• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7 2. 1 Kajian Pustaka

Pada sub bab kajian pustaka ini akan diuraikan mengenai teori-teori penelitian yang berguna sebagai dasar pemikiran ketika melakukan pembahasan masalah yang diteliti dan untuk mendasari analisis yang akan digunakan dalam bab selanjutnya yang diambil dari literatur-literatur mengenai kepuasan kerja karyawan, motivasi, lingkungan kerja dan ekspektasi kerja.

2.1.1 Definisi Kepuasan Kerja Karyawan

Wexley dan Yukl (dalam Bangun, 2012) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya. Bermacam-macam sikap seseorang terhadap pekerjaannya mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan. Pekerjaan yang menyenangkan untuk dikerjakan dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu memberi kepuasan bagi pemangkunya. Kejadian sebaliknya, ketidakpuasan akan diperoleh bila suatu pekerjaan tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Sedangkan menurut Noe at. el. (dalam Bangun, 2012) mengatakan bahwa job satisfaction as a pleasurable feeling that result from the perception that one’s job fulfillment of one’s important job values. Berdasarkan definisi tersebut bahwa kepuasan kerja terdiri dari tiga aspek penting, kepuasan kerja merupakan suatu fungsi nilai, persepsi dan perbedaan menurut tenaga kerja mengenai yang seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja menurut Robbins dan Coulter (2010) mengacu pada sikap yang lazim ditunjukkan seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan kepuasan kerja yang tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif. Ketika orang-orang membicarakan sikap karyawan, biasanya merujuk pada kepuasan kerja.

(2)

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut dengan demikian, Rivai dan Sagala (2009) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kepuasan kerja (job satisfaction) dapat didefiniskan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins dan Judge, 2008). Menurut Mathis dan Jackson (2006) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil evaluasi yang menggambarkan individu atas sikap yang ditunjukkan puas atau tidak puas terhadap pengalaman kerja yang dilakukannya.

2.1.1.1 Teori-Teori Kepuasan Kerja Karyawan

Menurut Wexley dan Yukl (dalam Bangun, 2012) mengatakan bahwa ada tiga teori tentang kepuasan kerja, yaitu:

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Porter (dalam Bangun, 2012) yang mendefinisikan bahwa job satisfaction is the difference between how much of something there should be and how much there is now. Setiap orang menginginkan agar sejumlah pekerjaan yang telah disumbangkan kepada pemberi kerja akan dihargai sebesar yang diterima secara kenyataan. Seseorang yang terpuaskan bila tidak ada selisih antara situasi yang diinginkan dengan sebenarnya diterima. Dengan kata lain, jumlah yang disumbangkan ke pekerjaannya bila dikurangi dengan apa yang diterima secara kenyataan hasilnya adalah nol, dapat dikatakan pekerjaan tersebut memberikan kepuasan kerja. Semakin besar kekurangan atau

(3)

selisih dari pengurangan tersebut, semakin besar ketidakpuasan. Keadaan sebaliknya, jika terdapat lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang dapat diterima yang menimbulkan kelebihan atau menguntungkan, maka orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan pertama kali dikemukakan oleh Zalenzik, kemudian dikembangkan oleh Adams (dalam Bangun, 2012). Teori ini menunjukkan kepada seseorang merasa puas atau tidak puas atas suatu situasi tergantung pada perasaan adil (equity) atau tidak adil (inequity). Perasaan adil atau tidak adil atas suatu situasi didapat oleh setiap orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain pada tingkat dan jenis pekerjaanya yang sama, pada tempat maupun di tempat yang berbeda. Wexley dan yukl (dalam Bangun, 2012) mengatakan bahwa komponen utama dari teori ini adalah input, outcomes, comparison person dan equity - inequity: 1) Input apa saja yang bernilai yang dipersepsikan oleh karyawan

sebagai kontribusinya terhadap pekerjaanya seperti: pendidikan, pengalaman, keterampilan, jumlah usaha yang telah dikerjakan, jumlah jam kerja dan peralatan serta bahan-bahan milik pribadi yang telah digunakan dalam bekerja.

2) Outcomes apa saja yang bernilai yang dipersepsikan karyawan sebagai hasil yang telah diperoleh dari pekerjannya seperti: gaji, tunjangan, tanda kebesaran, pengakuan dan peluang untuk berprestasi atau berekspresi diri.

3) Comparison person seseorang atau sejumlah orang yang bekerja di perusahaan yang sama dengan dirinya atau bekerja di perusahaan lain atau dapat pula dirinya ketika berada pada posisi sebelumnya yang dijadikan dasar perbandingan dengan dirinya. 4) Equity – Inequity menurut teori ini seorang karyawan menilai

keadilan kerjanya dengan cara membandingkan rasio outcome : input dirinya dengan rasio outcome : input dari satu atau lebih comparison person. Jika perbandingan kedua rasio tersebut

(4)

equal, maka karyawan akan mempersepsikan suatu keadilan,

jika perbandingannya unequal, maka karyawan akan

mempersepsikan adanya ketidakadilan. 3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (dalam Bangun, 2012). Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yang satu dinamakan “dissatisfier” atau “hygiene factors” dan yang lain dinamakan “satisfier” atau “motivators” yaitu:

1) Faktor-faktor kepuasan disebut satisfier adalah kemajuan, pengakuan, tanggung jawab, perkembangan karir dan pekerjaan itu sendiri. Apabila faktor-faktor tersebut ditingkatkan akan membantu perbaikan prestasi, menurunkan perputaran dan absensi kerja dan menunjang sikap yang lebih baik terhadap manajemen.

2) Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (dissatisfier) meliputi hal-hal seperti kondisi dan kemudahan dalam pekerjaan, kebijakan-kebijakan administratif, hubungan dengan manajemen, teknis para penyelia, sistem penggajian stabilitas pekerjaan dan hubungan dengan rekan kerja. Herzeberg (dalam Bangun, 2012) menegaskan bahwa bila kualitas penunjang kepuasan itu kurang dari memadai akan terjadi ketidakpuasan diantara karyawan.

2.1.1.2 Indikator Kepuasan Kerja Karyawan

Menurut Rivai dan Sagala (2009) secara teoritis, faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control, pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah: 1. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai

kontrol terhadap pekerjaan 2. Supervisor

(5)

4. Kesempatan untuk maju

5. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif

6. Rekan kerja 7. Kondisi pekerjaan

Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) (dalam Rivai dan Sagala, 2009) faktor penyebab kepuasan kerja ialah:

1. Bekerja pada tempat yang tepat 2. Pembayaran yang sesuai 3. Organisasi dan manajemen

4. Supervisi pada pekerjaan yang tepat

5. Orang yang berbeda dalam pekerjaan yang tepat

2.1.1.3 Konsekuensi Ketidakpuasan Kerja Karyawan

Robbins dan Judge (2008) mengatakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis (kerangka keluar, aspirasi, kesetiaan dan pengabaian) sangat bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari ketidakpuasan. Respon-respon tersebut didefinisikan sebagai berikut:

1. Keluar (Exit)

Perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

2. Aspirasi (Voice)

Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.

3. Kesetiaan (Loyalty)

Secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman external dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang benar.

(6)

4. Pengabaian (Neglect)

Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha dan meningkatnya angka kesalahan.

2.1.2 Definisi Motivasi

Motivasi menurut Bangun (2012) adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar. Wexley dan Yukl (dalam Bangun, 2012) mendefinisikan motivasi memberikan batasan sebagai “The process by which behavior is energized and directed". Menurut Robbins dan Coulter (2010) motivasi mengacu pada proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan. Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang memengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu (Rivai dan Sagala, 2009).

Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seseorang individu untuk mencapai tujuannya. Sedangkan definisi motivasi menurut Mathis dan Jackson (2006) adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak karena ada alasan untuk mencapai tujuan. Jadi, motivasi adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan motivasi adalah dorongan pribadi dalam diri seseorang sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya untuk melakukan kegiatan nyata agar dapat mencapai tujuannya.

2.1.2.1 Teori-Teori Motivasi

Terdapat empat teori-teori awal tentang motivasi: teori hierarki kebutuhan Maslow, teori X dan Y McGregor, teori dua faktor Hezberg dan teori tiga kebutuhan McClelland (dalam Robbins dan Coulter, 2010) yaitu:

1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Teori motivasi yang paling terkenal mungkin adalah teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah seorang psikologi yang menyatakan bahwa dalam setiap orang terdapat sebuah hierarki dari lima kebutuhan, yaitu:

(7)

1) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)

Kebutuhan seseorang akan makanan, minuman, tempat berteduh, sexs dan kebutuhan fisik lainnya.

2) Kebutuhan Keamanan (Safety Needs)

Kebutuhan seseorang akan keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan emosional serta jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi.

3) Kebutuhan Sosial (Social Needs)

Kebutuhan seseorang akan kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan dan persahabatan.

4) Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs)

Kebutuhan seseorang akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti: harga diri, otonomi dan prestasi serta faktor-faktor penghargaan eksternal seperti: status, pengakuan dan perhatian.

5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-Actualization Needs)

Kebutuhan seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang dan pemenuhan diri, dorongan untuk mampu menjadi apa yang diinginkan.

2. Teori X dan Y McGregor

Douglas McGregor terkenal karena mengajukan dua asumsi tentang sifat manusia: Teori X dan Teori Y. Teori X adalah pandangan negatif orang-orang yang mengasumsikan bahwa para pekerja memiliki sedikit ambisi, tidak menyukai pekerjaan, ingin menghindari tanggung jawab dan perlu dikendalikan agar dapat bekerja secara efektif. Teori Y adalah pandangan positif yang mengasumsikan bahwa karyawan menikmati pekerjaan, mencari dan menerima tanggung jawab dan berlatih mengarahkan diri.

3. Teori Dua Faktor Herzberg

1) Teori dua faktor Frederick Herzberg (dalam Bangun, 2012), (disebut juga teori motivasi higienis) mengusulkan bahwa faktor-faktor intristik terkait dengan kepuasan kerja. Faktor kepuasan (satisfaction), biasa juga disebut sebagai motivator

(8)

factors atau pemuas (satisfiers). Termasuk pada faktor ini ialah faktor-faktor pendorong bagi prestasi dan semangat kerja, antara lain: prestasi (achievment), pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (work itself), tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement). Faktor kepuasan atau motivator factors dikatakan sebagai pemuas karena dapat memberikan kepuasan kerja seseorang dan juga dapat meningkatkan prestasi para pekerja, tetapi faktor ini tidak dapat menimbulkan ketidakpuasan bila hal itu tidak terpenuhi. Jadi faktor kepuasan bukanlah merupakan lawan dari faktor ketidakpuasan. Faktor kepuasan disebut juga sebagai motivasi intrinsik (intrinsic motivation). Sedangkan faktor-faktor ekstrinsik berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor ketidakpuasan (dissatisfaction) biasa juga disebut sebagai hygiene factors atau faktor pemeliharaan merupakan faktor yang bersumber dari ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor tersebut antara lain: kebijakan dan administrasi

perusahaan (company policy and administration),

pengawasan (supervision), penggajian (salary), hubungan kerja (interpersonal relation), kondisi kerja (working condition), keamanan kerja (job security) dan status pekerjaan (job status). Faktor ketidakpuasan bukanlah merupakan kebalikan dari faktor kepuasan. Hal ini berarti bahwa dengan tidak terpenuhinya faktor-faktor ketidakpuasan bukanlah penyebab kepuasan kerja melainkan hanya mengurangi ketidakpuasan kerja. Faktor ketidakpuasan ini biasa juga disebut sebagai motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation), karena faktor-faktor yang menimbulkannya bukan dari diri seseorang melainkan dari luar dirinya.

4. Teori Tiga Kebutuhan McClelland

David McClelland dan rekan-rekannya mengusulkan tiga teori kebutuhan yang mengatakan bahwa terdapat tiga kebutuhan yang diperoleh (bukan bawaan) yang merupakan motivator utama dalam pekerjaan. Ketiga kebutuhan itu adalah:

(9)

1) Kebutuhan Akan Prestasi (nAch)

Kebutuhan akan prestasi yang merupakan pendorong untuk sukses dan unggul dalam kaitannya dengan serangkaian standar.

2) Kebutuhan Akan Kekuasaan (nPow)

Kebutuhan akan kekuasaan yang merupakan kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara dimana mereka tidak akan bersikap sebaliknya.

3) Kebutuhan Akan Afiliasi (nAff)

Kebutuhan akan afiliasi yang merupakan keinginan atas hubungan antar pribadi yang akrab dan dekat.

2.1.2.2 Indikator Motivasi

Menurut Rivai dan Sagala (2009), pada dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Berikut ini indikator-indikator untuk mengukur motivasi:

1. Kemungkinan untuk berkembang

2. Jenis pekerjaan

3. Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja

2.1.3 Definisi Lingkungan Kerja

Definisi lingkungan kerja menurut Halaby (dalam Saleem dan Hussain, 2012) menyatakan bahwa Job environment means the environment that makes you attached with it. A healty working environment is not only beneficial for the workers but also increases the efficiency and productivity of company as a whole. Lingkungan kerja berarti lingkungan yang membuat anda terikat dengan itu. Lingkungan kerja yang sehat tidak hanya bermanfaat bagi pekerja tetapi juga meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan menurut Podsakoff dan McKenzie (dalam Musriha, 2011) berpendapat bahwa lingkungan kerja yang menarik dapat meningkatkan kinerja kontekstual dan komitmen karyawan. Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana sesorang

(10)

bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok (Sedarmayanti, 2009). Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah lingkungan yang mendukung aktivitas para karyawan agar marasa nyaman dalam melakukan kegiatan pekerjaan sehari-hari.

2.1.3.1 Jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2011) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat memengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni: 1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan

(Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya).

2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang memengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan antara atasan dengan bawahan maupun hubungan antar sesama rekan kerja. Selain itu, terdapat lima aspek lingkungan kerja non fisik yang bisa memengaruhi perilaku karyawan yaitu: struktur kerja, tanggung jawab kerja, perhatian dan dukungan pemimpin, kerjasama antar kelompok dan kelancaran komunikasi, (Sedarmayanti, 2009).

(11)

2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Lingkungan Kerja

Berikut ini beberapa faktor yang dapat memengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan menurut Sedarmayanti (2011), diantaranya adalah:

1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja

Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja, oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.

Pada dasarnya cahaya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Cahaya alam yang berasal dari sinar matahari

2) Cahaya buatan berupa lampu. Cahaya buatan terdiri dari empat macam yaitu:

• Cahaya langsung

• Cahaya setengah langsung • Cahaya tidak langsung

• Cahaya setengah tidak langsung 2. Temperatur di Tempat Kerja

Dalam keadaan normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi diluar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin dari keadaan normal tubuh.

(12)

3. Kelembaban di Tempat Kerja

Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara

biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini

berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan memengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas tubuh dengan suhu disekitarnya.

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kotornya udara dapat dirasakan dengan sesak napas dan ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu lama, karena akan memengaruhi kesehatan tubuh dan akan mempercepat proses kelelahan. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

(13)

5. Kebisingan di Tempat Kerja

Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu:

1) Lamanya kebisingan 2) Intensitas kebisingan 3) Frekuensi kebisingan

6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja

Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidakteraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekuensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terjadi apabila frekuensi alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal:

1) Kosentrasi bekerja 2) Datangnya kelelahan

3) Timbulnya beberapa penyakit diantaranya karena gangguan terhadap: mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang dan lain-lain.

7. Bau-bauan di Tempat Kerja

Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran karena dapat menganggu konsentrasi

(14)

bekerja dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat memengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja.

8. Tata Warna di Tempat Kerja

Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap

perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang

menimbulkan rasa senang, sedih dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.

9. Dekorasi di Tempat Kerja

Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik. Karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan dan lainnya untuk bekerja.

10. Musik di Tempat Kerja

Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.

11. Keamanan di Tempat Kerja

Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Oleh karena itu faktor keamanan perlu diwujudkan keberadannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Pengamanan (SATPAM).

(15)

2.1.3.3Indikator Lingkungan Kerja

Yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2009) adalah sebagai berikut:

1. Penerangan 2. Suhu udara 3. Suara bising 4. Penggunaan warna

5. Ruang gerak yang diperlukan 6. Keamanan kerja

7. Hubungan karyawan

2.1.4 Definisi Ekspektasi Kerja

Saleem dan Hussain (2012) menyatakan bahwa fakor harapan kerja memengaruhi dimensi komitmen organisasi. Untuk pria, ini menunjukkan hubungan positif dengan kinerja bahwa harapan atau ekpektasi yang tinggi dari bekerja menyebabkan peningkatan komitmen organisasi. Dalam kasus wanita kurang termotivasi oleh harapan kerja sebagai komitmen mereka terhadap organisasi, tidak berubah sebanyak pada pria dan selanjutnya dampak pada kinerja banyak. Ini juga menunjukkan bahwa perbandingan pria dengan wanita menunjukkan bahwa rendahnya komitmen terhadap pekerjaan tetapi tidak menyatakan bahwa level performance pada wanita lebih rendah dibanding pria seperti yang ditentukan dari tiga dimensi di atas. Joshi (dalam Saleem dan Hussain, 2012) menyatakan bahwa wanita memiliki komitmen yang rendah tetapi tidak berpengaruh pada produktivitas mereka.

Berdasarkan pendapat Hersey dan Blanchard (1995) harapan adalah persepsi seseorang tentang perilaku yang tepat bagi peranan atau posisi dirinya sendiri atau persepsi seseorang tentang peranan orang lain di dalam organisasi. Dengan kata lain, harapan orang-orang menentukan menetapkan hal-hal yang harus mereka lakukan di berbagai keadaan dalam pekerjaan tertentu dan bagaimana orang lain, atasan, sejawat dan bawahan mereka. Menurut mereka seharusnya berperilaku dalam hubungannya dengan posisi mereka. Dengan mengatakan bahwa seseorang telah berbagi harapan dengan orang lain berarti bahwa setiap orang yang terlibat mempersepsikan secara akurat dan menerima peranannya sendiri dan peranan orang lain. Apabila harapan-harapan itu

(16)

sejalan, maka penting artinya untuk berbagi tujuan dan sasaran bersama. Meskipun ada dua orang yang berbeda kepribadian karena peranan mereka menghendaki adanya gaya perilaku yang berlainan adalah keharusan bagi mereka untuk mempersepsikan dan menerima tujuan dan sasaran lembaga dalam rangka pencapaian efektifitas organisasi.

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ekspektasi kerja adalah persepsi seseorang mengenai yang mereka harapkan dari pekerjaan.

2.1.4.1 Teori Ekspektasi Kerja

Teori harapan (expectancy theory) dari Victor Vroom (dalam Robbins dan Judge, 2008) menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan bertindak tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut. Dalam yang bentuk lebih praktis, teori harapan mengatakan bahwa karyawan-karyawan akan termotivasi untuk mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha tersebut akan menghasilkan penilaian kinerja yang baik. Penilaian yang baik akan menghasilkan penghargaan-penghargaan organisasional seperti bonus, kenaikan imbalan kerja atau promosi dan penghargaan-penghargaan tersebut akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi para karyawan. Oleh karenanya, teori tersebut berfokus pada tiga hubungan:

1. Hubungan Usaha – Kinerja

Kemungkinan yang dirasakan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah usaha akan menghasilkan kinerja.

2. Hubungan Kinerja – Penghargaan

Tingkat sampai mana individu tersebut yakin bahwa bekerja pada tingkat tertentu akan menghasilkan pencapaian yang diinginkan. 3. Hubungan Penghargaan - Tujuan-Tujuan Pribadi

Tingkat sampai mana penghargaan-penghargaan organisasional

memuaskan tujuan-tujuan pribadi atau kebutuhan-kebutuhan

seseorang individu dan daya tarik dari penghargaan-penghargaan potensial bagi individu tersebut.

(17)

Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya melakukan usaha minimum untuk mencapai sesuatu. Ini sangat jelas ketika melihat

ketiga hubungan teori tersebut secara lebih mendetail dan

menghadirkannya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh karyawan-karyawan dalam bentuk afirmatif bila motivasi mereka ingin dimaksimalkan.

2.1.4.2 Indikator Ekpektasi Kerja

Hersey (dalam Brantas, 2009) mengemukakan indikator-indikator tentang harapan kerja para karyawan sebagai berikut:

1. Kondisi kerja yang baik 2. Perasaan ikut terlibat

3. Pendisiplinan yang bijaksana

4. Penghargaan penuh atas penyelesaian pekerjaan 5. Loyalitas pimpinan terhadap karyawan

6. Pemahaman yang simpatik atas persoalan pribadi 7. Jaminan pekerjaan

2.2 Kerangka Penelitian

Berdasarkan beberapa kajian teori di atas, maka kerangka penelitian menggunakan konsep penelitian Saleem dan Hussein (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Factors Affecting Job Satisfaction of Pakistan Bankers” yang menjelaskan bahwa variabel dependen adalah kepuasan kerja karyawan dan variabel independen adalah motivasi, lingkungan kerja dan ekspektasi kerja yang pada akhirnya memengaruhi kepada kepuasan kerja karyawan.

MOTIVASI

LINGKUNGAN KERJA KEPUASAN KERJA

KARYAWAN

(18)

Gambar: 2.1 Kerangka Penelitian Sumber: Peneliti, 2013

Keterangan:

: Pengaruh antara satu variabel independen terhadap variabel dependen : Pengaruh tiga variabel independen terhadap variabel dependen

Variabel motivasi ditentukan oleh: kemungkinan untuk berkembang, jenis pekerjaan, apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja. Sedangkan variabel lingkungan kerja ditentukan oleh: penerangan, suhu udara, suara bising, penggunaan warna, ruang gerak yang diperlukan, keamanan dan hubungan karyawan. Variabel ekspektasi kerja ditentukan oleh: kondisi kerja yang baik, perasaan ikut terlibat, pendisiplinan yang bijaksana, penghargaan penuh atas penyelesaian pekerjaan, loyalitas pimpinan terhadap karyawan, pemahaman yang simpatik atas persoalan pribadi dan jaminan pekerjaan. Variabel kepuasan kerja ditentukan oleh: isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan, supervisi, organisasi dan manajemen, kesempatan untuk maju, gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif, rekan kerja dan kondisi pekerjaan.

2.3 Rancangan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008). Berdasarkan dari permasalahan yang telah diajukan dalam tujuan penelitian serta kajian teori, maka dugaan sementara pengaruh motivasi, lingkungan kerja dan ekspektasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan di rumah sakit Prikasih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Motivasi adalah proses yang menciptakan intensitas dan arah bagi individu untuk membantunyanya dalam mencapai tujuan Herzberg (dalam Saleem dan Hussain, 2012). Sekarang pertanyaannya bagaimana karyawan mendapatkan motivasi? Ada banyak cara untuk memotivasi karyawan dengan memberikan apa yang mereka inginkan dan dengan menghargai kinerja pekerjaan mereka Ramlall (dalam Saleem dan Hussain, 2012). Hal-hal seperti itu membantu karyawan untuk mendapatkan motivasi yang meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

(19)

H1: Ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan di rumah sakit Prikasih.

2. Lingkungan kerja berarti lingkungan yang membuat anda terikat dengan itu Halaby (dalam Saleem dan Hussain, 2012). Saat ini tempat kerja berubah dan berbeda dari perusahaan ke perusahaan. Organisasi berusaha untuk mengetahui kebutuhan karyawan mereka karena mereka ingin membuat lingkungan kerja sesuai dengan kepuasan karyawan jika karyawan benar-benar puas maka akan membantu organisasi untuk mencapai tujuannya. Sekarang disini muncul pertanyaan bahwa apa jenis lingkungan yang biasanya karyawan suka? Mereka biasanya suka lingkungan yang bebas stress dimana karyawan harus memiliki kebebasan untuk berkomunikasi kepada manajemen puncak untuk setiap masalah atau masalah yang mereka hadapi. Karyawan yang merasa nyaman dengan lingkungan kerja akan merasa lebih bahagia dan bekerja lebih efektif daripada mereka yang tidak senang dengan lingkungan kerja mereka Halaby (dalam Saleem dan Hussain, 2012). Sebuah lingkungan yang sehat tidak hanya bermanfaat bagi karyawan yang bekerja tetapi juga meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Kadang-kadang karyawan menyukai lingkungan dimana sebagaian orang dari bidang yang sama selalu membantu memecahkan masalah serius yang satu orang tidak bisa memecahkan.

H2: Ada pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan di rumah sakit Prikasih.

3. Teori harapan dari Victor Vroom (dalam Robbins dan Judge, 2008) mengatakan bahwa karyawan-karyawan akan termotivasi untuk mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha tersebut akan menghasilkan penilaian kinerja yang baik. Penilaian yang baik akan menghasilkan penghargaan-penghargaan organisasional seperti bonus, kenaikan imbalan kerja atau promosi dan penghargaan-penghargaan tersebut akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi para karyawan. Dengan demikian teori ekspektasi kerja dapat meningkat kepuasan kerja karyawan.

H3: Ada pengaruh ekspektasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan di rumah sakit Prikasih.

(20)

4. Kepuasan kerja dapat dianggap sebagai kesenangan atau respon positif yang tidak membiarkan karyawan berpindah dari satu pekerjaaan ke pekerjaan lain Halaby (dalam Saleem dan Hussain, 2012). Jika karyawan tidak puas dengan pekerjaannya ia mungkin meninggalkan pekerjaan yang akan menghasilkan peningkatan omset karyawan yang akhirnya menimbulkan biaya perekrutan baru. Dalam penelitian ini kepuasan kerja diperlakukan sebagai variabel dependen dengan variabel independennya adalah motivasi, lingkungan kerja dan ekspektasi kerja. Apabila motivasi, lingkungan kerja dan ekspektasi kerja para karyawan dapat diperhatikan dengan baik maka ketiganya ada pengaruh dengan kepuasan kerja karyawan.

H4: Ada pengaruh motivasi, lingkungan kerja dan ekspektasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan di rumah sakit Prikasih.

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen supply chain adalah integrasi proses bisnis utama dari pengguna akhir melalui pemasok asli yang menyediakan produk, jasa, dan informasi yang

Ditinjau dari aspek uji kualitas fisik dan kualitas organoleptik perendaman ekstrak kulit nanas pada daging bebek afkir tidak terjadi interaksi yang nyata (P<0,05)

Gambaran tentang efektivitas bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal terlihat dari analisis deskriptif dari 3 indikator yaitu:

mampu menyelesaikan pekerjaannya tanpa adanya dukungan baik berupa sarana atau prasarana organisasi, 4). Rekan sekerja yang mendukung.Sebagai seorang manusia, karya wan

Dengan banyaknya pesaing dari Flaurent Salon dan Spa, hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kualitas pelayanan yang diberikan Flaurent Salon dan

Badan Pemberdayan Masyarakat Desa Kabupaten Boyolali yang dibentuk menurut Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 16 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata

prasarana terhadap jumlah pengunjung wisata pada Kabupaten Bangka Barat.

Hasil analisis sidik ragam yang disajikan dalam Tabel 1 menunjukan bahwa perlakuan interaksi musim x varietas tidak nyata terhadap intensitas serangan penggerek batang