• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pemilih, yakni kegiatan memberikan suara (casting vote) pada pemilu, baik pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pemilih, yakni kegiatan memberikan suara (casting vote) pada pemilu, baik pada"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu isu penting pemilu adalah makin rendahnya angka partisipasi pemilih, yakni kegiatan memberikan suara (casting vote) pada pemilu, baik pada pemilu legislatif maupun eksekutif, tingkat nasional maupun daerah. Fenomena ini menarik karena menurut Huntington (2001: 140) bahwa “pada kebanyakan

negeri demokrasi yang baru, tingkat pemberian suara selama masa transisi

tinggi, tetapi menurun, kadang-kadang secara agak drastis, pada

pemilihan-pemilihan berikutnya. Tetapi pada banyak negara pemilu lokal lebih mendapat

perhatian dibanding pemilu nasional, yang kemudian mendorong pemilih untuk

hadir di TPS, karena isu yang dijual pada pemilu lokal sangat dekat dengan

kepentingannya”.

Memperhatikan pendapat Huntington, sungguh menarik jika melihat partisipasi pemilih dalam dua kali Pilkada Kota Semarang yang menunjukkan kecenderungan makin menurun, di samping lebih rendah dibanding pemilu lainnya atau berseberangan dengan tesis Huntington. Pada banyak daerah di Indonesia, hanya 70 persen pemilih yang terdaftar yang datang ke tempat pemungutan suara. Di beberapa tempat, bahkan hanya sekitar 50 persen dari pemilih yang ikut mencoblos. Persentase voter turn out itu jelas sekali di bawah rata-rata pemilu nasional (Wardhana , 2009: 57).

(2)

2 No. Jenis Pemilu Partisipasi Pemilih (%)

1. Pemilu Legislatif 2004 81,30

2. Pilpres 2004 Putaran 1 79,34

3. Pilpres 2004 Putaran 2 77,34

4. Pilkada Kota Semarang 2005 66,68

5. Pilkada Jateng 2008 64

6. Pemilu Legislatif 2009 71,4

7. Pilkada Kota Semarang 2010 60,04

8. Pilkada Jateng 2013 61,45

9. Pemilu Legislatif 2014 77,21

10. Pilpres 2014 79,80

Catatan: Dikumpulkan dari berbagai sumber

Kecenderungan partisipasi pemilih yang menurun adalah fenomena umum di Indonesia. Tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu di Indonesia pada Pemilu 1955 mencapai 91,4 % , pada Pemilu 1971 tingkat partisipasi pemilih 96,6%, Pemilu 1977 dan Pemilu 1982 tingkat partisipasi pemilih 96,5%, pada Pemilu 1987 tingkat partisipasi pemilih mencapai 96,4%, pada Pemilu 1992 tingkat partisipasi pemilih mencapai 95,1%, pada Pemilu 1997 tingkat partisipasi pemilih mencapai 93,6%, pada Pemilu 1999 tingkat partisipasi pemilih mencapai 92,6%, pada Pemilu Legislatif tahun 2004 tingkat partisipasi pemilih mencapai 84,1%, pada Pilpres putaran pertama tingkat partisipasi pemilih mencapai 78,2%, sedangkan pada Pilpres putaran kedua tingkat partisipasi pemilih mencapai 76,6%. Pada Pemilu Legislatif tahun 2009 tingkat partisipasi pemilih semakin menurun yaitu hanya mencapai 70,9% dan pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi

(3)

3 partisipasi pemilih di mulai sejak pemilu era reformasi, semasa Orde Baru tidak terjadi. Oleh karena itu pada Pemilu 2014 KPU membuat target cukup tinggi dalam rangka meningkatkan partisipasi pemilih dalam Pemilu 2014, yakni sebesar 75 persen (%) yang diikuti oleh KPU Jawa Tengah. Sedangkan KPU Kota Semarang berani memasang target partisipasi pemilih sebesar 76% atau 1% di atas yang menjadi target KPU Pusat maupun KPU Jawa Tengah. Terbukti target tersebut terlampaui dengan capaian partisipasi pemilih sebesar 77,21% dalam Pileg 2014 dan 79,80% dalam Pilpres 2014.

Prestasi ini perlu diulang. KPU Kota Semarang juga perlu membuat target capaian partisipasi pemilih sebagai bagian dari sikap serta komitmen penyelenggara pemilu untuk menguatkan legitimasi penyelenggaraan pada Pilkada Kota Semarang 2015. Untuk itu perlu ada informasi dasar yang bisa digunakan KPU Kota Semarang dalam menentukan target partisipasi pemilih Pilkada 2015 sekaligus mencari formula untuk mendorong capaian angka partisipasi pemilih yang menjadi target dengan berbasis hasil penelitian.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengetahuan, persepsi dan kecenderungan partisipasi pemilih dalam Pilkada Kota Semarang 2015?

(4)

4 Pilkada Kota Semarang 2015?

3. Upaya apa yang harus ditempuh KPU Kota Semarang untuk membangkitkan minat partisipasi pemilih Pilkada Kota Semarang 2015?

3. Tujuan Penelitian

1. Memetakan pengetahuan, persepsi, dan kecenderungan partisipasi pemilih dalam Pilkada Kota Semarang 2015.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan mendorong peningkatan partisipasi pemilih dalam Pilkada Kota Semarang 2015.

3. Menyediakan informasi dasar untuk menyusun target partisipasi pemilih Pilkada Kota Semarang 2015.

4. Memberikan rekomendasi yang harus dilakukan KPU Kota Semarang untuk mendorong peningkatan tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Kota Semarang 2015.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai referensi bagi KPU Kota Semarang dalam menyusun arah kebijakan target partisipasi pemilih dan sekaligus penetapan strategi terkait dengan upaya peningkatan partisipasi pemilih dalam Pilkada Kota Semarang 2015.

(5)

5 Dalam negara demokrasi, partisipasi politik, yakni kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan (Surbakti, 1992:118), merupakan hal penting. Asumsinya dalam negara demokrasi rakyatlah yang berdaulat, sehingga dengan demikian rakyat berhak ikut mempengaruhi keputusan politik, segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi kepentingan dirinya. Huntington dan Nelson (1994: 4) memaknai partisipasi politik sebagai :

Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.

Sedangkan jika merujuk pada makna partisipasi politik menurut Miriam Budiardjo, maka yang dimaksud dengan kegiatan mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah diperinci dalam bentuk-bentuk kegiatan yang bisa diamati, sebagai berikut:

Kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan Pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat Pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya (Budiardjo, 1998: 183)

Dari kedua definisi di atas maka partisipasi politik lebih berfokus pada kegiatan politik rakyat secara pribadi dalam proses politik. Sedangkan dari definisi Budiardjo, maka memberikan suara dalam pemilu (penggunaan hak pilih)

(6)

6 dibagi dalam dua masa, yakni partisipasi politik dalam pemilu dan di luar pemilu. Partisipasi politik juga dibedakan atas partisipasi aktif dan pasif. Disebut partisipasi aktif manakala kegiatannya berorientasi pada proses input dan output politik, sedangkan partisipasi pasif merupakan kegiatan yang berorientasi pada proses output. Selain itu terdapat sejumlah anggota masyarakat yang tidak termasuk dalam kategori partisipasi aktif maupun pasif karena mereka menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada telah menyimpang dari apa yang mereka cita-citakan. Kelompok ini disebut apatis atau golongan putih (golput) (Surbakti, 1992: 142-143; Gatara, 2009: 318). Ramlan Surbakti menyusun sejumlah kriteria partisipasi politik sebagai berikut :

1. Partisipasi politik yang dimaksud berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalamnya berupa sikap dan orientasi. Hal ini perlu di tegaskan karena sikap dan orientasi individu tidak selalu termanivestasikan dalam perilakunya.

2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk kedalam pengertian ini, seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik dan kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah.

3. Kegiatan yang berhasil guna (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik.

4. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Kegiatan yang langsung berarti individu mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan secara tidak langsung berarti mempengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap dapat menyakinkan pemerintah. Keduanya termasuk dalam kategori partisipasi politik.

5. Kegiatan mempengaruhi dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar dan tidak berupa kekerasan seperti ikut memilih dalam pemilihan umum, mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka dan menulis surat, maupun dengan cara-cara diluar prosedur yang wajar dan bukan berupa kekerasan seperti demonstrasi (unjuk rasa), huru-hura, mogok kerja

(7)

7 Faktor yang diperkirakan mempengaruhi partisipasi politik seseorang, ialah, Pertama, kesadaran politik, yakni kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup. Kedua, kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik, yakni penilaian seseorang terhadap pemerintah: apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak?. Atas dasar tinggi rendahnya kedua faktor ini, maka ada empat tipe partisipasi politik: (1). Partisipasi politik cenderung aktif, manakala seseorang memiliki kesadaran dan kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah; (2) Partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis), manakala seseorang memiliki kesadaran dan kepercayaan yang rendah terhadap pemerintah; (3) Militan radikal, yakni apabila seseorang memiliki kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan terhadap pemerintah sangat rendah; dan (4) partisipasi tidak aktif (pasif), apabila kesadaran politik sangat rendah tetapi kepercayaan yang terhadap pemerintah sangat tinggi. Ramlan Surbakti menambahkan kedua faktor yang diduga mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik, yakni kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah, dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti status sosial ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman berorganisasi (Surbakti, 1992: 144).

Partisipasi pemilih dalam pemilu ada banyak ragam, memberikan suara pada pemilu hanya merupakan salah satu bentuk partisipasi dalam pemilu.

(8)

8 pemilihan pengurus partai politik atau dalam proses seleksi calon atau pasangan calon untuk pemilu, melaporkan setiap bentuk penyimpangan dalam proses penyelenggaraan pemilu, mendiskusikan alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh berbagai peserta pemilu, mendukung atau menentang secara demokratis partai/calon tertentu karena program, kapasitas dan integritas pribadinya, melaksanakan pendidikan pemilih, menulis berita di media massa baik yang berisi kegiatan tahapan pemilu maupun berisi kritik dan saran, dan melaksanakan survey tentang persepsi pemilih atau kecenderungan perilaku memilih dan menyebarluaskan hasilnya kepada masyarakat (Surbakti dan Supriyanto, 2013: 2).

Sejak tahun 2005, berdasar UU No. 32 Tahun 2004 dalam memilih kepala daearah dan wakil daerah menggunakan asas-asas pemilu, yakni langsung, umum, bebas, dan rahasia yang melibatkan seluruh masyarakat, disebut pilkada. Kebijakan ini konsisten dengan cara memilih presiden dan wakil presiden yang juga melalui pemilu sesuai hasil Amandemen UUD 1945. Sejak pertama kali diselenggarakannya pilkada, fenomena yang muncul dalam pelaksanaan pilkada di antaranya adalah rendahnya angka pemilih yang menggunakan hak pilih (voters

turnout). Menurut data Departemen Dalam Negeri (Depdagri), pemilih yang

menggunakan hak pilih dalam Pilkada berkisar 65-75 persen. Sebagai contoh Pemilihan Gubernur Jawa Barat yang digelar 24 Februari 2013, angka golput mencapai 40 persen (http://berita.plasa.msn.com), Pemilihan Gubernur DKI Juli 2012, sebanyak 36,78 persen warga tidak menggunakan hak suaranya (www.tempo.co), dan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah tanggal 26 Mei 2013

(9)

9 Jateng, 2013). Pola yang sama ditemukan dalam pilkada tingkat kabupaten/kota.

Penyebab rendahnya angka partisipasi pemilih dalam pemilu dan pilkada di Indonesia memang dapat disebabkan banyak hal, mulai dari yang paling teknis sampai kepada yang sangat politis. Faktor teknis terkait langsung dengan periode pemilihan yaitu penyelenggaraan pemilu. Lembaga penyelenggara pemilu bertanggung jawab memfasilitasi pemilih sehingga dapat memberikan suaranya secara mudah (akses geografis), aman (tanpa ancaman) dan tepat (paham cara menandai surat suara). KPU memastikan bahwa pemilih yang datang ke TPS untuk memberikan suaranya, dapat terfasilitasi secara baik dan menjamin bahwa suara pemilih dihitung dengan jujur. Adapun faktor politik misalnya kinerja yang ditunjukkan oleh partai politik, lembaga legislatif, pejabat publik, jalannya pemerintahan, dampak kebijakan, yang semuanya dapat dirasakan, direspons dan diamati oleh masyarakat/pemilih. Ruang lingkup kewenangan KPU terbatas pada faktor teknis penyelenggaraan. Kombinasi dari faktor teknis dan faktor politik yang menentukan tingkat partisipasi pemilih. Artinya tugas KPU sebagai penyelenggara pemilu adalah memfasilitasi dan menjamin aspek teknis pemilih yang memutuskan untuk memberikan suaranya. KPU tidak terkait dengan faktor politik yang berada di luar wilayah kewenangannya (Perludem, 2014).

Meski tidak ada ketentuan batas minimal jumlah pemilih yang hadir di TPS untuk menetapkan pemenang pemilu, tetapi angka partisipasi pemilih (voters

turn-out) pada pemilu adalah salah satu tolok ukur suksesnya penyelenggaraan

(10)

10 memilih bukan kewajiban warga negara, namun dengan semakin besarnya prosentase warganegara yang memilih dalam pemilu mempengaruhi kadar legitimasi pemerintahan yang terbentuk dari hasil pemilu itu. Logikanya, jika seluruh rakyat ikut pemilu, maka tingkat legitimasi pemerintah yang terbentuk lebih kuat.

6. Metode Penelitian 6.1. Tipe Penelitian

Berpijak pada persoalan yang menjadi fokus penelitian ini maka penelitian ini menggunakan metode survey.

6.2. Populasi dan Responden

Populasi penelitian adalah mereka yang memiliki hak pilih pada Pilkada Kota Semarang 2015 mendatang, yaitu : (1) Warga negara Indonesia; (2) Berusia 17 tahun pada hari pemungutan suara atau yang sudah menikah; dan (3) Bukan Polisi atau TNI. Total responden yang dilibatkan dalam penelitian adalah 192 responden dari 16 kecamatan, yang diambil dengan sistem random sampling (acak), sebagai berikut :

1. Setiap kecamatan dipilih 2 kelurahan secara acak, jumlah sampel pada setiap kelurahan adalah 6 responden.

2. Pada setiap kelurahan terpilih, dipilih 6 rumah tangga secara acak, yaitu dengan sistem Interval/Systematic Sampling.

(11)

11 laki-laki dan perempuan.

6.3. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data adalah responden terpilih diwawancara secara tatap muka menggunakan kuesioner oleh pewawancara yang telah dilatih. Setiap pewawancara bertugas mewawancarai 6 responden untuk setiap satu kelurahan. Wawancara dikontrol secara sistematis oleh peneliti/supervisor dengan melakukan cek ulang di lapangan (spotcheck) sekitar 20-30% dari total data masuk untuk menjamin akurasidata yang diperlukan. Dalam proses penjaminan metodologi dan akurasi data tidak ditemukan kesalahan berarti.

6.4. Waktu Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan 1-30 April 2015.

6.5. Analisa Data

Data penelitian yang didapat akan diolah melalui sejumlah tahapan, yakni pemeriksaan data (editing), dilanjutkan dengan memberi kode (koding) dan tabulasi. Selanjutnya terhadap data tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan tabel frekuensi dan tabel silang.

(12)

12 GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG

2.1. Kondisi Geografis, Demografis dan Sosial

Posisi geografi Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah, tepatnya pada garis 6º, 5' - 7º, 10' Lintang Selatan dan 110º, 35' Bujur Timur. Luas wilayah mencapai 37.366.838 Ha atau 373,7 Km2. Letak geografi Kota Semarang ini berbatasan dengan pantai utara Laut Jawa, sebelah selatan dengan Kabupaten Semarang, sebelah timur dengan Kabupaten Demak/Grobogan dan sebelah barat dengan Kabupaten Kendal. Wilayah Kota Semarang secara administratif terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Terdapat dua kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu Kecamatan Mijen dengan luas wilayah 57,55 Km² dan Kecamatan Gunungpati dengan luas wilayah 54,11 Km². Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan, dengan luas wilayah 5,93 Km² diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah, dengan luas wilayah 6,14 Km². Secara detail sebagaimana terdapat pada tabel berikut:

(13)

13 Tahun 2013

No. Kecamatan Jumlah Kelurahan Luas (km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk 1. Mijen 14 57,55 57.887 1.006 2. Gunungpati 16 54,11 75.885 1.402 3. Banyumanik 11 25,69 130.494 5.080 4. Gajahmungkur 8 9,07 63.599 7.012 5. Semarang Selatan 10 5,93 82.293 13.882 6. Candisari 7 6,54 79.706 12.187 7. Tembalang 12 44,20 147.564 3.339 8. Pedurungan 12 20,72 177.143 8.549 9. Genuk 13 27,39 93.439 3.411 10. Gayamsari 7 6,18 73.745 11.939 11. Semarang Timur 10 7,70 78.622 10.211 12. Semarang Utara 9 10,97 128,026 11.671 13. Semarang Tengah 15 6,14 71.200 11.596 14. Semarang Tengah 16 21,74 158,668 7.298 15. Tugu 7 31,78 31.279 984 16. Ngalian 10 37,99 122.555 3.226 Total 177 373,70 1.572.105 4.207

(14)

14 sebesar 1.572.105 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 0,83 % dibanding tahun 2012 yang tercatat sebesar 1.559.198 jiwa. Persebaran penduduk jika dilihat dari jumlah penduduk pada masing-masing wilayah kecamatan mengalami kepadatan penduduk yang tidak merata. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 13.882 orang per km2, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Tugu sebesar 984 orang per km2. Penduduk lebih tersentral di pusat kota. Jika dilihat dari komposisi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kota Semarang 3 (tiga) tahun terakhir ini masih didominasi oleh penduduk perempuan. Rasio jenis kelamin pada tahun 2011, 2012 dan 2013 di Kota Semarang adalah 99 yang berarti jumlah penduduk perempuan 1 persen lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki.

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Kota Semarang sesuai Jenis Kelamin Tahun 2011-2013

No. Jenis Kelamin

2011 2012 2013

Orang % Orang % Orang %

1. Laki-laki 767.884 49,73 775.793 49,76 781.176 49,69 2. Perempuan 776.474 50,27 783.405 50,24 790.929 50,31 Jumlah 1.544.358 100 1.559.198 100 1.572.105 100 Sumber: Kota Semarang Dalam Angka 2014, BPS Kota Semarang

Sekitar 71,57 % penduduk Kota Semarang berumur produktif (15-64) tahun, sehingga angka beban tanggungan, yaitu perbandingan antara penduduk

(15)

15 pada tahun 2012 sebesar 39,72 yang berarti 100 orang penduduk usia produktif menanggung 40 orang penduduk usia tidak produktif.

Tabel 2.3

Penduduk Menurut Kelompok Usia

dan Jenis Kelamin di Kota Semarang Tahun 2013

No. Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. 0-4 65,631 60,246 125,876 2. 5-9 65,099 59,980 125,079 3. 10-14 62,640 58,791 121,431 4. 15-19 71,021 74,644 145,665 5. 20-24 76,398 77,705 154,103 6. 25-29 73,987 74,578 148,564 7. 30-34 68,859 69,535 138,394 8. 35-39 61,316 63,031 124,347 9. 40-44 57,042 61,032 118,074 10. 45-49 50,860 54,908 105,768 11. 50-54 44,775 44,900 89,675 12. 55-59 33,420 30,606 64,025 13. 60-64 17,757 18,806 36,562 14. 65+ 32,373 42,167 74,540 Jumlah 781,176 790,929 1,572,105

Sumber: Kota Semarang Dalam Angka 2014, BPS Kota Semarang

Komposisi penduduk menurut agama yang dipeluk di Kota Semarang berturut-turut adalah Islam sebesar 83,5%, Kristen Katholik sebesar 7,4%, Kristen Protestan sebesar 7% , Budha sebesar 1,2%, Hindu sebesar 0,7, serta lainnya sebesar 0,1%. Komposisi penduduk kota Semarang ditinjau dari aspek pendidikan

(16)

16 sederajat sebesar 26,93%; tamat SMP/MTs sederajat sebesar 20,29%; tamat SMA/MA sederajat sebesar 21,11%; Tamat Akademi/D III sebesar 4,34, dan tamat universitas sebesar 4,44%. Hal ini menggambarkan masih cukup tinggi komposisi penduduk usia >5th yang belum/tidak tamat SD.

Dari total penduduk sebesar 1.572.105 terdapat sebesar 688.593 penduduk (43,8%) yang bekerja. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kota Semarang berturut-turut adalah: Buruh Industri (25,65 %) , PNS / ABRI (13,76 %), Pedagang (12.51%), Buruh Bangunan (12,02 %), Jasa dan lainnya (11,86 %), Pengusaha (7,72%), Pensiunan (5.77%) Petani sendiri (3,95 %), Angkutan (3.71%), Buruh Tani (2.69%), serta Nelayan (0.39%)

2.2. Politik Kota Semarang

2.2.1. Pemilu DPRD Kota Semarang

Menggunakan data hasil Pemilu 2004, Pemilu 2009 dan Pemilu 2014 menunjukkan bahwa suara pemilih Kota Semarang terbagi relatif merata pada semua partai politik. Artinya tidak ada satu partai yang menguasai mayoritas kursi. Pemilu 2014 memunculkan PDIP sebagai partai dengan perolehan kursi terbanyak, namun hanya menguasai 30% kursi dari total 50 Kursi. Perolehan kursi PDIP tersebut mengulang keberhasilan perolehan kursi Pemilu 2004 (26,6%) yang menempatkan PDIP pada posisi teratas di antara semua partai politik yang memperoleh kursi. Pada Pemilu 2009 posisi teratas dimiliki Partai Demokrat dengan menguasai 32% kursi. Sesuai UU No. 17 Tahun 2014 tentang tentang

(17)

17 Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) maka partai politik dengan perolehan kursi terbanyak memperoleh posisi memegang jabatan ketua DPRD, karena itu menjadi strategis.

Tabel 2.4

Perolehan Kursi Partai Politik Hasil Pemilu DPRD Kota Semarang (Pemilu 2004, Pemilu 2009 dan Pemilu 2014)

No. Partai Politik Pemilu 2004 Pemilu 2009 Pemilu 2014

1. Nasdem - - 1 (2%) 2. PKB 4 (8.8%) 2 (4%) 4 (8%) 3. PKS 5 (11,1%) 6 (12%) 6 (12%) 4. PDIP 12 (26,6%) 9 (18%) 15 (30%) 5. Golkar 6 (13.3%) 5 (10%) 5 (10%) 6. Gerindra - 4 (8 %) 7 (14%) 7. Demokrat 7 (15,5%) 16 (32%) 6 (12%) 8. PAN 6 (13,3%) 6 (12%) 4 (8%) 9. PPP 2 (4.4%) 1 (2%) 2 (4%) 10. Hanura - 1 (2%) - 11. PDS 3 (6,6%) - - Jumlah Kursi 45 50 50 Perempuan 6 (13,3%) 9 (18%) 11 (22%)

Sumber: KPU Kota Semarang (diolah)

Dengan perolehan kursi sebesar 30%, maka PDIP adalah satu-satunya partai politik yang memenuhi syarat untuk mengusulkan pasangan calon walikota dan wakil walikota secara mandiri, adapun partai lain harus berkoalisi untuk memenuhi syarat ambang batas (threshold) pencalonan sebesar 20% kursi DPRD

(18)

18 dalam Pasal 40 (1) UU No. 8 Tahun 2015 bahwa:

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan .

Syarat ambang batas pengusulan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah (gubernur dan wakil gubenur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota) oleh partai politik yang ditentukan dalam UU No. 8 Tahun 2015 naik sebesar 5%. Semula dengan berdasar pada UU No. 32 Tahun 2004 yang direvisi dengan UU No.12 Tahun 2008, syarat ambang batas pengusulan pasangan calon oleh partai politik hanya sebesar 15%, berlaku baik untuk pencalonan yang menggunakan kursi DPRD maupun pencalonan yang menggunakan basis suara sah pemilu DPRD.

2.2.2. Pilkada Kota Semarang

Pilkada 2015 adalah pilkada secara langsung yang ketiga kalinya diselenggarakan di Kota Semarang untuk memilih walikota dan wakil walikota. Dua pilkada sebelumnya dilaksanakan pada Tahun 2005 dan Tahun 2010. Pada Pilkada 2005 modal dasar partai politik untuk mengusung pasangan calon adalah hasil Pemilu 2004. Pada dua Pilkada tersebut, PDIP dan Partai Demokrat mengusung calon secara mandiri, sementara partai politik lainnya membangun koalisi.

(19)

19 Pilkada Kota Semarang 2005

Nama Pasangan Calon Partai Pengusung Perolehan

Suara %

Sukawi Sutarip-

Mahfudz Ali PAN, PKB, PPP 468.003 74,14

Soediro Atmo Prawiro - Ahmad Musyafir

Partai Demokrat Tidak

tersedia data 15,00

Soendoro-R. Yuwanto PDIP Tidak

tersedia data 3,58 Bambang Raya Saputra -

Siti Chomsiyati Sutrisno Suharto

Partai Golkar dan PDS Tidak

tersedia data 7,36

Jumlah Suara Sah 631.208 94,93

Sumber: KPU Kota Semarang, 2005

Data dalam tabel di atas menunjukkan pasangan calon Sukawi Sutarip - Mahfudz Ali yang diusulkan oleh koalisi PAN, PKB, PPP dalam Pilkada 2005 menang mutlak dengan raihan suara sebesar 74,14%. Pada Pilkada 2010 terdapat perubahan komposisi pasangan calon maupun koalisi partai pengusul. Terdapat wajah baru maupun lama yang menjadi calon, Sukawi Sutarip tidak lagi bisa menjadi calon karena telah dua periode sebagai walikota, sedangkan Mahfudz Ali kembali mencalonkan namun pada posisi calon walikota yang diusung Partai Demokrat. Pada Pilkada 2010 terdapat 3 PNS aktif yang mencalonkan sebagai calon walikota, yakni Harini Krisniati, M. Farchan dan Soemarmo HS. UU 32 Tahun 2004 jo UU 12 Tahun 2008 mengatur syarat calon PNS mundur dari jabatan negeri, bukan mengundurkan diri sebagai PNS sebagaimana UU No.8 Tahun 2015.

(20)

20 Pilkada Kota Semarang 2010

Nama Pasangan Calon Partai Pengusung Perolehan Suara

%

Mahfudz Ali-Anis

Nugroho Widharto Partai Demokrat 191.427 31,05

Harini Krisniati-Ari Pubono

Partai Gerindra dan

PKS 58,394 9,4

Bambang Raya Saputra-Kristanto

Partai Golkar, PDS, PKPI, PKPB, PKDI, PBN, PMB, PPDI, PNBKI, PPD, PPI, PIS, Partai Buruh &Partai Kedaulatan 103.482 16,79 M. Farchan - Dasih Ardiyantari PPP, PAN, PKB 51.854 8,31 Soemarmo HS-Hendi Hendrar Priyadi PDIP 211.323 34,28

Jumlah Suara Sah 616.480

Sumber: KPU Kota Semarang, 2010

Data dalam tabel di atas menunjukkan pasangan Soemarmo-Hendi Hendrar Priyadi yang diusung PDIP memperoleh persentase raihan suara terbanyak, yakni sebesar 34,28%. Angka ini memenuhi batas minimal pemilukada selesai satu putaran. Pasal 107 Ayat (2) UU No. 12 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. Tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Kota Semarang 2010

(21)

21 sebesar 66,51 persen.

Tabel 2.7

Jumlah Pemilih, Partisipasi dan Suara Sah Pilkada Kota Semarang Tahun 2005 dan Tahun 2010

Pilkada Jumlah Pemilih

Pemilih Yang Menggunakan Hak

pilih

Suara Sah Suara Tidak Sah

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

2005 999.693 664.897 66,51 631.208 94,93 33.689 5,07 2010 1 .100.337 6 60.851 60,06 616.480 93,29 44.371 6,71 Sumber: KPU Kota Semarang (diolah)

Pada Pilkada 2015 terdapat sejumlah perubahan sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2015 dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya yang menggunakan aturan dalam UU No. 32 Tahun 2004 jo. UU No. 12 Tahun 2008. Syarat ambang batas pencalonan bagi calon perseorangan ditingkatkan dua kali lipat, diduga akan mengurangi kesertaaan calon dari jalur ini. Begitu pula syarat PNS harus mundur sejak pendaftaran calon juga akan mengurangi minat PNS aktif untuk mendaftar sebagai calon.

(22)

22 dan UU 8/2015 Perihal UU 32/2004 jo UU 12/2008 UU 8/2015 Waktu

Penyelenggaraan Tidak diatur

Pasal 3

Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Syarat Calon Pasal 58 (i) dihapus (o) syarat baru (p) dibatalkan (r) syarat baru

(t) PNS mengundurkan diri adalah syarat baru

(u) syarat baru

Pasal 7

(i) tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian

(o) belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota; (p) berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon;

(r ) tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana (t) mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai

(23)

23 Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon; dan (u) berhenti dari jabatan

pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon Ambang batas pencalonan oleh parpol Pasal 59 (2)

Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan

Pasal 40 (1)

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Pasal 40 (3)

Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan

pasangan calon

menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud

(24)

24 pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di DPRD. Ambang batas Pencalonan perseorangan Pasal 59 (2b) UU 12/2008 Pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b dapat

mendaftarkan diri sebagai

pasangan calon

bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan: a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung

sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen);

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu)

jiwa harus

didukung

sekurang-kurangnya 5%

Pasal 41 (2)

Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen); b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu)

jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen); c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima

(25)

25 (lima persen); c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500,000 (lima ratus ribu) sampai. dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen); dan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen) Pasal 59 (2d) UU 12/2008 Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2b) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah

kecpmatan di

kabupaten/kota dimaksud

ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen); d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud. Pendaftaran Pasangan Calon Pasal 59 (5) huruf a Surat pencalonan yang

ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung

Pasal 42

(5) Pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh

(26)

26 Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi. (6) Pendaftaran pasangan

Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh gabungan Partai Politik ditandatangani oleh para ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik di tingkat Provinsi atau para ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik

di tingkat

kabupaten/kota disertai Surat Keputusan masing-masing

Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang

(27)

27 Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat provinsi dan/atau Pengurus Parpol tingkat kabupaten/kota

Masa Pendaftaran Pasal 59 (7)

Masa pendaftaran

pasangan calon

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon.

Pasal 44

Masa pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama 3 (tiga) hari

terhitung sejak

pengumuman pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota

Tidak diatur Pasal 47

(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. (2) Dalam hal Partai Politik

atau gabungan Partai Politik terbukti

(28)

28 menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. (3) Partai Politik atau

gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (4) Setiap orang atau

lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. (5) Dalam hal putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap

menyatakan setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota

(29)

29 maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan.

(4) Setiap partai politik atau gabungan partai politik yang terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh) kali lipat dari nilai imbalan yang diterima Metode Penyuaraan Ketentuan baru : memberi

suara melalui peralatan Pemilihan suara secara elektronik

Pasal 85 (1)

Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan dengan cara:

a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau b. memberi suara melalui

peralatan Pemilihan suara secara elektronik Penetapan Calon

Terpilih

Pasal 107 UU12/2008 (1) Pasangan calon

kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. (2) Apabila ketentuan sebagaimana Pasal 107

(1) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih.

(30)

30 dimaksud pada ayat

(1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

(3) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas, (4) Apabila ketentuan

sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah,

jumlah perolehan suara yang sama untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota, pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kecamatan di kabupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih.

(31)

31 dilakukan pemilihan

putaran kedua yang diikuti oleh pemenang

pertama dan

pemenang kedua. (5) Apabila pemenang

pertama sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua. (6) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.

(7) Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya

dilakukan berdasarkan wilayah perolehan

(32)

32 suara yang lebih luas.

(8) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

Sumber: UU No. 32 Tahun 2004, UU No.12 Tahun 2008, UU No.8 Tahun 2015

(33)

33 ANALISIS PARTISIPASI POLITIK

PEMILIH PILKADA KOTA SEMARANG 2015

3.1. Identitas Responden

Responden penelitian ini sebanyak 192 orang yang memenuhi syarat sebagai pemilih menurut UU No. 8 Tahun 2015. Teknik penentuan informan menggunakan random sampling dengan metode sampel sederhana (simple random

sampling) yang digabungkan dengan metode sampel berstratifikasi (stratifed

random sampling). Dari setiap kecamatan diambil sama jumlah respondennya

yakni sebesar 12 orang responden (6,3%).

Tabel 3.1

Distribusi Responden Berdasarkan Kecamatan di Kota Semarang

No. Kecamatan Frekuensi Persentase

1. Banyumanik 12 6,3 2. Candisari 12 6,3 3. Gajah Mungkur 12 6,3 4. Gayamsari 12 6,3 5. Genuk 12 6,3 6. Gunungpati 12 6,3 7. Mijen 12 6,3 8. Ngaliyan 12 6,3 9. Pedurungan 12 6,3 10. Semarang Barat 12 6,3 11. Semarang Selatan 12 6,3 12. Semarang Tengah 12 6,3

(34)

34 13. Semarang Timur 12 6,3 14. Semarang Utara 12 6,3 15. Tembalang 12 6,3 16. Tugu 12 6,3 Total 192 100,0

Syarat minimal usia pemilih berdasarkan UU No. 8 Tahun 2015 adalah 17 tahun oleh karenanya responden penelitian ini ditentukan minimal telah berusia 17 tahun pada saat penelitian ini dilakukan.

Tabel 3.2

Distribusi Responden Berdasarkan Umur Responden No. Kecamatan Frekuensi Persentase

1. ≤ 20 12 6,2 2. 21-25 tahun 11 5,7 3. 26-30 tahun 13 6,8 4. 31-35 tahun 16 8,3 5. 36-40 tahun 18 9,4 6. 41-45 tahun 34 17,7 7. 46-50 tahun 35 18,2 8. 51-55 tahun 19 9,9 9. 56-60 tahun 17 8,8 10. 61-65 tahun 9 4,7 11. > 66 tahun 5 2,6 12. Tidak menjawab 3 1,6 Total 192 100,0

(35)

35 interval (interval 5 tahun, dimulai dari usia <20 tahun sampai umur > 66 tahun), maka jumlah responden terbanyak adalah kelompok responden yang berusia 46-50 tahun sebanyak 18,2% responden dan berusia 41-45 tahun sebanyak 17,7%. Adapun responden yang paling sedikit adalah responden yang berusia > 66 tahun sebanyak 2,6% responden. Banyaknya responden dari dua kelompok umur tersebut menunjukkan sebagian besar responden punya pengalaman sebagai pemilih di pilkada lebih dari sekali.

Berdasarkan pengelompokan umur, terdapat pemilih pemula (usia 17 tahun-21 tahun) sebanyak 14 responden (7,3%). Selain pengelompokkan pemilih pemula, pemilih juga dikelompokkan sebagai pemilih muda (usia 17-29 tahun), sebanyak 30 responden (15,6%).

Tabel 3.3

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1. Perempuan 94 49,0

2. Laki-laki 98 51,0

Total 192 100,0

Berdasarkan tabel di atas, jumlah responden menurut jenis kelamin relatif berimbang, yakni laki-laki sebanyak 98 orang (51%). Sedangkan responden perempuan sebanyak 94 orang (49%).

(36)

36 No. Pekerjaan Frekuensi Persentase

1. PNS 11 5,7 2. Swasta 83 43,2 3. Petani 1 ,5 4. Buruh 19 9,9 5. Pedagang 17 8,9 6. Guru 2 1,0

7. Ibu Rumah Tangga 33 17,2

8. Tidak Bekerja 25 13,0

9. Tidak menjawab 1 0,5

Total 192 100,0

Berdasarkan latar pekerjaan responden data dalam tabel di atas menunjukkan dominasi responden yang bekerja pada sektor swasta( 43,2%). Selanjutnya berturut-turutresponden yang bekerja sebagai buruh (9,9%), pedagang (8,9%), PNS (5,7%), guru (1,0%) serta jumlah terendah adalah responden yang bekerja sebagai petani (0,5%). Selain yang bekerja, terdapat responden dengan status ibu rumah tangga (17,2%) dan responden yang tidak bekerja (13,0%).

(37)

37 No. Pendidikan Frekuensi Persentase

1. Tidak Sekolah 9 4,7 2. SD 27 14,1 3. SLTP 37 19,3 4. SLTA 88 45,8 5. Akademi 7 3,6 6. Sarjana 21 10,9 7. Tidak Jawab 3 1,6 Total 192 100,0

Berdasarkan pendidikan terakhir, terbanyak adalah responden dengan pendidikan SLTA(45,8%). Selanjutnya berturut-turut, responden dengan pendidikan SLTP (37%), responden dengan pendidikan SD (14,1%), responden dengan pendidikan sarjana (10,9%) sertayang terkecil responden dengan pendidikan akademi (3,6%). Terdapat pula responden yang tidak bersekolah sebanyak 9 responden (4,7%). Data ini menunjukkan komposisi responden yang terdidik (pendidikan SLTA ke atas) lebih dominan (60%) dibandingkan yang kurang/tidak terdidik (pendidikan di bawah SLTA dan tidak sekolah), sebesar 38%.

(38)

38 No. Tingkat Pendapatan Frekuensi Persentase

1. < 500.000 27 14,1 2. 500.000 - < 1.000.000 38 19,8 3. 1.000.000 - < 2.000.000 67 34,9 4. 2.000.000 - < 3.000.000 20 10,4 5. 3.000.000 - < 4.000.000 15 7,8 6. 4.000.000 - < 5.000.000 8 4,2 7. 5.000.000 - < 6.000.000 3 1,6 8. > 6.000.000 7 3,6 9. Tidak menjawab 7 3,6 Total 192 100,0

Berdasarkan tabel di atas diketahui jumlah responden paling banyak adalah yang memiliki pendapatan keluarga pada angka Rp 1 juta s.d kurang dari Rp 2 juta, yakni sebanyak 67 responden (34,9%). Kedua adalah responden dengan pendapatan keluarga pada angka Rp 500 ribus.d. kurang dari 1 juta sebanyak 38 responden (19,8%). Ketiga, responden dengan pendapatan keluarga pada angka kurang dari Rp 500 ribu sebanyak 27 responden (14,1%). Total responden dengan pendapatan kurang dari Rp 2 juta perbulan adalah dominan, yakni sebesar 68,8%.

(39)

39 Tabel 3.7

Distribusi Responden Berdasarkan Agama No. Agama Frekuensi Persentase

1. Islam 168 87,5 2. Katolik 13 6,8 3. Protestan 9 4,7 4. Budha 1 ,5 5. Total 191 99,5 6. Tidak menjawab 1 ,5 Total 192 100,0

Berdasarkan agama yang dipeluk, jumlah terbanyak adalah responden pemeluk agama Islam sebanyak 168 responden (87,5%). Berikutnya adalah responden pemeluk agama Katolik sebanyak 13 responden (6,8%), responden pemeluk agama Protestan sebanyak 9 responden (4,7%). Adapun yang paling sedikit adalah responden pemeluk agama Budha sebanyak 1 responden (0,5%). Distribusi ini menggambarkan populasi penelitiannya.

(40)

40 dalam Keanggotaan Organisasi

No. Anggota Organisasi Frekuensi Persentase

1. Parpol 8 4,2 2. Ormas 5 2,6 3. LSM 1 0,5 4. Organisasi Sosial 5 2,6 5. Organisasi Profesi 2 1,0 6. Organisasi Kagamaan 7 3,6 7. Organisasi Hobby 1 0,5 8. Bukan anggota 163 84,9 Total 192 100,0

Berdasarkan tabel di atas, diketahui mayoritas responden (76,6%) tidak bergabung dalam keanggotaan organisasi. Adapun 15,1% responden yang menjadi anggota organisasi terdistribusi merata di organisasi politik, keagamaan, sosial dan ormas serta hobi.

3.2. Pengetahuan Responden tentang Pilkada Kota

Pada tanggal 9 Desember 2015 akan digelar pilkada serentak gelombang pertama. Untuk Jawa Tengah terdapat 21 kabupaten/kota yang masuk kategori gelombang pertama. Bagi masyarakat Kota Semarang Pilkada 2015 adalah yang ketiga. Jika memperhatikan waktu penyelenggaraan pilkada yang lima tahunan, mestinya pilkada ketiga diselenggarakan tahun 2014, perubahan ini sedikit banyak mempengaruhi tingkat pengetahuan responden, apalagi sempat ada jeda waktu

(41)

41 ada perubahan regulasi pilkada, diawali dengan lahirnya UU No. 22 Tahun 2014 yang mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh DPRD, lahir Perppu No. 1 Tahun 2014 (menjadi UU No. 1 Tahun 2015) dan revisinya UU No. 8 Tahun 2015 yang tetap mempertahankan pilkada langsung.

Perubahan regulasi yang kemudian menjadi dasar pilkada diselenggarakan tahun 2015 dan serentak untuk gelombang pertama. Gelombang kedua pilkada akan diselenggarakan tahun 2016 dan terakhir gelombang ketiga pada tahun 2018. Untuk punya informasi lebih jauh apakah responden sudah mengetahui tetang Pilkada Kota Semarang akan diselenggarakan tahun 2015 dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 3.9

Pengetahuan Responden tentang Pilkada Kota Semarang 2015 No. Keterangan Frekuensi Persentase

1. Tahu 98 51,0

2. Tidak Tahu 94 48,0

3. Tidak menjawab 2 1,0

Total 192 100,0

Berdasarkan tabel di atas jumlah responden yang tahu pilkada dan yang tidak pada komposisi berimbang, yakni 51% responden sudah mengetahui adanya Pilkada Kota Semarang 2015. Artinya KPU Kota Semarang sudah punya modal awal sebesar 51% pemilih yang sudah tahu.

(42)

42 Ada sejumlah media yang menjadi sumber informasi bagi responden pemilih Kota Semarang. Adapun distribusi jenis media yang menjadi sumber informasi responden dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 3.10

Sumber Informasi Responden

tentang Adanya Pilkada Kota Semarang 2015 No. Sumber Informasi Frekuensi Persentase

1. Televisi 25 28,0

2. Surat Kabar 28 29,2

3. Baliho 25 26,0

4. Internet 1 1,0

5. Sosialisasi KPU 1 1,0

6. Lainnya (kontak langsung) 18 18,8

Total 96 100,0

Dari data hasil penelitian yang diperoleh terlihat paling banyak sumber informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015 didapat responden dari surat kabar (29,2%), televisi (26%) dan baliho (26%). Sedangkan informasi pilkada yang diterima oleh responden dari sosialisasi KPU sangat minimal (1,0 %) oleh karena saat penelitian ini berlangsung KPU belum melakukan sosialisasi terstruktur kepada masyarakat. Sebanyak 9,4% mendapat informasi dari sumber-sumber personal (kontak langsung) yakni dari perangkat kelurahan/RT (6,2%), teman (3,2%), tetangga (1%), keluarga (3,2%), partai (1,0%) dan mantan KPPS (1,0%). Sumber informasi dari internet termasuk yang belum banyak digunakan oleh reponden karena hanya 1% yang menggunakan internet.

(43)

43 sumber informasi yang menunjukkan ciri masyarakat kota. Televisi menjadi media populer karena rutin menyiarkan dinamika pilkada termasuk diskursus pilkada langsung atau tidak langsung. Sedangkan baliho adalah wajah Kota Semarang akhir-akhir ini, di banyak titik iklan untuk media luar ruangan marak baliho para bakal calon wakil walikota dari PDIP karena partai tersebut sedang menyelenggarakan proses seleksi internal. Data di tabel di atas juga menunjukkan meski perkotaan, peran lembaga keluarga, seperti tetangga, teman dan pejabat struktur pemerintahan kelurahan yang sifatnya kontak langsung masih penting dalam menyebarluaskan informasi pilkada. Data ini sekaligus menunjukkan radio belum menjadi sumber informasi pilkada. Secara lebih terperinci, data berikut menginformasikan media yang menjadi sumber informasi responden menurut karakteristik responden, yakni berdasarkan domisili, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendapatan responden.

Tabel 3.11

Sumber Informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015 Dirinci Menurut Domisili Responden

No. Kecamatan

Sumber Informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015

Total Televisi Surat

Kabar Baliho Internet

Sosialisas i KPU Lainnya (Kontak langsung) 1. Banyumanik 5 100,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 5 100,0% 2. Candisari 4 44,4% 2 22,2% 2 22,2% 0 0,0% 0 0,0% 1 11,1% 9 100,0% 3. Gajah Mungkur 0 0,0% 1 20,0% 3 60,0% 0 0,0% 0 0,0% 1 20,0% 5 100,0%

(44)

44

No. Kecamatan Total

Televisi Surat

Kabar Baliho Internet

Sosialisas i KPU (Kontak langsung) 4. Gayamsari 0 0,0% 3 37,5% 1 12,5% 0 0,0% 0 0,0% 4 50,0% 8 100,0% 5. Genuk 0 0,0% 3 60,0% 2 40,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 5 100,0% 6. Gunungpati 0 0,0% 2 28,6% 5 71,4% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 7 100,0% 7. Mijen 1 50,0% 1 50,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 2 100,0% 8. Ngaliyan 1 20,0% 1 20,0% 3 60,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 5 100,0% 9. Pedurungan 1 14,3% 3 42,9% 2 28,6% 0 0,0% 0 0,0% 1 14,3% 7 100,0% 10. Semarang Barat 0 0,0% 3 100,0 % 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 3 100,0% 11. Semarang Selatan 0 0,0% 2 28,6% 2 28,6% 0 0,0% 1 14,3% 2 28,6% 7 100,0% 12. Semarang Tengah 1 25,0% 1 25,0% 1 25,0% 0 0,0% 0 0,0% 1 25,0% 4 100,0% 13. Semarang Timur 1 16,7% 1 16,7% 2 33,3% 0 0,0% 0 0,0% 2 33,3% 6 100,0% 14. Semarang Utara 3 42,9% 4 57,1% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 ,0% 7 100,0% 15. Tembalang 2 28,6% 1 14,3% 0 0,0% 1 14,3% 0 0,0% 3 42,9% 7 100,0% 16. Tugu 6 54,5% 0 0,0% 2 18,2% 0 0,0% 0 0,0% 3 27,3% 11 100,0% Total 25 28 25 1 1 18 98

(45)

45

No. Kecamatan Total

Televisi Surat

Kabar Baliho Internet

Sosialisas

i KPU (Kontak langsung)

25,5% 28,6% 25,5% 1,0% 1,0% 18,4% 100,0%

Jika dilihat data responden per kecamatan di Kota Semarang, hasil penelitian menunjukkan responden yang berasal dari Kecamatan Tugu adalah yang paling punya pengetahuan tentang pilkada, yakni dari 12 responden sebesar 11 responden atau 91,7% mengatakan tahu Pilkada Kota Semarang 2015. Sedangkan Kecamatan Mijen yang paling sedikit hanya ada 2 (dua) responden atau 16,7% yang punya pengetahuan tentang Pilkada Kota Semarang 2015.

Dilihat dari jenis media yang menjadi sumber informasi, hasil penelitian menunjukkan Kecamatan Banyumanik, Candisari dan Tugu merupakan kecamatan yang paling banyak mendapatkan informasi mengenai Pilkada Kota Semarang 2015 melalui media televisi. Sementara itu, Kecamatan Genuk, Pedurungan, Semarang Barat dan Semarang Utara paling banyak mendapatkan informasi berkaitan dengan Pilkada Kota Semarang 2015 melalui media surat kabar. Adapun sumber informasi yang berasal dari baliho banyak ditemui pada responden di Kecamatan Gajah Mungkur, Gunungpati, Ngaliyan dan Semarang Timur. Sedangkan informasi yang berasal dari sumber lainnya, yakni melalui kontak langsung (personal contact) dalam perbincangan paling banyak ditemui di Kecamatan Gayamsari, Tembalang, Semarang Timur. Untuk Kecamatan Tembalang dijumpai responden yang menerima informasi dari internet.

(46)

46 Tabel 3.12

Sumber Informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015 Dirinci Menurut Umur Responden

No. Umur

Sumber Informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015

Total Televisi Surat

Kabar Baliho Internet

Sosialisasi KPU Lainya (kontak langsung) 1. Pemilih Muda (17-29 tahun) 5 31,25% 2 12,5% 4 25,0% 1 6,2% 0 0,0% 4 25,0% 16 100,0 % 2. Pemilih Umum (≥ 30tahun) 20 24,4% 26 31,7% 21 25,6% 0 0,0% 1 1,21% 14 17,0% 82 100,0 % Total 25 25,5% 28 28,6% 25 25,5% 1 1,21% 1 1,21% 18 18,4% 98 100,0 %

Hasil penelitian menunjukkan media televisi, surat kabar dan baliho merupakan sumber informasi yang membentuk pengetahuan responden tentang pilkada Kota Semarang 2015 dan penggunaan media ini merata di semua kecamatan. Data dalam tabel juga menunjukkan pemilih muda cenderung

- Banyumanik - Candisari - Tugu - Genuk - Pedurungan - Semarang Barat - Semarang Utara - Gajah Mungkur - Gunungpati - Ngaliyan - Semarang Timur - Gayamsari - Tembalang - Semarang Timur

(47)

47 memperoleh informasi dari surat kabar. Pemilih muda juga cenderung mememperoleh informasi melalui kontak langsung dibanding pemilih umum, demikian pula internet juga cenderung digunakan oleh pemilih muda.

Tabel 3.13

Sumber Informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015 Dirinci Menurut Jenis Kelamin Responden

No. Jenis Kelamin

Sumber Infromasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015

Total Televisi Surat

Kabar Baliho Internet

Sosialisasi KPU Lainya (kontak langsung) 1. Perempuan 10 24,4% 5 12,2% 15 36,6% 1 2,4% 0 ,0% 10 24,4% 41 100,0% 2. Laki-laki 15 26,3% 23 40,4% 10 17,5% 0 ,0% 1 1,8% 8 14,0% 57 100,0% Total 25 25,5% 28 28,6% 25 25,5% 1 1,0% 1 1,0% 18 18,4% 98 100,0%

Data penelitian menunjukkan dari sebanyak 98 responden yang punya pengetahuan tentang Pilkada Kota Semarang terdiri dari 41 responden berjenis kelamin perempuan atau 41,84% dan sebanyak 57 responden berjenis kelamin laki-laki atau 58,16% . Artinya responden laki-laki cenderung punya pengetahuan tentang Pilkada Kota Semarang 2015 dibanding perempuan.

Dari distribusi jenis kelamin tersebut diketahui responden laki-laki paling banyak mendapatkan informasi mengenai Pilkada Kota Semarang 2015 melalui surat kabar (40,4%), sedangkan responden perempuan cenderung mendapat informasi dari baliho (36,6%). Televisi menjadi sumber informasi berikutnya baik

(48)

48 langsung cenderung menjadi sumber informasi bagi responden perempuan (24,4%).

Tabel 3.14.

Sumber Informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015 Dirinci Menurut Pekerjaan Responden

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa responden yang punya pengetahuan tentang Pilkada Kota Semarang paling banyak adalah responden yang bekerja di swasta yaitu 52 responden atau 53%, responden dengan status

No. Pekerjaan

Sumber Informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015

Total Televisi Surat

Kabar Baliho Internet

Sosialisasi KPU Lainya (kontak langsung) 1. PNS 4 36,4% 5 45,5% 2 18,2% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 11 100,0% 2. Swasta 13 25,0% 19 36,5% 10 19,2% 1 1,9% 1 1,9% 8 15,4% 52 100,0% 3. Buruh 2 25,0% 0 0,0% 3 37,5% 0 0,0% 0 0,0% 3 37,5% 8 100,0% 4. Pedagang 0 0,0% 0 0,0% 1 33,3% 0 0,0% 0 0,0% 2 66,7% 3 100,0% 5. Guru 0 0,0% 0 0,0% 1 50,0% 0 0,0% 0 0,0% 1 50,0% 2 100,0% 6. Ibu Rumah Tangga 1 10,0% 2 20,0% 5 50,0% 0 0,0% 0 0,0% 2 20,0% 10 100,0% 7. Tidak Bekerja 5 41,7% 2 16,7% 3 25,0% 0 0,0% 0 0,0% 2 16,7% 12 100,0% Total 25 25,5% 28 28,6% 25 25,5% 1 1,0% 1 1,0% 18 18,4% 98 100,0%

(49)

49 atau 11,2%, ibu rumah tangga 10 responden atau 10,2%, buruh sebanyak 8 responden atau 8,2%, pedagang sebanyak 3 responden (3,1%) dan 2 responden (2%)berprofesi sebagai guru.

Dari jenis pekerjaan tersebut diketahui responden dengan status tidak bekerja paling banyak mendapatkan sumber informasi dari televisi dengan presentase 41,7%, sedangkan sumber informasi yang diperoleh responden melalui surat kabar banyak dijumpai responden yang berprofesi sebagai PNS (45,5%) dan swasta (36,5%). Responden dengan jenis pekerjaan ibu rumah tangga (50% responden) paling banyak mendapatkan informasi mengenai Pilkada Kota Semarang 2015 melalui baliho. Sedangkan responden yang bekerja sebagai buruh, pedagang dan guru banyak mendapatkan informasi berasal dari kontak langsung.

Tabel 3.15

Sumber Informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015 Dirinci Menurut Pendapatan Responden

No. Pendapatan

Sumber Informasi tentang Pilkada Kota Semarang 2015

Total Televisi Surat

Kabar Baliho Internet

Sosialisasi KPU Lainya (kontak langsung) 1. < 500.000 1 16,7% 1 16,7% 1 16,7% 0 0,0% 0 0,0% 3 50,0% 6 100,0% 2. 500.000 - < 1.000.000 4 30,8% 3 23,1% 5 38,5% 0 0,0% 0 ,0% 1 7,7% 13 100,0% 3. 1.000.000 - < 2.000.000 11 27,5% 12 30,0% 9 22,5% 0 0,0% 1 2,5% 7 17,5% 40 100,0%

(50)

50

No. Pendapatan Total

Televisi Surat

Kabar Baliho Internet

Sosialisasi KPU Lainya (kontak langsung) 4. 2.000.000 - < 3.000.000 3 27,3% 4 36,4% 1 9,1% 0 0,0% 0 0,0% 3 27,3% 11 100,0% 5. 3.000.000 - < 4.000.000 1 7,7% 6 46,2% 4 30,8% 1 7,7% 0 0,0% 1 7,7% 13 100,0% 6. 4.000.000 - < 5.000.000 0 0,0% 1 20,0% 3 60,0% 0 0,0% 0 0,0% 1 20,0% 5 100,0% 7. 5.000.000 - < 6.000.000 2 66,7% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% 1 33,3% 3 100,0% 8. > 6.000.000 2 33,3% 1 16,7% 2 33,3% 0 0,0% 0 0,0% 1 16,7% 6 100,0% Total 24 24,7% 28 28,9% 25 25,8% 1 1,0% 1 1,0% 18 18,6% 97 100,0%

Data dalam tabel di atas menunjukkan responden yang memperoleh informasi Pilkada Kota Semarang melalui kontak langsung kecenderungannya berasal dai kelompok responden dengan penghasilan paling rendah, yakni kurang dari Rp 500.000 per bulan.

3.4.Keyakinan Responden Pilkada Membangun Demokrasi

Pilkada adalah metode untuk pengisian jabatan puncak untuk lembaga ekskutif di daerah, mekanisme ini melibatkan seluruh rakyat di daerah pemilihan yang bersangkutan melalui cara-cara demokrasi, yakni bebas dan adil. Oleh karenanya sangat penting untuk mengetahui keyakinan masyarakat bahwa

(51)

51 Semarang adalah bagian dari pembangunan demokrasi.

Tabel 3.16

Keyakinan Responden bahwa Pilkada Kota Semarang 2015 akan Membawa Pengaruh Baik Bagi Demokrasi No. Keterangan Frekuensi Persentase

1. Ya 135 70,3

2. Tidak 55 28,6

3. Tidak Menjawab 2 1,0

Total 192 100,0

Dari hasil penelitian yang diperoleh terlihat bahwa mayoritas responden (70,3%) punya keyakinan bahwa pilkada Kota Semarang tahun 2015 akan membawa pengaruh baik untuk berlangsungnya demokrasi.

Data berikut menginformasikan distribusi responden yang punya keyakinan bahwa pilkada Kota Semarang tahun 2015 akan membawa pengaruh baik untuk berlangsungnya demokrasi menurut karakteristik responden, yakni berdasarkan domisili, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendapatan responden.

Tabel 3.17

Keyakinan Pilkada Kota Semarang 2015 Akan Membawa Pengaruh Baik Bagi Berlangsungnya Demokrasi Dirinci Menurut Domisili Responden

No. Domisili

(Kecamatan)

Keyakinan Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik bagi

berlangsungnya Demokrasi Total

Ya Tidak 1. Banyumanik 6 50,0% 6 50,0% 12 100,0%

(52)

52 No.

(Kecamatan) berlangsungnya Demokrasi Total

Ya Tidak 2. Candisari 6 50,0% 6 50,0% 12 100,0% 3. Gajah Mungkur 8 66,7% 4 33,3% 12 100,0% 4. Gayamsari 11 100,0% 0 0,0% 11 100,0% 5. Genuk 8 66,7% 4 33,3% 12 100,0% 6. Gunungpati 10 83,3% 2 16,7% 12 100,0% 7. Mijen 8 66,7% 4 33,3% 12 100,0% 8. Ngaliyan 11 100,0% 0 0,0% 11 100,0% 9. Pedurungan 10 83,3% 2 16,7% 12 100,0% 10. Semarang Barat 8 66,7% 4 33,3% 12 100,0% 11. Semarang Selatan 9 75,0% 3 25,0% 12 100,0% 12. Semarang Tengah 9 75,0% 3 25,0% 12 100,0% 13. Semarang Timur 4 33,3% 8 66,7% 12 100,0% 14. Semarang Utara 11 91,7% 1 8,3% 12 100,0% 15. Tembalang 6 50,0% 6 50,0% 12 100,0%

(53)

53 No.

(Kecamatan) berlangsungnya Demokrasi Total

Ya Tidak 16. Tugu 10 83,3% 2 16,7% 12 100,0% Total 135 71,1% 55 28,9% 190 100,0%

Berdasarkan tabel di atas dari 190 responden, terdapat 135 responden (71,1%) responden yakin bahwa Pilkada Kota Semarng 2015 akan membawa pengaruh baik bagi berlangsungnya demokrasi dan 55 responden (28,9%) mengaku tidak yakin terhadap pengaruh baik bagi demokrasi di Kota Semarang. Distribusi keyakinan responden tersebut dapat dilihat di Kecamatan Gajah Mungkur, Gayamsari, Genuk, Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Pedurungan, Semarang Barat, Semarang Selatan, Semarang Tengah, Semarang Utara dan Tugu. Sedangkan sebagian besar responden yang tidak yakin terhadap Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik bagi demokrasi di Kota Semarang adalah kecamatan Semarang Timur.

(54)

54 Bagi Berlangsungnya Demokrasi Dirinci Menurut Umur Responden

No. Umur

Keyakinan Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik bagi

berlangsungnya Demokrasi Total

Ya Tidak

1. Pemilih Muda (17-29 tahun) 22 73,3%

8 26,7%

30 100,0% 2. Pemilih Umum (≥ 30tahun) 113

70,6% 47 29,4% 160 100,0% Total 135 71,1% 55 28,9% 190 100,0%

Dilihat dari umur responden, terdapat 30 orang atau 15,8% responden pemilih muda dan 160 orang atau 84,2% pemilih umum. Hasil penelitian juga menunjukkan pemilih muda cenderung lebih yakin bahwa Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik bagi berlangsungnya Demokrasi.

Tabel 3.19

Keyakinan Pilkada Kota Semarang 2015 Akan Membawa Pengaruh Baik Bagi Berlangsungnya Demokrasi Dirinci Menurut Jenis Kelamin Responden

No. Jenis Kelamin

Keyakinan Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik bagi

berlangsungnya Demokrasi Total

Ya Tidak 1. Perempuan 69 74,2% 24 25,8% 93 100,0% 2. Laki-laki 66 68,0% 31 32,0% 97 100,0% Total 135 71,1% 55 28,9% 190 100,0%

(55)

55 Tabel di atas menginformasikan bahwa dari total 190 responden yang terdiri dari 93 responden berjenis kelamin perempuan dan 97 responden berjenis kelamin laki-laki. Sebanyan 135 responden (71,1%) responden yakin Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik bagi berlangsungnya demokrasi dengan responden perempuan (69 responden) paling banyak. Sementara 55 responden (28,9%) mengaku tidak yakin. Hasil penelitian juga menunjukkan responden perempuan lebih yakin.

Tabel 3.20

Keyakinan Pilkada Kota Semarang 2015 Akan Membawa Pengaruh Baik Bagi Berlangsungnya Demokrasi Dirinci Menurut Pekerjaan Responden

No. Pekerjaan

Keyakinan Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik

bagi berlangsungnya Demokrasi Total

Ya Tidak 1. PNS 10 90,9% 1 9,1% 11 100,0% 2. Swasta 57 69,5% 25 30,5% 82 100,0% 3. Petani 0 ,0% 1 100,0% 1 100,0% 4. Buruh 12 63,2% 7 36,8% 19 100,0% 5. Pedagang 12 70,6% 5 29,4% 17 100,0% 6. Guru 2 100,0% 0 0,0% 2 100,0%

7. Ibu Rumah Tangga 24

72,7%

9 27,3%

33 100,0%

(56)

56 No. Pekerjaan bagi berlangsungnya Demokrasi Total

Ya Tidak 8. Tidak Bekerja 18 72,0% 7 28,0% 25 100,0% Total 135 71,1% 55 28,9% 190 100,0%

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 135 responden (71,1%) yakin bahwa Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik bagi berlangsungnya demokrasi, sedangkan 55 responden (28,9%) tidak yakin Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik bagi berlangsungnya demokrasi di Kota Semarang. Keyakinan tersebut kuat terutama pada kelompok guru dan PNS. Sedangkan yang tidak yakin Pilkada Kota Semarang 2015 akan membawa pengaruh baik bagi berlangsungnya demokrasi adalah responden petani. Hal ini menjadi catatan penting bagi para pasangan calon yang akan berkompetisi dalam Pemilukada Kota Semarang 2015 agar melakukan pendekatan secara komprehensif terhadap responden yang bekerja sebagai petani.

Gambar

Tabel  di  atas  menginformasikan  bahwa  dari  total  190  responden  yang  terdiri  dari 93  responden berjenis  kelamin  perempuan dan 97  responden  berjenis  kelamin  laki-laki
Tabel  di  atas  menjelaskan  ciri-ciri  Kepala  Daerah  yang  diharapkan  pada  Pilkada  Kota  Semarang  2015  berdasarkan  sebaran  responden  sebanyak  191  di  seluruh kecamatan yang ada di Kota Semarang

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat kesadaran pemilih pemula yang ada di Distrik Pirime Kabupaten Lanny Jaya masih dipengaruhi oleh kebiasaan, ataupun sekedar ikut-ikutan saja, hal ini

Jenis pekerjaan tertentu tentu tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu orang saja. Jenis pekerjaan tertentu memungkinkan untuk diselesaikan oleh dua orang atau

Informasi berupa faktor- faktor tempat tumbuh (habitat) dan keragaman genetik populasi merupakan informasi mendasar yang perlu diketahui untuk tujuan tersebut. Oleh

Tujuan dan Manfaat Tujuan Kegiatan Tujuan pelaksanaan kegiatan abdimas ini adalah untuk memberikan keterampilan penggunaan E-Learning berbasis media sosial Edmodo bagi guru SD

Terbatasnya informasi tentang kupu-kupu pengunjung pada tumbuhan tersebut, maka menjadi dasar dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis-jenis kupu-kupu pengunjung

Potensi yang besar pada subsektor tanaman perkebunan tersebut karena dari berbagai alat analisis yang digunakan menunjukkan bahwa subsektor ekonomi ini memiliki keunggulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Forward Chaining dalam meningkatkan kemampuan merawat diri materi makan pada anak tunagrahita sedang kelas III di

(2) Gaya tarik yang masuk dan yang ke luar dari tali baja governor harus diuji untuk menentukan kesesuaian dengan A10.5. Jika penyetelan dilakukan atas governor maka harus