• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu

Sebagai bahan bangunan, kayu adalah salah satu produk yang paling sederhana, paling mudah digunakan, dan mudah dipasang. Pada saat yang sama, kayu adalah salah satu bahan kita yang paling kompleks. Kayu tersusun atas sel-sel yang mungil, masing-masing memiliki struktur lubang-lubang kecil, selaput dan dinding-dinding yang berlapis-lapis rumit. Kemudahan kayu untuk diubah menjadi suatu produk dan dapat lama dipergunakan, tergantung pada pengetahuan praktis akan strukturnya.

Kayu adalah suatu karbohidrat yang tersusun terutama atas karbon, hydrogen dan oksigen. Kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen yang melimpah, residu semacam ini dikenal sebagai abu.

Tabel 2.1 Komposisi kayu

Unsur % berat kering

Karbon 49

Hidrogen 6

Oksigen 44

Nitrogen Sedikit

(2)

Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan dan silikon. Kenyataan bahwa kayu-kayu domestik memiliki kandungan abu yang sangat rendah terutama kandungan silikanya, adalah penting dari sudut pemanfaatannya, kayu dengan kandungan silika lebih tinggi daripada kira-kira 0,35% (atas dasar berat kering) akan menyebabkan alat-alat menjadi tumpul.

Unsur-unsur penyusun kayu tergabung dalam sejumlah senyawa organik; selulosa, hemiselulosa dan lignin (Haygreen, 1996).

Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda, bahkan dalam satu pohon bagian ujung dan pangkalnya berbeda. Oleh karena itu sebelum kayu digunakan untuk kepentingan industri ada baiknya jika sifat-sifat kimia dan fisik dari kayu tersebut diketahui.

Ada dua sifat fisik kayu yang mempengaruhi fungsi perekat, yaitu: a. Kerapatan

Kerapatan kayu bervariasi pada setiap jenis kayu bahkan dalam satu jenis kayu. Tetapi telah disepakati bahwa kerapatan dinding serat sama untuk setiap jenis kayu yaitu 1,5 g/cm3. Variasi kerapatan terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan ketebalan dinding serat. Kecenderungan serat yang memiliki dinding yang tebal dan lumen yang kecil memiliki kerapatan yang tinggi, sebaliknya jika serat memiliki dinding yang tipis dan lumen yang besar akan memiliki kerapatan yang rendah.

Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan kekuatannya. Dinding serat yang tebal dapat menghasilkan tegangan yang lebih besar sehingga kayu yang berkerapan tinggi akan lebih kuat, lebih keras dan lebih kaku dibandingkan kayu yang berkerapatan

(3)

lebih rendah. Karena kayu sebagai adherend adalah komponen utama dalam suatu rekatan, perekat diharapkan tidak sama kekuatannya dengan kayu sehingga kekuatan maksimum kayu dapat dimanfaatkan. Semakin kuat kayu maka semakin kuat juga ikatan rekatannya.

Kayu berkerapatan tinggi sulit untuk merekat karena dinding sel yang lebih tebal dan lumen yang lebih kecil, menyebabkan perekat tidak dapat berpenetrasi dengan mudah, sehingga aksi bersikunci terbatas hanya sampai lapisan sel pertama atau kedua. Tekanan yang lebih kuat dibutuhkan untuk kayu berkerapatan lebih tinggi agar dapat terjadi kontak antara permukaan kayu dengan perekat.

Kayu berkerapatan tinggi umumnya memiliki konsentrasi ekstraktif yang lebih tinggi yang akan menghalangi pematangan perekat. Pada kayu berkerapatan tinggi yang mengalami perubahan dimensi karena perubahan kadar air, sulit terjadi ikatan karena dibutuhkan tekanan yang lebih besar.

b. Kadar air dan perubahan dimensi

Air dalam kayu menentukan kadar air garis rekat, dan akan mempengaruhi kedalaman penetrasi perekat dalam waktu pematangan perekat cair. Dalam penggabungannya, air yang banyak terdapat dalam kayu akan menghambat ikatan dari cairan perekat. Ketika perekat diaplikasikan pada kayu kering (kadar air 5%), kayu akan menyerap air dari perekat dengan cepat. Jika jumlah air dalam perekat lebih sedikit dari jumlah air dalam kayu kering, kayu akan banyak menyerap air dan membentuk lapisan perekat sebelum kayu yang direkat menyatu. Perekat yang jumlah airnya sama dengan kayu setengah kering (15-30% air) akan kehilangan lebih sedikit air dan kayu mempunyai kapasitas penyerapan air lebih kecil. Pemberian tekanan ke garis rekat seperti itu akan

(4)

menyebabkan penetrasi perekat lebih dalam masuk ke kayu. Kayu dengan kadar air di atas 30%, mempunyai sedikit kemampuan untuk menyerap air dari suatu perekat atau bahkan tidak ada.

Kadar air kayu yang ideal untuk ikatan perekatan bervariasi sesuai dengan jenis perekat dan proses perekatan. Proses yang menyertakan temperatur tinggi secaraa umum memerlukan kadar air kayu yang kurang dari 8%, sebab air akan memperlambat pemanasan dari garis rekat dan menyebabkan penetrasi perekat yang berlebihan. Perekatan kayu pada suhu lingkungan, menggunakan kadar air 15%. Pada situasi tertentu kayu yang tidak pernah dikeringkan, dengan kadar air 50% sampai 200% dapat direkatkan.

Perubahan dimensi menandai adanya perubahan kadar air yang besar dan berakibat nyata pada kinerja ikatan perekat. Saat kayu disatukan akan mengalami penyusutan dan pengembangan, yang menimbulkan tegangan yang cukup kuat untuk mematahkan ikatan perekat dengan kayu. Patahnya ikatan perekat mungkin terjadi ketika kedua potongan kayu yang bersebelahan direkat dengan arah serat dan koefisien penyusutan yang berbeda. Walaupun tingkat kadar air pada kedua potongan kayu sama, tapi memungkinkan mengalami perubahan dan teerjadi tegangan yang kuat. Di samping itu, jika kadar air pada suatu potongan kayu setimbang dengan udara di sekitarnya, tetapi potongan yang lain dengan arah serat yang berbeda, akan menguat ketika mendekati kesetimbangan kadar air.

Sifat Kimia Kayu. Dinding serat kayu terbentuk oleh beberapa jenis senyawa kimia, yaitu polisakarida, lignin dan ekstraktif. Proporsi bahan-bahan kimia tersebut hanya sedikit variasinya antara jenis kayu. Polisakarida adalah molekul primer besar yang

(5)

dibangun oleh molekul gula sederhana dan membentuk rantai panjang. Polisakarida utama yaitu selulosa teerdapat sekitar 45% dari berat kering serat. Komposisi polisakarida adalah sekitar 65-75%, lignin 20-30% dan ekstraktif 0-10%. Kandungan gugus hidroksil (OH) yang besar pada polisakarida menjadikannya sangat polar. Lignin agak kurang polar dibandingkan dengan polisakarida.

Ekstraktif memiliki pengaruh yang besar dalam menurunkan higroskopisitas dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Meskipun jumlahnya sedikit ekstraktif mempunyai pengaruh yang besar dalam perekatan kayu, yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi. Ekstraktif berupa deposit, memiliki ikatan yang tidak kuat dan relative bebas untuk berpindah. Ekstraktif berpindah secara difusi, salah satunya sebagai suatu material volatile (mudah menguap) atau sebagai material terlarut. Panas dan gradient air mempercepat perpindahan ekstraktif ini. Ekstraktif juga berpindah dengan gaya kapiler dan gaya tegangan permukaan.

Selulosa, lignin dan ekstraktif terlibat dalam perekatan kayu, terutama dalam pembentukan ikatan, juga dalam kinerja ikatan tetapi sampai taraf tertentu. Pengaruhnya sangat kritis pada rantai 4 dan 5, sedangkan pada rantai 2 dan 3 kurang berpengaruh. Rantai 6 dan 7 juga terlibat pada pembentukan ikatan karena adanya pengaruh ekstraktif pada penetrasi perekat. Rantai 8 dan 9 terpengaruh oleh selulosa, lignin dan ekstraktif terutama karena berhubungan dengan kekuatan dan stabilitas dimensi.

Kandungan abu secara umum kurang dari 0,5%, tidak memiliki pengaruh secara langsung dalam kinerja perekat, kecuali kandungan abu mungkin mempengaruhi pH atau karateristik mesin. Kayu-kayu dengan kandungan silica tinggi sangat terganggu karena dapat menumpulkan mata pisau/gergaji yang kemudian menghasilkan permukaan yang

(6)

miskin perekat. Hal ini secara umum dipandang sebagai cacat dan bukan merupakan masalah dalam perekatan, meskipun kadang-kadang sebuah ikatan yang lemah teerjadi berkaitan dengan perbedaan higroskopisitas (Ruhendi, 2007).

Komposisi dan sifat-sifat kimia dari komponen-komponen ini sangatlah berperan dalam proses pembuatan pulp. Pada setiap pemasakan, kita ingin mengambil sebanyak mungkin selulosa dan hemiselulosanya, disisi lain lignin dan ekstraktif tidak dibutuhkan / dipisahkan dari serat kayunya. Komposisi kimia kayu bervariasi untuk setiap sepesis.

Secara umum, hard wood mengandung lebih banyak selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif dibandingkan dengan soft wood, tetapi kandungan ligninya lebih sedikit.

Tabel 2.1 Komposisi typical chemical antara hardwoods dan softwoods

Komponen Soft Wood Hard Wood

Selulosa 42 2% 45 2% Hemiselulosa 27 2% 30 5% Lignin 27 2% 20 4% Ekstraktif 3 2% 5 3 (PT.TPL, 2002). 2.1.1 Selulosa

Jaringan berserat dalam dinding sel mengandung polisakarida selulosa. Polisakarida ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan paling tersebar di alam. Jutaan ton selulosa digunakan setiap tahun untuk membuat perabot kayu, tekstil, dan kertas. Sumber

(7)

utama selulosa adalah kayu. Umumnya kayu mengandung sekitar 50% selulosa, bersama dengan penyusun lainnya, seperti lignin. Pemisahan selulosa dari kayu melibatkan pencemaran kayu dengan larutan belerang dioksida dan hydrogen sulfit (bisulfit) dalam air pada proses sulfit, atau larutan natrium hidroksida dan natrium hidroksida dan natrium sulfida dalam air pada proses sulfat (proses Kraft). Pada kedua proses ini lignin dilarutakan sehingga diperoleh selulosa. Sumber lain selulosa ialah kapas, yang hampir seluruhnya memang selulosa. Ekstraktif dilakukan dengan mereaksikannya dengan larutan natrium hidroksida di bawah tekanan, yang kemudian dilanjutkan dengan pengelentangan dengan gas klor atau kalsium hipoklorit.

Selulosa yang secara langsung dapat dijadikan serat sangatlah terbatas. Yang lebih lazim dilakukan ialah memproses larutan turunan selulosa, dan kemudian membuat polimer itu menjadi bentuk yang dikehendaki (misalnya serat atau lapisan tipis) setelah selulosa dikembalikan lagi. Selulosa yang diperoleh dengan cara itu disebut selulosa teregenerasi. Serat yang dibuat dari selulosa disebut rayon, dan pembuatannya dilakukan dengan mengguynakan cara diatas. Misalnya, proses awal untuk menghasilkan serat selulosa teregenerasi melibatkan reaksi selulosa dengan larutan tembaga (II) hidroksida beramonia.

Larutan yang dihasilkan kemudian ditekan melalui kepala pemintal ke dalam larutan asam untuk meregenerasi selulosa dalam bentuk benang yang panjang. Kemungkinan lain cara regenerasi ialah melarutkan selulosa dalam larutan natrium hidroksida dan karbon disulfide. Larutan yang dihasilkan, disebut viskosa, disemprotkan melalui kepala pemintal ke dalam larutan asam, dan selulosa diregenerasi sebagai serat

(8)

yang dapat dioproses lebih lanjut. Hasil proses ini disebut rayon viskosa, yang kini menjadi serat utama tekstil (Cowd, 1991).

2.1.2 Hemiselulosa

Hemiselulosa juga merupakan polimer-polimer gula. Berbeda dengan glukosa yang terdiri hanya dari polimer glukosa, hemiselulosa merupakan polimer dari lima bentuk gula yang berlainan yaitu : glukosa, manose, galaktosa, xylosa, dan arabinosa.

Rantai hemiselulosa lebih pendek dibandingkan dengan rantai selulosa, karena hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi yang lebih rendah. Molekul hemiselulosa terdiri dari 300 unit gugus gula. Berbeda dengan selulosa, polimer hemiselulosa berbentuk tidak lurus, tapi merupakan polimer-polimer bercabang, yang berarti hemiselulosa tidak akan dapat membentuk struktur kristal dan serat mikro seperti halnya selulosa. Pada proses pembuatan pulp hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan selulosa (PT.TPL, 2002).

2.1.3 Lignin

Lignin adalah suatu produk alami yang dihasilkan oleh semua tumbuhan berkayu. Merupakan komponen kimia dan morfologi ciri dari jaringan tumbuhan tingkat tinggi. Kandungan lignin mencapai 15-40% dari berat kering kayu dengan variasi menurut jenis kayu, kondisi pertumbuhan, bagian dari tumbuhan dan banyak faktor lain. Dari segi morfologi, lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat dalam lamella tengah, dinding primer maupun dalam dinding sekunder. Selama perkembangan sel, lignin dimasukkan sebagai komponen terakhir di dalam dinding sel, menembus diantara fibril dan berfungsi sebagai penguat dinding sel.

(9)

Secara garis besar, kegunaan lignin dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Sebagai bahan bakar b. Sebagai produk polimer

c. Sebagai sumber bahan-bahan kimia dengan berat molekul rendah.

Dalam proses pembuatan pulp, lignin merupakan limbah yang tidak bernilai dan diusahakan untuk dihilangkan. Penggunaan lignin sebagai perekat dimulai sejak dimulainya pembuatan pulp sulfat (spent sulfite liquor/SSL). Pada dasarnya pembuatan lignin sebagai perekat hampir sama seperti pada phenol formaldehida, karena keduanya mempunyai komponen kimia yang hampir sama yaitu dari gugus fenolik, sehingga menyebabkan lignin dapat digunakan untuk mensubstitusi phenol formaldehida.

Lignin merupakan polimer dengan banyak cabang, yang terbentuk oleh unit-unit fenil propane yang berkaitan satu sama lain dengan ikatan karbon dengan karbon (C-C), ikatan karbon dengan oksigen (C-O) dan juga adanya ikatan eter.

Dalam komponen kayu, sifat lignin adalah hidrofobik dan tidak larut dalam air. Pada saat pembuatan pulp, perlakuan kayu dengan ion HSO3- akan menyebabkan

degradasi parsial pada ikatan eternya, menghasilkan grup asam sulfonik (sulfonic acid-SO3H/ lignosulfonat). Dengan proses tersebut, lignin yang semula bersifat hidrofobik dan

tidak larut dalam air, menjadi larut dalam air.

Lignin sebagai limbah yang dihasilkan dari pembuatan pulp telah digunakan sebagai bahan perekat sejak dikenal pemasakan kayu dengan proses sulfit. Pemanfaatan lignin dari lindi hitam didasari untuk mengurangi ketergantungan terhadap kebutuhan perekat sintesis sebagai hasil olahan asal minyak bumi yang merupakan sumber daya

(10)

tidak terbarukan, mengurangi pencemaran lingkungan dan menekan biaya perekat (Ruhendi, 2007).

2.1.4 Ekstraktif

Kayu biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak yang disebut dengan istilah “ekstraktif”. Zat-zat ini dapat diambil / dipisahkan dari kayu apakah dengan memakai pelarut air maupunm pelarut organik seperti eter atau alkohol.

Asam-asam lemak, asam-asam resin, lilin, terpentin, dan gugus penol adalah merupakan beberapa grup yang juga merupakan ekstraktif. Kebanyakan dari ekstraktif itu terpisahkan dalam proses pembuatan pulp dengan cara “Kraft Pulping”

Lemak-lemak, asam-asam lemak akan membentuk sabun (soap) pada proses “kraft” dan terlarut dalam larutan pemasak. Soap ini selanjutnya akan dipisahkan dari black liquor dan daur ulang sebagai “tall oil”. Beberapa / sebagian kecil dari ekstraktif yang terlarut akan menyebabkan timbulnya getah dalam pembuatan pulp secara kraft dan pada pembuatan kertas. Bentuk ini merupakan gumpalan yang mengotori peralatan seperti halnya screen dan wire (PT.TPL, 2002).

2.2 Proses Pembuatan Pulp

Pemisahan serat selulosa dari bahan-bahan yang bukan serat di dalam kayu dapat dilakukan dengan berbagai macam cara / proses, yaitu :

a. Proses Mekanik

Dalam preoses pembuatan pulp secara mekanik, pemisahan serat dilakukan dengan cara menggunakan tenaga mekanik. Proses ini dilakukan dengan menggerinda kayunya menjadi serat pulp dan menghasilkan randemen sebesar 90-95%, tetapi

(11)

menyebabkan kerusakan pada serat. Penggunaan pulp yang dihasilkan pada proses mekanik ini nilainya kecil sekali, juga pulp itu masih mengandung banyak lignin, dan serat-seratnya tidak murni sebagai serat.

b. Proses Semikimia

Proses semi kimia meliputi pengolahan cara kimia yang diikuti dengan perbaikan secara mekanik dan beroprasi pada randemen yang tingginya di bawah proses mekanik. Biasanya bahan kimia yang digunakan pada proses ini adalah sodium sulphit.

c. Proses Kimia

Pada proses kimia, bahan-bahan yang terdapat ditengah lapisan kayu akan

dilarutkan agar serat dapat terlepas dari zat-zat yang mengikatnya. Hal yang merugikan pada proses ini adalah randemen yang rendah yaitu 45-55%.

Proses kimia dibagi menjadi tiga kategori; 1. Proses soda

2. Proses Sulfat 3. Proses Sulfit

Dalam proses Soda, kayu dimasak dengan larutan sodium hidroksida. Larutan sisa pemasakan dipekatkan dan kemudian dibakar, yang akan menghasilkan sodium karbonat, dan apabila diolah dengan menambahkan batu kapur akan menghasilkan sodium hidroksida. Nama proses “soda” karena bahan kimia yang ditambahkan kedalam prosesnya berupa sodium karbonat. Proses ini sekarang sudah tidak dipakai lagi.

Pada proses sulfit, larutan pemasak yang dipakai adalah asam-asam yang mengandung sulfur dari logam alkali, atau alkali tanah berupa bisulfit. Proses sulfat

(12)

adalah proses pembuatan pulp yang paling banyak digunakan saat ini atau disebut juga proses kraft (PT.TPL, 2002).

2.3 Uraian Proses Pembuatan Pulp

Pulp terdiri dari komponen senyawa organik, antara lain selulosa, hemiselulosa, lignin

dan zat ekstraktif dalam jumlah yang kecil serat selulosa yang berasal dari bahan baku kayu menurut beberapa ahli dibagi dalam 2 bagian yaitu;

1. Kayu berdaun lebar (kayu keras) 2. Kayu berdaun jarum (kayu lunak)

Kayu berdaun lebar memiliki serat selulosa yang pendek dan kayu berdaun jarum memiliki serat selulosa yang lebih panjang. Contoh kayu berserat pendek yaitu Eucalyptus, kayu dengan serat panjang terdapat pada Pinus Merkussi.

Proses pemasakan pulp meliputi; pengisian chip, tahapan prehidrolisis, pengisian larutan pemasak, pemasakan dengan proses kraft, mengeluarkan pulp yang sudah masak dari digester.

2.3.1 Pengisian Chip

Pengisian chip kedalam digester merupakan langkah awal dari proses pemasakan dan merupakan satu pekerjaan yang sangat penting pada proses pembuatan pulp. Digester yang tidak penuh misalnya, akan mengurangi jumlah pulp yang dihasilkan digester, sebaiknya digester yang terlalu penuh akan mengakibatkan kesulitan pada peredaran liquor dan pada saat blow. Jumlah chip dalam digester harus betul-betul sesuai sehingga ada cukup ruang untuk tempat liquor dan carannya.

(13)

1. Digester harus dalam keadaan kosong dan katup blownya harus sudah tertutup 2. Top cover atau capping valve pada posisi terbuka

3. Telescopic chute harus pada posisi turun

4. Shuttle conveyor harus tepat posisinya pada digester yang akan diisi.

2.3.2 Tahap Prehydrolysis

Prehydrolysis merupakan tahapan awal dari proses pemasakan setelah pengisian chip. Untuk membuat serat rayon dibutuhkan pulp dengan kemurnian yang sangat tinggi, prehydrolysis dimaksudkan untuk mengolah terlebih dahulu serpihan kayu sebelum dimasak dengan alkali, pada proses ini, kandungan-kandungan yang bukan selulosa yang terdapat dalam kayu, seperti selulosa yang terpotong-potong dan karbohidrat rantai pendek yang disebut hemiselulosa akan dikeluarkan dari dalam serpihan kayu. Pada proses pemasakan alkali di tahap berikutnya akan diperoleh pulp dengan kemurnian yang lebih tinggi. Proses prehydrolysis dilakukan dalam fase uap memakai steam. Dengan menginjeksikan langsung steam melalui bagian bawah digester sehingga mencapai temperatur 125oC. proses prehydrolysis dipertahankan pada temperature 165oC dan tekanan 6,0 kg/cm2 gauge selama 60 menit. Setelah itu dilakukan pengeluaran gas selama 15-20 menit sampai tekanan dalam digester turun menjadi 1.0 kg/cm2 gauge.

2.3.3 Pengisian Liquor

Pengisian liquor dilakukan setelah prehydrolisis. Larutan pemasak panas yang dimasukkan ke pengisian liquor dilakukan segera setelah pengisian chip. Larutan pemasak panas yang dimasukkan ke dalam digester didapat dari relief heat recorvery

(14)

system dengan temperatur 120oC harus dengan perbandingan yang sesuai sebagaimana dibutuhkan untuk pemasakan dan black liquor penambah sebagai pengencer juga harus dengan perbandingan yang sesuai. Penambahan white liquor didasarkan pada persentase bahan kimia yang dibutuhkan untuk memasak dengan berat kering kayu yang dimasukkan. Persentase ini juga tergantung dari seberapa jauh kita akan mengurangi kandungan lignin dari dalam kayu. Misalnya untuk memproduksi pulp dengan kemurnian tinggi, alkali yang dimasukkan per berat kering kayu=19% alkali aktif. Alkali aktif yang dimasukkan dalam digester adalah untuk melarutkan komponen / kotoran bukan selulosa yang ada dalam kayu. Bertambahnya jumlah alkali yang dimasukkan akan melarutkan lebih banyak lagi komponen-komponen itu sebaliknya berkurangnya jumlah alkali yang dimasukkan akan menyebabkan kayunya tidak masak yang mengakibatkan banyaknya kayu yang bakal terbuang berupa reject atau serpihan kayu yang hanya sebagaian saja yang masak.

Kekuatan / konsentrasi dan suldifitas daripada white liquor juga merupakan hal yang sangat penting. Konsentrasi dinyatakan sebagai gram per liter (gpl) dari alkali aktif (NaOH + Na2S) sebagai Na2O. kalau konsentrasi white liquornya rendah maka proses

penghilangan lignin akan menjadi kurang baik sehingga menghasilkan banyak reject (serpihan kayu yang tidak masak), sebaliknya jika konsentrasi white liquornya tinggi maka serat selulosa juga akan terserang dan rusak yang berakibat pada rendahnya konsentrasi edan randemen pada pulp. Besar kecilnya persentase suldifitas dalam white liquor akan mempengaruhi kecepatan reaksi penghilangan lignin.

(15)

2.3.4 Pemasakan Dengan Proses Kraft

Proses pemasakan secara kraft dilaksanakan setelah penambahan white liquor dan black liquor kedalam chip. Digester yang berisi chip dan larutan pemasak dipanaskan hingga temperature 170oC dan tekanan mencapai 7 kg/cm2 gauge. Waktu dan temperatur selama pemasakan sangatlah berpengaruh terhadap kwalitas pulp, jika chip dimasak dalam jangka waktu yang terlalu lama, maka akan dihasilkan pulp dengan kualitas rendah dan dengan randemen yang rendah pula. Temperatur yang optimum untuk reaksi pencernaan / pemasakan adalah 170oC dan temperatur ini harus dikontrol secara seksama. Temperatur dibawah 170oC tidak berpengaruh apa-apa terhadap kwalitas dan randemenya, tetapi diatas 180oC akan mulai terjadi pemutusan rantai dan serat-serat selulosa, dan pada temperatur 200oC akan sangat jelas pengaruhnya, jadi temperatur yang diinginkan pada pemasakan adalah 170oC.

2.3.5 Pengeluaran Pulp dari Digester (Pulp Blowing)

Tujuan utama pada pengoprasian blowing adalah untuk mengeluarkan atau blow semua isi digester ke dalam blow tank. Dan tiga jalur blow utama yang akan mengalirkan pulp ke dalam blow tank. Sangatlah dimungkinkan untuk memblow suatu digester ke blow tank yang dikehendaki dengan cara mengoprasikan / memilih katup-katup mana yang dibuka, sedang yang lainnya dalam posisi tertutup. Hanya satu digester yang dapat diblow ke satu blow tank pada satu waktu tertentu, hal yang penting untuk diperhatikan agar dipastikan bahwa ada cukup ruang dalam blow tank untuk menampung pulp yang akan diblow. Apabila blow tank dalam keadaan kosong, isi dahulu blow tank dengan black liquor sampai batas agitator agar supaya tidak terjadi hentakan beban agiator karena masuknya pulp kedalam blow tank. Hal penting lainnya yang dibutuhkan adalah

(16)

memastikan bahwa system daur ulang panas sewaktu blow sudah siap untuk beroprasi untuk menampung uap yang dihasilkan blow dan mengembunkannya (PT.TPL, 2002).

2.4 Pengendalian Proses

Agar supaya tujuan proses pemutihan dapat tercapai dengan mempertemukan kepentingan terhadap produksi dan kualitas yang bersifat ekonomi, sangatlah penting untuk mengendalikan proses pada setiap tahap secara akurat. Pengendalian tahap yang bervariasi secara otomatis pada pengoprasiannya adalah melalui sebuah mikroprosesor berdasarkan system kendali yang terdistribusi.

2.4.1 Unbleached Blending Tank

Indikasi alarm level tinggi dan rendah ditentukan. Stock pulp dengan konsistensi sebesar 4,5% diencerkan pada bagian bawah menara menjadi konsistensi kira-kira sebesar 4% dengan menggunakan filtrate yang sama dari waser vakum melalui penyemprot dielusi.

Untuk menghasilkan suatu dosis bahan kimia yang sesuai, aliran pulp yang melewati proses setiap satuan waktu, harus dikendalikan dengan baik. Oleh karena itu, konsistensi pulp harus dikendalikan menuju 3% pada titik pengeluaran Unbleached Blending Tank. Setelah pengendalian konsistensi aliran diukur oleh pengukur aliran dan dikendalikan menuju suatu jumlah yang tertentu.

2.4.2 Tahap Khlorinisasi

Proses Khlorinasi adalah tahap pertama di dalam proses pemutihan. Fungsi dari pada tahap ini adalah untuk mengeluarkan lignion dari pulp ( yang cenderung menimbulkan warna coklat pada pulp ). Tahap ini memiliki bagian yang sangat penting di dalam proses pemutihan. Jika pulp tidak menerima jumlah aktif Khlorin yang memadai ini akan sangat sulit untuk mengelantang pulp menuju brightness yang lebih tinggi dan pada saat yang

(17)

bersamaaan menjaga viskositasnya. Oleh karena itu, pengendalian tertutup selama tahap khlorinasi memiliki suatu pengaruh yang menentukan terhadap keberhasilan proses pemutihan.

Tahap khlorinisasi menggunakan Khlorin Dioksida (ClO2) untuk memurnikan pulp dengan menghancurkan lignin, membentuk komponen Khloriolignin. Penggunaan

ClO2 memiliki dampak negative yang sedikit terhadap lingkungan. Faktor yang paling

penting dalam menentukan kebutuhan aktif khlorin adalah kandungan lignin dari pada

pulp yang menuju tahap khlorinasi.

Beberapa variabel yang mempengaruhi proses pada tahap khlorinasi; 1. Temperatur

Kenaikan temperatur pada proses khlorinasi akan meningkatkan pengembalian fitrat. Reaksi berlangsung santat cepat pada temperatur yang lebih tinggi dan lambat pada temperatur yang rendah. Kenaikan temperatur tidak meningkatkan kerusakan terhadap

pulp itu sendiri. Ini mempercepat pemakaian Khlorin Dioksida, jikalau jumlah konsumsi

tidak dikendalikan, hal ini akan menyebabkan kerusakan bertambah. 2. Waktu

Pada temperatur yang lebih tinggi, 95% Khlorin akan bereaksi pada beberapa menit yang pertama dan sisanya akan segera terbuang. Ini perlu dicatat bahwa ortho-kuinon dalam filtrate proses khlorinasi akan dititrasi sebagai khlorin pada pengujian khlorin yang tersisa, yang ditunjukkan dengan suatu sisa yang tidak terdeteksi. Pengukuran yang benar terhadap sisa khlorin dilakukan dengan mengekstraksi sisa klorin dari filtrat dengan menggunakan Karbon Tetrakhlorida. Ada suatu keuntungan memiliki waktu tinggal 60 menit pada menara Khlorinasi. Keseluruhan khlorin akan

(18)

dikonsumsikan pada suatu kondisi-kondisi yang terganggu, seperti pada goncangan yang kuat, kehilangan kendali, dll. Ini adalah keuntungan dari menjaga sisa khlorin nil. Tidak ada dampak kerugian dari perpanjangan waktu proses khlorinasi melampaui pelepasan residu.

3. pH

Ketika pulp yang telah dicuci di khlorinasi, pH dengan cepat turun lebih rendah dari dua, sebagai akibat pemakaian khlorin dan dihasilkannya HCl. Cairan lindi hitam yang terbawa menaikkan pH pulp yang belum diputihklan dan demikian pula pH proses khlorinasi. pH memiliki pengaruh yang kecil pada proses delignifikasi yang lain dari pada substitusi selesai oksidasi yang relatif naik pada pH rendah.

4. Pengadukan

Tujuan pengadukan adalah untuk mendistribusikan khlorin dioksida dan khlorin secara merata. Pengadukan yang baik adalah sangat penting pada pelaksanaan tahap khlorinasi yang menggunakan kendali pendeteksi terpasang dijalur tersebut. Pengadukan yang tidak baik dapat menghasilkan brightness pulp yang tidak seragam, kehilangan pada kekuatan pulp dan suatu sisa khlorin yang menetap.

2.4.3 Tahap EOP (Ekstraksi)

Caustic (NaOH), Oksigen (O2), dan Hidrogen Peroksida digunakan untuk memurnikan

pulp di dalam tahap E0 untuk melarutkan komponen Khlorinat Lignin. Segala sesuatu larut, komponen Khlorinat Lignin mudah dicuci dari pulp.

(19)

Variabel-variabel proses pada oksidasi ekstraksi ; 1. Konsistensi

Keefektifan proses ekstraksi tergantung kepada konsentrasi alkali yang digunakan. Suatu pulp dengan konsistensi yang tinggi maka akan diberikan konsentrasi alkali yang lebih tinggi pada penerapan bahan kimia yang diberikan. Pada konsistensi yang lebih tinggi sedikit uap air yang dibutuhkan untuk memanaskan pulp dan menaikkan temperatur.

2. Temperatur

Brightness yang lebih tinggi dihasilkan pada tahap penutihan/oksidasi berikutnya dan ekstraksi kappa lebih rendah dapat dicapai jika temperatur ekstraksi dijaga pada 65-70oC. temperatur diatas 70oC tidak menunjukkan adanya hasil-hasil yang menguntungkan.

3. Waktu Reaksi

Bilangan kappa berkurang dengan suatu kenaikan terhadap waktu reaksi pada saat parameter-parameter yang lainnya dijaga tetap. Hal ini secara terus menerus berkurang setelah suatu reaksi dengan waktu yang lama. Ada dua bentuk reaksi untuk menghilangkan lignin; (a) sebuah tahap awal delignifikasi yang sangat cepat diikuti dengan (b) sebuah akhir delignifikasi yang lambat. Masing-masing mereka disebut eliminasi lignin yang bersifat mudah dan eliminasi lignin dengan cara lambat.

(20)

4. Brightness

Ketika lignin sudah dikeluarkan dari pulp pada proses pemutihan dengan Oksigen,

brightness meningkat. Hal ini umumnya disebabkan oleh delignifikasi, dan bukan proses

penghilangan lignin.

2.4.4 Tahap D1 (Tahap Pertama Khlorin Dioksida)

Tahap Khlorin Dioksida adalah merupakan tahap yang ketiga dalam tahapan proses pemutihan. Khlorin dioksida adalah suatu bahan pemutihan yang unik memurnikan pulp dan memberikan brightness tinggi tanpa memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat kekuatannya. Dosis Khlorin Dioksida tergantung kepada kualitas pulp yang masuk dan

brightness akhir yang dikehendaki.

2.4.5 Tahap D2 (Tahap Khlorin Dioksida Kedua)

Tahap Khlorin Dioksida kedua adalah tahapan keempat pada proses pemutihan. Khlorin Dioksida (ClO2) digunakan untuk memurnikan pulp di dalam tahap D2. Tahap ini

memutihkan brightness pulp dengan cara mengelantang lebih lanjut zat-zat pengotor tang tersisa di dalam pulp tersebut.

2.4.6 Menara Stock Bleached Density

Stock yang kluar dari washer D2 dengan konsistensi kira-kira 12% dipompakan dengan

pompa MC PC-214 menuju menara bleached stock density. Pengendalian secara otomatis pada pemompaan stock sama dengan penjelasan pada pompa pada tahap sebelumnya (Sirait, 2003).

(21)

2.5 Bilangan Kappa

Bilangan kappa merupakan pengujian kimia yang diperlakukan terhadap pulp untuk

menentukan tingkat delignifikasi, kekuatan relatip dari pulp dan kesanggupannya untuk diputihkan. Pengujian ini mengindikasikan kandungan lignin dan kemampuan pulp tersebut untu diputihkan. Pengujian didasarkan pada reaksi dengan Potansium Permanganat (KmNO4). Normalnya pulp coklat dan pulp setelah melewati tahap proses

alkali ekstraksi diperiksa bilangan kappanya di laboratorium (Sirait, 2003).

Penggunaan oksigen di langkah pertama delignifikasi menyebabkan suatu penurunan sifat ekstrim dimana 50% residu lignin merekat di dalam pulp yang tidak dikelantang dan tidak bisa dipindahkan.

Jika penggunaan di dalam dua langkah terakhir tidak dipindahkan lignin dalam

pulp dibutuhkan perawatan dengan konsentrasi H2SO4 dan waktu cucian tidak akan

memberikan suatu penurunan yang tinggi pada bilangan kappa, begitu juga lignin yang terdapat dalam pulp. Penurunan bilangan kappa, juga menunjukkan suatu jumlah pengurangan residu lignin dalam pulp. Ini mempengaruhi berat pulp dan ini menyebabkan hasil pulp berkurang. Penurunan hasil juga dipengaruhi oleh daya larut dari hemiselulosa (Muladi, 2005).

2.6 Brightness

Ini adalah sifat lembaran pulp untuk memantulkan cahaya yang diukur pada suatu kondisi yang baku, digunakan sebagai indikasi tingkat keputihan. Keputihan pulp diukur dengan kemampuannya memantulkan cahaya monokromatik dan diperbandingkan dengan standar yang telah diketahui.

(22)

Brightness pulp diukur pada tahapa yang berbeda-beda di dalam proses

pemutihan, sebagaimana salah satu tujuan yang paling penting dari pada proses pemutihan adalah untuk mencapai brightness yang spesifik terhadap pulp yang dihasilkan. Sebuah alat pengukuran tingkat refleksi atau pengukur brightness digunakan di laboratorium untuk mengukur brightness contoh pulp di buat dalam bentuk lembaran. Ini memantulkan cahaya yang diukur dan dinyatakan sebagai persen dari pada Magnesium Oksida. Jadi, nilai brightness 90 ISO artinya, pada kondisi yang standar dari cahaya dan pengamatan, suatu kekuatan memantulkan adalah (pada panjang gelombang sebesar 457 mm) 90% dari batangan Magnesium Oksida. Pada bleaching plant dengan system pengendali yang bekerja secara otomatis, ada instrument yang terpasang pada jalur tersebut untuk mengukur brightness dari pada pulp stock pada tahap-tahap Khlorinasi, Hypokhlorit dan Khlorin Dioksida. Pengukuran ini dipergunakan untuk mengendalikan dosis bahan kimia dalam tahap tersebut (Sirait, 2003).

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi kayu
Tabel 2.1 Komposisi typical chemical antara hardwoods dan softwoods

Referensi

Dokumen terkait

Proposisi adalah pernyataan-pernyataan yang berada pada satu argumen, dan pernyataan tersebut mempunyai properti nilai yakni hanya benar atau salah. Untuk

Adapun yang dimaksud dengan skenario adalah naskah televisi yang digunakan sebagai acuan utama.Suatu skenario sudah bisa disebut baik, jika memenuhi

1) Komputer sebagai instrumen untuk melakukan kejahatan tradisional, seperti digunakan untuk melakukan pencurian, penipuan, dan pemalsuan melalui internet, di

Jika diasumsikan kegiatan awal dimulai tahun 2007, maka ada kemungkinan lulusan STTN tahun 2007 sebanyak 38 lulusan be1um bisa langsung berkiprah pada pembangunan PLTN,

Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi.. Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya

Menurut Purnomo (2010), karakteristik kulit wet blue selain memiliki pH rendah juga bermuatan positif sehingga apabila disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama akan mengalami

Vegyük most a korábban már említett példát, a családi háttér iskolai teljesítmény- re gyakorolt hatását. Robusztus összefüggés-megközelítésben megfigyeléses adatok-

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi