• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kemitraan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kemitraan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemitraan

2.1.1 Pola dan Aturan Kemitraan

Bentuk serta pola kemitraan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia bervariasi sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan tersebut. Pada penelitian Damayanti (2009) yang berjudul “Kajian Keberhasilan Pelaksanaan Kemitraan dalam Meningkatkan Pendapatan Antara Petani Semangka di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri” diketahui bahwa jenis kontrak kemitraan yang terjalin antara CV Bimandiri dengan petani semangka ini adalah kontrak harga, dimana perusahaan menerapkan harga flat atau harga datar. Kemitraan yang berlangsung antara kedua belah pihak tidak dalam bentuk pemberian modal. CV Bimandiri hanya memberikan bantuan suplai bibit semangka serta pembinaan petani dalam hal budidaya, pengendalian hama serta menjamin pasar dari semangka Baby Black yang dihasilkan oleh petani.

Aturan kemitraan yang diterapkan perusahaan ini dirumuskan ke dalam memo kesepakatan dimana di dalamnya telah dirumuskan hak dan kewajiban CV Bimandiri sebagai perusahaan mitra serta hak dan kewajiban petani mitra. Hak petani mitra antara lain adalah mendapatkan harga jual sesuai dengan yang disepakati serta mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari perusahaan. Sedangkan kewajiban petani mitra adalah menanam semangka sesuai dengan jumlah dan kriteria yang ditetapkan perusahaan.

Pola kemitraan lainnya diantaranya adalah kemitraan yang terjalin antara perusahaan agribisnis peternakan Rudi Jaya PS dengan peternak plasma ayam broiler di Kecamatan Sawangan kota Depok yang diidentifikasi oleh Firwiyanto (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler. Pola kemitraan yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut adalah kemitraan inti plasma yang terdiri dari dua model, yaitu kemitraan sistem bagi hasil dan sistem kontrak. Pada sistem bagi hasil, aturan pembagiannya adalah 50 persen-50 persen, sedangkan pada sistem kontrak aturan pembagiannya adalah 25 persen untuk peternak dan 75 persen untuk perusahaan.

(2)

Sistem kemitraan yang diterapkan Rudi Jaya SP berdasarkan rasa saling percaya, tanpa ada perjanjian kontrak secara tertulis. Peternak hanya disyaratkan menyediakan kandang, baik kandang milik sendiri ataupun kandang sewa, serta semua peralatan kandang. Sedangkan perusahaan menyediakan seluruh input yang dibutuhkan oleh peternak dalam proses budidaya ayam broiler, seperti DOC, pakan dan obat-obatan.

Sistem kemitraan inti plasma juga diidentifikasi oleh Lestari (2009) dalam penelitiannya mengenai Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternakan Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler pada PT X di Yogyakarta. Pola Kemitraan yang dijalankan oleh PT X merupakan kemitraan tertutup dimana pihak peternak plasma tidak diperbolehkan menjual hasil panen atau memasok sarana produksi ternak dari pihak selain PT X. Kontrak kemitraan PT X dengan peternak plasma ayam broiler terdiri dari kontrak perjanjian kerjasama, kontrak harga sapronak dan kontrak harga panen.

Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) diterapkan oleh PT Sierad Produce. Deshinta (2006) dalam penelitiannya mengenai Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler mengidentifikasi bahwa kerjasama kemitraan diatur dalam dokumen tertulis yang disebut surat kesepakatan. Kesepakatan dalam kontrak maupun surat perjanjian haruslah dipatuhi dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Deshinta (2006) dalam penelitiannya mengidentifikasi bahwa apabila dalam kesepakatan antara PT Sierad Produce dengan peternak mitra terjadi perselisihan maka akan ditempuh dengan jalan musyawarah. Apabila peternak menimbulkan kerugian, maka akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan kesepakatan.

Kemitraan yang terjalin antara PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) dengan petani penangkar benih padi mitra merupakan kemitraan inti plasma dimana PT. SHS menyediakan lahan, sarana produksi, bantuan biaya panen serta memberikan pembinaan kepada petani plasma sementara petani menyediakan tenaga kerja dan melakukan kegiatan budidaya. Kemitraan ditandai dengan penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) yang berisi kesepakatan yang harus ditaati oleh kedua belah pihak. Selain melalui SPK, kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih mitra diatur dalam peraturan tidak tertulis yang telah disepakati

(3)

bersama. Pelanggaran terhadap kesepakatan yang dilakukan oleh petani mitra akan dikenakan sanksi dimana petani bersedia dikeluarkan dari kemitraan.

2.1.2 Manfaat dan Kendala dalam Kemitraan

Pelaksanaan kemitraan memberikan manfaat bagi perusahaan mitra maupun petani mitra yang melaksanakannya. Pada kasus kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan CV Bimandiri dalam penelitian Damayanti (2009), manfaat yang diperoleh perusahaan adalah ketersediaan produk sesuai dengan kriteria yang diterapkan secara kontinyu, sehingga kebutuhan akan produk untuk pasar terpenuhi. Selain itu, CV Bimandiri juga mendapatkan nilai lebih dari pelanggan karena dapat menyediakan produk yang berkualitas dan kontinyu sehingga permintaan dari pelanggan terus meningkat. Sedangkan manfaat yang diperoleh petani mitra diantaranya adalah mendapatkan bimbingan teknis oleh tim penyuluh dari CV Bimandiri mengenai cara-cara bercocok tanam semangka yang baik, cara penanggulangan hama dan informasi-informasi pertanian, sehingga petani beranjak menjadi petani yang maju dan berwawasan, sehingga dapat menghasilkan produk yang baik dan berkualitas. Manfaat yang paling utama didapat oleh petani adalah adanya jaminan pasar yang pasti.

Pelaksanaan kemitraan tidak terlepas dari kendala-kendala. Kendala yang dihadapi oleh CV Bimandiri dalam melaksanakan kemitraan adalah kegagalan panen akibat kondisi cuaca yang tidak menentu, serta keterbatasan modal petani. Hal ini disebabkan tidak adanya bantuan oleh CV Bimandiri dalam bentuk modal. Kendala utama yang dihadapi adalah munculnya pesaing baru semangka Baby Black.

Pada kasus PT. Garudafood yang diidentifikasi oleh Aryani (2009) mengenai Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, kemitraan memberikan manfaat bagi perusahaan maupun petani mitra. Manfaat yang diperoleh perusahaan adalah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku. Sedangkan manfaat yang diperoleh petani mitra adalah adanya jaminan pasar untuk hasil produksi kacang tanahnya, adanya kepastian harga, meningkatkan pendapatan petani, dan menambah pengetahuan petani mengenai budidaya

(4)

melalui pembinaan. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kemitraan di antaranya adalah masih adanya petani mitra yang menjual hasil produksinya ke perusahaan lain, penggunaan pupuk yang tidak sesuai anjuran, panen lebih awal dari yang dianjurkan, serta PT. Garudafood yang juga membeli kacang tanah dari petani non mitra dengan harga yang sama dari petani mitra. Manfaat lain dari kemitraan yang diidentifikasi oleh Deshinta (2006) terutama bagi peternak antara lain adalah mendapatkan pinjaman sapronak, menambah ilmu dan pengetahuan, pemasaran hasil panen, serta adanya kontrol dari perusahaan dan bimbingan teknis mengenai budidaya.

Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih mitra memberikan manfaat baik bagi perusahaaan maupun bagi petani mitra. Walaupun demikian, pelaksanaan kemitraan juga menghadapi berbagai macam kendala dan permasalahan terutama mengenai pembayaran hasil panen dan penjualan hasil panen yang menyimpang dari kesepakatan kerjasama yang telah ditentukan sebelumnya.

2.1.3 Evaluasi Kemitraan

Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat kesesuaian antara ketentuan dan realisasi dari atribut yang digunakan dalam penelitian. Dengan adanya evaluasi diharapkan dapat dilihat sejauh mana kedua belah pihak telah menjalankan hak dan kewajibannya. Prastiwi (2010) mengidentifikasi bahwa berdasarkan hasil analisis matriks evaluasi kemiitraan diketahui bahwa sebagian besar atribut kemitraan yang dianalisis pada PT Galih Estetika tidak memiliki kesesuaian antara ketentuan dengan realisasi. Dari sepuluh atribut yang dianalisis, enam atribut memiliki ketidaksesuaian antara ketentuan dengan realisasi.

Hasil penelitian Aryani (2009) menunjukkan bahwa pihak PT Garudafood maupun petani mitra berusaha untuk menjalankan kewajibannya sebaik mungkin sesuai dengan surat perjanjian kerjasama. Dari ketujuh belas atribut, hanya terdapat tiga atribut yang masih tidak sesuai dengan ketentuan. Melalui penelitiannya, Deshinta (2006) menilai pelaksanaan kemitraan antara PT. Sierad Produce dengan peternak ayam broiler telah berjalan dengan baik, karena dari dua

(5)

belas atribut yang tercantum dalam kesepakatan hak dan kewajiban terdapat tiga aspek yang pelaksanaannya masih belum sesuai.

Dalam mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih padi mitra dilakukan dengan melihat kesesuaian antara realisasi pelaksanaan kemitraan dengan kesepakatan kerjasama. Kesepakatan kerjasama dalam penelitian ini merupakan kesepakatan yang tertulis dalam SPK serta kesepakatan tidak tertulis yang telah ditentukan sebelumnya. Kesepakatan kerjasama dirumuskan ke dalam enam belas atribut evaluasi kemitraan. Berdasarkan keenam belas atribut tersebut dianalisis permasalahan yang terjadi di dalam kemitraan. Selain itu, dengan melihat tanggapan masing-masing pelaku terhadap pelaksanaan kemitraan dapat diketahui manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan kemitraan tersebut.

2.2 Kepuasan Petani terhadap Kemitraan

Dalam pelaksanaan kemitraan perlu pula dikaji tingkat kepuasan petani mitra. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan dilihat dari sisi konsumen produk kemitraan, yaitu petani mitra. Firwiyanto (2008) melakukan penelitian mengenai tingkat kepuasan peternak terhadap kemitraan ayam broiler. Perhitungan dilakukan untuk menemukan indeks tingkat kepuasan peternak terhadap pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budidaya dan pelayanan pasca panen dengan penentuan bobot berdasarkan metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Melalui analisis IPA diketahui atribut dari kemitraan yang berada pada kuadran I, dimana atribut tersebut tingkat kinerjanya belum optimal dan harus menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Disamping itu, kinerja atribut pada kuadran II harus tetap dipertahankan, dan meningkatkan kinerja atribut kuadran III setelah perbaikan kinerja atribut kuadran I. Secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti. Hal ini dilihat dari nilai CSI sebesar 0,74 atau 74 persen.

Penelitian lain yang mengukur kepuasan petani mitra menggunakan metode IPA dan CSI dilakukan oleh Lestari (2009). Berdasarkan hasil analisis, dari tujuh belas atribut, didapatkan empat atribut yang memiliki tingkat

(6)

kepentingan yang tinggi akan tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak plasma sehingga digolongkan ke dalam Kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis kesesuain juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma merasa puas terhadap kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal ini diketahui dari nilai CSI sebesar 63,38 persen, dimana nilai ini berada pada skala puas.

Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT. SHS. Melalui metode IPA diketahui tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing petani terhadap atribut kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga nantinya dapat diperoleh atribut yang menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja pelaksanaan kemitraan. Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian ini adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih pokok, harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani, bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi, bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan.

2.3 Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani

Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani telah beberapa kali dilaksanakan. Sebagian besar penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi kemitraan yang telah dilakukan, mengetahui pengaruh dari kemitraan itu sendiri terhadap pendapatan usahatani dari pelaku kemitraan tersebut, serta perbandingannya dengan pelaku usahatani mandiri. Penelitian terdahulu mengenai perbandingan tingkat pendapatan antara petani

(7)

mitra dengan petani non mitra telah dilakukan oleh Aryani (2009), Puspitasari (2009), Dhesinta (2006) dan Firwiyanto (2008).

Penelitian Aryani (2009) mengenai Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, membandingkan tingkat pendapatan petani yang bermitra dengan PT Garudafood dan petani yang melakukan usahatani Kacang Tanah secara mandiri (petani non mitra). Berdasarkan penelitian, diketahui R/C rasio atas biaya tunai pada petani mitra sebesar 2,77 sedangkan pada petani non mitra sebesar 1,92. Dari kedua nilai rasio tersebut diketahui bahwa usahatani kacang tanah yang dilakukan petani mitra dan petani non mitra sama-sama menguntungkan. Namun keuntungan yang diperoleh petani mitra lebih besar dibandingkan dengan keuntungan petani non mitra.

Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya total, R/C rasio atas biaya total petani mitra sebesar 1,47 sedangkan petani non mitra sebesar 0,96. Dari R/C rasio atas biaya total, diketahui bahwa petani mitra mendapatkan keuntungan, sebaliknya R/C rasio atas biaya total pada petani mitra menggambarkan adanya kerugian. Selain itu, berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani mitra lebih besar, bila dibandingkan dengan petani non mitra. Berdasarkan analisis usahatani serta R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total disimpulkan bahwa dengan mengikuti kemitraan, maka petani akan mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan tidak bermitra.

Pengaruh positif kemitraan juga ditemukan pada penelitian Puspitasari (2009) mengenai Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Kakao di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola kemitraan inti plasma yang dilakukan oleh PT. Pagilarang dengan petani kakao anggota kelompok tani Ngupadikoyo meningkatkan penerimaan petani mitra, dimana penerimaan petani mitra lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapatan petani non mitra. Kemitraan juga berpengaruh terhadap tingkat efisiensi usahatani kakao antara petani mitra dan non mitra. Hal tersebut dilihat dari nilai R/C rasio di mana R/C rasio petani mitra lebih besar dibandingkan dengan R/C rasio petani non mitra.

(8)

Kedua penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa kemitraan berpengaruh positif terhadap pendapatan petani. Hal sebaliknya ditemukan pada penelitian Deshinta (2006) dan Firwiyanto (2008), dimana kemitraan memberikan pengaruh negatif terhadap pendapatan petani. Deshinta (2006) mengidentifikasi bahwa jumlah pendapatan peternak mitra lebih rendah dibandingkan peternak mandiri, karena peternak mitra menanggung biaya yang lebih besar dari peternak mandiri. Selain itu, dari hasil uji terhadap pendapatan total didapat hasil bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Sedangkan Firwiyanto (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa walaupun tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri, namun hal tersebut cukup sepadan bagi peternak yang tidak memiliki modal. Kemitraan masih menjadi solusi untuk mengatasi masalah permodalan karena peternak mitra masih dapat tetap berusaha dan memperoleh pendapatan walaupun tidak memiliki modal.

Kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani terutama dalam peningkatan pendapatan. Untuk melihat pengaruh dari pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra dilakukan analisis pendapatan terhadap petani penangkar benih mitra dan kemudian dibandingkan dengan pendapatan petani penangkar benih padi non mitra.

2.4 PT. Sang Hyang Seri sebagai Produsen Benih Padi

Beberapa penelitian terkait dengan PT. Sang Hyang Seri telah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh Alviah (2007), Noviyanty (2005) dan Roslinawati (2007). Penelitian tersebut difokuskan pada kegiatan PT. Sang Hyang Seri terutama yang berhubungan dengan benih padi.

Alviah (2007) meneliti mengenai Analisis Efektifitas Strategi Promosi Benih Padi dan Palawija pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO), di Desa Dukuh, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi promosi PT. Sang Hyang Seri menampilkan keunggulan dari produk dan dilakukan secara gencar ketika hampir tiba masa tanam. Bentuk-bentuk promosi yang dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri adalah promosi secara Above The Line

(9)

(ATL) menggunakan media cetak (koran, majalah, kemasan luar, brosur, buklet, poster, billboard, dan spanduk) maupun media elektronik (radio dan televisi) serta Below The Line (BTL) melalui promosi penjualan (demplot, Farm Field Day, pameran dan expo, hadiah), humas dan publisitas, penjualan pribadi serta pemasaran langsung.

Efektifitas promosi PT. Sang Hyang Seri diukur melalui dampak komunikasi dan penjualan. Dampak komunikasi promosi benih Sang Hyang Seri dengan menggunakan tingkat brand awarness, diperoleh hasil bahwa produk benih PT. Sang Hyang Seri telah menjadi top of mind di benak responden. Hasil EPIC Model menunjukkan hasil dimana responden menilai promosi yang dilakukan PT. Sang Hyang Seri sudah efektif. Namun bila dilihat masing-masing dimensi, hanya dimensi dampak serta dimensi empati yang termasuk kategori efektif, sedangkan dimensi persuasi dan komunikasi masih tergolong kriteria cukup efektif. Untuk mengukur kecenderungan hubungan biaya promosi dengan jumlah penjualan, digunakan analisis korelasi dan analisis linear berganda. Hasil analisis korelasi menunjukkan hubungan positif dan searah antara biaya promosi dengan jumlah penjualan. Selain itu, dari hasil analisis linier berganda diketahui bahwa model layak dan biaya promosi mempengaruhi jumlah penjualan secara nyata.

Penelitian lain dilakukan oleh Noviyanty (2005) mengenai Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Sang Hyang Seri (PERSERO) berada dalam kondisi supply chain yang belum optimal. Hal ini disebabkan oleh belum adanya kerjasama dengan mata rantai di hilir seperti distributor dan kios. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model SCOR, diketahui bahwa elemen sumber untuk pesanan merupakan elemen yang sangat kritikal untuk proses pelaksanaan.

Untuk dapat mengoptimalkan aliran-aliran informasi mulai dari jadwal pengiriman calon benih padi, penerimaan calon benih padi, verifikasi calon benih padi, pemindahan calon benih padi dan pembayaran terhadap suppliers, maka terdapat ukuran-ukuran pelaksanaan untuk tiap aliran-aliran informasi yang harus diperhatikan, seperti kehandalan, ketanggapan, fleksibilitas, biaya, dan aset.

(10)

Berdasarkan hasil penelitian setiap aliran informasi memiliki ukuran pelaksanaan yang berbeda-beda.

Berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya, Roslinawati (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa metode perusahaan dalam menentukan harga pokok produksi tidak termasuk ke dalam metode Full Costing, Variabel Costing maupun Activity Based Costing. Rata-rata harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing maupun variable costing memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam menganalisis biaya. Pada metode perusahaan, biaya pengemasan yang merupakan biaya pemasaran dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi (biaya produksi).

Metode full costing yang menghasilkan harga pokok produksi di bawah harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi dengan metode variable costing, dianggap paling tepat karena berada di tengah-tengah, artinya tidak terlalu tinggi maupun rendah. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi dan menyulitkan petani. Sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah akan menyebabkan dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap mampu berdiri sendiri.

2.5 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani menunjukkan bahwa kemitraan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan, dimana petani mitra memperoleh pendapatan lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan hasil sebaliknya, namun kemitraan tetap memberikan manfaat dan menjadi solusi bagi petani dalam hal ketersediaan modal dan pendapatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada komoditas yang akan diteliti. Penelitian ini akan meneliti mengenai perbandingan tingkat pendapatan antara petani mitra dengan petani non mitra yang melakukan penangkaran benih padi, dimana penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Benih padi merupakan

(11)

komoditi sentral, dimana kualitas tanaman padi sangat bergantung dari kualitas benih padi yang digunakan. Karena itu, kegiatan penangkaran benih padi perlu mendapat perhatian. Salah satu perusahaan yang melakukan usaha penangkaran benih padi adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS).

Selain itu, penelitian-penelitian terdahulu mengenai PT. SHS, belum pernah membahas mengenai kemitraan yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Penelitian ini berusaha mengkaji mengenai pola kemitraan yang diterapkan oleh PT. SHS, kinerja atribut kepuasan kemitraan, serta melihat perbandingan pendapatan antara penangkar benih padi mitra dengan penangkar benih padi non mitra.

Referensi

Dokumen terkait

Maslow menggambarkan tahap aktualisasi diri sebagai puncak kreativitas, dan aktualisasi diri adalah hal yang perlu dilakukan oleh setiap orang agar setiap orang

Ferly Hermana, M.M selaku Kepala Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di PRFN BATAN.. Atang Susila,

perbaikan dilakukan dengan memahami gambar blok diagram & prinsip operasi alat, pengecekan fungsi sensor suhu dan pembersihan saluran gas.Sebagai bukti

Kegiatan Inti, guru memulai pembelajaran dengan membagi siswa menjadi kelompok yang terdiri dari dua orang (berpasangan). Kemudian guru menjelaskan dan

A curse from a past birth is depicted in the horoscope when a natural benefic or a house is afflicted by at least two of the three natural malefics, Mars, Saturn and Rāhu by

Oleh karena itu berdasarkan hasil uji kimia untuk kadar karbohidrat, lemak, dan protein pada 5 (lima) jenis gula, yaitu gula siwalan Kristal (GI), gula siwalan

dengan DENV-1 pada multiplisitas infeksi = 1 dan dilakukan perlakuan dengan dosis multi-subtoksik dari [6]-gingerol selama masa inkubasi penuh (full time) dan

MUHAMMAD NAWAWI JL... FADLOLI BINTI