BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak SawitKelapa sawit (Elaeis guinensis jack) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Minyak kelapa sawit akan menjadi komoditas andalan Indonesia dan merupakan sumber devisa negara yang tidak akan pernah kalah bersaing di pasar bebas karena kelapa sawit memiliki karakter yang khas yaitu hanya dapat dikembangkan di daerah beriklim tropis sehingga tidak semua negara dapat mengembangkannya.
Secara umum terdapat dua jenis minyak kelapa sawit yaitu minyak kelapa sawit yang berasal dari ekstraksi daging buah (sabut) dan minyak kelapa sawit yang berasal dari ekstraksi inti buah (kernel). Hasil ekstraksi daging buah disebut minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) sedangkan hasil ekstraksi inti buah disebut minyak kernel atau Kernel Palm Oil (KPO). (Hadi, 2004)
Adapun yang menjadi klasifikasi botani kelapa sawit adalah sebagai berikut : Divisio : Tracheophyta Subdivisio : Pteropsida Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotiledonae Ordo : Cocoideae Familia : Palmae Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guinensis Varietas : Dura, Psifera, Tenera
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya. Minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida, berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar (konsistensi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar ALB – nya), dan dalam keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak.
Tabel 2.1 Sifat Fisik Minyak Sawit
Berat jenis pada 100oF (37,8oC) 0,898 - 0,901 Indeks refraksi pada 40oC 1,453 – 1,456
Bilangan iodium 44 – 58
Bilangan penyabunan 195 – 205
Zat tak tersabunkan,% tak lebih 0,8
Titer,oC 40 – 47
(Sumber : Mangoensoekarjo, 2003)
Rumus bangun minyak sawit adalah sebagai berikut :
H H
H C OH HOOCR1 H C OOCR1
H C OH + HOOCR2 H C OOCR2 + 3H2O
H C OH HOOCR3 H C OOCR3
H H
Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air
Gambar 2.1 Rumus Bangun Minyak Sawit (Sumber : Mangoensoekarjo, 2003)
Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon.
2.2 Jenis Limbah Kelapa Sawit
Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan tempat pembentukannya, limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah industri kelapa sawit.
2.2.1 Limbah Perkebunan Kelapa Sawit
Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan dan panen kelapa sawit. Jenis limbah ini antara lain kayu, pelepah, dan gulma. Dalam setahun setiap satu hektar perkebunan kelapa sawit rata – rata menghasilkan limbah pelepah daun sebanyak 10,4 ton bobot kering.
2.2.2 Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Pasir atau tanah dari perkebunan, tandan buah, ampas, kulit kering batok/cangkang serta lumpur dari kolam pengolah limbah cair merupakan bentuk limbah padatan. Sedangkan limbah cair berasal dari pengembunan uap air. Limbah gas dihasilkan dari penguraian bahan organik yang terkandung dalam buangan cair dan gas dari hasil pembakaran bahan bakar pada ketel uap boiler dan incinerator. Sebagian limbah padat dibakar pada incinerator yang menghasilkan panas, dimanfaatkan sebagai energi pembangkit uap, abu yang dihasilkan dijadikan pupuk dan dicampur dengan buangan cair di dalam kolam
a. Limbah Padat
Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai cirri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, di samping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin.
Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi TKKS Komposisi Kadar (%) Abu 15 Selulosa 40 Lignin 21 Hemiselulosa 24 (Sumber : Fauzi, 2002) b. Limbah Cair
Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan hidrosilikon. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar pula.
Limbah (sludge) disebut juga lumpur primer yang berasal dari poses klarifikasi merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut lumpur skunder. Kandungan bahan organik lumpur juga tinggi yaitu pH berkisar 3-5.
Tabel 2.3 Karakteristik Limbah Cair Industri Kelapa Sawit
Parameter Lumpur Primer Lumpur Skunder
pH 3,75 4,54 Padatan tersuspensi (ppm) 80.720 243.670 Padatan volatil (ppm) 64.760 233.730 COD (ppm) 28.220 16.320 Nitrat (ppm) 31 3 Fosfat 106 3 Padatan tersuspensi (ppm) 80.720 243.670 (Sumber : Fauzi, 2002)
Satu – satunya bahan limbah cair adalah air drab yang terbuang dari stasiun pengutipan minyak yaitu dari bak pengendapan dan sentrifus pemisah, lebih kurang sebanyak 40% – 70% dari TBS. Limbah ini masih mengandung minyak sekitar 0,5%, juga zat – zat organik lain sisa – sisa sel minyak, protein, senyawa – senyawa anorganik, pasir, dan lain – lain.
Tabel 2.4 Parameter dan Baku Mutu Limbah Cair
Parameter 1989 1991 1993 1995
BOD 1000 500 200 100
COD 2000 1000 400 0
Jumlah zat padat 2000 1500 1500 1500
Zat padat melayang 600 400 400 400
Minyak 75 50 50 50
N amoniak 20 10 5 2
pH 6 – 9 6 - 9 6 – 9 6 – 9
(Sumber : Mangoensoekarjo, 2003)
Tabel 2.5 Mutu Limbah Cair Industri Minyak Sawit
Parameter Kadar maksimum
(mg/L) Beban pencemaran maksimum (kg/ton) BOD 100 0,250 COD 350 0,880 TSS 250 0,630
Minyak dan lemak 25 0,063
Nitrogen total (N) 50 0,125
Ph 6 – 9 6 – 9
Debit limbah maksimum 2,5 m3/ton produk minyak sawit CPO
2,5m3/ton produk minyak sawit CPO
Catatan :
1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel dinyatakan dalam mL parameter/ L air limbah.
2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter dinyatakan dalam kg/ton CPO.
3. Nitrogen total adalah jumlah N organik + Amoniak total + NO3 + NO2
c. Limbah Gas
Selain limbah padat dan limbah cair, industri pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah gas. Limbah bahan gas ini antara lain gas cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit.
2.3 Prospek Biodiesel
Konsumsi minyak solar secara nasional terus meningkat dengan kenaikan rata-rata 7% per tahun dan diperkirakan tahun 2020 konsumsi solar mencapai 34 juta kilo liter. Dari konsumsi tersebut, sekitar 40% adalah solar yang diimpor dari beberapa negara sehingga sejak tahun 2004 Indonesia menjadi net-importer minyak. Peningkatan yang begitu cepat karena dipicu pertumbuhan penduduk dan industri.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghadapi krisis energi, di antaranya adalah dengan memanfaatkan sumber energi matahari, batu bara, nuklir dan biofuel. Pemanfaatan energi biofuel (minyak bakar–bio) mulai dilirik di Indonesia. Hal ini disebabkan dari segi aspek teknis dan ekonomis lebih menguntungkan karena menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit (Palm Oil) dan jarak pagar (Curcas
Jatropa). Kedua jenis tanaman ini sedang dikembangkan guna menghasilkan
biodiesel yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Biodiesel dengan spesifikasi sesuai ASTM D-6751 atau standar lainnya telah dinyatakan sebagai bahan bakar alternatif menggantikan minyak solar. Di beberapa negara, tingkat konsumsi biodiesel sudah cukup tinggi terutama untuk biodiesel B20 yaitu pencampuran biodiesel dan solar dengan perbandingan 20% biodiesel dan 80% solar. Pertamina sudah mengembangkan biodiesel ini sejak bulan Mei 2006 dengan meluncurkan Biosolar. Pada saat awal peluncuran hanya terdapat di SPBU Jakarta dengan jumlah yang masih terbatas. Tetapi akhirnya PERTAMINA mempercepat
pengembangan biosolar dengan meluncurkan biosolar di Surabaya dan Denpasar pada bulan agustus 2006.
2.4 Syarat Mutu Biodiesel
Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya akan berguna apabila produk yang dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 (Soerawidjaja,2006).
Tabel 2.6 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.
Parameter dan satuannya Batas nilai Metode uji Metode setara Massa jenis pada 40 oC, kg/m3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas kinematik pada 40 oC,
mm2/s (cSt)
2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104
Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165
Titik nyala (mangkok tertutup), oC min. 100 ASTM D 93 ISO 2710
Titik kabut, oC maks. 18 ASTM D 2500 -
Korosi bilah tembaga ( 3 jam, 50 oC) maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160 Residu karbon, %-berat,
- dalam contoh asli
- dalam 10 % ampas distilasi
Maks. 0,05 (maks 0,03)
ASTM D 4530 ISO 10370
Air dan sedimen, %-vol. maks. 0,05 ASTM D 2709 - Temperatur distilasi 90 %, oC maks. 360 ASTM D 1160 - Abu tersulfatkan, %-berat maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987 Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 prEN ISO 20884 Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03 Angka asam, mg-KOH/g maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03 Gliserol bebas, %-berat maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Gliserol total, %-berat maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Kadar ester alkil, %-berat min. 96,5 dihitung*) FBI-A03-03 Angka iodium, g-I
2/(100 g) maks. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03
Uji Halphen negatif AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03
*) berdasarkan angka penyabunan, angka asam, serta kadar gliserol total dan gliserol bebas; rumus perhitungan dicantumkan dalam FBI-A03-03
2.5 Sifat-sifat Bahan Baku dan Produk 2.5.1 Gliserol
A. Sifat Fisika
Beberapa sifat fisis dan karakteristik yang penting dari gliserol, antara lain: 1. Rumus molekul : C3H8O3
2. Berat molekul : 92,09 gr/mol 3. Titik lebur : 18,17 oC 4. Titik didih : 290 oC 5. Berat jenis : 1,2617 gr/cm3 6. Specific gravity : 1,260
7. Tekanan uap : 0,0025 mmHg pada 50 0C : 0,195 mmHg pada 100 0C
8. Panas spesifik : 0,5795 kal/gram pada 26 0C (99,94% gliserol) 9. Panas penguapan : 21,060 kal/mol pada 55 0C
: 18,170 kal/mol pada 195 0C 10. Panas pembentukan : 159,60 cal/mol
11. Konduktivitas termal : 0,00068 kal/detik (cm2) (0C/cm) 12. Flash point : 177 0C
13. Titik api : 204 0C
14. Gliserol merupakan larutan yang berwarna jernih 15. Gliserol merupakan cairan kental yang tidak berwarna. 16. Gliserol menyerap air
17. Rasanya manis hampir 0,6 kali manis sukrosa. 18. Tidak berbau.
19. Bersifat higroskopis.
20. Gliserol larut dalam air dan alkohol tetapi tidak larut dalam eter, benzene, dan kloroform.
B. Sifat Kimia
1. Gliserol dapat bereaksi dengan phosporus pentachloride membentuk gliseril triklorida CH2Cl-CHCl-CH2Cl
2. Gliserol dapat bereaksi dengan asam membentuk ester
contohnya : gliserol monoasetat CH2OH-CHOH-CH2OOCCH3, gliserol
triasetat, triasetin, gliceril trinitrat (nitroglycerine) CH2ONO2-CHONO2
-CH2ONO2, dll
3. Gliserol dapat bereaksi dengan oxidator
contohnya : dilute nitric acid membentuk glyceric acid CH2
OH-CHOH-COOH, tartronic acid COOH-CHOH-COOH.
4. Gliserol dapat bereaksi dengan sodium hydrogen sulfate atau phosphorous
pentoxide dipanaskan, membentuk akrolein CH2=CHCHO.
5. Gliserol dapat bereaksi dengan fosfor ditambahkan dengan iodin membentuk allil iodida, CH2=CHCH2I, dimana dengan HI menghasilkan propilen
CH2=CHCH3, dan kemudian iso propil iodida CH3CHICH3
6. Gliserol dapat bereaksi dengan Natrium atau NaOH membentuk alkoholates. (Sumber : Mc Graw Hill Encyclopedia, 1977)
2.5.2 Metanol Sifat-sifat :
1. Rumus molekul : CH3OH
2. Berat molekul : 32,042 gr/mol 3. Titik leleh : -97 oC 3. Titik didih : 64,7 oC 4. Specific gravity : 0,792 5. Densitas : 0,7918 x 103 kg/m3 6. Cp : 44,06 J/mol-K 7. ΔfHo gas : -201 kJ/mol 8. So gas : 239,9 J/mol-K
9. Viskositas : 0,59 mPa.s pada 20 oC 10. Merupakan cairan yang tidak berwarna
2.5.3 Natrium Hidroksida Sifat-sifat :
1. Rumus molekul : NaOH
2. Berat molekul : 40 gr/mol 3. Specific gravity : 2,130
4. Densitas : 1,5181 gr/ml
5. Viskositas : 1,80 cP 6. Titik leleh : 318,4 oC 7. Titik didih : 1.390 oC
8. Sangat larut dalam air, alkohol, eter dan gliserol 9. Tidak larut dalam aseton
(Sumber : Perry, 1999)
2.6 Pemilihan Proses
Perbandingan keuntungan dari kedua proses yang akan dipakai dalam pabrik ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
A. Proses Esterifikasi
1. Temperatur operasi sebesar 63 oC
2. Tekanan operasi dapat dilaksanakan pada 1 atm 3. Rasio molar antara metanol dan FFA adalah 20 : 1 4. Kadar FFA yang dihasilkan 0,2 %
5. Menggunakan katalis asam yaitu asam sulfat (H2SO4 ) = 97 %
6. Alkohol yang digunakan adalah metanol = 98 % 7. Konversi yang dihasilkan adalah 98 %
B. Proses Transesterifikasi
1. Temperatur reaksi pada transesterifikasi I dan transesterifikasi II = 63 oC 2. Dioperasikan pada tekanan untuk transesterifikasi I dan tranesterifikasi
II = 1 atm
3. Rasio molar antara methanol dan produk tahap pertama adalah 6 : 1 4. Biodisel yang dihasilkan pada transesterifikasi I dan transesterifikasi II =
98 % dari jumlah limbah CPO yang dikonsumsi
5. Menggunakan katalis basa yaitu natrium hidroksida (NaOH) = 100 % 6. Yield yang dihasilkan adalah 98 %
(Sumber : Susetiyo, 2006)
Pada skripsi ini, dipilih proses methanolisis. Adapun alasan pemilihan proses ini adalah :
1. Temperatur reaksi relatif rendah, yaitu 63 oC 2. Dapat dioperasi pada tekanan 1 atm
3. Alat yang digunakan lebih sederhana, seperti tangki penyimpanan bahan, reaktor, centrifuge, mixer, destilasi, evaporator, belt conveyer, chatalist feed
hopper, sand filter, deoiling pond dan screw press.
Pada produksi pabrik berskala besar hanya diperlukan biaya awal yang lebih murah, karena beberapa pertimbangan, yaitu alat dan bahan yang lebih sederhana, serta bahan baku yang mudah diperoleh dan produk dengan nilai jual yang lebih tinggi.
2.7 Deskripsi Proses 2.7.1 Tahap Awal
Limbah padat CPO dibawa oleh belt conveyer (C-101) untuk diumpankan ke
screw press (SP-101) guna mendapatkan minyak CPO dan cake TKS. Setelah itu
minyak CPO yang dihasilkan lalu dialirkan ke tangki pengumpul CPO (T-201). Cake TKS yang dihasilkan dijual ke pasar dan dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kompos ataupun sebagai bahan baku keperluan lainnya.
Sementara itu limbah cair CPO yang berasal dari PKS (T-101) dimasukkan ke dalam deoiling pond (DP-101) untuk dilakukan pemisahan antara kotoran dan minyak dari limbah cair CPO, sehingga yang tertinggal hanyalah minyaknya saja
yang dihasilkan di filter press (S-101) untuk menyaring kotoran yang terdapat dalam minyak lalu disimpan di dalam tangki pengumpul CPO (T-201) bersama – sama dengan CPO dari limbah padat. Sedangkan keluaran dari filter press (S-101) yang berupa air dan kotoran dibawa ke pengolahan air agar digunakan untuk air domestik.
2.7.2 Tahap Pembuatan Biodisel 2.7.2.1 Tahap Esterifikasi
Pada tahap esterifikasi ini yang terjadi adalah pengolahan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas (ALB) yang terdapat dalam CPO dimana mencapai 20%., Asam lemak bebas (ALB) ini perlu untuk diturunkan sampai di bawah 1%, apabila tidak diturunkan akan mempengaruhi kualitas biodiesel.
Dalam tahap ini minyak yang disimpan dalam tangki pengumpul CPO (T-201) dimasukkan ke dalam reaktor esterifikasi (R-210). Proses esterifikasi dilaksanakan dengan menambahkan metanol yang berasal dari tangki methanol (T-203) dimana perbandingan antara metanol dan FFA adalah 20 : 1 (metanol : FFA) untuk memberikan hasil konversi yang baik. Ditambahkan asam sulfat yang berasal dari tangki asam sulfat (T-202) sebesar 97 % yang berfungsi sebagai katalis dengan tujuan mempercepat terjadinya reaksi. dengan jumlah katalis asam sulfat yang digunakan adalah 0,2 % dari FFA (Warta PPKS, 2008). Kadar metanol yang digunakan adalah 98 % (% b) sedangkan kadar asam sulfat yaitu 97%. Dimasukkan metanol dan asam sulfat ke dalam reaktor esterifikasi (R-210) yang telah berisi CPO, reaksi berlangsung selama 1 jam pada suhu 63 oC dengan konversi 98% (Warta PPKS, 2008).
Reaksi yang terjadi dalam reaktor esterifikasi (R-210) pada proses methanolisis ini adalah sebagai berikut :
RCOOH + CH3OH H2SO4 RCOOCH3 + H2O
Asam lemak Metanol Metil ester Air Gambar 2.2 Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester
Kemudian sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi, hasil reaksi dipisahkan dalam centrifuge I (H-210) selama 15 menit. Lapisan ester, trigliserida, dan FFA sisa diumpankan ke reaktor transesterifikasi sedangkan air, metanol sisa, dan katalis diumpankan ke tangki pengumpul (T-204).
2.7.2.2 Tahap Transesterifikasi
Pada tahap ini dilakukan untuk menghasilkan biodiesel (metil ester) dengan mereaksikan CPO (yang terdiri atas trigliserida dan asam lemak bebas) dengan metanol dan menghasilkan gliserol sebagai hasil sampingnya. Transesterifikasi dilakukan sebanyak 2 tahap, hal ini ditujukan untuk mendorong kesetimbangan lebih ke kanan. Selain itu dilakukan 2 tahap dengan tujuan mengurangi jumlah alkohol, namun tetap dapat menghasilkan yield biodiesel yang maksimum.
Pada proses transesterifikasi I dan II prinsip kerjanya sama yaitu mencampurkan natrium hidroksida (NaOH) dan metanol (CH3OH) dengan hasil
reaksi pada esterifikasi. Proses transesterifikasi ini melibatkan reaksi antara trigliserida dengan metanol membentuk metil ester. Adapun perbandingan rasio molar trigliserida dengan metanol adalah 1 : 6 dan jumlah katalis yang digunakan adalah 1 % dari trigliserida (Warta PPKS, 2008). Kadar NaOH yang digunakan untuk reaksi ini adalah 100 % (% b). Semakin tinggi kemurnian dari bahan yang digunakan akan meningkatkan hasil yang dicapai dengan kualitas yang tinggi pula. Hal ini berhubungan erat dengan kadar air pada reaksi transesterifikasi. Adanya air dalam reaksi akan mengganggu jalannya reaksi transesterifikasi.
Dalam tahap ini hasil ester, trigeliserida, dan FFA sisa dari tahap esterifikasi diumpankan ke dalam reaktor transesterifikasi I (R-220), kemudian ditambahkan metanol yang diambil dari tangki metanol (T-203) dan katalis NaOH dari pemasok katalis (F-210) yang telah dicampur di dalam tangki pencampur I (M-210).
Pada reaksi reaktor transesterifikasi I (R-220) berlangsung pada kondisi 1 atm dengan suhu 63 oC yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnetik dengan kecepatan konstan untuk memastikan terjadinya reaksi serta mendapatkan hasil konversi yaitu 98%. Hasil reaksi transesterifikasi I dimasukkan terlebih dahulu ke
centrifuge II (H-220) sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi II (R-230). Di
sini terjadi lagi pemisahan antara lapisan atas berupa metil ester, sisa FFA, sisa trigliserida, dengan lapisan bawah yaitu metanol, gliserol, air, dan katalis asam maupun basa diumpankan ke tangki pengumpul (T-204) .
Dalam tahap ini hasil metil ester, sisa FFA, sisa trigeliserida, dan sisa metanol dari tahap transesterifikasi I (R-220) diumpankan ke dalam reaktor transesterifikasi II
dan katalis NaOH dari pemasok katalis (F-220) yang telah dicampur di dalam tangki pencampur II (M-220).
Pada reaksi reaktor transesterifikasi II (R-220) juga berlangsung pada kondisi 1 atm dengan suhu 63 oC yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnetik dengan kecepatan konstan untuk memastikan terjadinya reaksi serta mendapatkan hasil konversi yaitu 98%. Hasil reaksi transesterifikasi II dimasukkan terlebih dahulu ke
centrifuge III (H-230). Di sini terjadi lagi pemisahan antara lapisan atas berupa metil
ester, sisa FFA, sisa trigliserida, dan sisa metanol dengan lapisan bawah yaitu gliserol, air, dan katalis asam maupun basa diumpankan ke tangki pengumpul (T-204). Lapisan atas yang telah dipisahkan dari centrifuge III (H-230) ini merupakan biodiesel dengan kandungan trigliserida dan FFA tertentu yang telah sesuai dengan kadar baku mutu biodiesel. Biodiesel ini kemudian didinginkan pada cooler (E-301) sampai pada suhu 30oC yang kemudian disimpan pada tangki pengumpul biodiesel (T-301)
Adapun reaksi yang terjadi dalam reaktor transesterifikasi I (R-220) dan reaktor transesterifikasi II (R-230) pada proses metanolisis ini adalah sebagai berikut:
NaOH
Trigliserida + 3Metanol 3Metil ester + Gliserol Gambar 2.3 Reaksi transesterifikasi dari trigliserida menjadi metil ester