• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. masih terus menjadi dambaan, ketika sosok yang sesungguhnya belum lagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. masih terus menjadi dambaan, ketika sosok yang sesungguhnya belum lagi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia seutuhnya yang diidealisasikan menjadi titik puncak pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagai proses kemanusiaan dan pemanusiaan sejati masih terus menjadi dambaan, ketika sosok yang sesungguhnya belum lagi ditemukan pada saat arus globalisasi dan era pasar bebas terus menerpa secara keras. Disinilah harus menerima secara taat asas bahwa pembangunan Indonesia seutuhnya melalui pendidikan dengan beragam jenis, jenjang, sifat, dan bentuknya sebagai proses yang tidak akan pernah selesai. Tatkala warga yang bermukim di banyak negara secara percaya diri dan meyakinkan menyatakan siap berkompetisi dan bermitra pada percaturan global itu, semisal melalui kemitraan sekaligus persaingan pasar bebas terus berkutat untuk mencari jalan keluar dari multikrisis, baik di bidang ekonomi, politik, sosial dan kemanusiaan, keadilan, maupun penegakan hukum. Bahkan, ketika peradaban masyarakat dunia menunjukkan tanda-tanda megapolis, sebagian besar masih jauh dari tatanan sehat, aman, nyaman, dan berkeadilan yang menjadi ciri keberhasilan proses kemanusiaan.

Dengan tetap menghargai pencapaian pembangunan fisik dan kemajuan peradaban yang ada saat ini, krisis proses kemanusiaan di Indonesia secara kekinian benar-benar terjadi jika di soroti dengan tajam. Ketika itu pula, pendidikan sebagai instrument utama proses kemanusiaan dan pemanusiaan terus disoroti oleh masyarakat dan pemakai lulusan. Sebagai sebuah agenda proses kemanusiaan dan pemanusiaan, pendidikan dapat dipandang melalui dua sisi,

(2)

yaitu sebagai proses pendewasaan peserta didik untuk hidup di alam demokrasi dan memasuki sektor ekonomi produktif. Memposisikan pendidikan sebagai wahana penyiapan peserta didik untuk berkiprah pada sektor ekonomi produktif ini menjadi nisbi, ketika ada kesadaran bahwa ada satuan waktu yang dipakai untuk keperluan proses belajar dibandingkan dengan waktu yang tersedia bagi mereka di masyarakat (Danim, 2003:4)..

John Dewey dalam bukunya (Democracy and Education) seperti di kutip oleh adler (1985) mengatakan bahwa tidak pada tempatnya mengaitkan tatanan perilaku kelembagaan pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja, mengingat pendidikan bertujuan meneruskan cita-cita demokrasi. Agenda pendidikan secara fungsional adalah membentuk komunitas-komunitas sosial yang ideal sebagai bagian dari proses transformasi pendewasaan peserta didik, apapun bentuknya dalam ragam pendidikan. Disinilah pendidikan dipandang sebagai proses penanaman modal dalam bentuk manusia (human investment), dimana pendidikan merupakan proses menyiapkan manusia untuk terjun di sektor produktif. Maka demikian seleksi kelas sosial dalam memperoleh kesempatan pendidikan merupakan pertanda praktik-praktik kemasyarakatan yang bersifat kapitalistik.

Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1998 secara tidak langsung berdampak banyak ke dalam setiap sektor yang ada. Tidak terkecuali dengan sektor pendidikan. Krisis yang terjadi ternyata juga mau tidak mau mengalami dampak terhadap anggaran pemerintah terhadap pendidikan yang terpaksa mengalami pengurangan. Sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi pengurangan anggaran pendidikan yang terjadi adalah dengan merumuskan suatu bentuk baru terhadap perguruan tinggi yang ada di seluruh Indonesia.

(3)

Rumusan bentuk baru perguruan tinggi tersebut pada akhirnya dituangkan dalam PP 60 dan 61 tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi kampus agar perguruan tinggi bisa mengatur rumah tangganya sendiri tanpa intervensi dari pemerintah. Sesuai dengan PP yang telah dikeluarkan, paradigma Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mengalami pergeseran. Paradigma PTN yang pada awalnya memiliki konsep sentralisasi secara perlahan bergeser menjadi desentralisasi, yang mengisyaratkan perlunya dilakukan otonomi bagi setiap perguruan tinggi negeri yang ada. Dan pada akhirnya pemerintah indonesia melakukan privatisasi terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Salah satunya adalah dengan merubah status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Universitas Sumatera Utara (USU) adalah BUMN menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) pada tahun 2003 dengan menggunakan PP No. 56 Tahun 2003. Sejak berstatus BHMN, Universitas Sumatera Utara secara perlahan-lahan diarahkan untuk dapat menjadi mandiri dalam mencari dana. Sebab pemberian status BHMN itu juga berarti tidak mendapat subsidi lagi dari pemerintah. Dengan kata lain, PTN yang bersangkutan memiliki kebebasan sendiri untuk mencari dana operasional pendidikannya masing-masing (Lidus Yardi S.Pd.I, Bebaskan masyarakat dari belenggu pendidikan, dalam www.suaramerdeka.com).

Pendidikan merupakan hak setiap warganegara. Oleh karena itu, negaralah yang seharusnya mengelola bidang pendidikan, baik pembiayaan maupun kurikulumnya. Karena, baik atau buruknya pendidikan akan berdampak langsung bagi baik atau buruknya suatu negara. Paradigma baru dalam bidang pendidikan tersebut, seperti sebuah gagasan yang mulia. Akan tetapi, dampak yang nampak saat ini adalah privatisasi dan komersialisai pendidikan. Privatisasi pendidikan

(4)

tentu saja akan melepaskan negara dari tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan dasar warganegaranya akan pendidikan. Dampak yang akan langsung terlihat adalah berkurangnya subsidi pendidikan, sehingga biaya pendidikan akan semakin mahal. Dengan kondisi ini, maka tidak menutup kemungkinan pendidikan (tinggi) hanya akan menjadi sebuah khayalan bagi sebagian besar warganegara negeri ini sebagaimana di jaman kolonial Belanda dulu. Akibatnya, persentase rakyat yang bodoh semakin tinggi. Menurut Prof. HAR Tilaar, salah seorang pakar pendidikan di Indonesia menegaskan bahwa pengalihan status PTN menjadi BHMN, adalah bentuk lain dari neoliberaliasi dalam dunia pendidikan (neoliberalisasi pendidikan, dalam Harian Surat Pembaharuan, tanggal 15 Maret 2007).

Konsep subsidi silang dalam dunia pendidikan, yaitu pemberian beasiswa bagi golongan tidak mampu yang diambil dari biaya pendidikan dari golongan kaya, tidak akan efektif. Hal ini karena jumlah golongan tidak mampu lebih banyak dari pada golongan mampu. Disamping itu juga harus diperhatikan dampak psikis yang mungkin akan muncul, jika biaya pendidikan golongan tidak mampu menjadi beban bagi golongan mampu. Oleh karena itu, menjadikan pendidikan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat adalah lebih bijak.

Kebijakan pemerintah dalam melakukan upaya privatisasi lembaga-lembaga pendidikan tidak hanya berhenti pada tingkat perguruan tinggi, akan tetapi melakukan perluasan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah dengan di keluarkannya Undang-Undang No 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk

(5)

Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan BHP adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen. Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, UU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

(6)

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Menurut pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi . Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

(7)

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat 4 “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Semenjak diberlakukannya USU menjadi PT BHMN maka Universitas Sumatera Utara memiliki Motto mewujudkan universitas yang berbasis industri yaitu University for Industry. dilihat sebagai sebuah industri tetapi jika dilihat prosesnya maka dapat dikatakan bahwa pengelolaan sebuah Perguruan Tinggi mirip dengan pengelolaan sebuah industri. Di dalam penjelasan mengenai fungsi dan kedudukan perguruan tinggi di Indonesia disebutkan bahwa perguruan tinggi di Indonesia diantaranya berfungsi sebagai lahan/tempat untuk mempersiapkan tenaga kerja bagi pembangunan nasional, yang memiliki kemampuan akademik dan menyiapkan tenaga peneliti yang mampu mengembangkan, menciptakan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(8)

Sebagai sebuah organisasi atau jika dianalogikan bahwa perguruan tinggi adalah seperti perusahaan yang melakukan produksi, perguruan memiliki ciri unik. Perguruan tinggi sebagai perusahaan memiliki persamaan sekaligus perbedaan dengan perusahaan atau industri lainnya. Persamaan di antara keduanya adalah perguruan tinggi juga memerlukan keuntungan secara finansial karena tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mengembangkan mutunya dan mengelola aset yang dimiliknya memerlukan biaya (Ida Anggraeni Ananda dalam jurnal visi komunikasi Vol 1 No 3, Oktober 2003).

Dalam menyesuaikan kebutuhan akan kepengelolaan sumber daya yang ada maka pimpinan rektorat dalam hal ini mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan uang kuliah pada tahun ajaran 2007-2008. Pada SK Rektor yang ditanda tanganin oleh rektor USU Prof. dr. Chairuddin Panusunan Lubis, DTM&H, Sp.A(K), untuk mahasiswa baru pada program diploma (D3). Kenaikan uang kuliah tersebut tidak tangung-tanggung mulai dari 100% sampai 200%. Kemudian pada tahun ajaran 2010-2011 di tanda tanganin oleh rektor yang sama mengeluarkan SK bernomor 933/H5/1.R/SK/KEU/2010 pada tanggal 20 maret 2010. itu dikeluarkan tepat sepuluh hari sebelum masa jabatannya sebagai rektor berakhir. SK tersebut menyatakan SPP mahasiswa Strata Satu (S1) angkatan 2010 naik 100 persen dari mahasiswa di tahun-tahun sebelumnya. Mahasiswa 2010 harus membayar SPP dua kali lipat dari mahasiswa yang terdaftar di tahun-tahun sebelumnya. 2 juta per tahun untuk eksakta, dan 1,5 juta untuk non-eksakta, padahal Rektor pada masa jabatannya telah berjanji untuk tidak menaikkan uang kuliah. Kemudian SK tersebut di cabut kembali dan diganti dengan SK No 2026/H5.1.R/SK/KEU/2010, ditanda tanganin oleh rektor yang baru Prof.Dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc

(9)

(CTM),Sp.A(K) tanpa ada perubahan didalamnya, Pada tanggal 31 Maret 2010, kabar baik datang dari Mahkamah Konstitusi (MK). Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU-BHP) yang telah disahkan pada 17 Desember 2008 lalu dan mendapat kecaman dari hampir seluruh mahasiswa Indonesia ini akhirnya dibatalkan oleh MK. Alasannya cukup kuat, UU-BHP dinilai bertentangan dengan UUD 1945 yang menjadi konstitusi negara ini (www.suarausu-online.com)

Akibat dari lepasnya tanggung jawab pemerintah dalam hal pendanaan pendidikan maka terjadilah proses pendidikan dengan biaya yang mahal serta komersialisasi pendidikan di negara ini. Namun perubahan status USU menjadi BHMN tentunya tidak selalu membawa dampak yang negatif terhadap proses pendidikan di USU, perubahan status ini tentunya juga memiliki dampak positif yang dapat dirasakan secara langsung. Salah satunya adalah kebijakan yang dihasilkan terkait dengan permasalahan kegiatan akademik tidak lagi hanya menunggu instruksi yang dikeluarkan oleh pihak pusat. Semenjak diterapkannya bentuk BHMN, USU memiliki wewenang untuk mengeluarkan kebijakan terkait dengan kegiatan akademik seperti penyediaan fasilitas sarana dan prasarana, system pengajaran, kualifikasi dosen, menaikkan uang kuliah dan lain sebagainya dalam hal meningkatkan kualitas pendidikan baik secara fisik maupun non fisik di Universitas Sumatera Utara.

Berangkat dari latar belakang diatas penulis melakukan penelitian mengenai pengaruh kebijakan Kenaikan uang kuliah yang terjadi di universitas sumatera utara, khususnya pada mahasiswa Strata Satu (S1) stambuk 2010 pada tahun ajaran 2010-1011 di Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik dalam menunjang

(10)

pendidikan yang berkualitas di Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran yang disebutkan dalam latar belakang, maka penulis dapat merumuskan masalah yang nantinya akan diteliti. Agar studi masalah tersebut bias fokus dan tidak keluar jalur, dalam pembahasan skripsi ini penulis mengajukan rumusan permasalahan pokok sebagai berikut :

1. “Apakah ada pengaruh kebijakan kenaikan uang kuliah terhadap kualitas pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU)?”

2. “ Sampai sejauh mana pengaruh kebijakan kenaikan uang kuliah terhadap kualitas pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU)?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya pengaruh kebijakan kenaikan uang kuliah terhadap kualitas pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

(11)

2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kebijakan kenaikan uang kuliah terhadap kualitas pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

A. Bagi penulis manfaat penelitian ini yakni dapat menambah wawasan dan pengalaman berharga dalam meningkatkan kapasitas kemampuan untuk menganalisis bagaimana sebenarnya pengaruh kenaikan uang kuliah terhadap kualitas pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara.

B. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan yang berharga terhadap keilmuan yang dikembangkan mahasiswa dalam disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial yang berkaitan dengan studi kebijakan sosial dalam dunia perguruan tinggi serta menyikapi permasalahan-permasalahan pendidikan yang ada didalamnya.

C. Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan, mengasah kemampuan dalam berfikir dan menganalisis masalah-masalah sosial dalam dunia pendidikan.

D. Secara praktis, daharapkan memberikan masukan dan kontribusi yang positif terhadap penyelenggaraan pendidikan yang ideal di Universitas

(12)

Sumatera Utara, baik kepada mahasiswa, masyarakat, aktivis pendidikan, pemerintah, dekanat maupun rektorat.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang uraian teoritis tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, sampel penelitian serta teknik penarikan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data yang diterapkan.

(13)

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian tentang gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Bab ini juga akan memberikan kritik dan saran dalam rangka proses membangun kearah yang lebih baik lagi untuk semua objek yang terkait dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat diasumsikan bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam identifikasi lahan tambang timah dan ekstraksi parameter geologi di Pulau Bangka menggunakan

Dalam menetapkan tujuan, Balai Pelatihan Kesehatan Semarang perlu lebih dulu memperhatikan tujuan strategis Kementerian Kesehatan RI dan Badan Pengembagan dan Pemberdayaan Sumber

PSEKP selain merupakan institusi penelitian dan kebijakan di Indonesia yang sangat responsif dalam melakukan kajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian dan telah banyak

Bila ditinjau dari sudut solvabilitas, yang diukur dengan menggunakan primary ratio menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan mengalami penurunan pada tahun

Tetapi jika kita ingin meninjau indeks saham secara gabungan dari kelima perusahaan tersebut, maka yang dihitung nantinya disebut IHSG (Indeks Harga saham Gabungan). Maka

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Deskripsi unit pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Desainer Busana dirumuskan dalam bentuk kalimat deskriptif yang menjelaskan secara singkat

Kerja sama sister city yang pertama kali dilakukan oleh Kota Bandung mulai pada tahun 1960 ini diawali karena adanya perguruan tinggi khusus keguruan dan teknik