tindak pidana perdagangan orang dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

13. Dalam KUHP tidak mengatur mengenai penyelundupan manusia namun di dalam RUU KUHP mengatur mengenai penyelundupan manusia dalam bab ke-20.

14. Judul pada bab XXIX kejahatan terhadap nyawa diubah di dalam RUU KUHP yaitu terdapat pada bab XXI dengan judul tindak pidana terhadap nyawa dan janin.

15. Didalam KUHP mengatur mengenai perkelahian tanding itu yang terdapat dalam bab keenam pasal 182-186 sedangkan di dalam RUU KUHP tidak mengatur perkelahian tanding.

16. Penganiayaan di dalam kuhp diatur dalam bab tersendiri di dalam RUU KUHP bab XXI tindak pidana terhadap tubuh terdiri dari 3 bagian yang pertama penganiayaan kedua perkalian secara berkelompok dan yang terakhir ketiga perkosaan

17. Didalam kuhp judul BAB XXXVI yaitu perbuatan merugikan pemilu tangan atau orang yang mempunyai hak terdapat dalam pasal 396-405 namun dalam RUU KUHP dirubah menjadi judul BAB 28 tindak pidana terhadap kepercayaan dalam menjalankan usaha yang terdapat pada pasal 517-526.

18. Judul bab XXVII menghancurkan atau perusakan barang diubah dalam judul BAB XXIX menjadi tindak pidana perusakan dan penghancuran barang dan bangunan. 19. Bab mengenai kejahatan jabatan dan pelanggaran jabatan diatur dalam bab yang

terpisah namun dalam RUU KUHP kedua bab tersebut diatur dalam Bab XXX tindak pidana jabatan

(15)

20. Bab mengenai kejahatan pelayaran dan pelanggaran pelayaran diatur dalam bab yang terpisah sedangkan dalam RUU KUHP kedua bab tersebut diatur dalam Bab XVI tindak pidana pelayaran.

21. KUHP mengatur mengenai penadahan, penerbitan, dan percetakan yang terdapat pada bab XV pasal 480-485 sedangkan RUU KUHP tidak mengatur mengenai bab penadahan, penerbitan dan percetakan.

22. Dalam kuhp tidak mengatur mengenai tindak pidana berdasarkan hukum yang hidup dalam masyarakat namun dalam RUU KUHP mengatur tindak pidana tersebut dalam bab XXXIII pasal 597.

23. Dalam KUHP tidak mengatur mengenai bab tindak pidana khusus sedangkan RUU KUHP mengatur mengenai tindak pidana khusus dalam bab XXXIV.

24. KUHP tidak memiliki ketentuan peralihan dan ketentuan penutup namun dalam RUU KUHP mengatur mengenai ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A. Ph. D. Isu krusial RUU KUHP

• Pada dasarnya yang disampaikan masyarakat ada 14 isu mulai dari penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden isu tentang santet, dokter atau dokter gigi, unggas atau ternak, contempt of court, advokat curang, penodaan agama, penganiayaan hewan, kontrasepsi, perzinahan, kohabitasi, penggelandangan, aborsi, dan yang terakhir perkosaan. Jadi saudara-saudara di dalam pasal 218 penyerangan hak dan martabat presiden wakil presiden. Memang ini adalah salah satu pasal yang diajukan ke MK dan kemudian kita melihat bahwa mahkamah konstitusi menyatakan bahwa ketentuan yang ada dalam pasal 134 tidak lagi memiliki kekuatan hukum akan tetapi kami merasa perlu untuk memasukkan ini kembali dengan mengubahnya menjadi yang tadinya delik biasa sekarang menjadi delik aduan. Pengajuan ini adalah untuk melindungi kepentingan presiden dan wakil presiden. Teman-teman lupa mungkin pada dasarnya presiden itu dan wakil presiden dipilih melalui 100 juta orang Indonesia dan anda tidak dipilih oleh siapa-siapa kita tidak ada yang memilih itu sebabnya kami pertahankan bahwa ini perlu dijadikan delik aduan.

• Jadi pada dasarnya memasukkan pasal ini ke dalam RUU KUHP bukanlah untuk mengangkat setinggi-tingginya derajat presiden dan membungkam demokrasi akan tetapi di Indonesia melihat banyaknya kasus kasus penghinaan termasuk yang

(16)

dilaporkan sebagai penghinaan dan disini pengecualiannya apabila itu merupakan kritik perlu diingat kritik itu bukan suatu penghinaan apabila saudara mengatakan presiden tidak becus itu bukan penghinaan selama saudara berikan bukti-buktinya. Tapi kamu saudara menunjukkan gambar binatang atau menyebut nama binatang kepada presiden itu penghinaan jadi harus dibedakan mana yang kita anggap menghina dan apa yang kita anggap sebagai kritik. Oleh sebab itu kami di dalam tim berusaha selalu melakukan klarifikasi bahwa ini bukan suatu pembungkaman kebebasan berekspresi bukan salah satu upaya untuk melakukan kriminalisasi terhadap orang-orang yang tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah, tapi tapi bukan menghina.

• Menurut saya orang yang memiliki akal sehat bisa membedakan mana yang kritik dan penghinaan. Pasal 252 ini dianggap sebagai pasal santet. jadi yang dirumuskan di sini saudara-saudara bukan ketentuan bahwa orang yang menyantet itu dapat dihukum kenapa bagaimana membuktikan orang yang melakukan sunset itu orang-orang tertentu saja yang mempunyai kemampuan itu tapi tentu saja aparatur penegak hukum tidak memiliki kemampuan itu pasal ini ditunjukkan bagi orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan untuk menimbulkan kepada orang lain. Tindak pidana ini perlu diskriminalisasi karena sifatnya sangat kriminogen atau dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana lain dan viktimogen secara potensial dapat menyebabkan kerugian berbagai kepentingan. Alasan yang kedua melindungi kepentingan individu misalnya mencegah praktik penipuan dan yang terakhir melindungi religiusitas dan ketentraman hidup beragama yang dilecehkan oleh perbuatan syirik

• Pasal 276 tentang dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaan tanpa izin. Pemerintah mengusulkan untuk menghapus pasal ini dalam RUU KUHP pasal 276 ayat 1 RUU KUHP telah diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Materi muatan pasal 276 ayat 2 RUU KUHP telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat bahwa tukang gigi dapat menjalankan profesinya selama memiliki izin dari pemerintah Selanjutnya pasal 278 -279 dia itu unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditabur benih. Pasal ini sebelumnya telah diatur dalam pasal 549 KUHP. Pemerintah mengusulkan untuk mengubah pasal 278 dan pasal 279 menjadi delik materiil karena masih diperlukan guna melindungi para petani yang berpotensi mengalami kerugian karena benih atau tanamannya dirusak oleh unggas atau ternak orang lain. Pasal 281 contempt of court pasal ini diatur

(17)

untuk memberikan kepastian perlindungan hukum bagi hakim dan aparatur pengadilan menjaga norma tingkah laku dan wibawa dari pengadilan, serta menjadi dasar hukum untuk menegakkan kewibawaan pengadilan. Pemerintah mempertahankan pasal ini dengan perubahan pada penjelasan pasal 281 huruf c. Pasal ini diatur untuk ketertiban umum menghindari opini publik yang dapat mempengaruhi putusan hakim.

• Pasal 282 mengenai advokat curang. Pemerintah mengusulkan agar ketentuan pasal ini tetap diatur dalam kuhp penjelasan pasal 282 membatasi bahwa ketentuan ini ditunjukkan kepada advokat yang cara curang merugikan kliennya atau meminta kliennya menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses peradilan. Pasal 304 tentang penodaan agama, Usulan pemerintah terhadap penjelasan pasal 304 "yang dimaksud dengan penodaan terhadap agama misalnya menghina keagungan Tuhan, sifat-sifat-Nya, kitab suci, dan merendahkan nabi atau rasul, yang dapat menimbulkan keresahan di lingkungan umat beragama yang bersangkutan. Dalam ketentuan ini, uraian tertulis maupun lisan yang dilakukan secara objektif dan ilmiah mengenai suatu agama yang disertai dengan usaha untuk menghindari adanya kata atau frasa yang bersifat permusuhan atau penodaan, bukan tindak pidana.

• Selanjutnya pasal 342 penganiayaan hewan. Pemerintah telah menambahkan penjelasan pasal 342 ayat 1 huruf a yang berbunyi yang dimaksud dengan "kemampuan kodrat "adalah kemampuan hewan yang alamiah. Pasal 414-416 Ketentuan pasal 416 tidak ditunjukkan bagi orang dewasa melainkan untuk memberikan perlindungan kepada anak agar terbebas dari seks bebas. Pengecualian ketentuan pasal ini yang pertama jika dilakukan untuk program KB, pencegahan penyakit menular seksual, kepentingan pendidikan, dan untuk ilmu pengetahuan yang kedua jika dilakukan untuk pendidikan dan lain-lain diatur dalam pasal 416 ayat 1, termasuk apabila yang melakukan adalah relawan yang kompeten yang ditunjukkan oleh pejabat berwenang. Pasal 414 sampai pasal 416 RKUHP sesuai dengan pasal 28 Undang-Undang 52 Tahun 2009 tentang perkembangan pendudukan dan pembangunan keluarga.

• Pasal 417 tentang perzinahan, ini adalah contoh adalah kenapa tim perumus KUHP harus mengambil sikap yang netral kenapa karena Indonesia sangat heterogen yang sangat plural karena yang;

(18)

1. Tidak ada satupun agama yang diakui di Indonesia yang memperbolehkan perzinahan.

2. Perzinaan merupakan kejahatan tanpa korban secara individual tidak langsung melanggar hak orang lain, tetapi melanggar nilai budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat.

3. Pasal ini merupakan penghormatan kepada lembaga perkawinan.

4. Ketentuan dalam pasal ini tidak dikaitkan dengan perceraian sebagaimana dirumuskan dalam KUHP.

5. Dirumuskan sebagai delik aduan yang hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak seperti suami, istri, orang tua atau anak

• Pasal 418 kohabitasi, ketentuan pasal ini merupakan delik aduan. Aduan hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak. Pemerintah mengusulkan untuk menghapus ketentuan kepala desa yang dapat mengajukan aduan. Sehingga pengaduan hanya dapat dilakukan oleh suami istri atau orang tua atau anak. Pasal 431 tentang penggelandangan, pemerintah menganjurkan agar ketentuan pasal ini tetap diatur dalam RUU KUHP pasal ini dirumuskan demi menjaga ketertiban umum. Sanksi yang dijatuhkan bukanlah pidana perampasan kemerdekaan atau penjara tetapi hanya pidana denda saja. Dimungkinkan untuk dijatuhkan pidana alternatif berupa pidana pengawasan atau pidana kerja sosial. Pasal 469 sampai 471 tentang aborsi, Pemerintah mengusulkan menambahkan 1 ayat baru Yani ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut "ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dalam hal perempuan yang menggugurkan kandungannya merupakan korban pemerkosaan yang usia kehamilannya tidak melebihi 120 hari atau memiliki indikasi kedaruratan medis". Penambahan 1 ayat baru memberikan pengecualian bagi pengguguran kandungan untuk perempuan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis atau hamil karena perkosaan yang usianya kehamilannya tidak lebih dari 120 hari. Ketentuan dalam ayat baru tersebut merupakan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

• Pasal 479 mengenai Marital Rape, Marital rape atau perkosaan dalam perkawinan ditambahkan dalam perumusan pasal 479 supaya konsisten dengan pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT. Pasal 479 RUU KUHP merupakan ketentuan mengenai perkosaan yang telah diperluas dan mencakup Status atau hubungan seksual dengan anak secara konvensional dan Perbuatan cabul yang

(19)

dilakukan dengan memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang, memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri, memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain. Pasal 479 juga mengatur mengenai pemberatan dalam hal

1. Korban adalah anak, anak kandung, anak tiri, atau anak di bawah peralihannya.

2. Memaksa anak melakukan hubungan seksual dengan orang lain. 3. Mengakibatkan luka berat atau mati.

Prof. Topo Santoso, S.H., M.H.

Tindak pidana khusus dalam RUU KUHP

• Tindak pidana khusus dikelompokkan dalam satu bab tersendiri dalam RUU KUHP yaitu bab tindak pidana khusus yang dirumuskan secara umum atau tindak pidana pokok yang berfungsi sebagai ketentuan penghubung antara KUHP dan undang-undang diluar KUHP yang mengatur tindak pidana dalam bab tindak pidana khusus. • Penempatan tindak pidana khusus dalam bab tersendiri dalam RUU KUHP didasarkan

pada karakteristik khusus yaitu; 1. Dampak viktimisasi nya besar

2. Sering bersifat transnasional terorganisasi 3. Pengaturan acara pidana bersifat khusus

4. Sering menyimpang dari asas-asas umum hukum pidana materiil

5. Adanya lembaga-lembaga pendukung penegak hukum yang bersifat khusus dengan kewenangan khusus

6. Merupakan perbuatan yang sangat jahat dan tercela serta sangat dikutuk masyarakat.

KUHP dengan prinsip rekodifikasi terbuka dan terbatas

Pasal 187 RUU KUHP "buku ke-1 KUHP berlaku juga bagi perbuatan yang dipidana berdasarkan ketentuan ketentuan peraturan perundang-undangan diluar KUHP kecuali ditentukan lain menurut undang-undang "

(20)

Sistem rekodifikasi terbuka dan terbatas

1. Penyusunan RUU KUHP diarahkan pada kebijakan rekodifikasi terbuka dan terbatas yang menghendaki terbukanya peluang perkembangan hukum pidana diluar kodifikasi dalam bentuk undang-undang yang berdiri sendiri.

2. "Kekhususan" tindak pidana khusus terletak pada asas, rumusan norma hukum pidana dan ancaman pidana yang harus diakui menyimpangi dari standar hukum pidana dan pemidanaan umum yang ada.

3. Sehingga akan terbentuk hukum pidana khusus yang eksternal KUHP dan hukum pidana khusus yang internal KUHP

Legitimasi kewenangan lembaga penegak hukum

Pasal 624

"Pada saat undang-undang ini mulai berlaku ketentuan dalam bab tentang tindak pidana khusus dalam undang-undang ini dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum berdasarkan tugas dan kewenangan yang diatur dalam undang-undang masing-masing "

Tindak pidana terorisme

Pasal 600

"Setiap orang yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional dipidana dengan penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, pidana seumur hidup atau pidana mati " Pasal 601

"Setiap orang yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal den…

(21)

Tindak pidana korupsi

Tindak pidana korupsi sendiri banyak sekali pasalnya antara lain 603 604, 605, dan 606.

Tindak pidana pencucian uang

Diatur dalam pasal 607 berasal dari undang-undang pemberantasan tindak pidana pencucian uang disini hanya 2 pasal yang diambil. Dan ancaman pidananya paling lama 15 tahun dan denda paling berat yaitu kategori kalau tidak salah 2 miliar.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini artinya bahwa Corporate Social Responbility (CSR) yang dilakukan oleh perusahaan perusahaan sektor pertambangan dan sektor industri dasar dan kimia pada

Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2015, Draft Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kementerian Hukum dan Hak

Hipertensi sekunder pada anak kejadiannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa, dan hampir 80% penyebabnya berasal dari ginjal, akan tetapi bila anak

Salah satu tehnik yang digunakan dalam pembuatan video klip untuk agu yang terlupa ini adalah animasi teks dengan menggunakan efek cropping. Adapun

NO KECAMATAN PUSKESMAS JUMLAH DESA/KEL ENDEMIS KOTA PADANG TAHUN 2008. TIDAK DILAKSANAKAN

Dari pengecekan faktor-faktor penyebab rendahnya produktivitas pada mesin sandblasting, maka ditetapkan 2 hal yang diperkirakan sebagai penyebab utam dan akan dilakukan

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mengatur tindak pidana kekerasan seksual yang tidak seluruhnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga RUU Pengha-

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana pembaharuan hukum pidana mengenai pengaturan pertanggungjawaban