• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ASI (Air Susu Ibu)

ASI adalah hadiah terindah dari ibu kepada bayi yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu berupa makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna dan mengandung komposisi nutrisi yang seimbang dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang tersedia setiap saat, siap disajikan dalam suhu kamar dan bebas dari kontaminasi (Wiji, 2013).

Para ahli anak di seluruh dunia telah mengadakan penelitian terhadap keunggulan ASI. Hasil penelitian tersebut menjelaskan keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi atau susu buatan lainnya. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI secara khusus terlindung dari serangan penyakit sistem pernapasan dan pencernaan. Hal itu disebabkan oleh zat-zat kekebalan tubuh di dalam ASI memberikan perlindungan langsung melawan serangan penyakit.

2.1.1. Manfaat ASI

a. Komposisi yang sesuai: air susu ibu memiliki komposisi yang ideal untuk memenuhi kebutuhan bayi. Tidak ada air susu jenis lain yang memiliki komposisi seperti ASI.

b. Tidak memerlukan persiapan: ASI selalu segar, murni dan siap untuk diminum, tidak memerlukan persiapan. Oleh karena itu, kontaminasi terhadap kontaminasi luar dapat dihindari.

(2)

c. Hangatnya sesuai untuk bayi: ASI selalu memiliki suhu yang paling baik untuk bayi.

d. Bersifat anti alergi: ASI mengandung antibodi dibandingkan protein makanan dan juga protein susu sapi. Antibodi ini berguna untuk menghalangi penyerapan bahan makanan beracun.

e. Pertahanan melawan infeksi: ASI mengandung beberapa faktor anti mikroba (agen yang menghalangi invasi) yang memiliki peran penting dalam melawan infeksi pada bayi.

f. Hubungan ibu-anak yang sehat: ASI baik sekali untuk membangun interakasi ibu-anak yang sehat. Bayi yang menerima ASI memiliki kontak yang dekat dan hangat dengan ibunya.

g. Membantu mengembalikan bentuk badan tubuh ibu : Jika dilakukan dengan benar, menyusui dapat memperbaiki dan membentuk kembali tubuh ibu. Hal ini membuat rahim kembali ke ukuran normal dan juga menghilangkan lemak ekstra yang terakumulasi selama kehamilan (Gupte, 2004).

2.2. Makanan Pendamping ASI

Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan

(3)

makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Ariani, 2008).

Setelah bayi berumur 6 bulan, makanan pendamping ASI (MP-ASI) mulai diperkenalkan kepada bayi, namun pemberian ASI harus tetap dilanjutkan setidaknya sampai bayi berumur 2 tahun. Pada usia 6 bulan, bayi perlu diperkenalkan dengan makanan pendamping, yaitu makanan tambahan selain ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang meningkat. Jenis makanan bayi juga mempengaruhi jumlah kebutuhan airnya. Umumnya, kebutuhan cairan bayi pada usia 6-11 bulan dapat dipenuhi dari ASI saja. Cairan tambahan dapat diperoleh dari buah, sayuran, atau sedikit air matang setelah pemberian makan (Yuliarti, 2010).

ASI hanya mampu mencukupi 60-70 persen kebutuhan bayi. Selain itu bayi harus mulai diperkenalkan keterampilan mengunyah. Pada tahap ini harus bisa melatih kemampuan bayi secara bertahap. MP-ASI yang biasa diberikan adalah bubur susu, bubur saring, atau nasi tim yang dilumatkan. MP-ASI yang berupa sereal beras baik diberikan karena bebas gluten dan tidak menimbulkan alergi sebagaimana makanan lain.

2.2.1. Tujuan Pemberian MP-ASI

Bertambah umur bayi bertambah pula kebutuhan gizinya. Ketika bayi memasuki usia 6 bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti karbohidrat, protein dan beberapa vitamin dan mineral yang terkandung dalam ASI atau susu formula tidak lagi mencukupi. Sebab itu sejak usia 6 bulan, kepada bayi selain ASI mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) Agar kebutuhan gizi bayi/anak terpenuhi

(4)

(Ariani, 2008). makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebukituhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI (WHO, 2003).

2.2.2. Jenis MP-ASI

Beberapa Jenis MP-ASI yang sering diberikan adalah:

1. Buah, terutama pisang yang mengandung cukup kalori. Buah jenis lain yang sering diberikan pada bayi adalah : pepaya, jeruk, dan tomat sebagai sumber vitamin A dan C.

2. Makanan bayi tradisional :

a. Bubur susu buatan sendiri dari satu sampai dua sendok makan tepung beras sebagai sumber kalori dan satu gelas susu sapi sebagai sumber protein.

b. Nasi tim saring, yang merupakan campuran dari beberapa bahan makanan, satu sampai dua sendok beras, sepotong daging, ikan atau hati, sepotong tempe atau tahu dan sayuran seperti wortel dan bayam, serta buah tomat dan air kaldu.

3. Makanan bayi kalengan, yang diperdagangkan dan dikemas dalam kaleng, karton, karton kantong (sachet) atau botol : untuk jenis makanan seperti ini perlu dibaca dengan teliti komposisinya yang tertera dalam labelnya (Lewis, 2003).

(5)

2.2.3. Waktu dan Cara Pemberian MP-ASI

a. Usia 0-6 bulan

Air susu ibu (ASI), makanan tunggal dan paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. Rekomendasi WHO (2002) menganjurkan pemberian ASI ekslusif bagi bayi sampai usia 0-6 bulan, maksudnya bayi hanya diberikan ASI saja tanpa ditambah PASI/susu formula atau makanan padat/MP-ASI. Perlu diketahui, bahwa pemberian ASI saja pada usia ini, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi (Febry, 2013).

b. Usia 6-9 bulan

Setelah usia 6 bulan ASI tetap diberikan namun tidak sebagai makanan utama lagi sehingga bayi sudah harus diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI. Makanan pendamping dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan bayi yang semakin meningkat sesuai bertambahnya umur. Makanan pendamping untuk bayi 6-9 bulan adalah berupa bubur susu sampai nasi tim lumat. Pemberian makanan dimulai dengan yang bertekstur sangat lembut dan encer kemudian bertahap ke bentuk yang lebih kental. Frekuensi pemberian makanan pendamping sebanyak 2 kali sehari dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur. Usia 6 bulan diberikan 6 sendok makan, usia 7 bulan diberikan 7 sendok makan, dan memasuki usia 8 bulan sebanyak 8 sendok makan.

c. Usia 10-12 bulan

ASI tetap diberikan dengan diberikan tambahan makanan padat berupa bubur nasi sampai nasi tim. Frekuensi pemberian makanan pendamping sebanyak 3 kali

(6)

sehari atau lebih tergantung kemampuan bayi dalam menerima makanan dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur. Usia 9 bulan diberikan 9 sendok makan, usia 10 bulan 10 sendok makan, dan memasuki usia 11 bulan sebanyak 11 sendok makan (Sulistyoningsih, 2011).

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Makanan Pendamping ASI Menurut Umur Bayi

Umur Jenis Makanan Frekuensi Pemberian

6-7 bulan ASI

Bubur lunak/sari buah

Bubur; bubur havermout/bubur tepung Beras merah

Sekehendak 1-2 kali sehari

7-9 bulan ASI

Buah-buahan

Hati ayam atau kacang-kacangan Beras merah atau ubi

Sekehendak 3-4 kali 9-12 bulan ASI Buah-buahan Bubur/roti Daging/kacang-kacangan/ayam/ikan Beras merah/kentang/labu/jagung Kacang tanah Minyak/santan Sari buah tanpa gula

Sekehendak 4-6 kali

Di atas 12 bulan

ASI

Makanan seperti orang dewasa , termasuk telur dan kuning telurnya

Jeruk

Sekehendak 4-5 kali

(7)

2.2.4. Syarat MP-ASI

Beberapa persyaratan pembuatan MP-ASI yang perlu diperhatikan:

a. Sehat : makanan harus bebas dari kuman penyakit, pengawet, pewarna, dan racun. Pertumbuhan dan perkembangan bayi sangat rentan terhadap pengaruh kuman penyakit dan bahan tambahan makanan (zat aditif). b. Mudah diperoleh : makanan tambahan untuk bayi hanya terdiri dari satu

bahan atau beberapa bahan saja. Ini karena sistem pencernaan bayi yang belum siap untuk menerima bermacam-macam makanan. Bahan makanan seperti pisang dan pepaya dapat diperoleh dengan mudah di negara-negara tropis, sementara apel dan pir kebanyakan dibudidayakan di daerah subtropis.

c. Masih segar : sebaikanya MP-ASI disiapkan sesaat sebelum diberikan kepada bayi dan dibuat dari bahan-bahan segar yang bebas polusi.

d. Mudah diolah : pengolahan bahan MP-ASI sebaiknya tidak terlalu lama, tetapi teksturnya cukup lembut untuk pencernaan bayi yang baru mengenal MP-ASI. Bahan yang mudah diolah tentu akan memudahkan orang tua menyiapkan MP-ASI anaaknya.

e. Harga terjangkau : MP-ASI tidak harus mahal. Jika harganya terjangkau tentu akan lebih baik. Secara umum, harga bahan pangan nabati lebih murah daripada bahan pangan hewani.

(8)

f. Cukup kandungan gizinya : makanan tambahan yang diberikan ke bayi harus memenuhi kecukupan gizi bayi. Kombinasi yang tepat antara bahan nabati dan hewani diharapkan memenuhi kebutuhan nutrisi bayi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

g. Jenis makanan sesuai dengan umur bayi : ada beberapa makanan yang tidak pantas diberikan untuk bayi usia 6 bulan karena baru tepat diberikan kepada bayi yang berumur 9 bulan. Ini harus diperhatikan karena kemampuan pencernaan bayi yang lebih muda usianya berbeda dengan bayi yang sudah besar.

h. Pengolahan MP-ASI harus higienis : alat yang digunakan juga diperhatikan kebersihannya (Sudaryanto, 2014).

2.2.5. Dampak Memberikan MP-ASI Terlalu Dini

a. Resiko jangka pendek

- Pengenalan makanan selain ASI kepada diet bayi akan menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan bayi, yang akan merupakan risiko untuk terjadinya penurunan produksi ASI.

- Pengenalan serealia dan sayur-sayuran tertentu dapat mempengaruhi penyerapan zat besi dari ASI sehingga menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia.

- Resiko diare meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI. - Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, buburnya

(9)

memang membuat lambung penuh, tetapi memberi nutrient lebih sedikit daripada ASI sehingga kebutuhan gigi/nutrisi anak tidak terpenuhi. - Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit, sehingga resiko

infeksi meningkat.

- Anak akan minum ASI lebih sedikit, sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

- Defluk atau kolik usus yaitu istilah yang digunakan bagi kerewelan atau tangisan yang terus menerus bagi bayi yang dipercaya karena adanya kram di dalam usus.

b. Resiko jangka panjang

- Obesitas : Kelebihan dalam memberikan makanan adalah risiko utama dari pemberian makanan yang terlalu dini pada bayi. Konsekuensi pada usia-usia selanjutnya adalah terjadi kelebihan berat badan ataupun kebiasaan makan yang tidak sehat.

- Hipertensi : Kandungan natrium dalam ASI yang cukup rendah (± 15 mg/100 ml). Namun, masukan dari diet bayi dapat meningkatkan drastis jika makanan telah dikenalkan. Konsekuensi dikemudian hari akan menyebabkan kebiasaan makan yang memudahkan terjadinya gangguan/hipertensi.

- Arteriosklerosis : Pemberian makanan pada bayi tanpa memperhatikan diet yang mengandung tinggi energi dan kaya akan kolesterol serta

(10)

lemak jenuh, sebaliknya kandungan lemak tak jenuh yang rendah dapat menyebabkan terjadinya arteriosklerosis dan penyakit jantung iskemik. - Alergi Makanan : Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada

umur yang dini dapat menyebabkan alergi terhadap makanan. Manifestasi alergi secara klinis meliputi gangguan gastrointestinal, dermatologis, dan gangguan pernapasan, dan sampai terjadi syok anafilaktik (Cox, 2006).

2.3. Diare

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defakasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2010).

Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 kali dalam sehari), namun tak selamanya mencret dikatakan diare. Misalnya pada bayi yang berusia kurang dari sebulan, yang bisa buang air hingga lima kali sehari dan fesesnya lunak (Masri, 2004).

2.3.1. Klasifikasi Diare

a. Klasifikasi diare menurut terjadinya, yaitu :

1. Diare akut: diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.

(11)

2. Diare kronik: diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut.

b. Klasifikasi diare menurut derajat dehidrasi

Diare dibagi menjadi diare tanpa dehidrasi dan diare dengan dehidrasi ringan-sedang dan diare dengan dehidrasi berat (Ngastiyah, 2005).

2.3.2. Penyebab Diare

Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi: 1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut: - Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

- Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),

Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.

- Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Trichomonas

hominis), jamur (Candida albicans).

b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut (OMA), tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya.

(12)

2. Faktor malabsorbsi

a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan paling sering (intoleransi laktosa).

b. Malabsorbsi lemak. c. Malabsorbsi protein.

3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah, 2005).

2.3.3. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Kedua gangguan sekresi, akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga

(13)

timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula (Ngastiyah, 2005).

Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare ( Kusmaul, 2002).

2.3.4. Akibat Penyakit Diare

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi: 1. Kehilangan air (dehidrasi).

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input), merupakan penyebab kematian pada diare.

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada anak-anak dengan gizi yang cukup/baik hipoglikemia ini jarang terjadi. Hal ini terjadi karena:

a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganngu. b. Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi).

Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg% pada bayi dan 50mg% pada anak-anak.

(14)

3. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare , sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan:

a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntahnya akan bertambah hebat. Orang tua sering hanya memberikan air teh saja.

b. Walaupun susu diteruskan, sering diberukan dengan pengenceran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.

c. Makanan yang diberikan sering tidak dicerna dan diabsorpsi dengan baik dengan adanya hiperperistaltik.

4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan/disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah hebat, dapat mengakibatkan pendarahan pada otak, kesadaran menurun dan apabila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal (Suharyono, 2008).

2.3.5. Manifestasi Klinis

Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/atau lendir, Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Karena seringnya defakasi , anus dan sekitarnya lecet

(15)

karena tinja makin lama menjadi makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering (Suraatmaja, 2010).

2.3.6. Komplikasi Penyakit Diare

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik). b. Renjatan hipovolemik.

c. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).

d. Hipoglikemia.

e. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.

f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan (Ngastiyah, 2005).

2.3.7. Pencegahan Penyakit Diare

Menurut Wahyudi (2009) ada beberapa cara untuk pencegahan penyakit diare, diantaranya :

a. Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif sampai umur 6 bulan. Pemberian ASI mempunyai banyak keuntungan bagi bayi atau ibunya.

(16)

Bayi yang mendapat ASI lebih sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan lebih rendah risiko kematiannya jika dibanding bayi yang tidak mendapat ASI. Dalam 6 bulan pertama kehidupan risiko mendapat diare yang dibutuhkan perawatan di rumah sakit dapat mencapai 30 kali lebih besar pada bayi yang tidak disusui daripada bayi yang mendapat ASI penuh. Hal ini disebabkan karena ASI tidak membutuhkan botol, dot, dan air yang mudah terkontaminasi dengan bakteri yang mungkin menyebabkan diare. ASI juga mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap infeksi terutama diare, yang tidak terdapat pada susu sapi dan formula. Saat usia bayi mencapai 6 bulan, bayi harus menerima buah-buahan dan makanan lain untuk memenuhi kebutuhan gizi yang meningkat, tetapi ASI harus tetap terus diberikan paling tidak sampai umur 24 bulan.

b. Hindarkan penggunaan susu botol . Seringkali para ibu membuat susu yang tidak langsung habis sekali minum, sehingga memungkinkan tumbuhnya bakteri. Dot yang jatuh langsung diberikan bayi tanpa dicuci. Botol juga harus dicuci dan direbus untuk mencegah pertumbuhan kuman.

c. Penyimpangan dan penyiapan makanan pendamping ASI dengan baik, untuk mengurangi paparan dan perkembangan bakteri.

d. Penggunaan air bersih untuk minum.

Pasokan air yang cukup, bisa membantu membiasakan hidup bersih seperti cuci tangan, mencuci peralatan makan, membersihkan WC dan kamar mandi.

(17)

e. Mencuci tangan (sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum menyiapkan makanan atau makan).

f. Membuang tinja, termasuk tinja bayi secara benar.

Tinja merupakan sumber infeksi bagi orang lain. Keadaan ini terjadi baik pada yang diare maupun yang terinfeksi tanpa gejala. Oleh karena itu pembuangan tinja anak merupakan aspek penting pencegahan diare.

2.4 . Hubungan MP-ASI yang Diberikan dengan Kejadian Diare

Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI (Roesli, 2005).

Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Namun banyak orang tua yang memberikan MP-ASI terlalu dini yaitu sebelum bayi berusia 6 bulan, sedangkan karena sebelum 6 bulan sistem pencernaannya relatif belum sempurna dan belum siap menerima MP-ASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, enzim amilase, dan sebagainya akan diproduksi setelah bayi berusia 6 bulan.

(18)

Salah satu efek dari pemberian MP-ASI terlalu dini karena kurangnya kekebalan penyakit terutama infeksi adalah diare. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti bodi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit, bahwa ada perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 6 bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula.

Bayi yang diberikan MP-ASI dini biasanya mudah sakit dan sering mengalami masalah kesehatan seperti sakit diare, penyakit infeksi telinga, batuk dan pilek, yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi yang diberikan ASI eksklusif biasanya jarang mendapat sakit dan kalaupun sakit biasanya ringan dan jarang memerlukan perawatan.

2.5. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan variabel. Jadi variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi (Notoatmodjo, 2005). Variabel independent yaitu pemberian makanan pendamping ASI dini dan variabel dependent yaitu insiden diare.

Kerangka konseptual penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan pemberian makanan pendamping ASI dini dan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan.

(19)

Variabel Independen Variabel dependen

Gambar 1: Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini dan Kejadian Diare. Pemberian makanan

pendamping ASI dini - Usia

- Jumlah - Jenis - Frekuensi

Gambar

Gambar 1: Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini dan Kejadian Diare.

Referensi

Dokumen terkait

a) Relevansi, yang artinya pemilihan informasi yang memiliki kemungkinan paling besar untuk memberikan bantuan kepada para pengguna dalam keputusan ekonomi mereka. b)

1. Pemberian pupuk hijau cair dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, luas daun, berat akar dan produksi bahan kering. Pemberian pupuk hijau cair daun eceng gondok

Assauri (2013:75) mengartikan bahwa “Bauran pemasaran ( marketing mix ) merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, yaitu variabel

Oleh karena itu, seorang penyelam yang berada pada kedalaman 10 meter dibawah permukaan laut akan terpapar oleh tekanan sebesar 2 atmosfer, 1 atmosfer disebabkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian susu kedelai dan jus alpukat sama-sama berpengaruh menurunkan kadar kolesterol pada anak obesitas di SD Negeri 1 dan

Dasar ajaran Buddha Dhamma adalah “ seluruh hidup ada dalam kondisi perubahan yang konstan, sehingga tidak ada kekekalan ditemukan. dalam materi

Dari Pasal 28 (2) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut dapat ditafsirkan bahwa terhadap suami istri yang bertindak dengan niat baik dalam arti

Atau dengan kata lain fermentasi substrat padat khususnya tepung beras yang dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari pada suhu kamar yaitu 32 o C dan 35 o C serta waktu yang