• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TELAAH PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA

Bab II ini akan memaparkan mengenai landasan teori dari variabel-variabel penelitian, perumusan hipotesis, dan pengembangan model penelitian.

2.1 Konsep Perceived Quality

Perceived quality menurut Zeithaml (1988) adalah penilaian konsumen mengenai keunggulan keseluruhan produk. Kemudian menurut Tsiotsou (2005), bahwa perceived quality adalah penilaian menyeluruh terhadap produk mulai dari skala buruk sampai baik. Bab I telah memaparkan bahwa penilaian konsumen terhadap kualitas dibagi dalam dua atribut, yaitu atribut intrinsik dan atribut ekstrinsik. Atribut intrinsik dinyatakan pada spesifikasi teknis produk (Bello dan Calvo, 2000). Khusus untuk produk Samsung sabak, atribut intrinsiknya yaitu konektifitas, prosesor, sistem operasi, memori, ukuran, berat, baterai, resolusi layar, kamera, warna, sensor, jaringan/ bearer, aplikasi, audio dan video (Samsung.com). Guna mengetahui atribut intrinsik apa saja yang menjadi perhatian konsumen, penulis melakukan wawancara singkat kepada karyawan bagian penjualan PT Perdana Mulia Makmur selaku distributor produk Samsung di Indonesia. Hasil wawancara yang diperoleh yaitu resolusi layar, sistem operasi dan kamera merupakan atribut intrinsik yang paling sering ditanyakan dan menjadi penilaian konsumen dalam memilih Samsung sabak. Resolusi layar yang tinggi menghasilkan gambar yang berkualitas, semakin baru versi dari sistem operasi menunjukkan kinerja semakin bagus, dan kamera yang tinggi ukuran lensanya akan menghasilkan gambar yang berkualitas.

(2)

10 Menurut Akpoyomare et al. (2012), atribut intrinsik akan menjadi indikator kualitas ketika dapat dievaluasi pada saat konsumen melakukan pembelian, namun tidak semua atribut intrinsik dapat dievaluasi sampai produk tersebut dikonsumsi oleh konsumen, sehingga konsumen akan menggunakan atribut ekstrinsik dalam mengevaluasi sebuah produk. Penilaian konsumen terhadap kualitas yang didasarkan pada atribut intrinsik produk disebut sebagai Intrinsic Perceived Quality, sedangkan apabila didasarkan pada atribut ekstrinsik disebut sebagai Extrinsic Perceived Quality (Bernues et al, 2003; Verlegh dan Steenkamp, 1999).

Espejel dan Fandos (2009) dalam penelitiannya mengenai kualitas produk minuman anggur menggunakan warna, aroma, dan flavor sebagai indikator Intrinsic Perceived Quality serta price, brand name, iklan, dan country of origin sebagai indikator Extrinsic Perceived Quality. Idoko et al. (2013) dalam penelitiannya mengenai kualitas produk minuman beralkohol menggunakan kandungan alkohol dalam minuman sebagai indikator Intrinsic Perceived Quality, serta price, kemasan, corporate name, brand name, dan iklan sebagai indikator Extrinsic Perceived Quality. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Veale et al. (2006) menunjukkan bahwa country of origin, harga, dan kandungan lemak merupakan indikator dari kualitas yang diharapkan konsumen terhadap produk minuman anggur dan keju. Penelitian yang lain dilakukan juga oleh Hussain et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara Extrinsic Perceived Quality (nama toko, nama brand, dan harga) terhadap image sebuah restoran. Penelitian-penelitian yang telah dipaparkan, didapati banyak atribut ekstrinsik yang digunakan oleh konsumen dalam menilai kualitas produk. Brucks et al.(2000) dalam penelitiannya mengemukakan, bahwa atribut ekstrinsik yang paling sering digunakan oleh konsumen dalam menilai kualitas produk yaitu harga dan nama brand. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Rao dan

(3)

11 Monroe (1989) juga menunjukkan bahwa konsumen menggunakan harga dan nama brand untuk menilai kualitas produk.

Berdasarkan pendapat dan penelitian tersebut di atas diperoleh bahwa konsumen menilai kualitas suatu produk berdasarkan pada atribut intrinsik dan ekstrinsik. Atribut intrinsik Samsung sabak yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu resolusi layar, sistem operasi, dan kamera. Selanjutnya, atribut ekstrinsik Samsung sabak yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu harga dan nama brand .

2.2 Konsep Brand Strength

Brand equity merupakan sebuah konsep yang sangat penting dalam dunia bisnis. Brand yang sukses akan membuat perusahaan memiliki keunggulan kompetitif sehingga akan mampu memenangkan persaingan bisnis melawan kompetitor. Menurut Lassar et al. (1995), secara konseptual penilaian mengenai brand equity dapat dilihat melalui dua komponen, yaitu 1) brand value dan 2) Brand Strength. Lebih lanjut Lassar et al. menjelaskan bahwa brand value merupakan penilaian mengenai brand equity dari sudut pandang finansial , sedangkan Brand Strength merupakan penilaian brand equity dari sudut pandang konsumen. Secara khusus mengenai Brand Strength, Wood (2006) berpendapat bahwa Brand Strength merupakan suatu ukuran yang menyangkut seberapa kuat konsumen terikat dengan merek tertentu, sedangkan Lassar et al. (1995) mendefinisikan Brand Strength sebagai penilaian konsumen terhadap keunggulan brand suatu produk dibandingkan dengan brand yang lain. Dalam penelitiannya mengenai Brand Strength pada produk televisi, Lassar menggunakan lima dimensi yaitu kinerja, citra sosial, nilai, trustworthiness, dan attachment. Penjelasan dari masing-masing indikator yaitu 1) kinerja merupakan penilaian konsumen terhadap sebuah brand yang bebas dari kesalahan, dan tahan lama serta

(4)

12 sempurna dalam konstruksi fisik produk. Dalam hal ini kinerja lebih didasarkan pada penilaian kualitas fisik produk. Dikarenakan penilaian terhadap kualitas fisik telah dibahas dengan detil pada variabel Intrinsic Perceived Quality, maka selanjutnya dimensi kinerja tidak digunakan dalam penulisan ini. 2) Citra sosial merupakan persepsi konsumen tentang penghargaan kelompok sosial konsumen yang menganggap seorang konsumen sebagai pengguna khas suatu brand. Indikatornya yaitu suatu brand memiliki kelas sendiri di benak konsumen, secara sosial dapat diterima dengan baik, serta memiliki positioning yang tinggi. 3) Nilai merupakan persepsi mengenai manfaat brand dibandingkan dengan biaya, dinilai oleh konsumen dan didasarkan pada pertimbangan dari apa yang diterima dan yang dikorbankan untuk menerimanya. Indikatornya yaitu manfaat yang diterima besar, biaya yang dikeluarkan layak untuk manfaat yang diperoleh, dan memeroleh manfaat lebih banyak dari apa yang dikorbankan. 4) trustworthiness, merupakan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan tindakan perusahaan yang akan berada dalam kepentingan konsumen. Indikatornya yaitu perusahaan dapat dipercaya, perusahaan peduli dengan minat konsumen, dan perusahaan tidak merugikan konsumen. 5) attachment merupakan kekuatan relatif dari perasaan positif konsumen terhadap brand tertentu. Indikatornya yaitu semakin suka terhadap brand, memiliki perasaan pribadi yang positif terhadap brand, dan dengan berjalannya waktu akan merasa nyaman terhadap brand.

Berdasarkan uraian di atas, sebuah brand disebut kuat ketika brand tersebut dinilai oleh konsumen lebih unggul dibandingkan dengan brand yang lain dan hal ini dapat terjadi ketika konsumen memiliki keterikatan dengan brand tersebut.

(5)

13 Menurut Mowen dan Minor (2002), kepuasan konsumen adalah keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memeroleh dan menggunakannya. Kemudian menurut Simamora (2004), kepuasan konsumen adalah perasaan konsumen setelah membandingkan harapan dengan kinerja aktual produk (Simamora, 2004). Secara singkat Gerson (2001) menjelaskan bahwa kepuasan konsumen ini akan terjadi ketika harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Dalam tulisan ini, kepuasan konsumen akan dilihat dari aspek kepuasan terhadap brand suatu produk. Adapun menurut Yueli dan Wenchuan (2009), bahwa kepuasan brand adalah evaluasi subyektif suatu brand yang dipilih oleh konsumen di mana brand tersebut mencapai atau melampaui harapan mereka sendiri dalam situasi tertentu. Definisi tersebut sejalan dengan definisi kepuasan brand yang dikemukakan oleh Engel et al. (1990) yaitu merupakan hasil dari evaluasi subyektif konsumen bahwa konsumen puas terhadap brand yang dipilih atau brand tersebut melebihi harapan mereka. Secara khusus model diskonfirmasi merupakan model yang paling banyak digunakan dalam penelitian kepuasan konsumen, hal ini dikarenakan kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh penilaian konsumen terhadap harapan awal dan persepsi terhadap kinerja produk (Tjiptono dan Chandra, 2011). Lebih lanjut menurut Tjiptono dan Chandra, dari berbagai penelitian menyangkut kepuasan konsumen, masih terdapat perbedaan mengenai kepuasan, apakah kepuasan merupakan hasil dari simple confirmation yaitu kinerja sama dengan harapan atau merupakan hasil dari diskonfirmasi positif yaitu kinerja lebih besar dari harapan. Oleh karenanya, menurut Santos dan Boote (2003) terdapat empat kondisi sesudah pembelian yaitu delight, satisfaction, acceptance, dan dissatisfaction yang disajikan seperti gambar di bawah ini.

(6)

14 Gambar 2.1 Empat Kondisi Afektif Sesudah Pembelian

Keterangan:

AP = Perceived Actual Performance (Kinerja), EP = Expected Performance (Harapan),

ZOI = Zone of indifference Sumber: Santos dan Boote (2003)

Delight dan dissatisfaction berada di luar ZOI dimana Delight terjadi ketika kinerja lebih tinggi dari harapan dan dissatisfaction terjadi ketika kinerja lebih rendah dari harapan, sedangkan satisfaction dan acceptance berada di dalam ZOI dimana satisfaction terjadi ketika kinerja lebih tinggi dari harapan dan acceptance terjadi ketika kinerja lebih rendah dari harapan. Ketika konsumen berada pada kondisi delight dan satisfaction, maka akan menunjukkan perilaku memuji (complimenting behavior) yang diberikan oleh konsumen kepada perusahaan. Namun, apabila konsumen berada pada kondisi acceptance dan dissatisfaction, maka akan menunjukkan complaint behavior misalnya memberikan informasi negatif mengenai produk kepada orang lain.

(7)

15 Dalam konteks perilaku konsumen, sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu obyek tertentu (Schiffman dan Kanuk, 2000). Obyek yang dimaksud disini antara lain dapat berupa produk, brand, iklan, dan harga. Dikarenakan sikap dipelajari maka ini berarti bahwa sikap yang berkaitan dengan perilaku pembelian konsumen dibentuk sebagai hasil dari pengalaman langsung mengenai produk ataupun informasi yang diperoleh dari orang lain, iklan maupun Internet. Sikap memiliki karakteristik konsisten dengan perilaku yang dihasilkan, tetapi sikap tidak selalu permanen, dengan kata lain bahwa sikap dapat berubah. Perubahan sikap dipengaruhi oleh situasi tertentu yang dihadapi oleh konsumen. Jadi dapat dikatakan bahwa sikap dalam diri konsumen memiliki retensi yaitu dapat bertahan atau dapat juga berubah dari kondisi sikap semula.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas yaitu bahwa kepuasan yang merupakan sikap konsumen terhadap suatu produk ternyata memiliki retensi, hal ini memiliki arti bahwa kepuasan konsumen terhadap produk yang sudah dibeli suatu saat akan berubah karena situasi tertentu. Berdasarkan penjelasan tersebut maka Retention of Satisfaction dapat didefinisikan sebagai perasaan yang tetap bertahan dalam individu konsumen setelah melakukan evaluasi subyektif terhadap brand yang dipilih di mana brand tersebut mencapai atau melampaui harapan, sampai akhirnya mengalami perubahan karena pengaruh situasi tertentu (Yueli dan Wenchuan, 2009; Schiffman dan Kanuk, 2000).

2.4 Keterhubungan antara Perceived Quality Produk dengan Brand Strength

Perceived quality menjadi indikator kualitas yang sangat penting pada saat konsumen menilai produk untuk kemudian membeli (Akpoyomare,

(8)

16 2012). Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa perceived quality merupakan salah satu variabel yang menyebabkan suatu brand menjadi kuat (Brand Strength). Menurut Wood (2006), Brand Strength merupakan suatu ukuran yang berhubungan pada tingkat keterikatan konsumen dengan brand tertentu. Penelitian terdahulu yang dilakukan Dawar dan Parker (1994) menemukan bahwa kekuatan brand utamanya ditentukan oleh perceived quality. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Harianto (2006), menunjukkan bahwa perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap kekuatan brand suatu produk elektronik. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Cui (2011) pada produk sepatu menunjukkan bahwa perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap kekuatan brand. Penelitian tersebut juga dikuatkan oleh Musekiwa et al. (2013). Jadi, ketika produk dipersepsi memiliki kualitas baik oleh konsumen maka brand dari produk tersebut akan kuat.

Sebagaimana sudah diuraikan bahwa perceived quality terdiri dari intrinsik dan ekstrinsik, maka secara khusus atribut intrinsik Samsung sabak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu resolusi layar, sistem operasi, dan kamera. Selanjutnya, atribut ekstrinsik yang digunakan yaitu harga dan nama brand (Rao dan Monroe, 1989; Brucks et al.). Selanjutnya akan dijelaskan tentang bagaimana masing-masing atribut intrinsik dan ekstrinsik tersebut dapat menjadi indikator kualitas yang dipersepsi oleh konsumen.

Sistem operasi adalah program komputer yang mengatur semua sumber daya komputer (Bolton, 2014). Lebih lanjut menurut Bolton, sumber daya yang dimaksud yaitu hardware maupun software aplikasi pada komputer. Berdasarkan hasil survei, sistem operasi yang paling banyak digunakan oleh para pengembang aplikasi di dunia yaitu sistem operasi yang memiliki kelebihan antara lain tersedia bebas terutama di Internet, dapat

(9)

17 dirubah sesuai kebutuhan, kecepatan tinggi saat dioperasikan, dan memiliki komunitas pengembang (Brodkin,2012; Voskoglou, 2013). Lebih lanjut menurut Brodkin, karena sistem operasi tersebut tersedia bebas dan dapat dirubah sesuai kebutuhan, maka akan berpengaruh terhadap produk yang menggunakannya. Harga produk akan relatif lebih murah dibandingkan dengan produk lain namun memiliki kualitas yang semakin baik karena banyaknya pengembang yang bekerja. Oleh karenanya, produk yang menggunakan sistem operasi yang dipersepsi konsumen memiliki kualitas yang baik akan memperkuat brand produk tersebut.

Resolusi layar menurut pcmag.com merupakan ukuran yang menunjukkan banyaknya piksel yang terdapat pada suatu layar. Semakin tinggi ukuran resolusi layar, maka kualitas gambar yang ditampilkan akan semakin bagus yaitu halus dan tidak pecah. Hal ini karena jumlah piksel setiap inci semakin banyak dan semakin rapat. Disamping itu, kualitas resolusi layar juga ditunjukkan oleh warna yang tajam serta tingkat kontras antar warna yang tinggi. Kualitas resolusi layar yang dipersepsi bagus oleh konsumen pada akhirnya akan memperkuat brand produk tersebut.

Kamera digunakan untuk mengambil gambar ataupun video suatu obyek. Tampilan hasil yang diinginkan tentu saja sama dengan kondisi nyata obyek tersebut. Ketika tampilannya sama dengan obyek yang diambil, maka dapat dikatakan bahwa kamera tersebut memiliki kualitas yang bagus yang sesuai dengan apa yang diharapkan (Tjin, 2013). Untuk mendapatkan tampilan yang berkualitas, baik gambar ataupun video, maka yang perlu diperhatikan yaitu ukuran ketajaman lensa kamera. Semakin tinggi ukuran ketajaman lensa, maka tampilan yang dihasilkan akan semakin mendekati kondisi nyata dari obyek yang diambil. Di samping itu, jumlah kamera yang terdapat pada suatu produk akan lebih mampu mendukung aktifitas konsumen dibandingkan jika jumlahnya hanya satu. Tren saat ini, jumlah

(10)

18 kamera ada dua dengan posisinya di depan dan belakang. Ketika kamera pada produk sabak dipersepsi konsumen memiliki kualitas bagus, maka akan dapat memperkuat brand produk sabak di pasaran.

Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa penilaian kualitas produk yang dipersepsi konsumen yang didasarkan pada atribut intrinsik sangat berperan dalam mendapatkan brand yang kuat (Brand Strength), sehingga hipotesis yang digunakan yaitu::

H1: Intrinsic Perceived Quality berpengaruh signifikan terhadap Brand Strength

Harga merupakan suatu elemen yang paling banyak diselidiki dalam bauran pemasaran, karena harga mendatangkan revenue bagi perusahaan (Keller, 2003). Harga menurut Zeithaml (1988) adalah sesuatu yang diberikan atau dikorbankan dalam upaya memeroleh suatu produk. Harga muncul sebagai isyarat yang relevan ketika konsumen tidak mampu menilai atribut intrinsik atau ketika harga menjadi satu-satunya isyarat untuk menilai kualitas produk. Bagaimana konsumen memersepsikan harga akan sangat berpengaruh pada niat dan kepuasan pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2000). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa harga dan kualitas secara positif berhubungan, yang berarti semakin tinggi harga maka semakin besar kualitas yang diharapkan (Seetharaman et al., 2001; Agarwal dan Teas, 2002). Indikator harga yang digunakan yaitu harga terjangkau, harga masuk akal, dan harga sesuai kinerja produk (Kusdyah, 2012; Harianto, 2006). Ketika harga produk dipersepsi konsumen berkualitas, maka brand produk tersebut akan semakin kuat di pasaran.

American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai nama, istilah, tanda, atau desain, atau gabungan diantaranya yang dimaksudkan

(11)

19 untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari penjual atau group penjual dan untuk membedakannya dari persaingan. Adapun brand memiliki elemen atau identitas antara lain seperti nama brand, logo, simbol, URL, karakter, slogan (Keller, 2003). Lebih lanjut Keller mendefinisikan elemen brand sebagai seperangkat simbol atau kata yang dapat didaftarkan secara sah yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan membedakan brand. Dari definisi brand dan elemen brand tersebut maka selanjutnya dapat didefinisikan nama brand sebagai bagian dari suatu brand yang terdiri dari simbol, kata, huruf atau angka yang dapat diucapkan yang bersifat membedakan produk tersebut dengan pesaingnya. Selanjutnya, Keller (2003) menyebutkan tiga indikator nama brand yang berkualitas dan yang akhirnya mampu memperkuat brand produk di pasaran, yaitu mudah diingat, memiliki arti, dan menarik. Dawar dan Parker (1994) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa nama brand menjadi penentu terbesar kualitas produk bagi konsumen. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Brucks et al. (2000) menunjukkan bahwa nama brand menjadi indikator kualitas bagi konsumen dalam menilai produk-produk bergengsi. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Hasan (2000) menunjukkan bahwa nama brand juga menjadi indikator kualitas bagi konsumen dalam memilih produk mobil. Penelitian-penelitian tersebut memberikan informasi yang penting bahwa nama brand menjadi isyarat kualitas produk bagi konsumen. Ketika produk memiliki nama brand yang dipersepsi konsumen berkualitas bagus, maka brand produk tersebut akan menjadi kuat (Hilgenkamp dan Shanteau, 2010).

Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa penilaian kualitas produk yang dipersepsi konsumen yang didasarkan pada atribut ekstrinsik sangat berperan dalam mendapatkan brand yang kuat (Brand Strength), sehingga hipotesis yang digunakan yaitu:

(12)

20 H2: Extrinsic Perceived Quality berpengaruh signifikan terhadap Brand Strength

2.5 Keterhubungan antara Brand Strength dan Retention of Satisfaction

Pemilihan suatu brand oleh konsumen tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional tetapi dalam banyak hal lebih didasarkan pada pertimbangan emosional seperti gengsi dan pandangan sosial (Tjiptono, 2005). Dengan memenuhi kebutuhan emosional tersebut maka konsumen akan memeroleh kepuasan. Banyaknya pilihan brand yang ada di pasar dapat menjadikan konsumen kesulitan dalam memilih, oleh karenanya brand yang kuatlah yang akan dipilih konsumen dalam rangka memenuhi kebutuhannya (Keller, 2003). Selama brand yang dipilih kuat atau mengalami penguatan maka konsumen akan cenderung bangga dan puas memilikinya, namun ketika terdapat kondisi yang menyebabkan brand menjadi lemah atau mengalami pelemahan, maka konsumen akan cenderung tidak puas bahkan meninggalkannya. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kepuasan dalam diri konsumen terhadap brand memiliki waktu tertentu (Retention of Satisfaction) yang dapat terus bertahan ataupun dapat hilang tergantung dari kekuatan atau kelemahan brand di pasar. Uraian tersebut menunjukkan bahwa kekuatan brand (Brand Strength) sangat berperan dalam memeroleh retensi kepuasan konsumen (Retention of Satisfaction), sehingga hipotesis yang digunakan yaitu:

H3: Brand Strength berpengaruh signifikan terhadap Retention of Satisfaction

(13)

21 Berdasarkan penjelasan keterhubungan antar variabel di atas, maka model penelitian yang dikembangkan, sebagai berikut.

Gambar

Gambar 2.2 Diagram Pengembangan Kerangka Pemikiran Teoritis

Referensi

Dokumen terkait

Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I.

Melalui sebuah produk itu sendiri dapat lahir sebuah brand jika produk tersebut menurut persepsi konsumen mempunyai keunggulan fungsi (functional brand), menimbulkan asosiasi

Secara umum, model peredam non-linear asimetri memberikan nilai respon yang lebih tinggi daripada model peredam linear, baik pada respon displacement absolut massa sprung,

Untuk menentukan apakah hasil dari MythBusters memberikan bukti bahwa menguap itu menular, kita akan menerapkan logika yang sama seperti yang kita lakukan

Dalam karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode multiple linear regression sebagai cara untuk memprediksi hasil dari kedua tim yang akan bertanding.. Dalam

Hal ini sesuai pada uraian tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit pada PMK nomor 1691 tahun 2011, yaitu rumah sakit harus menggunakan informasi yang diperoleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kredibilitas brand ambassador terhadap brand loyalty konsumen, dengan objek penelitiannya adalah akun