Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Pendahuluan
Mengkaji kajian pustaka disini merupakan kelengkapan dasar yang mengantarkan pengetahuan dasar yang merupakan teori-teori dasar yang dapat digunakan di dalam penulisan disertasi ini. Pengetahuan dasar ini merupakan acuan untuk mengkaji lebih teliti dan lebih dalam lagi tentang topik penulisan yang akan dibahas di dalam bagian utama penulisan ini. Karena teori-teori dan pengetahuan dasar inilah yang akan mengantarkan penulisan ini untuk menggali lebih dalam lagi akan bagian-bagian yang merupakan inti pemikiran yang akurat dan dijelaskan secara mendalam dan mendasar.
Bagian ini akan membahas penggunaan teori sistem pakar, merupakan bagian yang menjelaskan penggunaan program dalam penulisan ini. Dibahas pula bentuk representasi pengetahuan dalam irigasi, metode teknik inferensi dalam irigasi, perencanaan pembangunan jaringan irigasi, dan berakhir pada rangkuman studi terdahulu.
II.2 Penggunaan Teori Sistem Pakar
II.2.1 Definisi Sistem Pakar
Sistem pakar adalah bagian atau salah satu bidang dari Inteligensi buatan (artificial intelligence) yang dirancang untuk membantu manusia dalam menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi yang biasanya dilakukan oleh seorang pakar. Sistem ini berusaha menduplikasikan keahlian seorang pakar dalam bidang tertentu.
Dengan sistem pakar, seorang pemakai dapat membuat keputusan seperti keputusan yang diberikan oleh seorang pakar melalui program komputer. Dengan kata lain, sistem pakar merupakan suatu keahlian manusia (seorang pakar) yang
Sifat Sistem Pakar
Perbedaan sistem pakar dengan program konvensional dapat dilihat dari beberapa sifat berikut (Levine, dkk, 1991), yang antara lain : memiliki pengetahuan spesifik dalam domain tertentu, menerapkan teknik pelacakan, mendukung analisa heuristik (merupakan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman seorang pakar), mampu menyimpulkan keterkaitan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah ada, pemrosesan yang dilakukan secara simbolik, dan mampu memberikan alasan dari keputusan yang diambil.
II.2.2 Karakteristik Sistem Pakar
Karakteristik sistem pakar sebagai berikut : a. Membatasi domain tertentu
b. Memiliki kemampuan memberikan penalaran
c. Memiliki kemampuan mengolah data yang mengandung kepastian
d. Memisahkan mekanisme pengambilan keputusan (inference) terhadap basis pengetahuan (knowledge base)
e. Dirancang untuk dapat berkembang secara bertahap f. Keluaran bersifat memberikan anjuran (advise)
g. Basis pengetahuan pada umumnya berdasarkan kaidah
II.2.3 Struktur Sistem Pakar
Secara garis besar, sistem pakar terdiri atas empat bagian, yaitu : basis pengetahuan, mesin inferensi, basis data dan bagian antar muka dengan pemakai (Abdulrachman. A, 1990).
Gambar II.1 Diagram blok sistem pakar
II.2.3.1 Akuisi Pengetahuan
Proses membangun atau mengembangkan sistem pakar disebut akuisi pengetahuan. Proses ini melibatkan suatu interaksi antara perekayasa pengetahuan dengan seorang atau beberapa orang pakar dalam suatu bidang tertentu. Perekayasa pengetahuan menyerap prosedur-prosedur dan pengalaman untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu dari pakar tersebut dan membangunnya menjadi program sistem pakar. Tahap-tahap dalam pengembangan sistem pakar meliputi tahap indentifikasi, formalisasi, implementasi, dan pengujian.
a. Tahap indentifikasi. Dalam tahap ini, perekayasa pengetahuan dan para pakar harus mengindetifikasikan segala aspek yang berhubungan dengan masalah yang akan dibicarakan. Kerjasama antara perekayasa pengetahuan dan para pakar dimulai pada tahap ini untuk mendiskripsikan semua persoalan yang sedang dihadapi.
b. Tahap formalisasi. Dalam tahap ini, perekayasa pengetahuan dan para pakar memutuskan hubungan-hubungan dan strategi kontrol yang diperlukan untuk mendapatkan ruang lingkup pemecahan masalah dan
Sistem pakar
Komputer
Basis data
Basis pengetahuan
Antar muka pemakai Mesin
inferensi
dan informasi dalam ruang lingkup tersebut. Dalam tahap ini dilakukan perincian bagian-bagian masalah untuk menentukan sejauh mana kedalaman pengetahuan akan disajikan.
c. Tahap implementasi. Dalam tahap ini dilakukan penerjemahan hasil formalisasi di atas kedalam program komputer yang sesuai dengan perangkat lunak (software) pengembangan yang digunakan.
d. Tahap pengujian. Pada tahap ini dilakukan pengujian dan evaluasi tentang keandalan sistem pakar yang telah dibentuk.
II.2.3.2 Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan mengandung pengetahuan-pengetahuan keahlian sebagai dasar pengambilan keputusan. Terdapat beberapa metoda untuk menyajikan pengetahuan dalam perangkat lunak sistem pakar, diantaranya : metode kerangka (frames), jaringan semantik (semantic network), dan kaidah produksi (production
rules) (Rievski, 1993).
Penyajian basis pengetahuan yang banyak digunakan adalah kaidah produksi. Masing-masing kaidah mengandung sebuah atau lebih kondisi yang jika dipenuhi akan memberikan satu atau lebih aksi. Kaidah produksi disajikan dalam pernyataan IF ... AND ... OR ... THEN ... ELSE ...
II.2.3.3 Basis Data
Basis data mengandung fakta-fakta mengenai masalah yang akan dicari solusinya. Fakta-fakta yang diketahui disimpan sebagai kondisi awal. Fakta-fakta yang baru diperoleh dari proses inferensi ditambahkan pada basis data. Fakta-fakta ini berhubungan dengan semua yang diketahui selama proses inferensi. Kondisi awal dari masalah yang akan diselesaikan biasanya ditanyakan oleh pemakai. Berdasarkan informasi ini, sistem pakar mulai melakukan proses pelacakan.
II.2.3.4 Pengatur Kaidah
Bagian pengatur kaidah (rule adjuster) memungkinkan perekayasa pengetahuan memelihara basis pengetahuan sistem pakar. Pemeliharaan basis pengetahuan meliputi penempatan pengetahuan baru kedalam sistem pakar. Penghapusan basis pengetahuan yang sudah tidak relevan dan perubahan basis pengetahuan karena adanya perubahan fakta atau kaidah yang telah ada.
II.2.3.5 Mesin Inferensi
Mesin inferensi adalah suatu perangkat lunak yang mengimplementasikan suatu operasi pelacakan dengan menggunakan basis pengetahuan dan basis data untuk mencapai solusi. Mesin inferensi menguji kaidah-kaidah dengan pola urutan tertentu untuk mencocokkan kondisi sekarang dengan kondisi awal yang diberikan basis data. Jika kaidah-kaidah tersebut cocok dengan kondisi sekarang, maka kondisi tersebut dapat diberikan pada basis data dan dapat dipergunakan untuk mencari fakta-fakta baru.
Pada mesin inferensi dibedakan atas strategi kontrol (control strategy) dan strategi pelacakan (search strategy). Strategi kontrol dibagi menjadi dua yaitu : pelacakan pertama melebar (breath-first search) dan pelacakan pertama mendalam
(depth-first search)(11). Pelacakan pertama melebar merupakan strategi kontrol yang pelacakannya dilakukan selapis demi selapis sehingga semua simpul pada tingkat yang sama akan dievaluasi terlebih dahulu sebelum pelacakan dilakukan terhadap tinggkat yang lebih rendah.
Pada pelacakan pertama mendalam, pelacakan dimulai dari satu simpul sampai pada tingkat yang lebih rendah dan baru dilanjutkan pada simpul yang lain.
Strategi pelacakan juga dibedakan menjadi dua yaitu : rantai telusur maju (forward chaining) dan rantai telusur mundur (backward chaining) (Raiston. D. W, 1988).
Pada rantai telusur maju, penelusuran dimulai dari fakta-fakta untuk memperoleh kesimpulan akhir yang menjadi tujuan pemecahan masalah. Sedangkan pada rantai telusur mundur, penelusuran dimulai dari hipotesa dan dilanjutkan dengan pencarian fakta-fakta untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesa.
II.2.3.6 Antar Muka Pemakai
Antar muka merupakan tampilan pada layar monitor dari komputer yang memungkinkan pemakai dapat berkomunikasi dengan sistem pakar.
Melalui antar muka ini, pemakai memasukan data awal, melakukan konsultasi dan mendapatkan solusi permasalahan dari sistem pakar.
II.2.3.7 Memori Kerja
Memori kerja suatu sistem pakar berubah-ubah sesuai dengan masalah spesifik yang sedang diproses. Isi dari memori kerja berupa fakta-fakta namun tidak seperti fakta-fakta yang ada pada basis pengetahuan. Fakta pada memori kerja ditentukan oleh mesin inferensi berdasarkan fakta-fakta dan kaidah-kaidah yang ada selama konsultasi berlangsung.
II.2.3.8 Pemakai
Jangkauan pemakai sistem pakar cukup lebar. Dari orang awam yang menginginkan konsultasi hingga pakar itu sendiri untuk menvalidasi keputusan yang diambilnya.
II.3 Bentuk Representasi Pengetahuan Dalam Irigasi
Hampir semua sistem AI (Artificial Intelligence) terdiri dari dua bagian utama, yaitu basis pengetahuan dan mesin atau mekanisme inferensi. Basis pengetahuan berisi tentang fakta-fakta obyek dalam domain dan hubungannya yang dipilih. Basis pengetahuan dapat pula berisi konsep teori, prosedur praktis dan
keterkaitannya. Basis pengetahuan ini akan membentuk sumber sistem kecerdasan dan digunakan oleh mesin inferensi untuk melakukan penelaran dan menarik kesimpulan sebagaimana tugas mesin inferensi yang telah dijelaskan dimuka.
Berbagai skema representasi pengetahuan telah dikembangkan. Secara garis besar representasi pengetahuan mempunyai dua karakteristik yang umum yaitu :
Yang pertama : dapat diprogram kedalam bahasa pemrograman komputer yang
ada dan disimpan dalam memori.
Yang kedua : didesain sehingga fakta-fakta dan pengetahuan dapat digunakan
dalam proses penalaran. Dengan demikian basis pengetahuan yang berisi struktur data dapat dimanipulasikan oleh sistem inferensi yang menggunakan teknik pelacakan dan penyesuaian pola pada basis pengetahuan untuk menjawab pertanyaan, menggambarkan kesimpulan atau melakukan fungsi cerdasnya.
Ada beberapa metode representasi yaitu : logika jaringan semantik (semantic
network), list, table, trees, OAV triplets, kaidah produksi (production rules), dan
kerangka (prome). Dalam landasan teori ini hanya akan dibahas beberapa diantaranya :
II.3.1 Referensi Logika
Benruk representasi pengetahuan yang telah lama dikenal adalah logika, yaitu melakukan pengakjian ilmiah tentang serangkaian penalaran, sistem kaidah dan prosedur yang membantu proses penalaran. Proses logika dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar II.2 Menggunakan logika untuk proses penalaran Input Output
Premises or Inferences or Facts Conclusins
Logical process
Mula-mula diberikan informasi, kemudian dibuat pernyatan atau observasi dicatat. Bentuk ini diinputkan pada proses logika dan disebut sebagai premis. Premis ini yang akan digunakan oleh proses logika untuk menhasilkan output yang merupakan kesimpulan dan disebut sebagai inferensi. Dengan proses ini fakta-fakta yang diketahui benar dapat digunakan untuk merumuskan fakta-fakta baru yang juga benar.
Bentuk dasar logika komputasi dalam metode ini adalah logika propesional (proportional logic) dan logika predikat (predicate logic/calculus).
II.3.1.1 Logika Propesional
Proposisi tidak lebih dari pernyatan benar atau salah. Sekali diketahui bahwa sesuatu itu benar, hal ini bisa menjadi premeis yang dapat digunakan untuk menurunkan proposisi atau inferensi baru. Kaidah yang digunakan untuk menentukan proposisi baru ini adalah benar atau salah. Misalnya contoh sederhana sebagai berikut :
Pernyataan : 1 = Bangunan irigasi terdapat pada jaringan irigasi Pernyataan : 2 = Bangunan ukur tidak ada
Kesimpulan : 3 = Bangunan ukur tidak dipakai
Masalah yang sebenarnya melibatkan keterkkaitan proposisi yang lebih kompleks. Untuk membentuk premis yang kompleks, dua atau lebih proposisi dapat dikombinasikan dengan logika penghubung. Logika penghubung tersebut antara lain : And, or, Not, Implises dan Equivalent dengan tabel kebenaran sebagai mana diketahui dalam aljabar boolean.
II.3.1.2 Logika Predikat
Karena keterbatasan logika propesional, maka AI (Artificial Intelligence) menggunakan logika predikat (kalkulus predikat) sebagai pengganti. Logika predikat lebih baik dalam membentuk logika yakni, mengunakan semua konsep
dan kaidah logika propesional. Kemapuan representasi pengetahuannya lebih rinci. Disamping itu kalkulus predikat menambahkan penggunaan variabel dan fungsi dalam pernyataan logika simbolik.
II.3.2 Jaringan Semantik
Metode ini merupakan penggambaran grafis dari pengetahuan yang memperlihatkan hubungan hirarki dari obyek-obyek tertentu. Obyek direpresentasikan sebagai simpul (model) pada suatu diagram grafis dan hubungan contoh obyek dinyatakan oleh garis penghubung berlabel. Contoh dari metode ini pada gambar II.3 adalah sebagai berikut, dan contoh jaringan semantik untuk bangunan irigasi lainnya dapat dilihat pada lampiran D
dikombinasi atau dengan dibutuhkan adalah
harga adalah adalah harga lokasi lokasi lokasi harga
Gambar II.3 Representasi pengetahuan dengan metode jaringan semantik (Iwan K. Hadihardaja, dkk, 2004).
mahal
Bangunan pengatur
Bangunan pengukur dan pengatur untuk plain area Bangunan pengukur Adequate O & M murah Ambang lebar Pintu Romijn pintu sorong Jenis bangunan irigasi daerah datar
(plain area) Relatif mahal sekali
II.3.2.1 Trees
Trees, merupakan struktur pohon keputusan. Struktur pohon keputusan ini mengambarkan relasi sebab akibat yang kuat. Keuntungan utamanya adalah proses akuisi pengetahuan dilakukan dengan lebih sederhana. Pembuatan diagram pengetahuan lebih mendekati keadaan nyata jika dibandingkan dengan metode representasi formal seperti frame atau dengan kaidah-kaidah. Contoh, representasi dengan struktur pohon keputusan ini dapat dilihat pada gambar. 2.4.
Diberitahukan prosedur mengenai pemilihan bangunan pengukur dan pengatur infrastruktur irigasi untuk daerah pegunungan :
Rule 1, IF bangunan memenuhi sebagai pengatur dan pengukur AND memenuhi untuk daerah pegunungan THEN apply
Rule 2, IF bangunan memenuhi sebagai pengatur dan pengukur AND tidak memenuhi untuk daerah pegunungan AND bangunan has excellent
recommendation for bed load AND bangunan tersebut memenuhi kriteria operasi
dan pemeliharaan THEN apply tidak ya ya tidak tidak yes tidak ya ya
Gambar II.4 Representasi pengetahuan dengan struktur pohon keputusan (Iwan. K. Hadihardaja, dkk, 2004). tidak memakai memakai tidak memakai tidak memakai memakai Bangunan Pengukur dan Pengatur Baik utk (plain area) baik untuk sedimen layang perlu Operasi & Maintenace
II.3.2.2 Kaidah Produksi
Kaidah produksi merupakan metode representasi pengetahuan yang paling banyak dipakai dalam sistem pakar. Kaidah produksi terdiri dari dua bagian yang merupakan bagian terkecil dari pengetahuan, yaitu : bagian antecedent yang menggambarkan situasi, kondisi atau premis, dan bagian konsekwen yang menggambarkan tentang akibat, konklusi atau aksi. Metode kaidah produksi biasanya ditulis dalam bentuk if-then. Contoh dari kaidah ini adalah :
Jika user mengerjakan pilihan ke-n untuk pertanyaan ke-n pada saat t Maka user tidak menganggur pada saat t
Kaidah produksi menyajikan gambaran langsung kaitan antar obyek dan mempunyai bentuk yang mudah dimengerti karena cocok dengan cara manusia bernalar. Suatu kaidah dapat pula terdiri atas beberapa premis dan lebih dari satu konklusi. Operator logika yang digunakan dalam mengkombinasikan suatu kaidah dapat berupa AND, OR atau NOT.
II.4 Metode Teknik Inferensi Dalam Irigasi
Secara deduktif mesin inferensi memiliki pengetahuan yang relevan untuk mencapai kesimpulan (konklusi). Teknik inferensi diperlukan untuk melaksanakan tugas menelusuran menuju pada kesimpulan dengan tepat dan sfisien. Mesin inferensi menelusuri basis pengetahuan, merangkaikan kaidah-kaidah dan melakukan pengujian. Ada dua macam teknik inferensi untuk melakukan tugas ini, yaitu :
Pelacakan kebelakang (backword chaining) pada gambar II.6 yang memulai penalarannya dari sekumpulan hipotesa menuju fakta yang mendukung hipotesa tersebut. Dan pelacakan kedepan (forward chaining) pada gambar II.5 yang memulai penelusuran dari sekumpulan fakta menuju kesimpulan.
Gambar. II.5. Diagram pelacakan kedepan (Sriyana, 1999).
Gambar. II.6. Diagram pelacakan kebelakang (Sriyana, 1999). Obsevasi
kaidah fakta kaidah fakta kaidah
Observasi A 1 E 5 H Tujuan kaidah fakta kaidah fakta kaidah Observasi B 2 F 6 I
kaidah fakta kaidah fakta Observasi C 3 G 7 kaidah fakta
observasi D 4
fakta kaidah kesimpulan 1 C 1
kaidah fakta kaidah kesimpulan Observasi A 2 D 2
kaidah fakta kaidah kesimpulan Observasi B 3 E 3 kesimpulan
II.5 Perencanaan Pembangunan Jaringan Irigasi
II.5.1 Pendahuluan
Dalam setiap pembangunan jaringan irigasi akan melewati tahapan-tahapan yang tidak dapat dihindari. Untuk pembangunan suatu jaringan irigasi, yang ditujukan untuk memberi air pada lahan pertanian. Tahapan-tahapan secara garis besar adalah :
1. Survey, termasuk pengukuran
2. Investigation, yang meliputi penelitian-penelitian. 3. Design, perencanaan teknis.
4. Construction, pelaksanaan konstruksi. 5. Operation, eksploitasi.
6. Maintenance, pemeliharaan.
Keenam tahapan itu, telah di kenal dengan singkatan SIDCOM.
Dalam penulisan ini membicarakan/membahas berbagai unsur sebuah jaringan irigasi teknis. Di sini akan diberikan definisi fraktis mengenai unit kontrol irigasi, seperti petak primer, sekunder, dan tersier. Dan untuk bangunan dibagi menurut fungsinya, dan akan dijelaskan juga pemakaiannya. Anjuran mengenai pemilihan tipe bangunan irigasi diberikan juga dalam bab ini. Kemudian untuk uraian fungsional mengenai unsur-unsur jaringan irigasi akan merupakan bimbingan bagi para perencanaan tata letak dan jaringan irigasi.
II.5.1.1 Peta Iktisar
Peta iktisar merupakan cara bagaimana berbagai bagian dari suatu jaringan irigasi saling dihubungkan. Peta iktisar tersebut dapat disajikan pada peta tata letak.
Peta iktisar jaringan irigasi tersebut memperlihatkan : 1. bangunan utama.
2. jaringan dan trase saluran irigasi. 3. jaringan dan trase saluran pembuang.
5. lokasi bangunan. 6. batas daerah irigasi. 7. jaringan dan trase jalan.
8. daerah yang tidak diairi (misal. desa).
9. daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dsb).
Peta iktisar umum dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi dengan garis dengan skala 1 : 25000. Peta iktisar detail yang biasa disebut peta petak, dipakai untuk perencanaan dibuat dengan skala 1 : 5000, dan untuk petak tersier 1 : 5000 atau 1 : 2000.
II.5.1.2 Petak Tersier
Perencanaan dasar yang berkenan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (offtake) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.
Di petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab para petani yang bersangkutan, di bawah bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak tersier. Petak yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi, luas petak yang ideal adalah antara 50 – 100 ha, kadang-kadang sampai 150 ha.
Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas desa dan sesar medan (terrain fault). Petak tersier dibagi menjadi peta-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8 – 15 ha. Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan memungkinkan pembagian air secaara efisien.
Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer. Perkecualian : kalau petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan saluran muka tersier yang membatasi petak tersier lainnya. Hal ini harus dihindari.
Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1500 m, tetap dalam kenyataan kadang panjang saluran ini mencapai 2500 m. Panjang saluran kuarter lebih baik dibawah 500 m, tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m.
II.5.1.3 Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah.
Saluran sekunder sering terletak di punggung medan, mengairi kedua sisi saluran sehingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.
II.5.1.4 Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer, karena itu untuk cara seperti ini dapat menghasilkan dua petak primer. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.
II.5.2 Pengertian, Tujuan, Dan Manfaat Pembangunan Jaringan Irigasi
II.5.2.1 Pengertian Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya.(PPRI.No.77.Tahun 2001) Dan berfungsi sebagai sarana pelayanan irigasi untuk jaringan irigasi yang bersangkutan.
II.5.2.2 Tujuan dan Manfaat Pembangunan Jaringan Irigasi
Dalam uraian di atas, maka jaringan irigasi merupakan sarana phisik yang perlu disediakan agar di dalam jaringan irigasi dapat dilakukan water management kepada tanaman secara baik, sehingga air irigasi dapat diatur dengan baik pada waktu yang tepat, dibagi secara adail dalam jumlah yang tepat, dan digunakan secara efisien dengan cara pemberian yang tepat. Sesuai dengan kebutuhan air untuk tanaman, maka tujuan dari pembangunan jaringan irigasi antara lain :
1. Pemberian air secara tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan meningkatkan hasil produksi pertanian sekaligus pendapatan petani.
2. Penghematan pemakaian air memperbesar luas areal tanaman terutama pada musim kemarau.
3. Tercapainya pemerataan disamping peningkatan hasil produksi.
Dan sasaran pembangunan jaringan irigasi adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pelayanan air irigasi yang sama untuk seluruh areal, baik petak-petak yang dekat maupun yang jauh dari sumbernya.
2. Dalam keadaan kekurangan air, dapat dilakukan giliran antara petak-petak sawah tanpa sebagian daerah yang dikorbankan, dan dalam keadadan kelebihan air, segera dapat dibuang dari petak-petak sawah sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.
II.5.2.3 Peranan Jaringan Irigasi Pada Pertumbuhan Tanaman
Air, zat hara dan sinar matahari merupakan unsur utama untuk pertumbuhan tanaman. Jarang dapat tersedia secara alamiah dengan kombinasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pertama-tama yang dapat diatur adalah air, sebab saluran pembawa maupun saluran pembuang pada jaringan irigasi adalah sarana utama dari petani untuk mengatasi keadaan alamiah dari air yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Karena dengan pengaturan kelebihan maupun kekurangan air dapat diusahakan untuk mendapat kelembaban tanah yang optimum.
Dengan kelembaban tanah yang optimum tersebut, maka barulah dapat dipergunakan input pertanian moderen antara lain :
1. bibit varietas unggul. 2. pupuk buatan atau alam. 3. pengolohan tanah.
Yang mungkin dapat dicapainya hasil produksi yang optimum. Jaringan irigasi yang baik memungkinkan dilakukannya water management dengan penggunaan air secara ekonomis.
II.5.3 Karakteristik Jaringan Irigasi
II.5.3.1 Saluran Pembawah
Saluran pembawah membawa air irigasi dari sumber air lain ke jaringan irigasi primer. Dimana saluran pembawah primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi terakhir. Dan dilanjutkan oleh saluran pembawah sekunder membawa air dari saluran primer ke petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran sekunder adalah pada bangunan sadap terakhir. Kemudian saluran pembawah tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier dan di teruskan ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah boks bagi
kuarter yang terakhir. Dan berakhir pada saluran pembawah kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke petak sawah.
II.5.3.2 Saluran Pembuang
Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder ke luar daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak sungai atau ke laut. Untuk saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan pembuang alamiah dan keluar daerah irigasi. Dan untuk saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuang kuarter maupun dari petak sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang sekunder. Kemudian untuk saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu petak tersier, menampung air langsung dari petak sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran pembuang tersier.
II.5.4 Sistem Jaringan Irigasi Dan Penerapannya
Sistem jaringan irigasi dan penerapannya memiliki empat jenis yang tergantung dari keadaan topografi, biaya dan teknologi yang digunakan.
1. Sistim gravitasi, sistim ini memanfaatkan gaya tarik bumi untuk pengaliran airnya. Air dialirkan dari tempat yang lebih tinggi menuju tempat yang lebih rendah karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Jenis irigasi yang termasuk di dalam katagori sistim gravitasi meliputi : Irigasi genangan liar, Irigasi genangan dari saluran, dan Irigasi alur dan gelombang.
Irigasi genangan liar, yaitu air dialirkan kepetak sawah melawati bangunan-bangunan irigasi yang ada, misalnya melewati bangunan pengatur. Irigasi genangan dari saluran, yaitu pemberian dan pembuangan air dapat dikendalikan dengan sepenuhnya, secara baik pada waktunya. Irigasi alur dan gelombang, memiliki proses pengaliran air yang
dilewatkan melalui alur-alur yang ada disisi deretan perakaran tanaman agar tanaman memperoleh air.
2. Sistim bawah tanah, sistim ini memanfaatkan saluran-saluran dibawah tanah untuk mentransperkan air sehingga tanah dialiri melalui bawah permukaan. Air dialirkan melalui saluran-saluran disisi petak sawah. Dengan cara seperti ini muka air tanah yang berada di petak sawah mengalami kenaikan sehingga muka air tanah mencapai daerah perakaran secara kapiler dan tanaman memperoleh air.
3. Sistim siraman, Sistem ini memefaatkan jaringan pipa yang airnya disemprotkan ke permukaan tanah dengan kekuatan tenaga mesin sehingga tanaman memperoleh air untuk pertumbuhannya.
4. Sistem tetes, sistim ini juga memanfaatkan jaringan pipa dengan tenaga mesin pompa sebagai tenaga penggerak, dan diteteskan tepat pada daerah perakaran tanaman.
II.5.5 Penomena Bangunan Irigasi, Persamaan Aliran, Dan Karakteristiknya
II.5.5.1 Bangunan Irigasi
Bangunan irigasi merupakan perangkat keras yang sangat dibutuhkan dan berada pada daerah irigasi, baik daerah irigasi teknis, semi teknis, maupun daerah irigasi non teknis (daerah irigasi sederhana).
Dengan adanya bangunan irigasi, maka dalam pengolahan dan pemanfaatan air yang dapat dilakukan dalam bentuk mengarahkan air, mengatur, dan mengukur debit yang masuk ke petak sawah untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dapat disesuaikan dengan permintaan.
Pemanfaatan bangunan-bangunan irigasi yang ada pada suatu daerah irigasi, tidak dapat dilepas pisahkan dari peranan bangunan-bangunan irigasi tersebut. Dimana bangunan tersebut memberikan ke amanan, ke mudahan, dan kelancaran kepada pengelolah irigasi dalam hal pemanfaatan air.
II.5.5.2 Bangunan Pengukur
II.5.5.2.1 Bangunan Pengukur Ambang Lebar
Bangunan pengukur jenis ini sangat disarankan penggunaannya, sebab bangunannya kokoh dan dalam pembuatannya juga mudah. Bangunan ini juga memiliki berbagai bentuk mercu dan penempatannya pula bisa disesuaikan dengan keragaman bentuk jenis saluran yang ada. Keterkaitan bangunan dengan muka air dan debit memiliki hubungan tunggal, dengan demikian sangat memudahkan dalam pembacaan debit yang melewati bangunan ini.
1. Jenis-jenis bangunan pengukur ambang lebar
Bangunan pengukur ambang lebar termasuk katogori bangunan aliran atas (overflow), karena itu ketinggian pada energi hulu lebih kecil dari pada panjang mercunya. Bentuk pola aliran yang berada di atas bangunan ini dapat diatasi berdasarkan formula hidrolika yang berlaku. Bangunan ini mengalirkan debit yang sama tetapi memiliki bentuk yang beragam. Pada gambar II.6 memperlihatkan ragam bangunan yang memiliki mulut pemasukan yang berada pada bagian depan dibulatkan. Pada bagian konstruksi permukaan yang melengkung, bangunan ini baik untuk digunakan dan tidak mempersulit dalam pelaksanaan dan baik pula kalau bangunan diperpendek, dengan demikian bangunan dikerjakan menggunakan pasangan batu.
Pada gambar II.7 disini memperlihatkan bangunan pengukur ambang lebar yang memiliki bentuk permukaan datar, yang juga merupakan sistem tata peletakan yang ekonomis dengan beton sebagai bahan dalam pembuatannya.
Pada gambar II.6 mempertunjukan berupa muka hilir vertikal yang hampir mirip dan sama seperti yang terdapat pada bendung dan gambar II.7 memperlihatkan bentuk dari peralihan pelebaran kemiringan pada 1 : 6 yang hal ini digunakan jika di atas bangunan pengukur adanya tinggi energi yang hilang. Pada peralihan pelebaran kemiringan hal ini digubakan apabila di atas bangunan pengukur energi kinetik dialihkan ke hilir saluran ke dalam energi potensial. Dengan demikian tinggi energi yang hilang diusahakan untuk trjadi sekecil mungkin. Bentuk pelebaran kemiringan yang terjadi pada hilir bangunan pengukur tidak mempengaruhi kalibrasi ketinggian debit pada bangunan pengukur.
Faktor kalibrasi juga tidak dipengaruhi oleh bangunan pengukur ambang lebar yang memiliki peralihan masuk yang dibulatkan atau yang datar dan yang memiliki peralihan penyepitan. Bagian-bangian permuakaan yang dimiliki oleh bangunan pengukur ambang lebar yang beragam bentuk ini, dibuat untuk mengarahkan debit atau aliran di atas mercu bangunan dengan tidak terjadi konstraksi dan pemisahan aliran. Pada bangunan pengukur ambang lebar di
Gambar II.6. Bangunan pengukur ambang lebar dengan pemasukan Dibulatkan (DPU, dan DJP, 1986).
Gambar II. 7. Bangunan pengukur ambang lebar dengan pemasukan datar dan peralihan penyepitan (DPU, dan DJP, 1986).
2. Persamaan debit bangunan pengukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat : Q = Cd Cv g 3 2 3 2 bc h11,50 (II.1) Dimana : Q = debit (m3/dt) Cd = koefisien debit Cd = 0,93 + 0,10 H1/L, untuk 0,1 < H1/L < 1,0
H1 = tinggi energi hulu (m)
Cv = koefisien kecepatan datang g = percepatan gravitasi (m/dt2) bc = lebar mercu (m)
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan pengukur (m)
Nilai (Cv) dapat dicari pada Gambar D.1 (lampiran D) yang memberikan harga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol.
3. Persamaan debit bangunan pengukur ambang lebar bentuk trapesium :
Q = Cd {bc yc + mc2} {2g (H1 – yc)0,5} (II. 2)
Dimana :
bc = lebar mercu di bagian pengontrol (m) yc = kedalaman air di bagian pengontrol (m)
m = kemiringan samping di bagian pengontrol (1:m)
Keterangan simbol yang digunakan dapat dilihat pada gambar D.2 (lampiran D)
4. Harga batas moduler
Harga batas moduler pada bangunan pengukur ambang lebar bergantung pada ragam dari bagian pengontrol dengan nilai banding ekspansi hilir dapat dilihat pada tabel II.1
Tabel II. 1. Harga batas moduler minimum (H2/H1) (DPU, dan DJP, 1986).
Ekspansi Vertikal / Horisontal Bangunan pengukur Pengontrol Pengontrol 1 : 0 1 : 6 0.70 0.79 0.75 0.85
Harga pembanding ekspansi 1 : 6 diilustrasikan seperti pada Gambar D.3 bentuk peralihan hilir (lampiran D). Dengan mengacu pada gambar D.3 diperlihatkan langkah-langkah dalam memotong ekspansi disini hanya memberikan sedikit saja mengurangi efektivitas peralihan.
5. Besaran dari debit
Untuk besaran dari debit ini diklasifikasi dalam perbandingan sebagai berikut : γ =
min
Q
Qmaks (II. 3)
Pada bangunan pengukur ambang lebar segi empat γ = 35, dan pada bangunan pengukur dengan bentuk trapesium γ = 55 pada bangunan pengukur yang besar dan γ = 210 pada bangunan pengukur yang kecil. Di dalam saluran irigasi nilai perbandingan γ =
min
Q
Qmaks jarang melebihi 35.
6. Satuan dalam papan duga
Dalam kemungkinan untuk menandai papan duga dengan satuan-satuan seperti liter/detik atau meter kubik/detik, diluar penggunaan dengan skala sentimeter. Hal ini dapat menyebabkan terhindarnya didalam dan bahkan tidak diperlukan penggunaan tabel debit.
Sebagai panduan diberikan suatu contoh jarak pengamatan papan duga dalam pembacaan langsung di papan duga yang terpasang pada dinding, ditunjukkan dalam tabel II.2 dengan mengacu penggunaannya pada Gambar II.11 yang digunakan sebagai bilangan pengali.
Gambar II.8. Bentuk bilangan pengali dengan satuan yang diguanakan oleh papan duga dalam kondisi miring (DPU, dan DJP, 1986).
7. Penggunaan tabel debit
Pada bangunan pengukur ambang lebar berbentuk segi empat, didalam bagian ini diperlihatkan penggunaan tabel debit, sebagaimana yang terdapat pada tabel C.II.1 (lampiran C)
Pada bangunan pengukur ambang lebar berbentuk trapesium dan pada saluran yang memiliki lebar dasar yang tidak berstandar, maka disarankan untuk menggunakan formula tinggi energi (head) – debit. Pada tabel C.II.2 di dalam lampiran C di dalam tabel ini memberikan harga-harga yc /H1 merupakan fungsi
dari m dan H1/b pada bagian dengan pengontrol trapesium yang dapat digunakan
dengan mengacu pada persamaan debit pada bangunan pengukur ambang lebar berbentuk trapesium.
Tabel II. 2. Hubungan antara jarak vertikal dengan kemiringan samping didalam papan duga pada saluran dengan kemiringan talut 1 : 1,5 (DPU, dan DJP, 1986).
Debit (m3/det) Tinggi Vertikal h1 (m) Jarak kemiringan samping hs (m)
0.20 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60 2.80 0.117 0.229 0.273 0.311 0.347 0.379 0.410 0.439 0.466 0.492 0.517 0.541 0.564 0.211 0.413 0.492 0.561 0.626 0.683 0.739 0.792 0.840 0.887 0.932 0.975 1.016
8. Bangunan pengukur ambang lebar dengan karakteristiknya :
a. Apabila kehilangan energi pada bangunan pengukur memenuhi dan dapat menciptakan aliran kritis, maka dalam perhitungan tabel debit dengan kesalahan kurang dari 2 %.
b. Besar energi yang hilang untuk dihasilkan aliran moduler (yan merupakan hubungan khusus antara besar energi hulu terhadap mercu dengan debit sebagai acuan) lebih rendah apabila dibandingkan terhadap besar energi yang hilang pada bagunan lainnya.
c. Formula hidrolika digunakan untuk menghitung besar energi yang hilang pada bangunan pengukur dan saluran.
d. Bangunan pengukur ini memiliki masalah terhadap benda hanyut, apabila bangunan ini mengalami peralihan penyepitan yang bertahap (gradual). e. Pada kondisi dilapangan pembacaan debit mudah dilakukan, dengan hal Khusus apabila pada papan duga dilengkapi dengan satuan debit (misal m3/det).
f. Dalam pengamatan dilapangan maupun laboratorium mengatakan, bahwa bangunan pengukur ini mengangkut sedimen, bahkan pada saluran dengan aliran subkritis
g. Bangunan pengukur memungkinkan perbaikan bila perlu apabila mercu datar searah dengan aliran, maka dengan demikian pada dimensi purnalaksana (as-
built dimensions) tabel debit dapat dibuat, bahkan apabila terdapat kesalahan
pada dimensi selama rencana pelaksanaan sekalipun Kalibrasi purnalaksana. h. Kekuatan bangunan cukup kokoh dan tidak mudah rusak.
i. Berpedoman pada kondisi hidrolis dengan batas yang serupa, merupakan hal yang ekonomis dibandingkan bangunan lain dalam hal pengukuran debit yang dilakukan secara tepat.
9. Bangunan pengukur ambang lebar dengan kelebihannya : a. Bangunan sederhana dan bentuk hidrolisnya luwes
b. Bangunan memiliki konstruksi yang sederhana, kuat, dan biaya tidak mahal c. Bangunan ini untuk benda-benda hanyut bisa dilewatkan.
10. Bangunan pengukur ambang lebar dengan kekurangannya : a. Bangunan digunakan hanya untuk mengukur debit
b. Aliran tidak boleh tenggelam agar pengukuran dapat dilakukan dengan teliti.
11. Bangunan pengukur ambang lebar dalam penggunaannya :
Untuk pengukuran debit yang dipakai disaluran bangunan pengukur ini sangat dibutuhkan dan dimana kehilangan energi merupakan hal utama yang menjadi bahan pertimbangan. Pada bagian awal saluran primer biasanya bangunan pengukur ini ditempatkan, dan juga pada bagian cabang dari saluran besar dan berada tepat dihilir bangunan pintu sorong pada bagian yang masuk petak tersier.
II.5.5.2.2 Bangunan Pengukur Cipolleti
Bangunan pengukur Cipolleti adalah bangunan yang mengalami penyempurnaan dari bangunan pengukur ambang tajam yang dikontraksi sepenuhnya. Bangunan pengukur Cipolleti ini memiliki potongan pengontrol yang berbentuk trapesium, dan mercunya adalah horisontal dengan bentuk sisi-sisinya miring kesamping dengan kemiringan 1 vertikal banding ¼ horisontal. Bentuk bangunan pengukur ini dapat dilihat pada gambar II.9 dibawah ini.
Gambar II.9. Bentuk dimensi bangunan pengukur Cipolleti (DPU, dan DJP, 1986).
1. Persamaan debit bangunan pengukur Cipolleti : Q = Cd Cv 2g 3 2 b h11,5 (II. 4) Dimana : Q = debit (m3/dt) Cd = koefisien debit (≈ 0,63)
Cv = koefisien kecepatan datang (dapat dilihat pada gambar D.1 lampiran D) g = percepatan gravitasi (m/dt2)
b = lebar mercu (m) (dapat dilihat pada gambar II.12) H1 = tinggi energi hulu (m) (dapat dilihat pada gambar II.12)
Dapat dilihat dalam tabel C.II.4 (pada lampiran C) disini diberikan bentuk tabel debit untuk q m3/dt.m.
2. Bangunan pengukur Cipolleti dengan karakteristiknya :
a. Bentuk dari bangunan sederhana dan konstruksinya mudah dibuat. b. Dalam pelaksanaan bangunan biayanya tidak mahal.
c. Apabila pada papan duga diberi skala liter, maka oleh para petani pemakai air dapat melakukan pengecekan persediaan air mereka dengan jelas.
d. Pada bagian hulu dari bangunan terjadi penumpukan sedimen, dengan sendirinya dapat mengganggu berfungsinya bangunan pengukur ini, dilain hal benda hanyut tidak bisa lewat dengan mudah, hal ini sangat mudah menyebabkan kerusakan dan sangat mengganggu ketelitian pengukuran debit.
e. Apabila muka air di hilir bangunan mengalami kenaikan diatas elevasi ambang bangunan pengukur, maka proses pengukuran debit tidak bisa dilakukan.
f. Bangunan ini mengalami kehilangan tinggi energi besar sekali dan lebih khusus lagi apabila pada daerah yang datar, dimana kehilangan tinggi energi yang tersedia kecil sekali, dengan demikian bangunan pengukur ini tidak dapat digunakan lagi.
3. Bangunan pengukur Cipolleti dalam penggunaannya
Penggunaan bangunan pengukur Cipolleti dapat dikombinasikan dengan bangunan pintu sorong, hal ini sering dipakai sebagai bangunan sadap tersier. Bangunan ini terletak berjauhan terhadap banguna pintu sorong, sehingga proses eksploitasi pintu menjadi rumit. Bangunan pengukur ini dalam penggunaannya tidak dianjurkan lagi, hal lain kecuali didalam laboratorium.
II.5.5.2.3 Bangunan Pengukur Parshal
Bangunan pengukur Parshal merupakan bangunan pengukur yang telah diuji secara laboratoris demi penggunaannya dalam pengukuran aliran pada saluran terbuka. Bangunan pengukur ini memiliki sebuah peralihan penyepitan dengan lantai yang datar, juga leher dengan lantai miring ke bawah, dan sebuah peralihan pelebaran dengan lantai miring ke atas (hal ini dapat dilihat pada gambar 2.8).
Bentuk lereng lantai yang tidak konvensional ini, menyebabkan aliran tidak dapat di ukur dan di atur di dalam leher, tetapi dilakukan di dekat ujung lantai dasar peralihan penyepitan (dapat dilihat pada gambar II.10). Karena bangunan memiliki lengkung garis aliran tiga dimensi yang terdapat pada bagian pengontrol, maka dari itu teori hidrolika dalam menerangkan aliran melalui bangunan pengukur Parshal belum ada. Oleh sebab itu pembuatan tabel debit hanya dapat dilakukan melalui uji laboratorium. Dan dalam penggunaan tabel ini hanya bisa pada bangunan yang proses eksploitasi di lapangan dan apabila bangunan itu dibuat sesuai dengan dimensi talang yang telah di uji di laboratorium. Dari 22 bangunan pengukur yang didimensi sudah di uji (dalam satuan milimeter) dapat dilihat pada tabel C.II.5 (di dalam lampiran C).
Perlu dalam ingatan bahwa pada ke enam bidang yang membentuk peralihan penyepitan dan pada potongan leher tersebut harus saling memotong pada garis yang benar-benar tajam. Pada bagian yang mengalami pembulatan disini akan mengurangi kelengkungan garis aliran sehingga akan mengubah kalibrasi
mengukur tekanan piesometer perlu dipasang di posisi lokasi yang cocok agar dapat dilakukan pengukuran debit. Didalam bagian ini ada kesalahan pada tabel debit terjadi kurang dari 3 %.
Oleh karena leher bangunan lantai yang bentuknya dibuat miring ke bawah, maka air di arahkan ke lantai yang mengalami peralihan pelebaran. Pada bagian peredam energinya disini dapat menghasilkan batas moduler lebih rendah dibandingkan dengan bangunan pengukur ambang lebar (atau secara hidrolis bekaitan dengan bentuk panjang dari leher saluran).
Pada bangunan pengukur yang kecil memiliki batas moduler sebesar 0,05, namun pada bangunan yang berukuran besar (yaitu memiliki lebarnya lebih dari 3 m) dengan batas moduler menjadi naik sehingga mencapai 0,08.
Gambar II.10. Bentuk bangunan pengukur Parshal. (untuk dimensi gunakan tabel C.II.9), (lampiran C) (DPU, dan DJP, 1986).
1. Bangunan pengukur Parshal dengan karakteristiknya: Bangunan pengukur parshal teliti dan andal.
2. Bangunan pengukur Parshal dengan kelebihannya :
a. Bangunan memiliki kehilangan besar energi yang relatif kecil.
b. Bangunan ini digunakan untuk mengukur berbagai besaran debit aliran bebas.
c. Bangunan tidak bermasalah dengan benda-benda hanyut.
d. Bangunan tidak dapat di ubah-ubah oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
3. Bangunan pengukur Parshal dengan kekurangnnya : a. Bangunan memiliki biaya pelaksanaannya lebih mahal. b. Permukaan air relatif tenang dan aliran masuk harus tenang.
c. Bangunan dalam pembuatannya harus teliti agar berfungsi dengan baik. Bangunan tidak ada tabel debit apabila pembuatannya tidak mengacu pada tabel C.II.6 (lampiran C).
II.5.5.3 Bangunan Pengatur
II.5.5.3.1 Bangunan Pengatur Pintu Skot Balok
Bangunan pengatur jenis pintu skot balok adalah bangunan yang strukturnya sangat sederhana. Bentuk balok-balok profilnya adalah segi empat dan penempatannya disangga pada sponeng yang besarnya mulai dari 0,03 m - 0,05 m yang mengacu dari tebal profil balok-balok yang digunakan. Di kondisi saluran irigasi, yang memiliki besar bukaan pada pengontrol adalah 2,0 m atau kurang dari 2.0 m, maka bentuk profil-profil yang bisa dipakai, diperlihatkan pada gambar II.11 di bawah ini.
Gambar II.11. Bentuk profil dan koefisien debit untuk skot balok (cv ≈ 1,0). (DPU, dan DJP, 1986).
1. Persamaan debit untuk bangunan pengatur pintu sot balok : Q = Cd Cv g 3 2 3 2 b h11,5 (II.5) Dimana : Q = debit (m3/det) Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang g = percepatan gravitasi (m/dt2) b = panjang skot balok (m)
h1 = kedalaman air di atas skot balok (m)
Koefisien debit untuk potongan segi empat dengan tepi hulu yang tajamnya 90 derajat, sudah diketahui untuk nilai banding H1/L kurang dari 1,5 (lihat
gambar II.11). Untuk harga-harga
L
H1
yang lebih tinggi, pancaran air yang
melimpah sama sekali terpisah dari mercu skot balok. Bila
L
H1
menjadi lebih besar dari sekitar 1,5, maka pola alirannya akan menjadi tidak mantap dan sangat sensitif terhadap “ketajaman” tepi sakot balok bagian hulu. Juga
besarnya airasi dalam kantong udara di bawah pancaran, dan tenggelamnya pancaran sangat mempenagruhi debit pada skot balok.
Faktor kesalahan terjadi pada Cd di karenakan terjadi perubahan kecepatan aliran dari hulu skot balok menjadi rendah yaitu h1(h1 + p1) lebih kecil dari 0.35.
Untuk memprediksi debit yang lewat pintu skot balok dengan baik, maka hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan di tas dan mengkombinasikannya dengan gambar aliran pintu sorong dengan dasar horisontal.
Tinggi air di hulu pintu skot balok dapat diatur dengan cara melakukan pengaturan pada skot-skot balok yang ada, dilakukan satu terhadap yang lainnya. Proses pengaturan skot-skot balok ini dipengaruhi oleh ukuran dari skot balok itu sendiri. Hal ini sebagaimana di perlihatkan pada gambar II.11 di atas, yaitu tinggi 0.20 m ukuran skot balok yang baik untuk digunakan pada irigasi.
2. Bangunan pengatur pintu skot balok dengan kelebihannya : a. Bentuk konstruksinya sederhana tetapi kuat
b. Dalam pelaksanaan konstruksi biayanya kecil
3. Bangunan pintu skot balok dengan kelemahaannya :
a. Proses pemasangan dan pemindahan skot balok membutuhkan tenaga dua orang dan waktu yang dibutuhkan sangat banyak
b. Kedalaman muka air di hulu diatur selangkah demi selangkah, dan setiap langkah mengacu pada tinggi sebuah skot balok
c. Skot balok sangat besar kemungkinan untuk diambil orang
d. Pengoperasian pintu skot balok dapat terjadi dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab
e. Bentuk kedalaman aliran yang melewati skot balok belum dapat diketaui secara pasti.
II.5.5.3.2. Bangunan Pengatur Pintu Sorong
Bangunan pengatur pintu sorong diusahakan sedemikian rupa segingga pada saluran primer dan pada saluran cabang dapat diatur muka airnya pada batas-batas tertentu oleh bangunan pengatur yang dapat digerakan, sehingga muka air yang berhubungan dengan bangunan sadap tetap normal. Pemilihan bangunan pengatur dan pengukur didasarkan kepada variasi kedalaman air yang direncanakan.
Untuk saluran irigasi yang lebar artinya lebih besar dari 2 m, agar diupayakan untuk mengkombinasi beberepa tipe bangunan pengatur yang ada, seperti : 1. skot balok dengan pintu bawah
2. mercu tetap dengan pintu bawah 3. mercu tetap dengan skot balok
Standar pengukuran untuk lebar pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0.50, 0.75, 1.00, 1.25 dan 1.50 m. Untuk dua ukuran terakhir membutuhkan dua stang pengangkat.
1. Bangunan pengatur pintu sorong dengan kelebihannya : a. kedalaman air di hulu bangunan dapat dikontrol secara baik b. pintu sorong sederhana dan kuat
c. bangunan ini dapat melewatkan sedimen dasar maupun sedimen layang
2. Bangunan pintu sorong dengan kelemahannya :
a. bangunan ini tidak dapat melewatkan benda-benda hanyut
b. pada aliran moduler baru bisa muka air dihulu dan kecepatnnya diatur cecara baik
3. Bangunan pintu sorong dalam penggunaannya : a. bangunan digunakan di hulu saluran primer
b. penggunaannya di bangunan bagi, bangunan sadap sekunder, apabila debit terlalu besar
4. Persamaan debit untuk bangunan pengatur pintu sorong :
Q = K μ a b 2gh1 (II. 6) Dimana:
Q = debit (m3/dt)
K = faktor aliran tenggelam (lihat gambar D.5 lampiran D) μ = koefisien debit (lihat gambar D.6 lampiran D)
a = bukaan pintu (m) b = lebar pintu (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2) (≈ 9,8)
h1 = kedalaman air di depan pintu diatas ambang (m)
Keterangan simbol dapat dilihat pada Gambar D.4 (lampiran D)
Gambar II.12. Bangunan pintu sorong dengan mencu tetap (DPU, dan DJP, 1986).
II.5.5.3.3 Bangunan Pengatur Pintu Radial